Ariana tetap bungkam mengenai keburukan sang suami. Segala hal yang dirinya ketahui dan alami hanya bisa dia pendam seorang diri. Kevin tetap terlihat hangat dan perhatian, tentu hanya ketika mereka berada di depan orang-orang. Berbeda jika mereka hanya berdua, sikap asli laki-laki itu keluar aslinya."Ariana, Nak. Kamu kenapa sekarang terlihat pucat? Kamu sakit?" tanya Mama Ayu ketika dia berdua saja bersama Ariana untuk menyiapkan sarapan pagi.Ariana memegangi wajahnya. Dirinya merasa baik-baik saja. "Ah, enggak kok, Ma. Ariana baik-baik saja. Memang iya ya, kelihatan pucat?"Mama Ayu memandangi Ariana dengan sangat lekat. "Iya, lho! Benar kamu gak apa-apa?"Sebenarnya akibat tidur di sofa bed, Ariana merasa agak pegal-pegal. Kualitas tidurnya pun menjadi buruk. Apalagi dengan seringnya dia mendengar Kevin bermain gila dengan perempuan bernama Nevia lewat video call membuat Ariana selalu membatin setiap hari.Mama Ayu masih memperhatikan menantu kesayangannya itu. Alisnya saling be
"Ma, memangnya Ariana benar-benar hamil?" Papa Kevin sampai menanyakan untuk kedua kalinya, sekadar memastikan kebenaran dari ucapan istrinya.Mama Ayu cukup terkejut dengan pertanyaan itu. "Sebenarnya Ariana juga belum yakin, Pa. Cuma Mama lihat dari tanda-tandanya sepertinya ... dia benar-benar hamil. Kita hanya perlu menunggu kabar selanjutnya dari mereka."Papa Kevin terlihat bersedekap di tempat tidur. Wajahnya kelihatan khawatir. Mama Ayu yang melihat suaminya bersikap seperti itu menjadi semakin heran."Pa, kenapa Papa terlihat seperti tidak senang dengan berita itu? Papa tidak ingin kita memiliki cucu?""Bukan begitu, Ma. Papa hanya khawatir dengan kelangsungan pernikahan mereka. Apalagi Kevin masih belum berubah." Papa Kevin menimpali. "Bagaimana dia bisa menjadi seorang Ayah jika masih banyak hal dari dirinya yang belum diperbaiki."Mama Ayu kini ikut merasa sedih. Dia duduk di tepian ranjang. "Mama juga paham. Tapi mungkin saja Kevin akan berubah jika dia mempunyai anak.""
"Maaf, Mbak. Enggak dulu," tolak Kevin cepat. Hal itu membuat sang resepsionis terlihat kecewa dan agak marah. "Oh, ya sudah." Resepsionis itu memasang tampang jutek di depan Kevin. Dia menyentakkan kunci kamar di meja dengan cukup kasar. Kevin mengambil kunci kamarnya tanpa mengambil hati apa yang sudah terjadi. Dirinya langsung menuju kamar yang terletak di paling ujung koridor. Setelah itu dia mengunci pintu dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. "Ahhh, lelah sekali rasanya. Moodku sudah jelek sedari pagi, si Mbak resepsionis itu malah membuat moodku bertambah berantakan!" gerutu Kevin. Bukan Kevin namanya jika dia tidak cepat berubah pikiran. Mood yang awalnya buruk, secepat kilat berganti menjadi lebih baik ketika dirinya menerima sebuah panggilan video. "Wah, Nevia sudah telepon!" seru Kevin heboh. Kevin sebelumnya memang sudah janjian dengan Nevia untuk melakukan panggilan video plus di pagi hari. Laki-laki itu kini sudah meloloskan pakaian yang melekat di tubuhn
"Kenapa harus memakai itu?" Kevin tak langsung mengiyakan permintaan sang wanita. "Bukankah lebih nikmat jika tanpa mengunakan pengaman?"Wanita di hadapan Kevin kini memberengutkan wajahnya yang merah merona. Di dalam lubuk hatinya, dia menginginkan Kevin melebihi apa pun. Tapi ada hal yang harus dia jaga seberapa pun dirinya menginginkan laki-laki itu."Bukankah kamu bilang kalau kamu tidak mau sembarangan tidur dengan wanita? Makanya aku menawarimu pengaman. Agar kita semua terhindar dari resiko."Pada akhirnya Kevin memakai pengamannya terlebih dahulu. "Iya, aku tahu. Kamu sudah sering memberikan service yang sama ke pelanggan hotel yang lain juga, bukan?""Belum. Sejujurnya ... ini pertama kalinya aku mau melakukannya dengan pelanggan hotel," jawab wanita itu malu-malu.Kevin cukup terkejut di tempatnya mendengar penuturan dari sang resepsionis. "Kamu yakin? Lalu siapa yang selalu menjajakan diri ke pelanggan lainnya selain kamu?""Ada resepsionis lain kok yang memang melakukan p
