Setengah jam telah berlalu, Rosy sesekali melirik jam di tangannya dengan ekspresi gelisah menunggu Ernest keluar dari kamarnya. Ia merasa seperti seorang gadis bodoh karena rela menunggu pasangan itu melakukan hal tak senonoh sementara ia berada di apartemen itu juga untuk menunggu mereka selesai.
“Aku pergi dulu, sayang.”
Suara pintu terbuka yang disusul dengan suara seorang gadis dengan nada menggoda terdengar dari balik punggung Rosy. Refleks ia menoleh ke belakang dan kembali melihat bagaimana Lisa mengabaikannya dan dengan santai mencium Ernest di bibir sebelum berbalik melirik Rosy dengan acuh tak acuh sambil berjalan melewatinya untuk pergi sementara Ernest mendampinginya hingga ke pintu apartemen.
Setelah Lisa pergi, Ernest menutup pintu lalu berjalan menghampiri Rosy yang masih duduk di sofanya dengan kulit wajah yang memerah antara merasa marah sekaligus malu.
Ernest memperhatikan ekspresi gadis itu sejenak sebelum duduk di sofa sebelah Rosy dan menatapnya dengan ekspresi serius.
“Kenapa kau menatapku begitu?” tanya Rosy akhirnya karena merasa tidak tahan ditatap dengan begitu tajam oleh Ernest.
“Kau sebaiknya menutup mulut dan tidak mengatakan apapun mengenai apa yang kau lihat hari ini.”
Mendengar nada mengancam itu, Rosy mau tak mau mengerutkan dahinya dengan bibir terkatup rapat menahan emosinya. Ia merasa begitu jengkel pada sikap brengsek Ernest yang membuatnya sedikit muak.
Rosy melambaikan tangannya seolah itu bukan hal yang sulit dan berkata dengan acuh tak acuh, “Aku tidak peduli pada urusan pribadi kalian. Jadi, bisakah kita mulai sekarang? Aku benar-benar sudah membuang banyak waktu di sini.”
Sedikit terkejut, Ernest tidak percaya bahwa Rosy akan melepas hal ini begitu saja. Terlebih menilik dari ekspresi gadis ini sebelumnya saat melihat Lisa, ia pasti mengenali Lisa. Ernest menatapnya semakin curiga dan bertanya kembali dengan nada sinis, “Apa kau mengatakan yang sebenarnya? Kau bisa dipercaya? Kau sungguh tidak akan membocorkan hal tadi untuk mengambil keuntungan dariku bukan?”
Rosy menghela napas kasar dan merasa sikap pria di depannya semakin membuatnya jengkel, lalu menjawab dengan ketus. “Tuan Mars, kau klienku. Aku datang ke sini hari ini murni hanya ingin berdiskusi perihal urusan pekerjaan kita. Dan juga kau lah yang telah mengundangku ke sini. Lagipula, apapun yang kau lakukan itu bukan urusanku dan aku sungguh tidak peduli.”
“Kuharap kau benar-benar jujur dengan apa yang kau ucapkan,” putus Ernest akhirnya mencoba mempercayai Rosy, ia melanjutkan, “kalau begitu, ayo kita mulai diskusinya.”
Setelah mengatakan itu, Ernest berpindah duduk ke sebelah kiri Rosy. Hal ini membuat Rosy tersentak kaget dan sedikit menggeser tubuhnya memberi ruang di antara mereka agar Ernest tidak terlalu dekat dengannya. Wajahnya sedikit memerah saat tanpa sengaja menghirup harum tubuh pria itu. Harum sabun dan juga parfum yang dipakai Ernest entah mengapa membuat Rosy sedikit gugup dan membayangkan hal aneh. Apalagi saat ini mereka hanya berdua di apartemen pria itu.
