"Macet tadi?" tanya Shanum. Mas Jaka melepas helmnya dan membuka jaketnya. "Iya." jawabnya.
Dia masih sibuk dengan beberapa hal termasuk menaruh helm ke tempatnya. Ia mendiamiku, yah dia memang pendiam sih."Mas, kamu kemarin ke toko ya? Ngambil beras? Katanya buat ibuku 10 kg? Kok gak ngomong sih?" tanyanya langsung ke inti. Mas Jaka melihat Shanum. "Kamu tahu dari mana?" tanyanya."Ada yang ngomong orang bawahanku." ucapku."O-oh. Iya." ucapnya, entah kenapa terdengar canggung di telinga Shanum.Meski masih percaya dan tidak terlalu memusingkan hal ini. Shanum mengambil helm darinya dan taruh ke tempatnya serta juga dengan jaket yang dipakainya lalu gantungkan. Mas Jaka sudah masuk ke dalam bersama Shanum."Mas, aku rencananya mau ngajakin kamu makan malam sama Gavin dan pacarnya akhir pekan ini." ucap Shanum. Mas Jaka mendadak menghentikan langkahnya mengernyit heran ke arahnya."Makan malam sama pacar Gavin? Dimana, disini? Emang kamu kenal sama dia?" tanya mas Jaka cemas."Iya dong kan kenalan, kamu mau kan?" tanya Shanum."O-oh yaudah.""Nanti akhir pekan kan kamu libur tuh, kita belanja dan terus masak buat makan malamnya.""Oh gitu yaudah."Mereka pun saling masuk ke dalam kamar, mas Jaka beralih masuk ke dalam kamar mandi dengan membawa handuk, sepertinya ia sangat merasa lepek saat ini.Meski agak kemaleman sih, sedangkan Shanum menaruh baju kotor milik Mas Jaka ke tempatnya, ia duduk ke atas kasurnya melihat isi tas mas Jaka yang sudah menjadi rutinitasnya. Lebih heran lagi saat Shanum merogoh ada tanda bukti pembayaran tas seharga 8 juta rupiah, yang sontak saja langsung membuat Shanum melongo.Padahal tidak ada paperbag atau kantung belanjaan apapun yang dibawa oleh mas Jaka tapi kenapa dengan sangat aneh ada tanda bukti pembayaran 8 juta? Masa sih membeli tas sampai bisa semahal itu?"Dia beli tas 8 juta buat aku atau gimana sih? Tapi kok gak ada tasnya? Apa ini kuitansi lama? Tapi aku perasaan enggak pernah sama sekali dibeliin tas semahal itu deh. Paling banter ya cuma 1 juta. Aneh deh. Hmm atau dia sengaja beliin aku tas buat ulang tahun? Jadi kuitansinya duluan yang dikasih, tasnya belakangan?"Shanum semakin heran bahkan tak sadar sampai menggigit ujung kuku tangannya. "Bener gak sih ya dugaanku?"Mas Jaka sudah selesai mandi, dirinya keluar dari kamar mandi dan cukup kaget saat melihat Shanum memandangi kuitansi yang ada di dalam tasnya, tentu saja itu membuat Mas Jaka sedikit khawatir dan cukup tegang, tapi ia coba untuk menetralisir dirinya agar tak terlalu dibuat gerogi.Shanum segera bertanya."Mas... ini apa? Kok ada kuitansi pembayaran tas 8 juta? Padahal enggak ada tas apapun kan di dalam tasmu nih... Mana gak ada tuh." ucap Shanum seraya memeriksa isi tasnya. Dengan santainya mas Jaka berkata."Enggak, itu ada yang minjem uang, temenku minta talangin uang dulu buat beliin istrinya tas.""Serius?""Iya serius. Udah kan? Ngantuk.""Ih tunggu dulu mas...""Aneh banget, padahal dia biasanya enggak pernah sama sekali minjemin orang duit sebanyak itu, kenapa ya sekarang tumben? Cuma buat beli tas loh."Mas Jaka memutuskan untuk tidur setelah berganti pakaian. Meski Shanum merasa masih sangat penasaran."Mas.. kok tidur sih? Aku masih mau nanya! Mas!"Pagi harinya.Shanum memutuskan untuk tidak memasak, berbeda jauh dengan niat awalnya yang sudah mengatakan ingin berbelanja sayur dan