Share

3. Serendah Itukah Aku?

Penulis: Irma.N
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jihan dengan sengaja mengeraskan suaranya hingga mengundang perhatian beberapa pengunjung toko emas tersebut. Beberapa ibu-ibu berbisik sembari memandang negatif ke arah Bu Inggar dan putri sulungnya.

"Kurang ajar ya kamu, Jihan. Sengaja kamu mau mempermalukan kami?" bisik Bu Inggar dengan mata melotot.

Jihan tersenyum kecut, bukan maksudnya untuk bersikap kurang ajar pada ipar dan ibu mertuanya. Namun, rasa hatinya sudah benar-benar lelah. Untuk apa menghormati mertua dan ipar yang selalu menindas, bahkan tega mengambil hak nafkahnya.

"Ibu malu? Kenapa? Apa Ibu memang merasa sudah merebut hakku dan anakku," balas Jihan kian sengit, membuat kedua wanita itu memilih untuk segera pergi sebelum bertambah malu.

Jihan menatap punggung dua wanita yang kian menjauh dari pandangan mata, kemudian memutar badan untuk kembali pada tujuan utamanya. Namun, satu pemikiran terlintas di benaknya.

"Ibu dan Mbak Rindi pasti akan bilang ke Mas Rizal kalau aku jual cincin nikah, jadi sebaiknya memang aku jual saja sekalian cincin ini biar dia nggak curiga," batin Jihan dalam hati, wanita itu memutuskan untuk menjual gelang dan juga cincin nikahnya.

Langkah kaki Jihan terayun menuju salah satu karyawan yang tampak sedang tak melayani pembeli.

"Permisi, Mbak. Saya mau jual perhiasan," ucap Jihan pada karyawan toko itu.

"Ada surat-suratnya?" Jihan mengangguk, mengeluarkan perhiasan beserta surat-suratnya dari dalam tas.

Karyawan toko tersebut segera memeriksa dengan seksama gelang dan cincin yang hendak dijual oleh Jihan.

"Semua totalnya lima juta rupiah, Mbak," cetus karyawan toko tersebut setelah selesai memeriksa dan menghitung harga emas milik Jihan.

"Baiklah, Mbak."

Jihan segera menghitung uang yang diberikan oleh karyawan toko tadi dan bergegas pergi setelah memastikan jika jumlah uang ditangannya sudah sesuai.

Wanita itu kembali memacu sepeda motornya menuju ke rumah. Jihan memutuskan untuk menyimpan terlebih dahulu uang hasil penjualan gelang tersebut ke dalam laci rahasianya dan hanya menyisakan uang satu juta hasil dari penjualan cincin nikahnya di dalam dompet. Hal tersebut sengaja ia lakukan agar Rizal tak mengambil semua uang miliknya dengan dalih Bu Inggar dan Rindi sedang membutuhkan uang.

Jam di dinding kamar Jihan telah menunjukan pukul setengah dua belas siang, pertanda ia harus segera menjemput Fadil di sekolah. Wanita itu sengaja membawa dua helm karena akan mengajak putranya untuk makan di luar. Jihan mulai melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang, dari kejauhan nampak sang putra yang sudah menunggu kedatangannya di depan gerbang.

"Halo, Sayang. Maaf ya kalau Bunda sedikit terlambat," sapa Jihan pada putra tunggalnya dan dibalas dengan sebuah senyuman oleh bocah berusia delapan tahun itu.

"Tidak apa-apa, Bun. Fadil juga baru saja keluar kelas."

Jihan segera memakaikan helm di kepala Fadil dan kembali melajukan sepeda motor maticnya menuju sebuah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di kota itu. Awalnya Fadil hanya menurut. Namun, wajahnya langsung berbinar kala sepeda motor sang Bunda telah berhenti di parkiran mall tersebut. Apalagi di lantai satu jelas terlihat sebuah restoran cepat saji yang sangat diimpikan oleh Fadil.

"Lho, kok kita pergi ke sini, Bun?" tanya bocah kecil itu dengan wajah polos.

Jihan tersenyum tipis kemudian menekuk lututnya untuk mensejajarkan tinggi mereka berdua. Tangan wanita itu terulur. Menangkup kedua pipi Fadil dan menatap wajah polos yang sangat ia sayangi. Karena bagi Jihan, sang putra adalah harta paling berharga yang paling ia miliki.