“Baiklah, aku sudah menghubungi beberapa desainer untuk membuat gaun pengantinnya, dan aku sudah mengambil beberapa rancangan mereka. Mungkin kau bisa memberikan ini kepada calon pengantin itu untuk memilihnya.” Rosy mengeluarkan sebuah map berisi beberapa lembar rancangan kasar gaun pengantin yang telah ia kumpulkan dari beberapa desainer terkenal dan menyerahkannya kepada Ernest.
Ernest menerima map itu dan membukanya, lalu mengeluarkan isinya dan mulai memeriksa beberapa rancangan dengan ekspresi serius. “Apakah kau datang ke sini hanya untuk menyerahkan ini?” tatapan Ernest kembali menatap Rosy dengan tatapan menyelidik. Ia merasa ini hal yang bisa mereka lakukan tanpa harus bertemu langsung mengingat teknologi zaman sekarang semakin canggih.
Rosy bisa saja mengirimkan foto-foto ini melalui aplikasi chat tanpa harus bertemu langsung dengannya.
Menelan salivanya dengan gugup, Rosy memasang senyum pahit mendengar ucapan pria itu dan buru-buru menjawab sebelum Ernest semakin salah paham padanya. “Tentu saja tidak, aku juga ingin memberitahumu jika kami sudah menghubugi beberapa florist dan membuat janji untuk bertemu hari ini. Jadi, aku datang untuk mengajakmu ke toko bunga itu dan memilih langsung bunga-bunga yang para pengantin itu inginkan.”
Terdiam, Ernest memperhatikan Rosy sejenak sebelum beranjak berdiri setelah menyusun berkas-berkas tadi. “Baiklah, kalau begitu kita bisa pergi sekarang. Aku tidak punya banyak waktu kosong hari ini.”
“Huh? Ah, ya baiklah. Itu lebih bagus.” Rosy buru-buru berdiri dan sedikit tersandung saat kakinya mati rasa karena terlalu lama duduk ketika menunggu Ernest. Dengan sigap Ernest menahan tubuh Rosy dengan memegang lengannya hingga tubuh Rosy menabrak tubuhnya. “Kau baik-baik saja?” tanya Ernest.
Wajah Rosy memerah seperti tomat matang dan wajahnya terasa begitu panas sebelum cepat-cepat menjauhkan tubuhnya dari Ernest. “Y-ya, aku baik-baik saja. Terimakasih.” Jawabnya.
Ernest memastikan Rosy dapat berdiri dengan benar sejenak sebelum melepaskan lengannya dan mengangguk. “Baiklah, ayo kita keluar.” Putusnya kemudian.
Rosy mengangguk lalu segera berjalan dengan kaki sedikit diseret karena mati rasa menuju pintu. Di belakangnya, Ernest mengikuti Rosy dan mengulum senyum geli memperhatikan tingkah malu-malu gadis itu. Ia merasa sikap polos dan naif Rosy benar-benar lucu. Ernest menutup pintu apartemennya lalu memasuki lift menuju parkiran bersama Rosy dalam diam.
Ketika Rosy berjalan menuju mobilnya, Ernest tiba-tiba menahan tangannya dan menariknya ke arah lain. “Huh? Apa yang kau lakukan Tuan Mars? Mobilku ada di sana!” ucapnya dengan panik.
“Kita naik mobilku saja, biarkan mobilmu di sini.” Jawaban Ernest membuat Rosy tercengang. Ia benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Ernest. Tapi setelah ia pikirkan lagi, memang lebih efektif dan efisien jika mereka pergi bersama dalam satu mobil. Akhirnya gadis itu hanya bisa pasrah saat Ernest tetap menarik lengannya hingga membawanya masuk ke mobil sport pria itu.