memasak pada mas Jaka. Shanum merasa kalau itu hal yang percuma jika dirinya memasak, karena menurutnya akan lebih baik jika ia memesan makanan via online saja. Toh lebih praktis dan simpel.Shanum mendekati mas Jaka yang sedang membersihkan kandang burung dan memberi burung kacernya makan."Mas, nanti kita enggak usah belanja sayur deh ya. Aku mau mesen online aja.""Oh yaudah. Jadi dia mau kesini?""Siapa?""Ghea."Shanum tersentak. "Kamu tahu dari mana nama pacarnya Ghea?"Mas Jaka serasa tercekat, tercecar atas jawabannya sendiri.Shanum mulai curiga dengannya. Mas Jaka cepat-cepat meluruskan. "Ya wajar dong, kan sering ketemu. Lagian kamu kenapa baru sekarang ngajakin kayak gini? Kenapa gak dari dulu?""Sering ketemu? Gak dari dulu?" Shanum semakin curiga."Ah enggak, maksudnya waktu itu sering ketemu pas sama Gavin, rumahnya juga deket dari sini kan cuma beda perumahan doang. Ya jadinya sering ketemu pas aku keluar sama Gavin.""Oh gitu toh."Mendadak Gavin muncul dan ikut duduk didekat berdirinya mereka."Kenapa enggak sejak lama aja kamu merencanakan hal ini Vin?" tanya mas Jaka. Gavin terheran tiba-tiba dihadapkan oleh pertanyaan itu selagi dirinya yang tidak mengerti apa-apa arah pembicaraan itu."Akrab?" Shanum semakin curiga."Ah enggak... ya pokoknya gitu deh.""Ya kali gitu kamu doyan sama anak sepantaran dia." tegas Shanum langsung ke inti. Mas Jaka hanya tertawa mendengarnya. "Mana mungkinlah."Sore harinya.Gavin memutuskan untuk menjemput Ghea untuk makan malam, berbeda halnya dengan kedua orang tuanya yang masih menunggu makanan yang dipesannya datang. Tapi mirisnya hingga pukul 17.00 pesanannya masih belum dipickup oleh ojek. Shanum merasa bingung."Ini kenapa ya kok masih belum dateng juga ojeknya? Perasaan alamatnya udah bener."Mas Jaka menjawab. "Kayaknya udah habis. Kamu pesannya dari kapan? Kamu pesannya kesorean kali.""Kesorean apanya, aku pesan dari pagi mas.""Telepon penjualnya gak bisa?""Coba aku chat sellernya."Shanum mengetik pesan pada penjualnya. Dan ternyata setelah beberapa menit penjual itu merespon dan meminta maaf kalau dirinya tidak sempat mengerjakan pesanannya dikarenakan makanan sedang kosong."Haduh gimana sih. Aku pesan dari pagi loh ini. Malah bilangnya makanannya kosong dan tidak dapat diproses. Kenapa enggak ditolak dari pagi kalo gitu. Huftt.. " keluh Shanum."Kenapa?" tanya mas Jaka heran."Ituloh, nih liat. Pesananku ditolak. Gimana gak kesel, dari pagi loh aku pesen.""Yaudah kita enggak usah pesan online kalo gitu. Masak aja. Ayo aku anter beli bahannya.""Beneran? Emang enggak kesorean?""Iya. Coba bilang Gavin nanti. Yuk. Keburu kesorean, kamu kan cepet masaknya.""Yaudah."Mendadak ada telepon dari Gavin."Mah, aku enggak jadi ikut makan malam. Katanya Ghea malu, maklumlah dia emang pemalu orangnya. Apalagi kalo dikenalin sama bapak dan ibu pacarnya malu banget dia.""Yah, baru aja mau belanja buat masak-masak.""Loh bukannya mau mesen onlen?""Gak, gak jadi.""Oh gitu, yaudah."Telepon ditutup. Shanum pun saling menatap mas Jaka. "Gimana? Gak jadi kata Gavin?" tanya Shanum sedikit sedih."Oh yaudah. Kalo gitu kita tetep keluar aja jalan-jalan. Lumayan kan jalan-jalan sore biar makin lengket, itung-itung ngingetin sama masa muda dulu." ucap mas Jaka membuat Shanum mencubit pinggangnya gemas.Mereka pun pada akhirnya sampai dihadapan sebuah kios bubur yang lumayan