"Seafood di sini enak ya, Dex, aku belum pernah nemu yang rasanya seenak ini di Jakarta," kata Catherine sembari menjejalkan sepotong udang besar ke dalam mulutnya.Dexter tidak menanggapi. Walau sudah mencoba menepis pikiran tentang Gendis namun ingatannya tidak jauh-jauh dari perempuan itu."Nggak cuma udang, cuminya juga enak. Iya nggak, Dex?" Catherine terus berkicau walau Dexter tidak meresponnya.Dexter memang mengunyah makanannya tapi pikirannya ke mana-mana sehingga ia tidak tahu apa yang dikatakan istrinya. Ia memang mendengar suara Catherine tapi tidak tahu apa yang sedang dibahas."Iya nggak, Dex?" Catherine menepuk lengan Dexter yang membangunkan pria itu dari lamunan."Apanya?""Duh, Dex, kamu gimana sih? Dari tadi tuh aku ngomong sama kamu. Apa sih yang kamu pikirin?" Catherine memberengut kesal.Dexter menegakkan duduknya lalu bertanya, "Kamu ngomong apa tadi, Cat?"Catherine berdecak. Kesal karena setelah mulutnya berbuih-buih ternyata Dexter tidak mendengarnya sama se
"Boleh saya tahu siapa nama penyewa jetski itu, Pak? Dia perempuan atau laki-laki?" tanya Dexter ingin tahu. "Wah, maaf, Pak, saya juga tidak tahu. Yang tahu hanya pengelola water sport." Seseorang menjawab.Tanpa membuang waktu Dexter meninggalkan kerumunan itu lalu pergi ke pusat pengelola water sport.Sama dengan di lobi hotel tadi, di tempat tersebut juga ramai oleh orang-orang yang merupakan petugas water sport. Biasanya pada jam segini tempat itu sudah tutup. Berbeda dengan malam ini. Para petugas masih berjaga karena salah satu penyewa belum kembali."Selamat malam, Pak, saya mau tanya, apa benar ada penyewa jetski yang hilang?" tanya Dexter langsung."Kami belum memastikan yang bersangkutan hilang, Pak, hanya belum kembali," ujar salah satu petugas."Bukankah itu sama saja? Siapa namanya? Laki-laki atau perempuan?" desak Dexter tidak sabar."Perempuan. Terdaftar atas tiga orang yaitu Ibu Catherine, Bapak Dexter dan Ibu Gendis. Tadi Ibu Catherine yang mendaftarkannya. Ibu Cath
Setelah tiba di hotel Dexter menggendong Gendis yang terlelap ke kamar perempuan itu. Tampaknya Gendis benar-benar lelah sampai tidak tahu dirinya dibopong.Begitu pun saat Dexter membaringkannya di tempat tidur. Gendis tidak terganggu sama sekali oleh gerakan Dexter.Dexter menyelimuti Gendis lalu memandangi perempuan itu begitu lama. Wajah Gendis tampak pucat. Residu ketakutan tersisa di sana. Boleh jadi Gendis dilanda trauma setelah peristiwa itu.Sadar bajunya basah dan membuatnya kedinginan, Dexter beringsut dari kamar Gendis. Pria itu menuju kamarnya. Saat masuk ke sana ia melihat Catherine masih pulas dalam tidurnya. Dexter bersyukur untuk itu.Dexter mengganti bajunya yang basah dengan pakaian bersih. Ia hendak naik ke tempat tidur dan bermaksud berbaring di sebelah Catherine. Tiba-tiba ia teringat Gendis. Kondisi perempuan itu belum stabil.Bagaimana jika nanti dia terjaga dari tidurnya dan menemukan dirinya hanya sendiri? Dexter yakin Gendis pasti masih ketakutan.Saat ini
Gendis terbangun oleh gedoran keras di pintu kamarnya. Seketika perempuan itu terkesiap setelah membuka mata dan mendapati dirinya tidur dalam pelukan Dexter.Lagi-lagi detak jantungnya mengencang. Berada di dekat Dexter tidak pernah bisa membuatnya merasa biasa-biasa saja.Gendis memegang kepala, mencoba memulihkan ingatannya.Dirinya berhasil mengingat kejadian itu. Seketika rasa takut menghantuinya.Kemarin ia berada sendiri di atas jetski dan terapung-apung di laut luas tanpa ada seorang pun di dekatnya. Di detik-detik terakhir kepasrahannya tiba-tiba bantuan datang. Pertolongan itu datang dalam wujud lelaki bernama Dexter. Dan kini ia berada dalam pelukan lelaki itu.Gendis tidak tahu entah bagaimana Dexter tiba-tiba tidur bersamanya. Ini adalah untuk pertama kalinya sejak mereka menikah. Biasanya Dexter hanya datang sebentar ke kamarnya sekadar untuk memasukkan benihnya saja. Yang lebih mengejutkan Gendis adalah, Dexter tidur sambil memeluknya. Wajah lelaki itu hampir tenggelam
