Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 38. ORIENTASI #2

Share

38. ORIENTASI #2

last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-16 14:00:32

Hal pertama yang mengejutkanku di pagi hari: Gerhaku berubah.

Aku tidak ingat menggambar atau mendesain sesuatu di kotak surat Gerha, tetapi saat mataku terbuka, aku tidak lagi di ranjang keras yang membuatku terus meronta, melainkan kasur busa empuk yang membuatku tidak ingin segera bangkit. Tidak lagi kamar sederhana yang hanya punya satu jendela sempit, tetapi kamar tiga sisi tembok, dan satu sisi dinding kaca dua arah yang tertutup tirai lebar. Lantai punya lapisan karpet bulu kelabu, yang ketika diinjak membuat kakiku tenggelam. Tidak cukup dengan itu, lampu ruangannya estetik, dan satu set komputer canggih di meja minimalis membuatku menganga.

Aku berjalan, terus mengedarkan pandangan. Gerha sederhana itu disulap menjadi kondominium lantai dua yang punya begitu banyak peralatan mewah. Di balik kaca dua arah itu, ada hutan pinus, tempat aku bisa melihat bayangan air terjun yang memanggilku. Saat kaca beranda terbuka, angin berembus, dan aku langsung melihat perbed

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   39. ORIENTASI #3

    Kupikir aku bisa bersikap sangat keren, tetapi Layla marah. Dia bilang aku perlu menyelesaikan orientasi karena, secara teknis, hanya tersisa dua hari sebelum berangkat misi. Itu membuatku mengerutkan kening karena kupikir aku tidak perlu menyelesaikan orientasi, tetapi Layla jengkel. Aku tidak akan pernah menjadi wakil kapten yang sempurna kalau tidak mengenal tim yang lain.Jadi, kami sempat berdebat—sebagian karena aku tidak mau jadi sempurna, dan dia berakhir berkata, “Orientasi mungkin tidak lagi penting untukmu, tapi kau perlu kenal dengan beberapa Kapten!”Dia bersikap seperti tahu masa depanku, jadi aku menurutinya.Menemukan Aslan tidak sulit. Cari manusia paling bongsor yang kulitnya agak gelap. Dia di ladang kebun, memakai caping, tengah memanen sayuran dalam satu petak raksasa. Saat itu masih mentari pagi, tak terlalu terik, tetapi melihat Aslan sendirian di luasnya petak membuatku lelah.“Butuh bantuan?” tanyaku,

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-18
  • Selubung Memori   40. ORIENTASI #4

    Aku berakhir di halaman belakang Gerha.Memanah dan memanah. Satu hal yang bisa kumengerti dari gaya bertarung Dalton: dia cenderung menyerang jarak dekat. Jadi, kami tidak bisa menjadi sesama penyerang jarak dekat. Salah satu harus bisa menyerang jarak jauh. Dan itu tugasku. Sebagai pemilik kemampuan yang mengizinkan informasi masuk ke kepalaku, aku punya keuntungan. Buktinya, ketika sekarang aku menarik anak panah, kulitku bisa merasakan arah angin, aliran napasku bisa merasakan dinginnya udara, dan saat itu terjadi, mataku benar-benar menatap lurus ke target yang terpasang di pohon apel.Aku melepas busur. Anak panah meluncur.Melesak sukses ke tengah sasaran. Lima anak panah di titik sama.Aku menghela napas. Sejujurnya aku merasa keberhasilanku menembak ke mata beruang—tiga anak panah sekaligus—hanya keberuntungan, tetapi ketika aku mencoba lagi, lima anak panah bisa meluncur tanpa hilang keseimbangan. Bedanya, kalau melakukannya sambil l

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-20
  • Selubung Memori   41. ORIENTASI #5

    “Dengar, Forlan. Misi pengantar biasanya hanya sebentar. Seharusnya tidak lebih dari dua belas jam. Tapi menurutku ini misi tersulit. Titik Padang Anushka dan Lembah Palapa selalu berubah. Jadi, tim peneliti selalu cari waktu saat kedua titik berdekatan. Makanya, sekarang kau butuh dua hari sebelum berangkat. Dan—ingat, seperti yang kubilang, dua nama di pundakmu. Aku tidak berniat kehilangan rekanku di misi pertamanya. Jangan sampai lengah.”“Hanya melewati alam liar, kan?” tanyaku.“Itu bukan hanya,” desisnya. “Berkeliaran di alam liar itu seperti melompat ke air asam. Kau takkan tahu seberapa berbahaya tempat itu sebelum benar-benar masuk ke dalamnya. Alam liar jauh lebih berbahaya dari apa pun.”“Iya, iya.” Aku tidak tahu mengapa dia memperingatiku sekeras itu padahal aku pernah tinggal di alam liar. “Aku pasti kembali, kok.”“Biasanya mereka mengirimku.” Lavi me

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Selubung Memori   42. ORIENTASI #6

    Lavi mengusulkan latihan di padang rumput. Sasaran tembak di sana lebih banyak dari halaman belakang Gerha. Kubilang itu ide menarik, tetapi sayangnya aku ingin sendiri. Kupikir Lavi bakal mengejekku anti-sosial dan bilang tidak mau partnernya menjadi penyendiri, tetapi dia mengerti, bahkan tanpa iseng.Dia mengambil peralatan memanahnya, jadi aku mengambil anak panah di papan sasaran. Sayangnya, ketika dia kembali, yang jujur saja aku yakin harusnya membukakan pintu untuknya—kecuali dia memang membuka pintu sendiri seolah ini Gerhanya—dia membawa camilan kentang goreng.“Saat pertama kita bicara, kau juga bawa kentang,” ingatku. “Dan kau lupa kita mau latihan? Kenapa kau bawa makanan berat?”“Itu sebenarnya sinyal untukmu,” semburnya, mengambil dua stik kentang. “Kalau mau memberiku hadiah makanan, olahan kentang pilihan terbaik. Dan ini bukan makanan berat. Ini camilan.”Namun, pada akhirnya, a