"Kan kemarin Bunda sudah janji mau ajak Fadil makan di KFC. Jadi sekarang Bunda mau menepati janji dong, ayo kita makan," ajak Jihan pada putranya, bocah kecil itu tak bergeming. Seolah tak percaya jika keinginannya bisa diwujudkan oleh sang Bunda.

Sepasang ibu dan anak itu saling bergandeng tangan, masuk ke sebuah restoran cepat saji dan memesan dua nasi ayam crispy lengkap dengan minuman dan kentang goreng. Jihan menatap sendu wajah sang putra yang tengah menikmati makan siangnya dengan begitu lahap. Sebersit kesedihan kembali terasa menyayat hati. Mengingat sang suami yang seolah tak peduli pada putranya sendiri dan lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan keponakannya.

"Terima kasih ya, Bunda. Fadil sayang banget sama Bunda," ucap bocah kecil itu setelah menghabiskan seluruh isi piringnya.

Jihan teringat kembali dengan perkataan Rindi tentang rekreasi. Berniat menanyakan hal itu pada sang anak yang sama sekali tak membicarakan masalah rekreasi sekolah pada dirinya.

"Nak, Bunda mau tanya sesuatu boleh? Tapi jawab yang jujur ya." Jihan mulai memamcing pembicaraan serius antara ibu dan anak. Tentu saja Fadil langsung mengangguk karena selama ini anak itu memang tak pernah berbohong.

"Apa di sekolah Fadil ada acara rekreasi minggu depan?" tanya Jihan dengan sangat hati-hati karena tak ingin melukai perasaan putranya.

Hening.

Bocah kelas dua SD itu tak menjawab, hanya menunduk sembari menggigit bibir bawahnya. Tentu saja Jihan langsung tahu jika putranya itu sedang berusaha untuk menyembunyikan sesuatu. Namun, wanita itu tak putus asa, tanganya menggenggam lembut jemari sang anak. Matanya menatap teduh ke arah dua bola mata sendu bocah kecil itu.

"Kok Fadil diam saja, ayo katakan, Nak. Bunda hanya sekedar ingin tahu saja." Jihan kembali membujuk agar putranya mau bercerita.

"I- iya, Bun. Sebenarnya minggu depan ada acara rekreasi sekolah naik kereta kelinci."

"Lalu, kenapa Fadil nggak bilang sama Bunda?"

"Kata Putri, Bunda nggak mungkin punya uang untuk bayar uang rekreasi itu. Jadi, Fadil nggak bilang karena nggak mau Bunda bingung cari uang," ucap bocah polos itu kemudian kembali menunduk.

Deg.

Hati Jihan benar-benar sakit mendengar penjelasan sang anak. Serendah itukah ia di mata keluarga sang suami. Bahkan, Putri yang notabene masih anak kecil pun bisa ikut menghina Jihan dan putranya.

Jihan segera merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Mengecupi puncak kepala putranya berkali-kali dengan penuh kasih sayang.

"Nak, Bunda punya uang kok. Ini buktinya Bunda bisa belikan kamu ayam KFC, besok Bunda kasih uang untuk bayar rekreasinya ya. Kita ikut," ucap Jihan seraya menghapus air mata yang tanpa sadar telah membasahi pipinya.

"Ya Bunda, Fadil mau. Biar si Putri itu nggak ngejekin Fadil terus."

Lagi-lagi Jihan harus menelan kepahitan. Dari cara bicara putranya barusan, terlihat jelas jika anak itu selalu mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari kakak sepupunya.

"Ya sudah, kita pesan lagi KFCnya untuk dibawa pulang ya. Buat malan malam nanti," ucap Jihan kemudian beranjak dari kursinya.

Hari sudah beranjak sore saat Jihan sampai ke rumahnya. Namun, sang suami juga belum pulang. Wanita itu hanya bisa tersenyum kecut mengingat sang suami akan pulang terlambat karena lebih dulu mampir ke rumah ibu mertuanya untuk makan enak.

Sepasang Ibu dan anak itu segera masuk ke dalam rumah kemudian bergantian untuk membersihkan diri.

Selepas maghribh, keduanya kembali duduk di meja makan untuk menyantap makan malam dengan menu ayam KFC yang mereka beli tadi siang. Sengaja Jihan membeli cukup banyak agar bisa dipanaskan untuk sarapan putranya besok pagi.