banyak pengunjungnya. "Jadi kita makan bubur nih?" tanya mas Jaka masih mempertanyakan."Iya mas, aku soalnya lagi sariawan jadi makan ini aja deh. Sakit kalo makan yang lain.""Yaudah."Mereka pun memesan buburnya dan saling duduk bersebelahan.Memakan bubur yang sudah disediakan. "Enak banget. Meskipun rada sakit pas nelennya." ucap Shanum."Disebelah mana sariawannya?" tanya mas Jaka."Ini disini. Di tenggorokan.""Banyakin minum.""Kebanyakan juga gak boleh kali. Nanti kembung.""Yaudah aku beliin buah ya nanti.""Iyaaa."Mas Jaka mengusap ujung bibir shanum yang celemotan ketika memakannya. Shanum hanya tertawa, dirinya merasa seperti anak kecil saja di mata mas Jaka.Selesai memakan bubur, mereka pun saling mampir ke swalayan untuk berbelanja sarapan besok. "Kamu mau masak apa besok?" tanya Shanum."Apapun yang kamu masak enak kok.""Halah, kalo dikasih tempe doang emang mau?" tanya Shanum.Mas Jaka tertawa geli ketika itu.Ketika di jalan, ponsel mas Jaka terus berbunyi akan tetapi tidak kunjung diangkat olehnya. Shanum merasa heran padahal itu sangat terasa dan terdengar nyaring, seakan dirinya memang membiarkannya begitu saja. "Mas, ada telepon tuh." ucap Shanum mengingatkan."Palingan dari temen kerja. Udahlah gak penting. Nanti aku disuruh ke kantor lagi buat lembur, ogah deh mending nemenin kamu.""Halah kamu nih bisa aja ngelesnya."Beberapa saat kemudian. Mereka pun sampai dirumah, Shanum langsung ke dapur merapikan belanjaannya.Tapi ada kantung belanjaan sayur yang ketinggalan, Shanum langsung berteriak pada mas Jaka yang sedang berada di halaman belakang."Mas! Tolong ambilin kantung belanjaan dong di motor, ketinggalan!" pekiknya tapi mirisnya mas Jaka tidak mendengar karena sedang menelepon seseorang. Shanum yang penasaran karena tidak kunjung disahuti teriakannya langsung mencari mas Jaka hingga ke halaman belakang rumah tapi ada yang aneh. Dia .... sedang menelepon siapa?Kenapa suaranya begitu halus terdengar?"Iya maafin aku ya. Tadi ada istriku soalnya. Kamu mau ngomong apa?"Shanum merasa sangat curiga. Ia langsung berkata. "Mas Jaka!"Mas Jaka langsung cepat-cepat mematikan teleponnya dan membiarkan Shanum berdiri dihadapannya dengan tangan melipat di dada. "Kamu ngomong sayang kan barusan? Buruan ngaku!" "Sayang apanya? Kamu ngaco aja sih. Enggak kok, salah denger kamu.""Kamu kira aku budeg apa?" Mas Jaka semakin tercekat. Ia pun mulai beralasan. "Oh maksud kamu sayang itu... Gini loh... temanku kan punya anak, nah itu aku ngomong sayang ke anaknya. Anaknya kan masih kecil banget tuh. Lucu dia." "Bohong?" "Beneran, nih kalo mau telepon lagi mah." Shanum menimbang-nimbang perkataannya dan lantas berkata. "Yaudah aku percaya tapi kalo bohong awas aja. Nanti aku bakalan gantung kamu di tiang jemuran.""Tega banget, emang aku pakaian apa."Mereka pun saling masuk kembali ke dalam rumah. Mas Jaka mengambil kantung belanjaan yang tertinggal lalu membawanya masuk dan menaruhnya sembarang. "Gavin kok masih belum pulang ya? Betah dia disana kayaknya." "Yah kayak enggak tahu anak muda aja." jawab mas Jaka. "Ya jang