Diam-diam Rosy mencuri pandang pada Ernest di sebelahnya yang mulai menghidupkan mobil ketika memasang sabuk pengaman. Ia tiba-tiba merasa penasaran pada hubungan Ernest dan juga Lisa. Ia yakin hubungan mereka berdua bukanlah hubungan biasa mengingat betapa mesranya mereka berdua, jika tidak mengingat janjinya tadi, ingin rasanya ia segera menghubungi Anna-sahabatnya-dan memberitahukan semua hal yang ia lihat pagi ini. Ini akan menjadi gosip yang sangat panas di Boston!
“Apa kau sudah sarapan?” pertanyaan tiba-tiba dari Ernest membuat lamunan Rosy buyar, ia menoleh menatap pria di sebelahnya dengan linglung dan mengerjap lucu.
“ah, itu. Aku sudah sarapan di rumah sebelum menemuimu,” katanya.
“Bisakah kita mampir ke kafe dulu untuk sarapan? Aku sangat lapar,” ucap Ernest dengan sesekali menatap Rosy di sebelahnya.
Rosy terdiam sejenak untuk berpikir sebelum akhirnya mengangguk setuju, “Baiklah, kalau begitu aku akan memesan minuman nanti.”
Jawaban Rosy membuat Ernest tersenyum puas dan melajukan mobilnya menuju kafe terdekat.
Tak butuh waktu lama mereka tiba di sebuah kafe yang cukup klasik dan elegan secara bersamaan, mereka turun dari mobil lalu memasuki kafe itu dan mengambil meja di sudut ruangan yang kosong. Ernest lalu memesan makanan dan minuman untuknya dan juga Rosy.
Setelah memesan, Ernest kembali menatap Rosy di depannya dan bertanya dengan nada tertarik, “Apa kau sudah menikah?”
“Hah?” Terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Ernest, Rosy buru-buru menjawab dengan nada panik, “Belum, aku belum menikah. Apa aku terlihat seperti seorang wanita yang telah menikah?” tanyanya balik dengan nada sedikit tersinggung.
Ernest menatap gadis itu dengan intens sejenak sebelum menggeleng dan mengedikkan bahunya acuh, “aku hanya bertanya.” Jawabnya, namun tak lama ia kembali bertanya, “Kalau begitu apa kau mungkin sudah memiliki kekasih?” tanyanya lagi membuat Rosy mengernyit menatapnya dengan aneh.
“Aku sedang tidak memiliki hubungan apapun saat ini.” Jawabnya akhirnya.
“Ah, begitu...” mengangguk paham, Ernest memutuskan untuk berhenti bertanya dan menerima makanannya yang baru dihidangkan oleh pelayan. Sementara Ernest mulai makan, Rosy menikmati kopinya dalam diam dengan pikiran yang kacau.
Ia benar-benar tidak mengerti mengapa Ernest menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu padanya, jujur saja itu membuatnya ingin balik bertanya mengenai hubungan Ernest dan Lisa Romanov. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Rosy memberanikan diri untuk bertanya, “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau... berpacaran dengan Lisa?”
“Kenapa kau ingin tahu?” Ernest melirik Rosy dan tetap melanjutkan makannya dengan tenang, lalu berkata dengan seringai tipis, “Apa kau mulai tertarik pada hubunganku dengan Lisa?”
Rosy mengalihkan wajahnya dari seringaian Ernest, lalu menunduk dan buru-buru meminum kopinya, “tidak juga.” Jawabnya singkat tanpa berani menatap Ernest.
Entah mengapa setiap melihat tatapan pria itu membuat Rosy gugup dan merasa sedang duduk di hadapan binatang buas yang siap memangsanya kapanpun itu. Dalam hati ia meringis merasa tak berdaya.
“Kalau begitu berhentilah penasaran,” ucap Ernest dengan acuh dan menyelesaikan makannya.