Saat tengah asyik mengunyah, sayup-sayup terdengar suara sepeda motor Rizal yang memasuki pekarangan. Sejurus kemudian, lelaki itu telah masuk ke dalam rumah. Mata Rizal melotot melihat menu makan malam yang sedang disantap oleh istri dan anaknya.

"Apa-apaan ini Jihan?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
jangan mau kalah jihan, buktikan pd mereka klo km buka wanita yg rendah terutama pada suamimu yg gk tau diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   4. Mahar Pernikahanku, Mas!

    Fadil sedikit tersentak kaget kala mendengar suara keras sang ayah yang langsung menggema di seluruh sudut ruangan. Beruntung, bocah itu telah menghabiskan semua isi piringnya. Sepercik kekecewaan muncul di hati bocah kecil itu kala mengingat sikap sang ayah yang seolah tak mempedulikan dirinya dan sang bunda. Tanpa diminta, bocah itu pamit pada Jihan untuk masuk ke dalam kamarnya."Bunda, Fadil sudah kenyang. Sekarang Fadil mau ke kamar dulu ya, capek," pamit Fadil pada sang bunda, Jihan mengangguk. Mengerti jika sang anak tak ingin melihat pertengkaran kedua orang tuanya.Jihan mengangguk, kemudian tersenyum menatap ke arah punggung sang anak yang sudah menghilang di balik pintu kamar. Kini, sorot mata wanita itu berubah tajam, menatap sang suami yang masih berdiri di hadapannya dengan wajah bengis."Maksud kamu apa-apaan gimana tadi, Mas?" tanya Jihan pada sang suami.Rizal mendengus kesal, wajahnya merah padam menahan emosi. Lelaki itu menghenyakkan bobot tubuhnya di kursi seberan

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   5. Di dealer?

    Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya meski masih sedikit malu-malu karena tertutup tebalnya awan mendung. Burung-burung mulai bernyanyi membawa harum aroma embun pagi yang membasahi dedaunan. Jihan mulai menggeliat dari nyenyak tidurnya, tangannya terulur untuk meraba sisi ranjang yang terasa dingin. Pertanda jika semalam sang suami benar-benar tak pulang ke rumah.Wanita itu menyandarkan dirinya di kepala ranjang dan segera mengambil benda pipih yang berada di atas nakas, melihat siapa tahu ada panggilan tak terjawab dari sang suami karena semalam Jihan telah mengunci pintu rumahnya. Namun nihil, tak ada satupun telepon atau pesan yang masuk dari Rizal. Jihan terdiam, pandangannya nanar ke arah jendela yang masih tertutup oleh kain gorden bermotif bunga. Sedang tangannya meremas benda pipih yang masih berada dalam genggamannya karena merasa dongkol."Sepertinya kamu memang sudah tak menganggap aku dan Fadil sebagai bagian dari hidupmu, Mas," gumam Jihan kemudian melangkahkan kakin

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   6. Story Media Sosial Rindi

    Kening Jihan mengernyit, wanita itu tengah berusaha untuk mencerna setiap kata yang baru saja diucapkan oleh Bu RT. Suaminya membeli sepeda motor baru, tapi uang dari mana? Sedangkan yang dipakai Rizal saat ini saja adalah sepeda motor Jihan yang dibeli jauh sebelum menikah dengan Rizal dahulu, wanita itu hanya bisa menerima kala sang suami memintanya memakai motor matic buntut milik Rizal dengan alasan Jihan hanya memakainya untuk pergi ke pasar sedangkan Rizal harus bekerja setiap hari."Mbak, Mbak Jihan kok melamun. Terlalu senang ya mau dapat kado motor baru dari suami?" goda Bu RT sembari menaik-turunkan kedua alisnya. Dua wanita beda generasi itu memang cukup akrab lantaran sikap Jihan yang sopan dan ramah.Jihan tersenyum canggung karena ketauhan Bu RT ketika sedang melamun, "Ah Ibu bisa saja, mana mungkin Mas Rizal beli motor baru. Lha wong dia saja pakai motor saya.""Ya siapa tahu aja diam-diam Mas Rizal nabung, Mbak. Buktinya dia beli motor itu secara cash lho, bukan kredit,