"Aku harus pergi sekarang. Terima kasih untuk sehari yang menyenangkan ini." Kevin mengecup kening Mbak Yuni, sang resepsionis hotel yang telah menghabiskan waktu bersamanya.Mbak Yuni terlihat sedih. Tapi dia tidak dapat melarang Kevin untuk pergi."Iya, Mas. Besok ... Mas datang ke sini lagi, 'kan?""Tentu, Sayang. Aku 'kan memang selalu check in di hotel ini tiap weekday." Kevin kini tak segan-segan memanggil wanita itu dengan panggilan sayang.Laki-laki itu telah selesai berpakaian. Dia teringat jika dirinya harus membayar jasa untuk Mbak Yuni yang telah memuaskannya. Tiga lembar uang pecahan seratus ribuan dia simpan di atas nakas."Oh iya, ini sedikit uang untuk kamu. Mudah-mudahan bisa membantu keuangan keluargamu ya."Mbak Yuni terkejut dengan pemberian uang dari Kevin untuknya. Dia agak enggan untuk menerima."Mas Kevin ... tidak perlu.""Tidak apa-apa. Bukankah kamu sebelumnya bilang jika butuh tambahan uang? Terimalah uang itu."Dengan sungkan, Mbak Yuni menerima uang itu.
Ariana merasakan kemarahan Kevin begitu sang suami memasuki kamar. Dirinya sudah menduga jika telah terjadi sesuatu antara Kevin dan papanya."Kevin," panggil Ariana khawatir."Apa?" balas Kevin sengit. "Kamu mau mencecarku juga?"Ariana terdiam sejenak di tempatnya. "Tidak. Aku sama sekali tidak .... ""Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang dari awal datang ke hidupku! Seharusnya kamu tolak rencana perkenalan kita dulu! Kamu bilang pada orang tuamu jika kamu tidak setuju!"Ariana tak dapat berkata-kata karena Kevin sudah mulai mengungkit masa lalu mereka yang dicomblangkan oleh orang tua masing-masing. Mama Ayu dan ibunya Ariana merupakan sahabat semasa sekolah. Mereka sepakat menjodohkan anak mereka ketika dewasa nanti. Ariana dan Kevin adalah korban perjodohan dari orang tuanya."Aku tidak mau mengecewakan ibuku, Kevin. Makanya .... ""Alah! Alasan! Bilang saja kalau kamu tidak laku! Atau mungkin memang sejak awal kamu mendekatiku hanya untuk mengeruk harta kekayaan orang tuaku!" ceca
"Kevin .... " Irene baru merespon beberapa saat kemudian. Dari suaranya saat itu terdengar jelas jika dia merasa bingung."Ya, Sayang? Kamu bisa 'kan mengusahakannya untukku? Aku sudah bosan luntang-lantung begini hidup bersama orang tuaku. Bagi mereka, aku yang masih menganggur ini adalah beban keluarga." Kevin semakin gencar membujuk kekasihnya itu."Bagaimana ya?" Irene sendiri bingung bagaimana harus bersikap."Kumohon, Sayang. Jika kamu mengizinkanku bekerja bersamamu, bukankah itu akan menjadi sebuah keuntungan?" bujuk Kevin lagi. "Kita menjadi semakin dekat dan akan bebas bertemu. Tidak perlu repot-repot menjalin hubungan LDR seperti sekarang ini."Awalnya Irene tak menjawab. Akan tetapi pada akhirnya dia pun menghela napas berat."Hhh, ya sudah. Akan aku pertimbangkan."Kevin langsung sumringah. "Benarkah? Terima kasih banyak, Sayang! Kapan aku bisa mulai bekerja? Secepatnya tolong kabari aku ya!""Iya, nanti ku kabari."Telepon pun terputus. Kevin memekik senang di tempatnya.