Rosy menipiskan bibirnya menahan diri untuk tidak mengumpati pria itu. Sikap pria itu semena-mena dan menyebalkan. Apa menurutnya menjadi tampan dapat membuatnya bersikap begitu semena-mena pada siapapun?“Aku sudah selesai, ayo kita pergi.” Ernest berdiri di tempatnya, melihat itu Rosy juga buru-buru bangun dan hendak berjalan menuju kasir untuk membayar sebelum Ernest menahan tangannya dan menatapnya dengan ekspresi aneh.“Kau mau kemana?” tanyanya dengan kening berkerut.“Aku mau membayar kopiku,” jawab Rosy jujur. Ernest menggeleng dan berjalan melewati gadis itu menuju kasir sambil berkata, “Tidak perlu, biar aku yang bayar. Lagipula kau sudah menemaniku sarapan,” ucapnya dan langsung membayar semua menu yang mereka pesan.Rosy hanya bisa diam di sebelahnya dan mengekori pria itu kembali ke mobil setelah slesai membayar.Di saat yang bersamaan, Anna dan Marcus telah tiba di toko bunga dan sedang
Sekembalinya ia ke gedung Bond Inc setelah makan siang bersama Anna Walkins, Marcus duduk di kursinya dan menghela napas lelah. Pikirannya kembali menerawang memikirkan apa yang terjadi hari ini. Awalnya ia merasa begitu kecewa pada Lisa yang membatalkan janji untuk ke butik bersamanya, namun tanpa ia sadari rasa kesalnya benar-benar menguap selama Anna Walkins berada di dekatnya.Gadis itu entah bagaimana berhasil membuat suasana hatinya terasa jauh lebih baik.Tok Tok Tok“Presdir, ini aku Jody Hills.”Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Marcus, ia menatap pintu di depannya sebelum memberi izin masuk pada Jody Hills-asistennya.Pintu terbuka dan memperlihatkan sesosok pria berambut pirang dengan iris mata berwarna hijau zambrud dan memiliki tinggi proporsional memasuki ruangan Marcus. Pria itu membawa beberapa file di lengannya dan memberikannya pada Marcus. “Ini laporan hasil rapat hari ini, selanjutnya tuan Hendry in
Masih tersisa waktu dua bulan lagi sebelum hari pernikahan Marcus dan Lisa. Tidak banyak hal yang tersisa untuk dipersiapkan oleh Anna mengingat ia sudah menyelesaikan beberapa persiapan dengan baik, tapi hari ini ia mengundang Marcus berserta Lisa untuk melihat gedung resepsi pernikahan mereka yang akan diadakan di sebuah hotel bintang tujuh bernama Star Wash yang cukup terkenal di Boston.Hotel Star Wash terkenal sebagai hotel bintang tujuh yang mewah dan hanya dapat dimasuki oleh para bangsawan kelas satu di kota itu, sejujurnya cukup sulit untuk menyewa salah satu ruangan dengan kapasitas seribu orang untuk sebuah acara mengingat harga sewa yang mahal, tapi itu semua bukan masalah bagi Marcus yang memang memiliki kekayaan bersih miliyaran dollar setiap tahunnya.Dan juga, pemilik hotel itu cukup mengenal Anna Walkins dengan baik sehingga ia bersedia bekerja sama dengannya untuk menyewakan satu gedung khusus untuk hari pernikahan Marcus dan Lisa. Lagipula itu
Sky Hall sangat sesuai dengan rumornya, tempat itu benar-benar indah hingga membuat Anna menatap takjub pada setiap dekorasinya. Ia dapat membayangkan betapa indahnya acara pernikahan yang akan diadakan di sini. Dalam hati ia diam-diam berpikir untuk melaksanakan acara pernikahan di sini juga, namun ia masih belum benar-benar tertarik pada pernikahan.“Tempat yang bagus, tuan Hilton.” Marcus memuji Sky Hall dengan tulus, tatapannya menelusuri setiap sudut tempat dan tersenyum puas.Mendengar pujian Marcus, Hendry tersenyum cerah dan merasa bangga pada dirinya atas pencapaian yang telah ia raih sepanjang hidupnya. Project hotel bintang tujuh ini benar-benar menguras banyak tenaga, pikiran, dan hartanya, namun itu semua sebanding dengan hasil yang telah ia capai.“Terimakasih atas pujianmu, Tuan Bond,” katanya dengan senyum senang menatap Marcus.Kemudian ia membawa Anna dan Marcus untuk berkeliling dan menjelaskan berbagai design da