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   7. Slip Gaji

    Jihan mengangkat kembali kakinya untuk mengambil sesuatu yang baru saja terinjak. Dipungutnya sebuah kertas kecil mirip dengan struk belanja dari atas lantai, mata Jihan memincing. Bola matanya bergerak ke kanan ke kiri, menelisik tulisan-tulisan kecil yang berada di atas kertas. Dan akhirnya, rasa penasaran Jihan terjawab juga."Rizal Aditama, assisten manager merk, empat belas juta rupiah." Komat-kamit mulut Jihan membaca tulisan pada kertas yang kini berada dalam genggamanya.Mata wanita itu membola, tangannya terangkat untuk mengucek mata yang sebenarnya tak merasa mengantuk. Hanya untuk memastikan jika pengelihatannya tidak salah. Hati Jihan kian kecewa, benarkah Rizal naik jabatan setinggi itu, yang awalnya hanya buruh kontrak di bagian produksi sekarang berubah menjadi assisten manager merk. Bagaimana bisa, padahal pendidikan terakhir Rizal hanya lulusan sekolah menengah atas.Jihan meremas kertas itu kemudian memasukkannya ke dalam saku daster yang ia kenakan. Melangkahkan kak

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   8. Silakan Pergi, Mas!

    Suara keras Jihan membuat sang suami menghentikan langkahnya di depan pintu. Lelaki itu tersenyum miring, sudah menebak jika Jihan akan menahan kepergiannya. Karena ia tahu jika sang istri sangat mencintainya. Bahkan, dulu Jihan rela menentang restu sang ayah demi bisa menikah dengan Rizal. Lelaki itu segera menghapus senyum dan memutar badan untuk menghadap sang istri yang sudah berdiri sembari melipat tangan di depan dada."Ada apa, Jihan? Mau mencegah kepergianku?" ucap Rizal dengan pandangan remeh, lelaki itu terlalu percaya diri.Tak seperti yang diharapkan oleh Rizal, wanita cantik itu malah menadahkan telapak tangan, "Kembalikan kunci sepeda motorku, bawa sepeda motormu sendiri yang buntut itu!"Rizal terperangah dibuatnya, tak menyangka Jihan akan meminta kembali sepeda motor yang selama ini pakai untuk pergi bekerja."Ayo mana kuncinya, ini kunci sepeda motor buntutmu." Jihan mengulurkan kunci sepeda motor buntut yang selama ini ia pakai kepada Rizal."Nih, makan tuh sepeda m

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   9. Rayuan Indri

    Mentari pagi telah kembali berkunjung, bersama kehangatan yang menyesap butiran embun di dedaunan. Rizal baru saja selesai menikmati sarapan pagi bersama keluarganya dan tengah bersiap untuk berangkat bekerja setelah pertengkaran yang membuatnya diusir oleh Jihan semalam."Mbak Rindi mau ngantar putri ke sekolah?" tanya Rizal pada sang kakak yang baru saja menyambar kunci sepeda motor barunya."Iya Zal, siapa tahu nanti ketemu si Jihan itu. Lumayan, bisa sekalian pamer biar kebakaran jenggot," ucap Rindi dengan senyum sumringah."Gimana kalau putri berangkat kerja bareng aku aja, Mbak? Sekalian aku pakai sepeda motor Mbak. Malu aku, masa seorang asisten manager di perusahaan rokok paling terkenal berangkat kerja pakai sepeda motor buntut," keluh Rizal dengan wajah memelas.Rindi memutar bola matanya seperti sedang memikirkan sesuatu kemudian menepuk lembut pundak adiknya, "Ngapain malu, justru ini kesempatan. Siapa tahu Indri kasihan lihat kamu terus dikasih motor baru kan lumayan.""

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   10. Harta Gono-Gini

    Jihan menarik napasnya dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Berusaha untuk memasang wajah setenang mungkin, menata emosinya baru kemudian membuka pintu yang masih terus digedor oleh ibu mertua dan kakak iparnya itu.Pintu terbuka, Jihan tersenyum dengan manis menatap dua tamunya dengan wajah tegas. Sementara Bu Inggar dan Rindi terpanah untuk beberapa saat melihat perhiasan yang melekat di tubuh Jihan. Otak Bu Inggar dan Rindi seketika bekerja keras, menerka-nerka dari mana Jihan mendapatkan uang untuk membeli satu set perhiasan semewah itu."Ibu, Mbak Rindi, ada apa?" Suara Jihan membuat dua wanita beda generasi itu tersadar dari lamunannya.Bu Inggar menatap tajam sang menantu, bersiap untuk memaki-maki wanita yang sudah hampir sepuluh tahun mendampingi Rizal, dan selama itu pula Jihan menjadi istri yang baik serta penurut untuk Rizal."Heh Jihan, berani sekali kamu mengusir anak saya dari rumah ini! Memangnya kamu bisa apa tanpa Rizal, hah?" Bu Inggar berucap sembari bertola

