Tidak ada yang curang. Jesse menunjukkan stiker masih putih.
Beberapa orang mengerumuniku, termasuk Dalton dan Elton. Dalton sekuat tenaga meninju-ninju punggungku. “Cara menangmu keren!” Dia tertawa. “Belum pernah ada yang menggunakan perisai dan pelindung dengan cara begitu!”
Semakin lama, tinjunya semakin menyakitkan.
Dari kejauhan Nadir dan Kara menepuk tangannya. Senyumnya bangga.
Kelima tim bertahan langsung dibawa ke klinik. Sekilas kulihat Layla, dan dia mendapati mataku. Dia menghela napas, tetapi tidak kelihatan protes. Ini harus dirayakan. Maksudku, perang saudara tidak terjadi. Dalam kesempatan kecil, aku mencari Lavi, tetapi sosoknya tidak ada. Tiba-tiba dia hilang.
Berdasarkan kebijakan Kara, latihan senjata kandidat baru dilanjutkan. Jadi, Nadir mengusir kerumunan, membuatku steril dari orang-orang, meminta semua kembali ke aktivitasnya, lalu membawaku ke kerumunan kandidat baru.
“Tunggu. Aku tida
Aku ada firasat Aaron akan melukaiku, tetapi kami memasuki Balai Dewan.Di meja resepsionis ada Nuel. Kurang lebih dia terkejut melihatku bersama Aaron. Untuk sesaat, dia tampak mengamati Aaron penuh peringatan, tetapi Aaron tidak melihatnya. Kami hanya terus berjalan ke suatu ruangan.Sebelum kami masuk ruangan, Nuel sempat menatapku seperti bertanya apa yang terjadi, aku hanya mengangkat bahu.Ruangan itu tidak terlalu besar, tetapi tidak punya apa-apa. Hanya ada meja putih, dua kursi putih, dinding layaknya besi, dan kamera pengawas di setiap sudut. Sensasi ini persis seperti yang kubayangkan tentang ruang interogasi. Penuh aura dingin, membeku, bahkan mencekam layaknya aku akan mati di sini.Aaron duduk, lalu mengedikkan bahu padaku. Jadi, aku duduk di depannya. Kupikir meja ini cukup besar, tetapi ketika kami duduk berhadapan, semua terasa kecil. Ruangan tidak punya fokus apa pun, jadi yang bisa kulihat hanya Aaron.“Wakil kapten baru?&r
Pesta api unggun pertamaku berlangsung begitu suram.Masalahnya, besok kami berangkat, dan seberapa pun aku membayangkan kesiapanku kembali ke alam liar, aku semakin tidak mau memikirkannya. Terlepas seberapa menjengkelkannya Padang Anushka, tanpa kusadari tempat ini juga telah menjadi tempat nyaman yang setara dengan pondok Nenek. Tidak ada alasan untuk pergi dari tempat ini secepat mungkin.Jadi, ketika semua orang mengelilingi tungku api unggun di hadapan Gerha darah biru, aku hanya terdiam, menatap kobaran api yang semakin menjulang tinggi seperti berusaha melahap habis langit malam yang kian pilu. Aku tidak yakin harus ikut bersenang-senang, menari bersama irama kobaran api—layaknya Dalton yang menari bersama darah campuran lain seolah tidak pernah memiliki beban. Semakin aku merasakannya, segalanya semakin membuatku ingin membenamkan diri.Baru kusadari betapa kesepiannya aku di Padang Anushka.Semua yang kukenal punya kesenangannya masing-mas
Dua hari terakhir, aku lumayan kenal dengan Atlas.Dia ternyata dua tahun di atasku. Tahun ini semestinya usianya dua puluh tahun—yang perlahan juga terlihat wajar karena, sungguh, meski badannya kecil, keberanian dan kedewasaannya patut kuacungi jempol—eh, tidak, ralat, keberanian dan kedewasaannya dalam beberapa waktu bisa membuatku terkagum-kagum. Dia punya perawakan berbanding terbalik dengan badannya—tingginya hanya seratus enam puluh satu, tetapi kenekatannya seratus kali lipat lebih tinggi dari tinggi Kara.Jadi, saat itu kami sedang bicara di padang rumput, Atlas heran bagaimana caraku bertarung bisa memakai teknik berpedang yang lumayan tinggi karena selalu berada di gunung, lalu tiba-tiba Layla melewati kami dengan aroma semerbak. Aku berusaha tidak memedulikan itu, tetapi Atlas, dengan gaya paling keren yang bisa dia tunjukkan langsung berkata, “Layla, kau cantik sekali hari ini!”Layla hanya tertawa hormat sebelum tidak
