Lavi memakai kompas dan peta agar kami bisa tetap mengarah ke titik akhir patroli. Dilihat dari perbedaan panjangnya jalur yang kami lalui di peta, Lavi punya gagasan: “Mungkin sekitar sebelas jam perjalanan. Kita bisa sampai di titik patroli saat malam. Bagaimana?”
“Dengan asumsi tidak ada musuh,” kataku, mengingatkan.
“Dan tidak ada halangan berarti lain.” Lavi menghela napas. Kami tidak lagi terlapiskan kabut. Dia kembali memberikan peta padaku, lalu menyimpan kompas dalam jubah. Awalnya Lavi melihat titik patroli di kejauhan, tetapi kemudian dia kembali menoleh, melihat genangan air di dalam dinding. Kami masih di puncak dinding putih. Tidak ada yang mencurigakan, kecuali genangan air.
Kalau kupikirkan pemisah alam hanya wilayah jurang kecil, itu jelas salah. Dinding ini benar-benar luas. Kami butuh waktu hanya untuk sampai di jalur—yang menurut Lavi—kembali pada jalur misi. Kami mengitari hampir setengah dindi
Sore harinya, kami tiba di titik tujuan patroli. Lebih cepat dari perkiraan.Titik tujuan patroli kami ternyata hanya hutan biasa. Lavi memeriksa lokasi koordinat dengan alat pelacak—yang tampaknya mulai kelihatan fungsinya karena kami berhasil menemukan cara membaca koordinat di peta buatan Nuel. Jadi, titik tujuan kami hanya hutan biasa. Sangat normal—senormal trek yang kami lalui di sepanjang perjalanan. Hanya kumpulan pohon dan rerumputan tinggi di alam liar. Pemandangan biasa yang bisa ditemui siapa pun di tengah misi.Lavi juga memakai alat pelacak gelombang yang digunakan tim penjelajah musuh. Entah bagaimana tim peneliti berhasil menduplikat alat cukup berlimpah—tampaknya Dalton juga terlibat di pembuatannya. Namun, sejauh yang kuingat dari bentuk alat, kini alat itu lebih bersahabat digenggam. Setidaknya, alat itu lebih mirip seperti ponsel kecil yang tidak perlu ruangan besar untuk penyimpanan. Kami bisa menyelipkan itu di lapisan jubah atau
Kalau ini Ibu, dia pasti sudah mencabut izin misi Lavi.Pada akhirnya, Lavi adalah darah murni. Aku tahu Lavi tidak berniat terlihat rapuh ketika bersamaku. Jadi, barangkali sesuatu telah bangkit dalam kurun waktu tertentu, yang bahkan tidak bisa kusadari. Sebagai ganti kemampuan yang semakin kuat, darah murni juga meminta bayaran. Itu konsep yang selalu terjadi pada tubuh kami. Aku punya asumsi bahwa sebagai ganti kemampuannya yang menguat—Lavi yang bisa mendeteksi alam liar, Lavi yang bisa mendengar roh alam—kewarasan Lavi, sedikit demi sedikit juga mulai direnggut.Di titik ini, akhirnya aku mengerti mengapa hampir tidak ada darah murni yang berhasil mencapai titik puncak kekuatannya.Dan memangnya ada puncak bagi kami?Maksudku, sebelum kekuatan darah murni mencapai titik puncak, sesuatu pasti telah direnggut dari mereka. Jenderal harus kehilangan keluarganya—bahkan satu-satunya orang yang dia cintai, putranya, penglihatannya—d
Kami punya perjanjian akan kembali begitu matahari terbit.Namun, saat aku terbangun, pagi masih belum tiba, dan terlepas apa pun itu perjanjian kami tentang apa yang harus dilakukan orang yang bangun pertama, aku sudah melupakannya. Aku tergoda membangunkan Lavi, dan aku baru sadar sudah terlalu keras membangunkannya sampai dia mengira ada serangan. Kesadarannya masih setengah saat aku berkata, “Lavi, aku mimpi buruk.”Dia bukan tipe yang akan marah bila dibangunkan mendadak, dan di tengah situasi misi, kami tahu dibangunkan secara tiba-tiba bukan lagi sesuatu yang aneh. Jadi, Lavi bangun—Lavi bukan tipe yang bisa dengan cepat mengembalikan semua kesadaran, tetapi dia berhasil—lalu mendengar semua penjelasan mimpiku. Akhir-akhir ini ada banyak mimpi yang cepat kulupakan, jadi mumpung ingatan itu masih sangat segar, aku bisa menjelaskan semua detail penting pada Lavi.Aku bahkan agak ragu bisa menyimpulkan apa yang terjadi pada mimpiku, j
Padang Anushka sepi ketika kami tiba. Satu-satunya yang menyambut kami hanya Mister. Kalau kupikirkan Mister akan terkejut, ternyata dia biasa saja. Dia hanya keluar pondok, lalu menundukkan kepala seolah-olah kami orang terhormat. Aku selalu sulit terbiasa ketika Mister melakukan itu padaku, jadi biasanya aku ikut menundukkan kepala—bahkan jauh lebih menunduk darinya. Itu membuat Lavi tertawa. Dengan cara paling kurang ajar, Lavi langsung mengajak Mister bercanda. Tampaknya dia bukan tipe yang mengedepankan formalitas.“Kami langsung ke klinik, jadi mereka tidak perlu dipanggil,” kata Lavi.“Baiklah,” kata Mister. “Selamat istirahat.”Setelah kami agak jauh, aku baru berani bertanya pada Lavi. “Tidakkah kau kurang sopan kalau tidak ikut menundukkan kepala?”“Aku menundukkan kepala, kok. Cuma tidak sampai lutut sepertimu. Kau terlalu sibuk menunduk sampai tidak lihat aku menunduk. Begini-begini a