Pukul tujuh malam di Boston. Rosy melangkahkan kakinya memasuki sebuah bar mewah menggunakan gaun sexy berwarna hitam yang ketat hingga menonjolkan seluruh lekuk tubuh indahnya membuat setiap pria yang melihatnya menelan saliva dengan tatapan lapar.Namun Rosy mengabaikan semua tatapan itu dan duduk di salah satu kursi bar untuk memesan minuman.“Kau terlihat lesu, apa sesuatu terjadi hari ini?” Bryan sang bartender yang telah lama mengenal Rosy mengerutkan kening melihat ekspresi lesu gadis cantik itu, ia menaruh segelas tequilla yang gadis itu pesan dan menopang kedua tangannya di meja menatap Rosy.Tidak langsung menjawab, Rosy mengambil gelas tequilla itu dan meminumnya perlahan. Dahinya berkerut dengan ekspresi kecut merasakan tenggorokannya sedikit terbakar karena alkohol, “Bryan, apa yang akan kau lakukan jika kau melihat seseorang membuatmu harus melihatnya melakukan seks bersama kekasihnya hingga dua kali?”“Mustahil
Rosy menghempaskan tubuhnya di sofa kosong, ia menghela nafas dengan keras sebelum eminum kembali minumannya hingga tandas. Mengabaikan rasa terbakar yang lebih pekat dari sebelumnya membakar tenggorokannya.Tak lama, Ernest juga duduk dan merangkul lengannya dengan tak tahu malu. Rosy menatapnya dengan horor dan berusaha melepas rangkulan pria itu dengan marah.“Apa yang kau lakukan?! Lepaskan!” katanya dengan marah.Ernest mengabaikan bentakan gadis itu dan malah semakin mengeratkan rangkulannya, lalu menundukkan kepala mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu yang sudah memerah karena mabuk.“Berhentilah menolakku,” katanya dengan nada misterius, “aku tidak akan melepaskanmu.” Tatapan intensnya membuat Rosy merinding dan tidak berani memberontak, ia tidak menyangka pria itu akan bersikap semakin kurang ajar padanya.“Bukankah seharusnya kau meminta maaf, Tuan Mars? Kau benar-benar sudah mempermalu
Restoran Athena merupakan salah satu restoran bintang lima yang menjadi tempat kencan terfavorit di Boston. Sebuah rumor menyatakan bahwa seseorang akan memiliki hubungan yang harmonis hingga ke pelaminan jika mereka melamar kekasihnya di restoran itu.Namun, bukan hanya memiliki dekorasi yang mewah, restoran itu juga memiliki berbagai jenis hidangan mewah yang terkenal lezat karena kualitas bahan-bahan makanan mereka adalah yang terbaik dari yang terbaik.Dan ini juga menjadi salah satu tempat favoritnya Marcus untuk berkencan bersama Lisa kekasihnya.Malam ini dia sudah menyewa satu meja VIP khusus untuk makan malam berdua bersama Lisa, ia berharap dapat melepas rindu pada gadisnya yang super sibuk itu.Banyak hal yang harus dia diskusikan dan bicarakan dengan Lisa, karena itu dia menyiapkan segalanya dengan sangat baik untuk membuat Lisa senang.Wine mahal yang lezat, hidangan mahal favorit mereka berdua, dan juga beberapa iringan musik sudah Ma
“Aku akan mengantarmu pulang.” Tawar Marcus ketika mereka baru keluar dari restoran.Anna menggeleng dan menolak ajakan Marcus dengan sopan, “Tidak perlu tuan, aku akan naik taxi saja.”Anna merasa tak enak hati jika harus diantar Marcus pulang. Selama makan, ia terus-terusan menenangkan dirinya dan mengingatkan diri jika Marcus adalah pria yang akan menikah.Ia merasa bahwa Marcus terlalu sopan dan ramah padanya. Sikap pria itu benar-benar dapat membuatnya salah paham, dan ia tidak mau itu terjadi.Namun berbanding terbalik dengan keinginan Anna, Marcus malah tidak menyerah dan semakin memaksa gadis itu untuk pulang bersamanya.“Tolong jangan menolakku, Anna. Itu membuatku semakin merasa bersalah karena sudah memaksamu untuk menemaniku makan malam,” katanya dengan nada sedih.Melihat ekspresi Marcus yang sendu membuat Anna mau tak mau menghela napas dan akhirnya mengangguk menyetujui ajakan pria itu.