Kevin tertegun di tempatnya. Dia masih bingung dengan maksud dari ucapan wanita yang kini ada di sampingnya."Bahagia lagi? Memangnya kamu sudah tidak pernah merasakan bahagia?"Mbak Yuni menunduk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu."Aku sudah lama kehilangan suamiku. Aku juga tidak menjalin cinta baru selama bertahun-tahun lamanya."Kevin langsung tertegun, sedikit terhenyak kaget mendengar penuturan dari Mbak Yuni. Mbak Yuni memang terlihat berusia jauh lebih tua. Tapi dia pintar sekali merawat diri. Makanya Kevin pikir wanita itu masih memiliki pendamping di hatinya."Aku turut sedih mendengarnya."Mbak Yuni sedikit tersenyum. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah musibah. Suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tapi berkat aku harus bekerja untuk memenuhi hidup anakku, aku jadi bisa bertemu dengan Mas.""Ucapanmu sangat membuatku tersanjung, Sayang." Kevin lantas mengecup kening Mbak Yuni, seraya membelai rambutnya lembut."Benar lho, Mas. Aku sudah sangat lama sekali ... mendambakan cinta d
"Kebijakan perusahaan?" Kevin mulai bertanya. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Maman.Dengan sabar. Pak Maman menjelaskan kepada Kevin maksud perkataannya. "Jadi begini, Mas Kevin. Setiap klien perusahaan memiliki standar produksi sendiri. Kita dilarang untuk menyebarkan informasi mengenai produk produksi milik klien perusahaan satu kepada klien lainnya.""Oh, begitu." Kevin menganggukkan kepalanya, paham."Dengan kata lain, saya dilarang menyebarkan segala jenis informasi itu. Walaupun Pak Kenzo memintanya. Jadi Pak Angga, tolong beritahu Pak Kenzo mengenai hal ini, ya." Pak Maman melanjutkan ucapannya."Baik, Pak Maman. Saya coba telepon Pak Bos dulu." Angga undur diri, mengambil tempat sepi untuk menelepon sang bos.Kevin berdiri kikuk di hadapan Pak Maman yang kini fokus kembali memeriksa data produk. Sejujurnya tak ada hal yang bisa dibicarakan oleh keduanya. Kevin juga tak pernah merasa ingat pernah akrab dengan pria paruh baya di hadapannya."Halo, Pak
"Bapak yakin?" Kenzo meyakinkan kembali kepada Pak Joko atas apa yang disaksikannya.Pak Joko terlihat kembali berpikir keras. "Iya, Pak Kenzo. Saya yakin betul dengan apa yang waktu itu saya lihat. Ibu Irene beberapa kali bersama dengan adik Pak Kenzo. Mereka terlihat sangat ... dekat sekali."Mendengar hal itu, Kenzo terdiam dengan hati yang berdenyut nyeri. Berarti kecurigaannya terhadap perselingkuhan adiknya dan mantan tunangannya adalah benar. Melihat reaksi Kenzo yang hanya diam saja, membuat Pak Joko mulai merasa tak enak."Aduh, Pak Kenzo. Mohon maaf sekali ya. Saya bukan ada maksud untuk memecah belah Pak Kenzo dengan adiknya. Tapi, saya menyampaikan ini karena saya bersumpah pernah melihat mereka berdua bersama.""Iya, tidak apa-apa, Pak Joko. Terima kasih untuk informasinya." Kenzo memberikan senyumannya agar Pak Joko tidak lagi merasa tak enak hati padanya."Jadi ... rumor itu benar, Pak? Soal Pak Kenzo yang batal menikahi Bu Irene karena perselingkuhan dengan adiknya Bap