Jesse segera mengurung tim peneliti di Balai Dewan setelah mengerti semua penjelasan. Sebelum pergi, dia hanya bilang, “Kukabari lagi saat ada hasilnya.”Kalau Jesse sudah bilang begitu, dia tidak akan terlihat lagi, kecuali laptop benar-benar terbuka sepenuhnya. Dia sudah dikuasai determinasi kuat.Dokter Gelda dan Lavi memintaku beristirahat di gerha. Kami harus segera bersiap lagi untuk titik berikutnya. Dinding putih yang kami temukan pada akhirnya bukan informasi paling berharga. Informasi soal ayah Fal jauh lebih membantu—yang ironisnya, informasi itu didapat dari mimpiku, bukan karena proses misi. Kara bilang, “Kita menunggu hasil dari regu Jenderal. Mungkin saja Jenderal membuka tabir kayu yang menutup lapisan kedua dinding itu.”“Memangnya Jenderal akan melakukan hal berisiko seperti itu?”“Risikonya memang tinggi, tapi tidak menutup kemungkinan Jenderal akan melakukannya. Sayangnya, kita tidak bisa
Malamnya, agaknya bukan waktu yang tepat bagiku untuk tidur.Ketika aku sibuk mengganggu Reila yang ingin tidur, pintu gerha kami tiba-tiba diketuk. Sebenarnya gerha kami sudah cukup ramai. Tara berkunjung, dan dia berhasil membantu mengalihkan perhatian Fal dari Reila. Namun, aku masih di sini dan Reila tidak akan tidur semudah itu. Ketika pintu diketuk, aku yakin Reila sudah berharap Lavi bisa membawaku pergi. Namun, harapannya pupus dalam sekejap. Begitu dia sadar, Kara sudah menyapanya.Kara sudah bilang, “Tidurlah, Nak. Aku hanya ingin mengobrol lebih lanjut dengan Forlan,” yang kurang lebih membuat Reila menggerutu. Dia bilang kalau seperti disingkirkan dan itu membuatnya kesal. Jadi, dia bangun.Sebenarnya aku sengaja memanggil Kara. Tidak ada tempat yang jauh lebih privasi dibanding gerhaku sendiri. Sebenarnya ada Joglo, tetapi membicarakan hal sensitif di Joglo agaknya bukan ciri khasku dan Kara. Dan di antara semua penghuni yang bisa kami a
Pada awalnya aku hanya ingin bercerita tentang Lavi pada Bibi.Namun, setelah kupikirkan matang-matang, rasanya jauh lebih baik jika hal ini dimengerti oleh eksistensi hidup—yang melalui seleksi ketat, kupikirkan bahwa Kara dan Tara adalah dua orang yang cocok. Kara memiliki posisi yang lebih vital dibanding dewan lain untuk memutuskan sesuatu ketika tidak ada Jenderal. Tara memiliki ketenangan emosi, yang di satu sisi juga diakui oleh Lavi. Barangkali aku jarang melihat Tara dan Lavi mengobrol personal, tetapi aku yakin Lavi juga punya pemahaman yang sama pada Tara selayaknya aku.Pada akhirnya, posisi Lavi adalah kapten tim paling vital. Ketika menyadari keinginan bertempur dari kapten paling vital sudah memudar, tak ada pilihan lebih bagus dibanding mengatakannya pada jajaran yang lebih tinggi darinya.Ketika aku mulai mengatakan kebenaran pada mereka, awalnya Reila sudah kelihatan sangat mengantuk. Namun, ketika aku sampai di ucapan, “Andai saja
Keesokan paginya, ketika jam sarapan, regu Jenderal akhirnya kembali dari misi. Di luar dugaan penghuni, Jenderal kembali bersama satu orang tambahan.Atau lebih tepatnya, satu mayat.Tentu saja itu menggemparkan penghuni. Semua orang langsung bergegas ke padang rumput. Saat itu aku masih di dapur, menghabiskan waktu dengan canda tawa bersama geng idiot, sampai tiba-tiba Bazz menggebrak meja kami dengan satu teriakan panjang: “JENDERAL DITEMPELI MAYAT!”Pengumuman penuh kesalahpahaman itu sudah cukup membuat satu meja meninggalkan piring—bahkan seorang Haswin yang terkenal tidak akan sanggup menyisakan satu cuil nasi di piring. Kami segera berlari, mengikuti para penghuni yang juga berbondong-bondong ke padang rumput, dan benar. Di padang rumput, kerumunan sudah terbentuk. Kami harus membelah kerumunan untuk melihat satu pemandangan di depan gelanggang: Kara dan Dokter Gelda yang tercengang karena mayat, bersama Jenderal yang berdiri tanpa rasa