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   11. Mobil Baru

    Jihan mendekat ke arah sang anak sembari menunggu seorang laki-laki dengan seragam batik khas seorang guru yang baru saja mengantar putranya untuk membuka helm."Fadil, maaf ya. Bunda telat jenput kamu hari ini," ucap Jihan dengan wajah bersalah, ini pertama kali Jihan bisa lupa menjemput bocah kecil itu dari sekolahnya.Fadil tersenyum mendengar permintaan maaf dari sang bunda, "Tidak apa-apa Bunda, untung ada Pak Anjas yang sudah baik hati mengantar Fadil pulang."Dahi Jihan mengernyit kala putranya menyebut sebuah nama yang terasa begitu familiar di telinga. Wanita itu mengalihkan fokus pandangan pada laki-laki yang kini sudah berdiri di samping putranya. Tanpa sengaja keduanya saling beradu pandang dengan ekspresi wajah yang sama-sama terkejut."JIHAN, ANJAS!" sorak mereka bersamaan."Lho, Bunda kenal sama Pak Anjas?" heran Fadil melihat tingkah dua orang dewasa yang tengah berdiri di hadapannya. Lelaki bernama Anjas itu tersenyum kemudian kembali menatap ke arah Jihan."Kamu bena

Bab terbaru

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   41. Berita Duka

    Rizal kembali menyimpan benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke dalam saku setelah mengakhiri panggilan tersebut. Wajahnya datar, menatap wajah-wajah tegang yang terpampang di hadapannya tanpa ada satu kata pun terucap dari bibir."Zal, siapa yang telepon barusan? Siapa yang meninggal?" tanya Bu Inggar dengan wajah penasaran."Indri dan Papanya kecelakaan, Bu. Dan ... mereka meninggal dunia di tempat.""ALHAMDULILLAH," seru Rindi dan Bu Inggar secara bersamaan.Rizal menggaruk bagian belakang kepalanya dengan kening mengernyit melihat tingkah Ibu dan kakaknya yang aneh menurutnya."Kok kalian malah ngucap syukur? Ini berita duka lho, Mbak, Bu. Indri dan papanya meninggal!" Rizal menautkan kedua alisnya penuh tanya, ia mengulangi kalimatnya tadi.Dua wanita beda generasi itu terkekeh, kemudian saling melempar pandangan. Bu Inggar meminta Rindi memberikan penjelasan kepada Rizal melakui kontak mata."Zal, kamu kalau lemot jangan kebangetan. Kita 'kan sama-sama tahu kalau Indri dan

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   40. Kedatangan Indri dan Brama

    Rizal melangkah masuk ke dalam rumah dengan hati berdebar sekaligus perasaan bahagia. Setidaknya, meski ia tak sungguh-sungguh mencintai Indri. Namun, satu masalah hidupnya akan beres jika Indri tak jadi meminta cerai. Ia tak perlu pusing memikirkan biaya hidupnya sehari-hari karena bisa menumpang hidup kepada wanita kaya raya bertubuh gemuk itu.Ayunan tungkai Rizal semakin mendekat ke ambang pintu, senyum mengembang di bibir. Namun, senyum itu seketika musnah kala mendengar isak tangis sang ibu.Rizal buru-buru membuka pintu. Di sofa, Indri duduk bersebelahan dengan Brama. Sedangkan Bu Inggar dan Rindi duduk di seberang meja dengan kepala menunduk. Air mata berderai membasahi pipi sepasang ibu dan anak itu."Ada apa ini? Kenapa Ibu dan Mbak Rindi menangis?" tanya Rizal dengan wajah bingung.Bu Inggar menhampiri sang putra dan menuntunnya untuk ikut duduk di sofa."Pak Brama dan Indri datang kemari untuk mengambil BPKB mobil kamu, Zal," ucap Bu Inggar di tengah-tengah isakan.Rizal m

