Selena berulang kali mendengkus. Jujur, ia sangat risih ketika diikuti terus ke mana-mana oleh Lucas. Hingga detik berikutnya, gadis itu berbalik. “Apa kau bisa berhenti mengikutiku, Ksatria Lucas yang terhormat?” ucapnya dengan nada kesal dan dahi berkerut dalam.
Lucas menggeleng dengan wajah datar. “Tidak bisa, Tuan Putri Selena yang cerewet. Tugasku adalah melindungimu, agar tidak terluka barang segores pun.”
“Apa kau mau kupenggal?”
“Dan membuat semua orang tahu kalau putri yang terlihat baik hati ini ternyata sama seperti ayahnya?”
Selena mendelik begitu mendengar ucapan Lucas. “Kau―”
Lucas tersenyum penuh kemenangan. “Lagi pula, aku tahu bagaimana para putri bangsawan itu memperlakukanmu.” Ya, Lucas memang mencaritahunya. Atau lebih tepatnya, tidak sengaja mendengar saat pergi ke pasar.
“Jangan sok tahu!” Selena mendecak. Lalu kembali ke kamarnya dan duduk di sofa dengan wajah cemberut.
“Kau terlihat seperti paruh angsa jika begitu,” celetuk Lucas yang sudah berdiri di seberang mejanya lalu duduk. “Tinggal memakai jubah dari bulu-bulu lalu mengepakkan tangan seperti sayap.”
Selena mendelik, memelototi Lucas. “Bisakah kau keluar sekarang? Kepalaku pusing! Aku ingin istirahat sekarang,” ucap Selena bohong.
“Tidak. Aku tidak akan pergi. Aku akan menjagamu sekalipun kau tidur. Itu kewajibanku”
Selena bangkit, tanpa banyak bicara langsung diseretnya tubuh Lucas. “Keluar dari kamarku!”
Lucas tak bergerak sedikit pun dari duduknya. Pemuda itu justru menguap dan memandangi Selena. “Coba saja kalau kau bisa membuatku keluar.”
“Kau ....” Telunjuk Selena yang teracung pada Lucas pun luruh. “Terserahlah!” Gadis itu langsung mendekati kasurnya dan membaringkan tubuhnya memunggungi Lucas. “Sial! Kenapa bertambah lagi manusia menyebalkan sepertinya sih? Aku ‘kan jadi tidak bisa menyusun rencana kalau begini,” batinnya merutuk, tangan kirinya terus memukuli kasur karena masih kesal. Wajahnya bertekuk, dengan kerutan kening yang semakin dalam.
Karena kedongkolannya, justru membuat Selena benar-benar terlelap.
Hingga setelah beberapa waktu, mata Selena perlahan mengerjap, didapatinya ruangan yang sudah agak gelap. Pertanda hampir petang. “Lynne,” panggil Selena dengan suara khas bangun tidur―masih dalam posisi terbaring. Detik berikutnya, ia menguap dan menutupi mulutnya dengan punggung tangan kanan. “Lynne,” panggilnya lagi karena wanita itu tak kunjung muncul. “Aku ingin mandi, tubuhku sangat lengket.”
Selena bangkit dengan mata setengah terpejam, tubuhnya terasa sangat lengket karena kringat yang dihasilkan seharian ini sekaligus tidur. Selena pun menarik tali punggung gaunnya dan membiarkannya hampir melorot. Sampai ....
“Jangan salahkan aku kalau sesuatu terjadi begitu gaun itu benar-benar terlepas dari tubuhmu.”
Selena tersentak, lantas menahan gaunnya yang sudah menampilkan setengah penutup dadanya. Sejurus kemudian berbalik dan memelototi pemilik suara itu. “K-kau!” Wajahnya merah padam, antara malu dan marah. “Keluar!”
“Kenapa aku harus keluar? Suatu kehormatan aku bisa membantu memandikanmu,” goda Lucas, dengan seringaian.
“Sialan! Kenapa aku bisa lupa kalau manusia ini masih di sini?” batin Selena memaki. Dengan kecepatan super, Selena membenahi gaunnya lalu menatap Lucas dengan tatapan membunuh.
Kaki jenjang gadis itu pun melangkah cepat, mendekati Lucas dan menarik tangannya.
Lucas hanya menurut ketika Selena menariknya. “Hei, santai, Putri.”
Selena melepas malas tangan Lucas begitu Lucas tiba di ambang pintu. Tanpa merespons, Selena menutup pintu kamarnya dari dalam keras-keras hingga menghasilkan bunyi debuman. Gadis itu belum beranjak, masih berdiri bersandar daun pintu. Kedua telapak tangannya menutupi wajah cantiknya yang merah karena malu.
“Kenapa aku bisa seceroboh ini sih?” Selena mengentakkan kakinya beberapa kali. “Tidak, Selena, itu salahnya. Dasar, Ksatria sialan! Mesum! Tidak punya sopan santun!”
Lucas yang masih di luar pintu itu mendengar umpatan Selena, meski sayup. Salah satu sudut bibirnya pun tertarik ke atas, membentuk seringai iblis yang sulit diartikan karena setelahnya kembali luntur.