Anna menatap kondisi temannya itu dengan prihatin. Dalam hati ia bersyukur tidak mengalami morning sicks separah Rosy yang membuatnya mampu tetap bekerja dan melakukan apapun yang membuatnya terhibur. “Apa ini sudah bulan ke tiga?” tanya Anna sembari memijat telapak tangan Rosy. Ia memutuskan untuk duduk di pinggiran sofa dan mengurus Rosy sebelum pergi ke ruangannya. “Ini bulan ke empat. Kata dokter kemungkinan ini akan berlangsung hingga usia kandungannya memasuki bulan ke enam.”Anna meringis, lalu mengambil tisu dan mengelap keringat di wajah Rosy. “Apa kau sudah sarapan?” tanya Anna lagi. “Sudah, tadi pagi Ernest membuatkanku roti panggang dengan selai apel dan juga memotongkan beberapa apel.” Setelah mengatakan itu, Rosy kembali memejamkan matanya karena setiap ia membuka mata, seluruh ruangan terlihat berputar-putar membuatnya merasa semakin pusing.‘Tok tok tok’“Masuk.” Anna menjawab kepada Sunny y
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Satu tahun terlewatkan begitu saja tanpa masalah yang berarti. Hanya saja rencana resepsi pernikahan Marcus dan Anna harus tertunda selama beberapa bulan karena kondisi Anna yang tidak memungkinkan untuk berada di tempat keramaian. Apalagi usia Kennard yang masih begitu kecil dan rentan membuat Anna khawatir bahwa bayi kecil itu akan kelelahan dan rewel selama mereka mengadakan acara resepsi. Jadi, karena itulah acara resepsi ditunda setelah berdiskusi dengan keluarga Marcus.“Kau akan ke kantor?” tanya Marcus ketika melihat istrinya sedang duduk di depan meja rias untuk berdandan dalam balutan baju kerjanya. Anna menatap Marcus melalui cermin di depannya dan mengangguk. “Ya, ada beberapa design baru yang harus kulihat. Apalagi Rosy sedang mengalami morning sicks jadi dia tidak bisa selalu hadir di kantor untuk terus menggantikanku.”“Kau akan membawa Ken, juga?” tanyanya lagi.“Ya, bersama bibi Jessy.”“Baiklah, kalau begitu aku akan menga
“Apa menurut Bibi aku harus menikah sendirian tanpa Ayah dan keluargaku?” tanya Anna lirih. Ekspresinya seolah ingin menangis memikirkan nasib dirinya sendiri yang dicampakkan oleh keluarga kandungnya. Jessy memandangi wanita itu dengan ekspresi sedih. Bayangan Anna kecil entah mengapa tiba-tiba terlintas di kepalanya. Sosok gadis kecil yang selalu memangis di malam hari itu kini sudah tumbuh dewasa menjadi seorang istri dan ibu yang baik hati. “Bibi tidak mengatakan bahwa Nyonya harus menikah tanpa keluarga Nyonya, tapi apakah Tuan Besar dan para Tuan Muda pernah menganggap Nyonya sebagai keluarga mereka?” Anna terdiam. Ia ingin membantah bibi Jessy namun ia sadar bahwa apa yang wanita paruh baya itu katakan memang benar. Ayah dan para kakak laki-lakinya tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga. Hanya para pelayan dan kepala pelayan yang bekerja di kediaman Mansion Walkins yang menyayanginya.Meskipun Anna dibenci oleh Ayah dan Kakak laki-lakinya, mereka tet