Kevin mulai gemetar di tempatnya ketika mendengar gunjingan yang semakin memanasi telinganya. Rupanya Angga menyadari hal itu."Sudah, Mas. Tidak usah didengar. Cewek di sini memang senangnya bergosip."Kevin tentu tidak terima dengan hal itu. Dia tidak bisa mendiamkan apa yang sudah dilakukan para rekan kerja wanita di kantor itu. Dengan segera Kevin bangkit dari kursinya. Dia menghampiri para wanita yang sedang bergosip lalu menggebrak meja mereka.Seketika ruangan kantor itu sunyi senyap akibat perbuatan Kevin. Kevin lalu menatap satu persatu wajah yang berani menggosipkan dirinya seraya menandai siapa saja yang mengusiknya."Kamu, kamu, dan kamu! Aku sudah mengingat wajah-wajah kalian! Kalau kalian berani bergunjing lagi mengenai aku, awas saja!"Para wanita itu kini gemetar di tempatnya. Mereka tak berani lagi membicarakan keburukan mengenai Kevin. Setelah menyelesaikan keinginannya, dia pun kembali ke tempat duduknya bersama dengan Angga yang semakin merasa canggung bersamanya.T
"Kevin! Hey, Kevin! Bangun!" Kenzo mencoba untuk membangunkan adiknya yang tertidur pulas pagi itu.Kevin malah membalikan badannya seraya melenguh. Terdengar kembali suara dengkuran kecil dari bibirnya, membuat Kenzo semakin kesal dibuatnya."Apa-apaan ini! Aku sudah membangunkan dia selama setengah jam! Tapi dia sama sekali tidak terbangun! Katanya mau bekerja, tapi nyatanya bangun pagi saja tidak bisa! Ck!"Kenzo menyerah membangunkan adiknya yang jika sudah lelap tertidur malah seperti kerbau itu. Akhirnya dia cepat-cepat menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan segera berangkat menuju ke kantor. Ditinggalkannya Kevin di villa sendirian.Kevin akhirnya terbangun ketika ada telepon masuk. Dengan malas dia mengambil handphonenya dan memeriksa siapa yang menelepon. Begitu tertera nama Irene, dia begitu bersemangat untuk mengangkat telepon itu."Halo, Sayang." Suara Kevin masih begitu sengau sehabis bangun tidur."Sayang! Kamu sudah makan siang?" Suara Irene terdengar seakan sanga
"Kenapa? Kamu gak suka aku datang ke sini?" tanya Kevin sengit dengan mata yang mendelik sinis pada kakak kandungnya itu."Bukan begitu. Aku cuma bertanya. Kenapa kamu datang sendirian? Mana istrimu?" Kenzo mendadak meladeni Kevin dengan sikap yang memancarkan permusuhan.Kevin bersedekap sambil membuang muka. "Bukan urusanmu dia mau datang atau tidak. Kenapa? Kamu mengharapkan sekali dia datang ya?"Kenzo terlihat merengut di tempatnya. "Aneh sekali. Papa bilang kamu akan bekerja dalam waktu lama di perusahaan keluarga. Tapi setega itu kamu meninggalkan istrimu di Jakarta. Apa kamu sengaja melakukan itu supaya leluasa berselingkuh dengan Irene?""Jaga mulut kamu ya, Kenzo! Sekali lagi itu bukan urusanmu! Lagipula, Ariana memang tidak diizinkan untuk pergi karena ... dia sedang mengandung!" bantah Kevin sengit.Seketika Kenzo membelalakkan matanya. "Apa? Ariana ... hamil?""Ya. Jadi Mama menyuruh Ariana tinggal di sana. Sudah ah, aku mau beres-beres dulu!" Kevin tanpa menunggu langsun
"Kenapa kayak gitu?" Ariana hendak memprotes lagi, tapi Kevin segera membekap mulutnya."Sttt! Jangan keras-keras! Aku tampar kamu nanti!" ancam Kevin yang kemudian melepas bekapan mulut Ariana dengan kasar.Ariana terdiam sedih. Sementara Kevin berdecak tak suka."Ingat, kamu itu istri formalitas saja. Jadi aku mau kamu menuruti semua yang aku suruh. Kami tidak boleh ikut aku ke Bandung," lanjut Kevin. "Mama percaya kamu sedang hamil, 'kan? Kalau begitu, berpura-pura saja kalau kamu sedang hamil saat ini.""Tapi Kevin, itu 'kan belum pasti. Aku belum pasti mengandung," bantah Ariana."Kamu berani membantah aku? Iya? Turuti apa kataku atau kamu aku ceraikan!" Kevin mengancam lagi, kali ini Ariana langsung terdiam.Luka di hati Ariana kembali terbuka. Bukan hanya berani menyakiti Ariana secara verbal maupun tindakan, Kevin kini sudah berani mengancam untuk menceraikannya. Ariana merasa berada di ujung tanduk. Tak ada pilihan baginya untuk menuruti keinginan dari Kevin.Kevin kembali fo