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-24
  • Selubung Memori   43. TIM BERTAHAN #1

    Sehari sebelum berangkat misi, Kara memintaku menemani latihan pedang darah campuran. Aku tidak tahu mengapa dia mengajakku, tetapi kusadari ini tugas Lavi—Kapten tim penyerang memang sering diminta menemani latihan, tetapi saat Lavi menolak, Kara diam-diam memintaku ikut. “Lavi pasti melarang,” kata Kara. “Melarangku menemani latihan?” tanyaku, memastikan. “Dia cukup posesif.” Kara tertawa. “Terutama pada partner pertama.” Aku tidak yakin semua akan berjalan lancar. Maksudku, kalau Kara diam-diam memintaku ikut, kami tidak semestinya berlatih di padang rumput. Jadi, aku bertaruh paling lama lima belas menit sebelum Lavi tahu aku ikut latihan. Kara bilang latihan pedang ini untuk darah campuran yang berorientasi. Aku tidak terlalu tahu jumlahnya, jadi kupikir mereka tidak akan lebih dari sepuluh. Itu tidak menjadi masalah karena semestinya aku ikut mereka—toh, aku orang terakhir yang masuk Padang Anushka. Mengetahui kandidat baru menemani mere

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Selubung Memori   44. TIM BERTAHAN #2

    Tampaknya tidak jadi lima detik.Masalahnya, Lukas agaknya lebih lincah dari perkiraanku. Pedang kayuku punya pelindung di gagangnya, jadi dia pasti sulit memuntir. Sayangnya, caranya bertarung berbeda dengan Lavi yang menyerang pusat pegangan pedangku. Lukas lebih memanfaatkan kekuatan, sehingga kecepatan gerakan kakinya menjadi pusat pergerakannya ke segala arah, dan kekuatan lengannya menjadi pusat serangan.Namun, setiap ayunan masih mudah ditangkis pedangku.Dia berniat menusuk dadaku, tertangkis. Lalu berpindah mengayunkan itu ke lenganku, tertangkis. Dia melompat, mengayunkan pedang dari atas layaknya memukul, tertangkis. Wajahnya mulai frustrasi, akhirnya dia menendangku, gagal. Bahkan aku menangkap kakinya. Namun, sepertinya itu rencananya. Dia memakai cengkeraman tanganku sebagai tumpuan, lalu berputar di depan mataku, langsung mengayunkan pedang ke kepala—sayang sekali, tertangkis.Aku tidak bisa menggunakan kemampuan, jadi obrolan tidak

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-28
  • Selubung Memori   45. TIM BERTAHAN #3

    Tidak ada yang curang. Jesse menunjukkan stiker masih putih.Beberapa orang mengerumuniku, termasuk Dalton dan Elton. Dalton sekuat tenaga meninju-ninju punggungku. “Cara menangmu keren!” Dia tertawa. “Belum pernah ada yang menggunakan perisai dan pelindung dengan cara begitu!”Semakin lama, tinjunya semakin menyakitkan.Dari kejauhan Nadir dan Kara menepuk tangannya. Senyumnya bangga.Kelima tim bertahan langsung dibawa ke klinik. Sekilas kulihat Layla, dan dia mendapati mataku. Dia menghela napas, tetapi tidak kelihatan protes. Ini harus dirayakan. Maksudku, perang saudara tidak terjadi. Dalam kesempatan kecil, aku mencari Lavi, tetapi sosoknya tidak ada. Tiba-tiba dia hilang.Berdasarkan kebijakan Kara, latihan senjata kandidat baru dilanjutkan. Jadi, Nadir mengusir kerumunan, membuatku steril dari orang-orang, meminta semua kembali ke aktivitasnya, lalu membawaku ke kerumunan kandidat baru.“Tunggu. Aku tida

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Selubung Memori   46. TIM BERTAHAN #4

    Aku ada firasat Aaron akan melukaiku, tetapi kami memasuki Balai Dewan.Di meja resepsionis ada Nuel. Kurang lebih dia terkejut melihatku bersama Aaron. Untuk sesaat, dia tampak mengamati Aaron penuh peringatan, tetapi Aaron tidak melihatnya. Kami hanya terus berjalan ke suatu ruangan.Sebelum kami masuk ruangan, Nuel sempat menatapku seperti bertanya apa yang terjadi, aku hanya mengangkat bahu.Ruangan itu tidak terlalu besar, tetapi tidak punya apa-apa. Hanya ada meja putih, dua kursi putih, dinding layaknya besi, dan kamera pengawas di setiap sudut. Sensasi ini persis seperti yang kubayangkan tentang ruang interogasi. Penuh aura dingin, membeku, bahkan mencekam layaknya aku akan mati di sini.Aaron duduk, lalu mengedikkan bahu padaku. Jadi, aku duduk di depannya. Kupikir meja ini cukup besar, tetapi ketika kami duduk berhadapan, semua terasa kecil. Ruangan tidak punya fokus apa pun, jadi yang bisa kulihat hanya Aaron.“Wakil kapten baru?&r

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-01

Bab terbaru

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status