"Aku sudah memikirkannya beberapa hari ini,” ujar Marcus tiba-tiba saat ia dan Anna tengah menikmati waktu makan siang bersama. Anna menghentikan gerakannya dan menatap Marcus dengan bingung, “apa itu?” tanyanya penasaran. “Aku ingin mengadakan acara resepsi pernikahan kita di hari ulang tahunmu.” Hening beberapa saat. Anna menatap Marcus terkejut seolah tidak memahami apa yang baru saja ia dengar dari suaminya. Resepsi pernikahan... Itu bukanlah acara biasa yang bisa Anna putuskan begitu saja. Banyak hal yang harus mereka pikirkan dan persiapkan untuk hal itu. Termasuk restu dari ayahnya. Setidaknya, ia butuh pria itu untuk mendampinginya berjalan di altar sebagai seorang ayah. Marcus yang menyadari perubahan di wajah istrinya merasakan ada yang tidak benar. Apa Anna tidak menyukai idenya? Pikirnya dengan kebingungan. “Kau tidak suka?” tanyanya. Wanita itu menatap Marcus sekali lagi lalu tersenyum dan menggeleng pelan, “aku menyukainya. Bukankah mengadakan resepsi pernikahan a
Hari semakin gelap ketika mereka mencoba satu per satu wahana yang ada di taman itu. Dari semua wahana, Rosy sengaja menyisakan wahana bianglala untuk mereka naiki paling akhir ketika matahari akan tenggelam. Rosy ingin melihat sunset ketika mereka berada di atas bianglala, dan Ernest dengan sabar menuruti semua keinginan istrinya itu.“Selamat sore, Tuan Mars, Nyonya Mars.” Seorang pria berambut hitam mengenakan jas biru muda sedikit membungkuk menyambut Ernest dan Rosy ketika mereka tiba di depan pintu masuk bianglala.Sebelumnya asisten Ernest memang telah menghubungi manajerial taman hiburan jika Ernest dan Rosy akan datang mengunjungi taman itu untuk berkencan. Dan berkat itulah Ernest dan Rosy dapat menaiki semua wahana dengan nyaman tanpa harus mengantri panjang mengikuti pengunjung lainnya.Rosy yang pertama kalinya mendapatkan perlakuan seistimewa itu merasa takjub akan kuasa suaminya. Menjadi kaya dan berkuasa memang sangat menyenangkan!“Halo, George. Kau menjaga taman ini
Tidak banyak hal yang berubah dari hubungan Ernest dan Rosy setelah mereka menikah. Yang berubah hanya sikap Ernest yang semakin posesif setiap harinya terhadap Rosy. Meskipun wanita itu tidak membencinya, namun terkadang sikap Ernest yang terlalu berlebihan membuat Rosy merasa lelah.Seperti saat ini, ketika mereka akan pergi kencan di luar, pria itu terus-terusan mengomentari baju yang Rosy kenakan.“Ganti, itu terlalu pendek.”“Terlalu terbuka, kau bisa kena flu.”“Pria mana yang akan kau goda dengan penampilan itu?”Dan banyak lagi komentar yang pria itu lemparkan padanya hingga akhirnya Rosy hanya mengenakan summer long dress lengan panjang dengan belahan dada yang sedikit rendah.“Please, hentikan itu, Ernest. Kau terlalu berlebihan,” keluh Rosy pada suaminya yang memasang ekspresi curiga dengan kedua alis hampir bersatu.“Kenapa? Apa mungkin memang itu tujuanmu? Memakai baju terbuka untuk menggoda pria lain?” tuduh Ernest dengan ekspresi gelap.Rosy memutar bola mata malas dan