••0••
Tengah malam di sisi dalam kota Kirilas, pusat pasar gelap di Balzias, Neere memasuki sebuah gang sempit untuk menuju bar kecil di dalamnya. Neere pun memasuki bar dengan pintu tua penuh coretan itu. Ia mendapati tempat itu selalu ramai hilir mudik orang yang membutuhkan informasi. Netranya pun mendapati Ace, seorang pria berwajah sangar dengan codet terlukis di sana sedang menyiapkan pesanan pelanggannya.
Neere berjalan masuk, dan duduk di kursi yang ada di depan meja Ace. “Apa kau sudah mencarikan barang yang aku butuhkan?” tanya Neere pada Ace.
Ace mengangguk. Ia lalu mengambil beberapa barang di laci bawah meja itu, dan langsung memberikannya pada Neere. “Semuanya ada di sini.”
Neere langsung mengecek isinya satu per satu.
“Apa kau akan beraksi lagi?” tanya Ace.
Neere mengangguk. “Ini sudah hampir tiga minggu, dan aku belum beraksi lagi. Aku khawatir dengan anak-anak itu.” Ia lalu menatap Ace. “Bagaimana kondisi mereka?”
“Mereka dalam kondisi baik. Mereka merindukanmu, Neere.”
Neere menghela napasnya. “Setelah aku berhasil menjalan aksi ini, aku akan menjumpai mereka.”
“Baguslah kalau begitu. Berhati-hatilah. Aku rasa, penjagaan di kediaman para bangsawan semakin ketat. Apa lagi, pose wajahmu itu sudah terpajang di seluruh kota. Pasti raja juga sudah mengetahuinya.”
Neere tersenyum sinis. “Tentu saja. Aku juga sudah mempertimbangkan ini. Bukankah ini menarik? Aku jadi terkenal sebagai bandit nomor satu hingga membuat para bangsawan gelagapan dan berupaya menambah keamanan rumahnya.” Perempuan pejuang itu tertawa. Ia kemudian mengikat kembali tali di pembungkus barang yang dicarinya.
Ace juga mengiringi tawanya. “Kau memang seorang singa, Neere.”
“Memang.” Neere pun bangkit dari tempat duduknya, mengikatkan kantung berisi amunisi di ikat pinggangnya. “Kalau begitu aku pergi dulu. Waktuku sudah hampir habis,” ucap Neere.
Ace mengangguk. “Berhati-hatilah, dan jenguk mereka.”
“Kau tenang saja, aku memang sudah merencanakannya.” Neere kemudian beranjak meninggalkan Ace. Saat di depan pintu ia menabrak seorang pria.
“Ah! Maaf ...,” ucap Neere seraya memegangi tudung yang menutupi kepalanya.
Pria yang ditabraknya itu terkesiap ketika mencium aroma yang selalu diingatnya. Ia adalah Lucas. Dengan sigap, Lucas memandangi orang di balik tudung itu. Pun dengan Neere. Keduanya yang beradu pandang seketika terbelalak.
“K-kau!” teriak keduanya bersamaan.
Neere keceplosan. Tanpa pikir panjang, Neere langsung berlari keluar meninggalkan Lucas. Lucas yang tak mau kalah pun berlari mengejar Neere.
“Hei tunggu!” panggil Lucas. Sekuat tenaga pria itu berlari mengejar Neere. “Aku tidak boleh membiarkannya lolos malam ini,” batinnya. Ia lalu melihat sebuah gang kecil, dan masuk ke sana. Ia berusaha menyergap Neere dari sisi lainnya tempat itu.
“Sialan! Kenapa orang itu ada di sini?” batin Neere yang kesal. Ia dalam penyamarannya saat ini, jadi mustahil baginya untuk mengungkapkan identitas dirinya yang sebenarnya. Saat Neere berusaha menuju ke arah hutan, Lucas tiba-tiba saja muncul dari sisi kiri jalan tanpa Neere sadari.
Lucas langsung melompat ke arah Neere seraya merentangkan tangannya agar bisa meraih Neere.
Keduanya kontan terjatuh. Lucas menindih tubuh Neere. Sementara itu, wig silver Neere yang terlepas dan menampilkan rambut cokelat keemasan membuat Lucas membeliakkan matanya.
“Putri ...,” ucapnya lirih.
Ya, itulah kebenaran yang disembunyikan oleh bandit nomor satu di kerajaan ini. Neere adalah nama samaran dari Selena. Sosok yang dilindungi dalam jubah, memiliki rambut perak bulan dan mata merah darah. Bergerak dalam bayang dan cepat seperti kilatan petir.
“Jadi penciumanku saat putri terjatuh tidaklah keliru? Aroma ini telah menuntunku padamu,” batin Lucas yang kemudian membuat senyumnya terbit. Entah kenapa, hatinya tiba-tiba merasa senang. Apakah karena dia berhasil menemukan orang yang ingin diajak berkoalisi? Atau karena bertemu Selena? Ah, tidak. Sepertinya lebih tepat alasan yang pertama.