"Denger dulu, Num. Aku bisa jelasin." ucapnya mencoba untuk menyabarkanku. Shanum menangkis tangannya. Shanum mencoba untuk memukulnya lagi. "Dengerin dulu." ucapnya seraya memegang tangannya yang tidak bisa diam ingin memukul atau mencakarnya. "DENGERIN DULU!" teriaknya tiba-tiba yang langsung membuatku terpatung dan bungkam karena rasa kagetnya. Bahkan baru kali ini dia membentak Shanum seperti itu."Semua berawal sejak desember tahun lalu dan perempuan ini adalah Ghea dan dia bukan pelakor. Aku beberapa kali udah pernah ketemu Ghea sebelumnya bersama Gavin, mereka sering mengunjungi rumah sakit tempat aku dinas. Tapi hubungan kita waktu itu enggak lebih dari sekedar seorang Bapak dan anaknya. Lalu suatu hari aku melihat Ghea nangis di rumah sakit, ya aku pun nyamperin dia. Katanya dia baru kehilangan kakeknya yang sakit, yaudah aku temenin dia, nyabarin dia dan bayarin semua tunggakan rumah sakitnya karena dia bilang, dia enggak ada uang buat bayar tunggakan pengobatannya. Ya mula
Ghea mengangkat kepalanya dan membuka kedua tangan yang mendekap wajahnya. Ia terkejut ketika melihat Jaka, pun sama dengan Jaka yang terkejut melihat kalau dia benar Ghea."Ghea ya? Kamu kenapa nangis?" tanya Jaka penasaran.Ghea masih terisak, ia segera usap kedua matanya yang dialiri deras air mata. Wajahnya tampak sendu dan sedikit berantakan, kedua matanya juga terlihat merah. Tampaknya sudah lama ia menangis seperti itu."K-kakekku meninggal...hiks.." ucapnya sambil terisak dengan air mata yang kembali mengalir, Jaka terkejut dan langsung menatapnya sendu. "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun." ucap Jaka prihatin, segera mengusap-usap punggung gadis itu. "Kamu yang sabar ya Ge." ucapnya menenangkan. Ghea masih terus terisak dan menyeka air matanya.Tak lama kemudian. Ghea pun sudah agak mendingan dan tidak menangis lagi setelah barusan aku membiarkannya mengeluarkan semua tangisnya. Sejak saat itu pun aku terus menemaninya, dengan dilandasi rasa prihatin."K-kenapa Om bisa ada
Mas Jaka tertunduk. Gavin melihat perubahan ekspresi ayahnya itu. Ia mendadak jadi merasa cemas, Gavin seperti menyadari ada rasa bersalah terpancar dari raut wajah ayahnya itu. Gavin pun mendekati Mas Jaka dan bertanya. "Itu bener, Pah? Bener yang diucapin sama Ibu?" tanyanya. Mas Jaka mengangguk, Gavin merasa sangat tidak percaya dicampur rasa kecewa saat itu, Mas Jaka berniat menjelaskan namun Gavin mengelak tangan Mas Jaka yang coba memegangnya. "KENAPA HARUS GHEA PAH?!""KENAPA JUGA PAPA TEGA DUAIN IBU?! MEMANGNYA PAPA ENGGAK TAHU KALO SELINGKUH ITU DOSA?! PAPA SENDIRI BILANG KE GAVIN UNTUK BERBUAT BAIK SAMA PEREMPUAN! TAPI PAPA SENDIRI KHIANATIN IBU!" "Sekarang tolong kabulkan permintaan aku, Mas. Talak aku! Biar aku bisa pergi sekarang juga!" ucapnya. Ia terdiam. "Ayo, Mas talak aku!" ucapnya kembali mencecarnya. "Kenapa kamu diam aja?! Kamu kan katanya cinta sama Ghea! Cuma kamu yang bisa ngertiin dia! Cuma kamu yang dia butuhkan! Mau jadiin dia istri keduamu! Memangnya
Di rumah sakit daerah Ciawi. Shanum terduduk di kursi tunggu yang tersedia didepan ruang rawat Nenek Aisyah. Shanum bingung harus bagaimana, Shanum tidak bisa meninggalkan Nenek Aisyah begitu saja.Tapi dari pihak keluarganya sudah ada yang Shanum hubungi. Itu adalah cucu Nenek Aisyah yang namanya terpampang paling awal di kontak ponsel sang nenek.Shanum menutup kedua matanya, merasa sangat cemas dengan keadaan Nenek Aisyah. Jujur aku trauma melihat kejadian seperti tadi.Almarhum ibuku pernah pingsan seperti itu didepanku, dan besoknya ia... meninggal.Aku sangat takut.Aku memeluk diri dengan tubuh gemetar. Tiba-tiba Shanum melihat bayangan seorang pria didepannya. Aku mendongak dan terkejut saat melihat pria tampan bertopi hitam dan didepannya."Anda? Yang menelepon saya?" tanya pria jangkung dengan tubuh ideal itu. Shanum bahkan tidak berkedip saat melihatnya. Gavin masih terus melihat keluar jendela kelasnya yang tak pernah pindah dan masih terus berada disamping kirinya. Ia