"Jadi Dexter ada di sini? Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?" tanya Catherine sambil menahan emosinya."Maaf, Bu. Tapi tadi Ibu tidak menanyakan Bapak. Saya juga tidak tahu kenapa Bapak tidur di sini. Saat saya bangun saya menemukan Bapak ada di sebelah saya," jawab Gendis apa adanya.Catherine menusuk Gendis dengan tatapannya yang tajam. Ia menarik kesimpulan sendiri. Pasti setelah Dexter menolong Gendis, Gendis merayu Dexter. Gendis menggunakan berbagai cara termasuk memanfaatkan keadaannya agar Dexter tidur di kamarnya."Jangan bohong kamu! Pasti kamu yang menggoda suami saya. Selama ini dia selalu tidur bersama saya. Lalu kenapa tiba-tiba berada di kamar kamu?" tukas Catherine tidak percaya.Gendis menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Saya tidak bohong, Bu. Saya tidak tahu kenapa Pak Dexter ada bersama saya. Kemarin karena terlalu lelah saya tertidur dan waktu bangun saya sudah berada di kamar," jelas Gendis menerangkan keadaan yang sesungguhnya. "Kalau Ibu masih tidak percaya sil
Suasana Lombok saat itu begitu ideal saat Dexter dan kedua istrinya tiba di pantai. Tidak panas dan juga tidak dingin.Tadinya Gendis ingin beristirahat di hotel. Tapi Catherine memaksanya agar ikut. "Kamu kan belum pernah diving, apa salahnya sekali-kali kamu coba?" Itu kata Catherine tadi."Diving itu apa, Bu?" tanya Gendis polos."Dasar perempuan bego. Masa kamu nggak tahu diving? Oh iya, saya lupa, kamu kan perempuan kampung," desis Catherine yang tentu saja tidak terdengar oleh Dexter."Saya memang perempuan kampung, Bu, dan saya tidak tahu artinya." Gendis tidak tersinggung. Hinaan dari Catherine adalah makanannya sehari-hari."Bagus kalau kamu sadar," dengkus Catherine. "Diving itu artinya menyelam. Paham?!""Menyelam? Tapi saya tidak bisa berenang, Bu." Gendis takut kejadian buruk lain akan terjadi padanya."Kamu nggak harus bisa berenang buat diving. Nanti ada alatnya yang membantu kamu. Kamu tinggal nyemplung ke dalam air. Memangnya kamu nggak mau melihat keindahan di bawah
Dexter mendengar teriakan Catherine tapi ia mengabaikannya karena Gendis jauh lebih penting. Gendis masih belum sadar. Tapi syukurlah nadinya masih berdenyut. Jantungnya pun masih berdetak.Catherine yang berdiri di balik kerumunan orang-orang terpaku menyaksikan Dexter memberi napas buatan pada Gendis. Ada rasa tidak rela di hatinya. Tubuhnya seolah akan terbakar oleh rasa cemburu yang besar.Petugas kesehatan yang dipanggil segera mengambil alih. Mereka membawa Gendis ke pusat kesehatan terdekat untuk ditangani di sana. Dexter ikut menemani. Ia benar-benar lupa pada Catherine yang juga menyusul."Bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Dexter pada dokter yang baru keluar dari ruang pemeriksaan."Pasien belum sadarkan diri, Pak," jawab pria bersnelli putih itu."Tapi dia akan segera sadar kan, Dok? Dia akan baik-baik saja kan, Dok?" Dexter begitu mengkhawatirkan Gendis. Ia takut Gendis tidak akan pernah lagi membuka matanya. Ini bukan tentang karena perempuan itu adalah istri ked
Pemilih tubuh mungil itu terbaring lemah di atas tempat tidur. Wajahnya pucat. Jelas sekali kalau ia masih merasa ketakutan. Sudah dua kali ia mengalami kejadian buruk. Sudah dua kali juga ia selamat dari maut."Apa Bapak yang menyelamatkan saya?" tanyanya lirih sambil menatap Dexter yang berdiri di dekatnya."Bukan saya, tapi Tuhan. Saya hanya perantara," jawab pemilik suara bariton itu.Jawaban Dexter yang menyiratkan kerendahan hatinya membuat Gendis semakin mengagumi lelaki itu di dalam hati. Selama ini Gendis pikir Dexter adalah pria yang dingin karena sikap yang ditunjukkannya. Dexter juga jarang bicara dengan Gendis. Kalaupun mereka berinteraksi itu pun terpaksa karena ada hal yang penting."Terima kasih, Pak." suara Gendis masih selirih tadi."Sekarang gimana keadaan kamu? Apa yang kamu rasakan?""Saya sudah merasa baikan, Pak. Bisakah kita kembali ke hotel sekarang?" Gendis merasa tidak nyaman berada di tempat itu. Apalagi saat melihat Catherine baru saja masuk ke ruangan la