Kevin tak dapat berkata-kata lagi. Dirinya juga merasa sedikit bersalah pada wanita yang kini memeluknya begitu kencang karena sempat mengabaikannya. Dia lalu menutup pintu dan membiarkan suasana larut begitu saja di antara mereka."Maaf ya, Sayang. Tadi aku ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku sehingga agak mengabaikan kamu."Wanita itu mendongak menatap Kevin. Tatapan matanya seolah meminta penjelasan dari laki-laki itu."Memang ada masalah apa? Apa aku bisa membantumu, Mas?"Kevin terdiam sejenak di tempatnya. Dia merasa bingung bagaimana harus menjelaskan pada Mbak Yuni tentang masalahnya."Sebenarnya ... bukan masalah besar, kok. Aku sudah mendapatkan solusinya."Mbak Yuni melepaskan pelukannya dari tubuh Kevin. Kini dia terlihat sedih sambil menundukkan pandangannya."Aku tahu, kok. Mas Kevin katanya ... besok mau pindah ke Bandung, 'kan"Kevin terbelalak di tempatnya, tak percaya jika wanita itu menguping pembicaraannya di telepon."Kamu ... dengar apa yang tadi aku bi
"Apa? Jadi Papa mau mengusirku? Sekarang Papa membuangku dari sini?" teriak Kevin."Kevin! Jangan berteriak begitu sama papamu!" seru Mama Ayu, tak suka jika putranya mulai tak hormat kepada orang tua."Mama! Kevin mau dibuang! Kevin disuruh untuk pindah ke Bandung tanpa kesetujuan Kevin sendiri! Apa Mama juga bersekongkol dengan Papa untuk membuang Kevin?" Kevin beralih pada ibunya, masih meluapkan emosinya.Mama Ayu hanya terdiam sambil menunduk. Kali ini matanya berkaca-kaca karena sedih dengan situasi ini. Kevin terus berang dan mengamuk. Laki-laki itu sampai menghancurkan barang-barang yang ada di sekitarnya."Kevin! Apa-apaan kamu! Kevin!" bentak Papa Kevin semakin tak tahan dengan sikap anaknya.Ariana merasa semakin tak nyaman dengan situasi ini. Dirinya juga merasa sangat syok karena sikap buruk Kevin keluar seluruhnya. Kevin ternyata pembangkang dan perusak. Emosinya sangat tinggi. Mama Ayu menangis tersedu di tempatnya."Hentikan, Nak! Jangan kamu ... hancurkan rumah ini!"
Kevin tertegun di tempatnya. Dia masih bingung dengan maksud dari ucapan wanita yang kini ada di sampingnya."Bahagia lagi? Memangnya kamu sudah tidak pernah merasakan bahagia?"Mbak Yuni menunduk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah sendu."Aku sudah lama kehilangan suamiku. Aku juga tidak menjalin cinta baru selama bertahun-tahun lamanya."Kevin langsung tertegun, sedikit terhenyak kaget mendengar penuturan dari Mbak Yuni. Mbak Yuni memang terlihat berusia jauh lebih tua. Tapi dia pintar sekali merawat diri. Makanya Kevin pikir wanita itu masih memiliki pendamping di hatinya."Aku turut sedih mendengarnya."Mbak Yuni sedikit tersenyum. "Tidak apa-apa. Semuanya sudah musibah. Suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tapi berkat aku harus bekerja untuk memenuhi hidup anakku, aku jadi bisa bertemu dengan Mas.""Ucapanmu sangat membuatku tersanjung, Sayang." Kevin lantas mengecup kening Mbak Yuni, seraya membelai rambutnya lembut."Benar lho, Mas. Aku sudah sangat lama sekali ... mendambakan cinta d