Pagi itu Marcus bangun dengan memandangi sosok indah di depannya. Wajah terlelap istrinya yang tenang, hembusan nafas yang lembut, serta bibir pink merona yang terlihat penuh dan menggoda membuat Marcus ingin memakannya. Tangannya terulur merapikan anakan rambut Anna yang menutupi sebagian wajahnya dan menyisipkannya di belakang telinga wanita itu membuat Anna sedikit mengerutkan kening dan semakin merapatkan tubuhnya pada Marcus. Lagi-lagi pria itu menarik senyum lebih lebar merasakan tubuh Anna yang semakin memeluknya. Ia membalas pelukan itu dan memberi kecupan lembut di kening wanita itu. Rasa takut akan kehilangan wanita itu yang menghantuinya beberapa bulan ini kembali mengusik hati Marcus, membuatnya merasa sesak. ‘Apa yang harus kulakukan agar membuatmu tetap aman?’ batinnya dengan tatapan kosong. “Marcus?” suara Anna yang serak membuat Marcus menunduk, sedikit melonggarkan pelukan untuk melihat wajah wanita itu yang mulai membuka matanya setengah sadar. “Apa aku membangu
Anna terbangun ketika igauan Marcus terdengar di sebelahnya. Ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul dua pagi, dan ini seperti sebuah rutinitas bahwa Marcus selalu bermimpi buruk dan mengigau di tengah malam.“Marcus! Marcus!” suara Anna terdengar mendesak, menarik Marcus dari kedalaman mimpi buruknya, kedalaman rasa putus asanya. “Aku di sini. Aku di sini,” bisik Anna kembali dengan suara yang lembut. Ia memeluk pria di sebelahnya dan mengusap-usap kepalanya.Marcus bangun dan wanita itu membungkuk mendekat padanya, dia menggenggam bahunya, mengguncangnya, wajahnya menggoreskan kepedihan yang mendalam, mata birunya terbuka lebar dan penuh dengan airmata.“Anna,” suaranya merupakan bisikan yang terengah-engah. Rasa takut menodai mulutnya. “Kau di sini,” katanya dengan suara lega ketika netranya menemukan istrinya berada di sisinya.“Tentu saja aku di sini.” Anna terus memberikan usapan lembut di bahu suaminya itu berusaha meyakinkan Marcus bahwa ia ada di sini bersamanya.“Ak
Selama tiga bulan kemudian, tidak ada kabar apapun mengenai keberadaan Lisa maupun Arthur. Dari yang Marcus ketahui adalah Arthur dipecat dari jabatannya di perusahaan milik keluarga Walkins. Ada kemungkinan Tuan Walkins mengurungnya di rumah agar tidak menyebabkan keributan lain, mengingat Marcus telah memberikan peringatan yang keras.Namun, di sisi lain, Ernest menduga bahwa Arthur mengalami patah kaki dan tangan yang parah akibat siksaan Marcus hingga membuat pria itu lumpuh dan tidak dapat bergerak seperti dulu lagi. Hal ini berdasarkan fakta bahwa terlihat beberapa dokter ternama di kota itu beberapa kali mengunjungi kediaman Walkins.Yang manapun itu, Marcus merasa sedikit lega memikirkan pelaku yang telah mencelakai istri dan anaknya mendapatkan balasan yang setimpal, dan ancaman terhadap anak dan istrinya untuk saat ini akan berkurang.“Apa yang sedang kau pikirkan?” suara Anna di depannya menyadarkan Marcus dari lamunan.Wanita itu telah pulih sepenuhnya. Begitupun dengan pu