Itu pertama kali aku melihat perbatasan dengan mata terbuka.Perbatasan dijaga Mister. Dewan yang kebagian di area depan pertahanan.Jadi, pintu perbatasan Padang Anushka berupa gerbang yang sangat besar, dengan pintu besi yang menjulang begitu tinggi, dan mempunyai tembok bata yang mengelilingi sejauh mata memandang. Pintu perbatasan dicapai dengan mendaki bukit setinggi seratus meter ke atas, lalu akan ada semacam pos perbatasan tempat Mister biasa menghabiskan waktu. Mister semacam pria dewasa yang kekar, tetapi ototnya tidak terkesan memiliki daging dan kulit—maksudku, biasanya otot punya bagian yang terkesan manusia. Nah, untuk Mister, kekerasan di ototnya itu seperti besi. Tidak ada sensasi seperti menyentuh manusia. Belum lagi, dia botak. Sering pakai kacamata hitam. Jadi, dia sungguhan gagah misterius.Setelah gerbang, Padang Anushka dipisahkan jurang tinggi. Sungai aliran deras di bawah seperti bisa menghanyutkan Atlas sangat mudah. Bebatuan sunga
Rangkaian itu terjadi ketika kami berada dalam satu garis lurus.Dalton paling depan, Atlas di tengah, aku yang paling belakang. Titik biru masih belum mendekat, sementara kontur tanah semakin naik—bagiku itu harapan karena mereka bilang Lembah Palapa berada di kedalaman bukit. Jadi, ketika tanah yang licin semakin naik, aku merasa kami mendapat kemajuan.Sayangnya, aku yang pertama kali sadar.“Tidakkah kabutnya semakin tebal?”“Kau ini bicara apa, sih,” sahut Atlas, tampaknya tidak mau diganggu.Aku tahu ada yang mulai tidak beres. Suasananya semakin dingin, dan mau seberapa kuat kemampuanku dalam mendeteksi sesuatu, rasanya kabur. Kabut putih seperti mengacaukan persepsiku. Sebelum ini, aku masih bisa lihat seberapa tinggi semak di depan atau seberapa menjulang pohon itu mengintimidasi, tetapi kali ini, kabut semakin tebal hingga area depan mulai sulit terdeteksi mata telanjang. Satu-satunya harapanku hanya kemampua
Selama beberapa saat, aku hanya merasakan sentakan angin.Aku melihat ke bawah, tanah masih jauh, dan hawa dingin di punggungku seperti menandakan akhir garis waktuku. Jadi, aku memejamkan mata, memusatkan kemampuanku di punggung dan kaki, berharap kecepatan angin ini mampu berhenti karena angin yang menerbangkan tubuhku. Aku membayangkan tubuhku melayang di udara, seperti terbang, tetapi kecepatan jatuhku tidak mengizinkan itu.Tidak ada yang bisa kuharapkan lagi. Mataku terpejam.Kalau aku memang akan gugur, kuharap aku bisa pergi tanpa harus merasa sakit karena membentur keras permukaan air—atau tanah di bawah sana.Jadi, aku membayangkan semua yang terlintas di kepalaku.Dan tampaknya itu membawaku menuju ke sesuatu yang tidak lagi mampu kumengerti. Tiba-tiba saja aku tidak lagi merasa jatuh. Sentakan angin di sekitarku tidak lagi terasa. Aku seperti berhenti dalam ombang-ambing udara bebas, seolah sesuatu menahanku agar tidak terjatuh. A
Aku tidak percaya kejadian sekejap mata sudah menghilangkanku hampir lima jam. Aku berani sumpah Dalton sudah kembali, menyebarkan kehilanganku, yang membuat semua orang panik. Jadi, aku berlari, mengejar waktu. Namun, baru saja aku keluar dari gua—barangkali karena cahaya kelewat menyilaukan membutakan mataku yang berdiam dalam gua gelap, aku menabrak seseorang sampai dia—lebih tepatnya—kami terjatuh. Aku terlempar, berusaha segera menggenggam pedang. “Forlan?” Andai aku tidak bertemu di hari keberangkatannya, mungkin aku tidak akan tahu. Namun, aku ingat siapa yang disebut Dalton, “Profesor Merla?” Profesor Merla terkesiap, tetapi dengan cepat, berusaha menyadari situasi. Dia melihat arah datangku, yang jelas-jelas merupakan gua. Kemudian kilat mata tajam itu mengamatiku, seolah memastikan aku sungguhan Forlan yang punya aura paling dikenal di seluruh muka bumi. “Kita simpan ceritanya nanti,” ujarnya, bangkit, mengajakku sege
Ruangan klinik penuh.Terutama karena Kara, Profesor Neil, dan Reila masuk ruangan, sementara mereka yang di dalam sama sekali tidak keluar. Jadi, ruangan yang hanya sanggup memuat beberapa orang terasa kekurangan oksigen.“Sepertinya ruangan ini terlalu sempit,” cetus Profesor Merla.“Sayangnya, tempat ini paling aman,” kata Profesor Neil. “Sepertinya tidak ada pasien selama beberapa waktu. Benar, para dokter?”“Harapannya begitu,” kata Dokter Gelda.Kami tidak pindah, jadi aku mulai bercerita apa yang kualami.Namun, aku tidak menceritakan semuanya. Aku semata tidak bisa memaksa diri membicarakan soal hantu alam liar. Jadi, kurang lebih hanya kabut tipis yang berujung pada hilangnya Dalton dan Atlas, pertemuan dengan musuh, vila tengah hutan, dan sesuatu tentang mereka yang mencoba mendobrak masuk vila. Maka aku menjelaskan pertarungan singkat, sampai aku terlempar ke jurang. Semua itu benar,