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   39. Rujuk 2

    Jihan urung untuk melanjutkan kalimat, ia merasa jika perasaanya mulai terombang-ambing. Keraguan menyelimuti hati. Di satu sisi, ia tak ingin lagi disakiti oleh Rizal dan keluarganya. Namun di sisi lain, ada Fadil yang juga membutuhkan sosok seorang ayah, dan di sudut hati yang paling dalam, masih ada sedikit rasa untuk lelaki di yang duduk di depannya saat ini."Bagaimana, Jihan? Kamu mau 'kan kembali rujuk denganku? Demi kebahagiaan anak kita, pasti Fadil sangat sedih melihat kita berpisah seperti ini!" Rizal kembali mendesak Jihan untuk memberikannya jawaban.Jihan kembali menatap Rizal dengan pandangan tajam penuh keraguan. Ia masih tak percaya jika Rizal bisa berubah secepat ini."Apa sebenarnya tujuan kamu ngajak aku rujuk, Mas?" tanya Jihan."Aku nggak ada maksud lain, Jihan. Aku benar-benar sudah berubah, aku mohon kamu percaya sama aku ya?" Rizal menangkupkan kedua tangannya di depan wajah.Jihan terdiam sejenak, menghirup napas panjang kemudian menghembuskanya secara perlah

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   38. Rujuk

    Rindi duduk di meja makan, menyuapi Putri sembari memperhatukan wajah Rizal yang tampak sedih dan terpuruk. Ia tahu bahwa Rizal masih mencintai Jihan, mantan istri yang sudah ia sia-siakan hanya demi mengejar harta."Mbak, jadi solusi apa yang mau Mbak Rindi kasih ke aku?" tanya Rizal setelah isi piringnya tandas."Zal, aku tahu kamu masih mencintai Jihan. Sekarang dia sudah mulai sukses, penampilanya juga jauh lebih cantik dibanding saat masih menjadi istrimu dahulu," ujar Rindi dengan wajah serius.Kening Rizal mengernyit tajam, ia tak paham dengan tujuan Rindi yang sebenarnya."Maksud, Mbak Rindi?" tanya Rizal dengan dua alis yang saling bertaut."Bagaimana jika kamu minta rujuk saja sama Jihan? Aku yakin dia pasti masih mau rujuk sama kamu kalau tahu Indri sudah meminta cerai. Kalau kalian kembali bersama, kamu bisa kembali hidup enak, termasuk Mbak dan Ibu juga. Nggak perlu capek-capek jual gorengan begini, kamu juga nggak perlu pusing nyari kerja lagi." Rindi mengutarakan ide ko

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   37. Hancur

    Mata Rizal mengembun, menahan bulir bening yang mendesak di sudut mata. Dadanya terasa sesak seperti dihimpit beban berat. Ingin rasanya menangis sepuasnya, akan tetapi sebagai seorang lelaki tentu ia merasa malu jika terlihat lemah meski di hadapan keluarganya sendiri."Rizal, kamu kenapa? Ada masalah? Indri mana? Kenapa kamu ke sini sendirian?" cecar Rindi yang penasaran karena melihat mata sang adik memerah akibat menahan tangis."Aku diusir sama Indri, Mbak. Dia ingin menceraikan aku, dan aku juga sudah dipecat dari perusahaan, aku hancur! Aku balik lagi jadi gembel sekarang, Mbak!" Suara nyaring Rizal memenuhi seluruh sudut ruangan. Terlihat jelas jika lelaki itu tengah berada di titik terendahnya. Karir yang ia bangun kini hancur, kehidupan rumah tangganya pun berantakan.Mulut Bu Inggar menganga, bola matanya melotot seolah ingin keluar dari tempatnya. Tak percaya dengan apa yang baru saja disampaikan oleh sang putra. Pernikahan Rizal dan Indri yang baru seumur jagung sudah be

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   36. Kedatangan Benalu

    Bu Inggar mengikuti ke mana arah jari telunjuk putrinya tertuju, wanita itu membulatkan mata setelah melihat apa yang tengah dilakukan oleh sang mantan menantu di depan sana."Benar-benar kurang ajar itu Jihan. Ayo kita ke sana sekarang." Bu Inggar melangkah tergesa, menghampiri Jihan yang baru saja selesai memotong pita dan mempersilakan seluruh pengunjung untuk masuk ke dalam caffe."Heh, Jihan. Kurang ajar, jadi selama ini kamu makan uang Rizal dan sekarang kamu gunakan untuk buka bisnis caffe ini setelah kalian cerai? Tega kamu senang-senang dia atas penderitaan saya yang hidup serba kekurangan sekarang," tuduh Bu Inggar dengan suara lantang.Para pengunjung caffe saling berbisik, ada yang sebagian langsung percaya dengan ucapan Bu Inggar. Namun, lebih banyak yang lebih percaya kepada Jihan karena sudah tahu bagaimana perjalanan hidup wanita muda itu sampai bisa seperti sekarang ini.Kedua alis Jihan saling bertaut mendengar tuduhan yang baru saja dilontarkan oleh mantan ibu mertu

