Home / Fantasi / Selubung Memori / 481. KRISTAL SEL #4

Share

481. KRISTAL SEL #4

last update Last Updated: 2024-04-30 14:00:24

Sorenya, Rapat Dewan diadakan.

Para dewan sudah berkumpul di Pendopo ketika aku tiba. Bahkan Profesor Merla yang selalu datang terlambat sudah duduk di kursinya, kelihatan mengobrol santai dengan Kara. Jenderal sudah di kursinya. Begitu juga dengan Mister. Dokter Gelda sudah datang, tetapi masih mengobrol dengan Nadir dan Mika di lingkar luar bangku Pendopo. Ketika aku dan Lavi tiba, suasananya lebih mirip diskusi normal. Semua orang sudah tiba. Aku datang bersama Lavi dan pilar tim medis. Sisanya sudah duduk di tempat menanti kelengkapan dewan.

Rapat Dewan kali ini mengundang semua kapten dan wakil kapten—kecuali tim stok, sungguh hingga saat ini Aslan belum memilih wakil kaptennya. Aku ingin menyarankan nama Laher agar setidaknya dia tidak kesepian ketika Rapat Dewan. Aslan jarang bicara, tetapi selalu memerhatikan. Kadang aku agak prihatin.

Para penghuni dibiarkan beraktivitas. Belakangan, para penghuni sudah tak lagi terikat aturan harus di markas keti

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Selubung Memori   482. KRISTAL SEL #5

    Kurang lebih Rapat Dewan tiba di pembahasan genting lain: Dokter Moya.Dokter Gelda membongkar semua yang berhasil dicari tentang ayah Fal ini. Dokter Gelda juga menjelaskan obrolan kami—aku, Dokter Gelda, dan Profesor Merla—yang kurang lebih melibatkan hubungan pusat medis dengan musuh. Itu cukup memberi gagasan bahwa Dokter Gelda tak lagi percaya pusat medis sebagai pusat pengobatan penghuni Padang Anushka. Agaknya itu membuat banyak dewan bergidik—terutama karena pusat medis merupakan bagian penting kami.“Intinya, pusat medis tempat terduga untuk pengembangan blasteran, kan?” tanya Haswin. “Kalau begitu, mungkin saja tempat itu sudah dikuasai blasteran.”“Kita memang sudah waktunya menjadi independen,” ujar Kara. “Persoalan pengkhianatan ini tidak bisa dibiarkan. Kita sudah punya kecurigaan ini sejak tiga belas tahun lalu, tapi tidak pernah terselesaikan.”“Kita juga punya banyak

    Last Updated : 2024-05-02
  • Selubung Memori   483. KRISTAL SEL #6

    Rapat Dewan berakhir saat jam malam tiba.Di titik itu semua orang sudah cukup lelah. Akhirnya, Kara membubarkan dewan, dan Lavi menyeretku ke gerhanya.Aku tidak punya alasan menolak, jadi ketika kami masuk dan Lavi langsung mengobrak-abrik isi kulkasnya, aku duduk di karpet bulu ruangan tengahnya, lalu berbaring mengistirahatkan kepala yang dipaksa memikirkan banyak hal. Rasanya semakin banyak kabar buruk yang kami dapatkan. Urusan Layla saja belum selesai. Harus berapa lama lagi kami menunggunya bangun?“Hm,” gumam Lavi, menatap isi kulkasnya. “Ternyata tidak ada ikan.”“Kau serius mau pesta bakar?” tanyaku.“Kau pikir aku bercanda?”“Aku heran kau masih punya semangat sebesar itu.”“Justru ini bisa mengisi energiku kembali.” Lavi melempar sesuatu dari isi kulkasnya. Suaranya keras. Pasti sesuatu yang beku. “Tidak ada ikan, jadi kita ganti sosis. Aku puny

    Last Updated : 2024-05-04
  • Selubung Memori   484. ENERGI #1

    Keesokan harinya, aku sibuk mengasah belati di gedung penempaan. Bazz sudah pasti di tempat. Dia menempa zirah besi baru. Dia kelihatan senang mendapat pekerjaan itu—pada akhirnya, dia lebih suka berurusan dengan bau besi dibanding aroma buah dan sayur di kebun.Theo juga ada di tempat. Dia berulang kali bertanya padaku tentang pedang, yang berulang kali juga kubilang kalau posisi kami terbalik. Semestinya aku yang banyak bertanya, tetapi entah bagaimana aku juga bisa menjawab—aku mengingat semua yang pernah diajarkan Aza soal pedang, dan itu membuat obrolan kami bisa menyambung. Ketika aku mengasah belati, Theo terus mengajakku bicara.Di tengah itu, tiba-tiba suara Fin menggema—cukup mengagetkan.[“Nadya memanggilmu. Datanglah ke Perbatasan.”]Itu sudah cukup membuatku memandang lokasi Fin—yang membuat Theo bertanya-tanya. Aku berhasil mengalihkan obrolan, tetapi masih terkejut.“Kapan?” ta