Malam harinya.Ghea dan adiknya, Kayla sedang berada didepan tv. Bedanya, Ghea sedang belajar sedangkan Kayla sedang sibuk menonton tv.Kayla yang masih berusia remaja sekitar anak SMP itu berkata. "Kak, kok Om ganteng enggak kesini sih? Biasanya kan dia bawain kita martabak. Aku laper tahu kak." tanyanya.Ghea yang kebetulan sedang sensi, langsung marah saat dikatakan begitu, ia langsung menegur adiknya itu. "Kamu tuh. Enggak usah ngarep-ngarepin kayak gitu. Kamu kalau mau ya tinggal beli, enggak usah maunya minta terus." ucap Ghea terkesan ngegas. Kayla tampak kaget dengan perubahan sikap kakaknya yang biasanya bersikap baik dan lembut padanya. "Iya, maap." ucapnya.Ghea kembali melihat ke arah bukunya. Meskipun selalu terlintas pemikiran tentang perkataan Gavin tadi.Entah kenapa. Ghea merasa sangat sedih dikatakan seperti itu. Wajahnya mendadak murung seketika. Ia pun langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan frustasi.Gavin pasti tahu semuanya, tentang hubungan antara ia d
Shanum segera membalas chat dari Gavin. "Vin, kamu harus pulang. Bagaimana dengan kuliah kamu? Kamu enggak boleh ninggalin kuliah. Maafin Ibu Nak, karena tiba-tiba meninggalkan kamu. Tapi kamu harus kembali lagi ke rumah. Kamu harus lanjut sekolah tinggi, kamu enggak boleh tiba-tiba putus kayak gini." chatnya pada Gavin, sambil mengusap air matanya seraya terisak."Anda menunggu lama?" tanya seseorang yang tiba-tiba ada didepannya. Aku mendongak dan terkejut ketika melihat pria didepannya adalah...Mas Rian?"Loh anda kan?" tanya Mas Rian.Shanum segera mengusap air matanya dan menyeka ingusnya."Loh? Jadi Mas Rian pemilik kios ini?!" tanyanya tidak percaya."Iya, saya pemiliknya. Jadi yang mau menyewa kios saya itu anda?" tanyanya ikut tidak percaya.Shanum tertawa kecil saat itu, padahal habis menangis. "Oalah, iya. Ya ampun, dunia sempit banget ya? Kayak berasa didalam kotak." ucapnya. Mas Rian terkekeh.Dia mendadak melihatnya intens. "Ibu barusan menangis?" tanyanya spontan. Sh
Shanum diam-diam rindu dengan keluarganya yang dulu. Bagaimana ya keadaan anaknya sekarang? Dan.. Mas Jaka... apa dia jadi menikah dengan Ghea? Jika hal itu terjadi... Ia hanya bisa mengucapkan selamat pada mereka. Dan mengharapkan kebaikan pada hidup mereka ke depannya. Ketika sedang sedih seperti itu, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. "Ngapain?" tanyanya. Shanum terkejut saat menoleh ke belakangnya. Dia...? Tiga hari yang lalu. Setelah membuka pintunya. Gavin langsung menatap kesal satu orang didepannya saat ini. Bukan Angga, melainkan Ghea. Tepatnya ada Angga juga disebelahnya saat itu. Apakah mereka berdua sedang merencanakan sesuatu dibelakangnya?! "Ngapain lo?!" tanya Gavin yang setelahnya langsung menatap tajam ke arah Angga. "LEMES BANGET SIH LO! GUA BILANG JANGAN KASIH TAHU SIAPAPUN! APALAGI KASIH TAHU DIA!" pekik Gavin menunjuk Ghea. "Sori Vin, tapi gue..." "A-aku... maafin ak--" Belum selesai berbicara, Gavin sudah pergi masuk ke dalam rumah Angga. Ia bernia
Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y
"Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu
Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap
"Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel
"Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget
Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi
"Tapi om Rian gimana bu? Udah tahu soal ini?" tanya Gavin cemas. "Iya udah tahu, makanya mau menyewa pengawal buat ibu." ucap Shanum. "Oh gitu, kayak waktu itu ya bu. Yaudah kalo itu yang terbaik. Mudah-mudahan aja setelah itu udah enggak ada lagi yang neror ibu." ucap Gavin. "Iya ibu juga pesen ya sama kamu supaya kamu hati-hati disana, khawatirnya yang neror ibu juga berkemungkinan neror kamu juga.""Enggak kok bu, Gavin aman disini.""Hati-hati aja ya nak." "Iya." Esok paginya Shanum sudah berada di pasarnya, ia bersama seorang pengawal yang berjaga didepan kiosnya. Ia merasa lebih lega sekarang, ia juga lebih leluasa untuk pergi kemanapun, bahkan saat ini ia memutuskan untuk pergi membeli sayuran, ia berkeinginan untuk memasak buat nanti sore, khawatirnya Rian bosan beli diluar terus. Masih didalam pasar, ia membelikannya. Ketika sedang berbelanja, tentu sang penjual sayur yang sudah kenal lama dengan Shanum lantas berbisik padanya. "Itu siapa? Suami baru yang ketiga ya?" ta
"Gak ada." "Perawakanny kayak gimana coba?" tanya Rian."Pakaian serba hitam, dia setinggi kamu mas. Dan kayaknya dia juga seumuran kamu." ucap Shanum. "Hmm siapa ya. Kamu apa mau saya laporkan polisi tentang kasus ini?" tanya Rian."Enggak mas, gak usah." "Yakin gak mau? Ini masalahnya udah menakutkan loh kayak gini, mengancam nyawa." "Iya mas." "Saya laporkan aja ya." ucap Rian. "Yaudah." "Apa perlu saya nyewa bodyguard untuk melindungi kamu?" tanya Rian. "Emang gak ngerepotin kamu mas?" tanya Shanum. "Enggak kok, usahakan dalam waktu ke depan ini kamu jangan keluar rumah dulu ya, khawatirnya orang itu muncul lagi. Atau sampai para bodyguard itu ada." ucap Rian."Iya mas, makasih ya."Beberapa jam sebelumnya.Ghea keheranan melihat Jaka tampak marah seperti itu. Bahkan sampai menaruh hape yang dipegangnya kasar. "Barusan mbak Shanum?" tanyanya. "Ini gara-gara kamu yang terlalu lama berurusan dengan mereka!"Ghea makin mengernyit heran. Kok jadi?"Kalau kamu enggak berur
Shanum kini sedang sendirian di kamarnya mengecek di komputer barang masuk dan keluar. Ibunya sedang pergi ke sawah sekarang. Sepertinya mulai dari siang ini sampai maghrib nanti dirinya akan terus sendirian, namun tiba-tiba saja muncul ketukan pintu. Shanum heran, apakah mungkin itu ibunya? Tahu saja barusan Shanum mengunci seluruh pintunya khawatir ada penyusup masuk, ia masih berpikir kalau yang mengetuk pntu saat ini adalah ibunya, ia lantas membuka kunci pintunya dan buka. Namun tiba-tiba saja tidak ada siapapun disana. Shanum mulai cemas. Kenapa bisa tidak ada orang padahal terdengar sangat nyaring suara orang yang mengetuk. Shanum lihat sekeliling namun tidak dirinya temukan siapapun disana, sepi sekali malahan, Shanum mulai curiga, apakah hanya orang iseng? Atau jangan-jangan.... Orang yang memberikan ancaman teror di whatsapp? Shanum ketakutan, ia sesegera mungkin langsung menutup pintunya dan kunci. Namun tiba-tiba saja muncul suara gebukan pintu yang sangat kencang hingga