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   35. Tamu Tak Diundang

    Jihan mengernyitkan keningnya, ia tak ingat jika hari ini ada janji dengan seseorang. Dengan malas, janda muda itu mengarahkan pandangan menuju ke teras, tempat di mana seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas tengah duduk menopang kaki sembari memainkan ponsel mewah keluaran terbaru."Pak Brama, mau apa lagi sih dia datang ke sini? Pasti mau bikin masalah!" gerutu Jihan setelah mengetahui siapa tamunya.Wanita itu turun dari mobil dan menghampiri sang tamu yang belum menyadari kedatanganya karena terlalu asyik bermain ponsel."Mau apa lagi Bapak datang ke rumah saya?" tanya Jihan tanpa menyapa lelaki itu terlebih dahulu.Brama mendongak, menatap Jihan kemudian menyunggingkan sebuah senyuman."Saya ingin bertemu dengan cucu saya," jawab Brama dengan begitu santai.Kedua alis Jihan saling bertaut setelah mendengar pernyataan lelaki tua itu."Cucu? Memangnya siapa cucu Bapak? Saya rasa, cucu Anda tidak ada di sini," ucap Jihan ketus.Di halaman depan, Anjas baru saja turun dari mo

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   34. Aku Bukan Yang Dulu

    Mata Anjas dan Rizal membelalak sempurna kala melihat Jihan yang menepis tangan Indri dengan begitu kasar dan mendaratkan tamparan keras di pipi wanita bertubuh gemuk tersebut."Jihan, apa-apaan kamu!" Rizal segera menarik tubuh Indri dan memeluknya, ia tak ingin keadaan semakin kacau.Jihan tersenyum miring seraya menepuk-nepuk tanganya sendiri yang seolah terkena kotoran setelah menampar wajah Indri."Aku sama sekali tak berniat untuk berbuat kasar kepada istrimu, tapi dia yang memulai," balas Jihan kemudian."Tapi nggak seharusnya kamu menamparnya." Rizal masih berusaha membela sang istri."Lalu, aku harus berdiam diri dan membiarkan dia melukaiku? Maaf, aku bukan Jihan yang dulu, sekarang aku tak akan membiarkan seorang pun menggores luka di hidupku. Termasuk kamu!" Jihan menekan kalimatnya, kemudian menoleh ke arah Anjas yang masih terpaku menatapnya."Ayo kita pulang, Njas. Masih ada urusan kita yang lebih penting dibanding berdebat dengan manusia seperti mereka," tambahnya kemu

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   33. Bebas

    Mentari mulai bersinar, menebar kehangatan di dunia bersama dengan embun pagi yang mulai menghilang di dedaunan. Hari yang ditunggu oleh Jihan telah tiba, ini adalah hari di mana ia harus pergi ke pengadilan agama untuk mengambil akta cerai sekaligus hari pembukaan caffe baru yang ia bangun dengan Anjas."Bunda, ayo keluar. Pak Anjas sudah menunggu di depan," ajak Fadil yang sudah berdiri di depan pintu. Bocah kecil itu tersenyum, memandangi penampilan sang ibu yang nampak begitu sempurna dengan balutan dress selutut berwarna hitam dan sepatu hak tinggi. Wajah ayu terpoles make up natural dan rambut lurus sepinggang yang ditata curly pada bagian ujungnya membuat penampilan jihan sangat memukau."Ayo, Sayang. Bunda dan Pak Anjas antar kamu ke sekolah dulu, nanti siang Pak Anjas yang jemput kamu untuk datang ke pembukaan caffe." Jihan menggandeng tangan sang putra untuk keluar kamar.Bocah kecil itu terdiam dengan dahi berkerut tajam, ada tanda tanya besar di benaknya karena hari ini A

DMCA.com Protection Status