    Last Updated : 2024-05-06
  • Selubung Memori   485. ENERGI #2

    “Bibi juga punya bolu kukus, makanlah.” Bibi mengeluarkan begitu banyak camilan dari keranjang piknik. Aku curiga keranjang piknik itu bisa memuat lebih banyak dari yang semestinya terlihat. Tikar kami sampai penuh makanan.Bibi menghentikan obrolan serius sampai aku menyantap mi yang dia buat. Rasanya enak. Ada sesuatu yang bangkit dalam diriku ketika menelannya. Sesuatu seperti kenangan yang membuncah. Itu mendorong euforia dalam diriku hingga aku hampir tertawa. Aku rindu rasa ini. Bibi dulu sering membuatnya.Bibi tampaknya juga sadar. Dia menatapku penuh senyum. “Enak?”“Spesial,” kataku, antusias.Bibi tertawa. “Dasar tukang rayu.”Dalam kilasan cepat, sorot Bibi kelihatan begitu gembira, tetapi juga sedih. Aku bisa membayangkan bahwa inilah yang selalu ingin Bibi lakukan—karena aku juga ingin mengalami ini di tempat yang lebih nyata. Itu membuatku tidak karuan—bahwa kami diizinkan m

    Last Updated : 2024-05-08
  • Selubung Memori   486. ENERGI #3

    Ketika aku kembali ke permukaan, Padang Anushka kelihatan sepi.Aku langsung merasakan posisi Lavi. Dia masih di gelanggang. Jadi, aku berjalan melewati jalur penghubung, melihat pinggir gelanggang dipenuhi banyak penghuni. Aku langsung terkejut. Lavi masih latihan?Aku bergegas berlari ke kerumunan. Lily ada di belakang kerumunan, kaget melihatku terburu-buru. “Loh? Kau baru datang?”“Eh?” Aku juga kaget. “Aku—ketiduran.”“Lavi menghabisi semua tim bertahan. Haswin baru saja kalah.”Aku tidak tahu harus terkejut untuk yang mana. Lavi yang mengalahkan tim bertahan atau Haswin yang entah tersambar apa sampai mau melawan Lavi. Yang jelas, aku langsung membelah kerumunan, menyaksikan kondisi terkini latihan.Wujud gelanggang cukup mengerikan. Lantai kayunya cekung luar biasa di segala arah seolah seseorang sudah mengentakkan kakinya sampai bergetar. Yasha terkapar di sisi ujung gelanggang, d

    Last Updated : 2024-05-10
  • Selubung Memori   487. ENERGI #4

    Hari keberangkatan misi tiba, aku dan Lavi memutuskan menjadi regu yang pertama kali berangkat. Padang Anushka masih di awal pagi. Matahari baru terbit, kabut tipis masih menguasai sekitar, nuansanya dingin, tetapi juga kelihatan cerah. Hari yang bagus untuk berangkat misi.Reila sudah bangun ketika aku berangkat. Fal juga berusaha terbangun. Fal masih cukup mengantuk, tetapi berulang kali marah. “Fal sudah bangun!” Lalu lima menit kemudian, dia hampir tertidur lagi di sofa panjang. Pita duduk di sebelahnya, menatapku dengan intensitas cukup mengerikan seolah andai dia pergi sedetik saja dari samping Fal, aku akan mengganggu Fal sampai dia menangis. Kucing berbulu tebal ini rasanya semakin membenciku, tetapi juga selalu minta makanan.Aku tidak peduli dicakar atau apa pun, jadi aku mendekati Fal yang setengah tidur, membuatnya duduk—Pita sudah mengeong penuh peringatan.Aku menyugar rambut Fal. “Fal, aku berangkat, ya?”&ldqu

    Last Updated : 2024-05-12
  • Selubung Memori   488. ENERGI #5

    Lavi punya ide gila soal kelanjutan misi.“Kita sepakat kali ini kembali dengan cepat, kan?” tanya Lavi. “Aku punya ide cukup gila yang melibatkanmu di setiap proses. Aku bisa jamin kau tidak akan menanggung beban sendirian, tapi tetap kau yang memutuskan.”“Katakan saja,” kataku.Kurang lebih, karena dia tidak nyaman saat memintaku melakukan banyak hal dan dirinya lebih banyak diam, Lavi tiba-tiba tidak seperti dirinya. Dia membuat penjelasannya berbelit-belit, yang lama-lama membuatku frustrasi. “Katakan saja langsung ke intinya. Keputusan di tanganku, kan?”Akhirnya, dia kembali dengan penjelasan padat.Intinya, “Kita takkan turun ke bawah. Gendong aku agar kita bisa ke tujuan dengan melompati angin, dan—oke, aku tahu itu bahaya, jadi agar keberadaan kita di udara tidak menarik perhatian musuh, pakai juga kemampuan kabut. Kalau kita melakukan ini, kita bisa tiba di tujuan dengan cepat,

    Last Updated : 2024-05-14
  • Selubung Memori   489. ENERGI #6

    Aku hampir kelepasan mengajak Lavi terus mengobrol ketika di udara. Dia menghentikanku dengan berkata, “Kalau kau bicara sambil melompat, staminamu bisa cepat habis. Tahan suaramu. Kalau mau mengobrol denganku, tahan itu sampai kita istirahat. Nah, lihat? Napasmu mulai agak berat, kan?”Lavi juga ingin fokus dengan deteksi, jadi kami tidak bicara lagi.Dia hanya sesekali berkata, “Forlan, di kiri ada kawanan burung. Rendahkan sedikit lompatanmu. Kita tidak boleh menabrak.” Atau dia melapor seperti, “Hm... ternyata deteksi di udara tidak bisa seluas saat di darat, ya. Mungkin karena udara ini juga ruang luas terbuka. Kalau menapak di tanah, aku bisa mendapat informasi dari hal-hal yang tidak bisa kulihat, seperti topografi atau apalah. Tapi kalau udara begini, aku bisa merasakan arah angin, tapi sebenarnya juga bisa kulihat sendiri.”“Kalau aku,” kataku, “bisa merasakan suhu sampai kelembapan.”&l

    Last Updated : 2024-05-16

Latest chapter

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status