Neere yang masih tertindih Lucas meringis menahan sakit di punggungnya. “Semoga saja tulangku tidak patah,” rutuk Selena dalam hatinya. Lalu menatap kedalaman mata Lucas. “Apa kau sudah puas memandangiku?” kata Neere dengan wajah kesalnya yang Lucas sudah hafal.
Lucas tergugup, karena masih mematung menyelami iris gadis di bawahnya itu. Ia pun langsung menyingkir dari tubuh Selena dan berdiri. “Jadi, Neere itu adalah kau, Putri Selena?”
Selena bangkit, kemudian mengibaskan debu dari bajunya pun langsung menatap Lucas. “Apa kita pernah bertemu? Kenapa kau seolah mengenali Neere?”
“Kita memang pernah bertemu langsung, Putri,” batin Lucas menjawab. Namun, tidak mungkin Lucas mengatakan dirinyalah yang mencegat Neere malam itu di hutan. Ia pun berdeham, menetralkan kegugupannya. “Beritamu sudah tersebar dipenjuru negeri. Bagaimana mungkin aku tidak tahu siapa itu Neere?”
“Karena kau sudah mengetahui kebenarannya sekarang, kuharap kau tidak membocorkannya pada siapa pun.” Selena meraih wignya yang tergeletak di tanah dan langsung mengenakannya kembali. “Ketika di luar, tolong panggil aku Neere.”
“Apa yang bisa kau berikan padaku untuk rahasia terbesarmu ini?” tantang Lucas dengan senyum jemawa.
“Jaminan kalau kau tidak akan dihukum mati karena menyelinap keluar demi kepentingan pribadi.”
Kening Lucas berkerut. “Bukankah kau sama denganku?”
“Itu benar.”
Kerutan alis Lucas semakin dalam. Ia tidak mengerti dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini.
“Kau menggunakan identitas sebagai ksatria untuk keluar, Ksatria Lucas. Sedangkan aku, menggunakan identitas yang lain. Bukankah ini bisa menjadi masalah serius jika sampai ke telinga raja?”
Lucas melepas tautan alisnya. “Cerdas! Kau bahkan bisa memutar balikan fakta, Putri.”
Selena kemudian berdiri dan menatap Lucas dengan pandangan khasnya. “Lidahku memang dilatih untuk itu, Ksatria Lucas. Jika aku tidak pandai bersilat lidah, aku pasti sudah tertangkap.”
“Tapi kau sudah tertangkap sekarang.”
Kini giliran alis Selena yang bertaut. “Tertangkap?”
Lucas tersenyum sinis. “Benar.” Ia maju beberapa langkah mendekati Selena. “Kau tertangkap olehku, Putri.”
Selena mengedipkan matanya, dan langsung mengalihkan tubuh agar tak berhadapan langsung dengan Lucas. Senyum simpul terlukis di wajahnya. “Jadi, kenapa kau bisa ada di sini?” tanya Selena pada intinya.
“Tentu saja sama sepertimu. Kau pasti juga terbiasa kemari untuk membeli sejumlah informasi, bukan?”
Selena mengangguk. “Hah ... jika kau sudah tahu jawabannya kenapa masih bertanya?” Selena kembali menatap Lucas. “Oh, atau jangan-jangan kau kemari ingin melakukan pemberontakan terhadap raja?”
Skakmat! Memang ini rencananya, tetapi tidak mungkin Lucas mengatakan pada putri musuhnya.
“Aku hanya mencari seorang gadis yang bisa menghangatkanku di musim dingin.”
Selena mendelik, mulutnya menganga. “Aku tidak menyangka, kalau orang sepertimu ternyata sangat hobi bermain wanita.”
“Hei, aku ini seorang pria. Dan sudah pasti lebih tua darimu. Wajar, ‘kan, mencari kesenangan?”
Selena mendengkus. “Sudahlah, aku tidak peduli apa yang kau lakukan. Karena urusanku di sini sudah selesai, aku akan kembali ke istana.” Selena langsung beranjak. Namun, langkahnya harus terhenti ketika Lucas menarik tangan kirinya.
“Ayahmu seorang tiran, kenapa kau melakukan hal berisiko seperti ini?” tanyanya dengan nada biasa, atau bahkan lebih kalem dari saat pertama kali dia menemui Selena.
Selena berbalik, menatap Lucas. “Aku hanya ingin memperbaiki kesalahan ayahku. Mungkin terdengar aneh, karena aku sudah pasti menentangnya. Tapi aku tidak ingin ayahku terus berdosa. Jadi aku mencuri, dan membagikan harta curian pada orang-orang yang memang membutuhkan. Uangku sendiri tidak akan cukup, makanya kuputuskan mencuri di kediaman bangsawan.”
Entahlah, sesuatu mulai bergejolak di hati Lucas. Apakah dirinya sudah tersentuh dengan perkataan Neere yang juga putri yang sempat ia benci?
“Bukankah itu berbahaya? Terlebih kau seorang wanita.” Hanya ucapan itu yang bisa ia loloskan, tetapi sungguh, Lucas juga penasaran.
“Bisa kau lepaskan tanganku dulu?”
Sadar tangannya masih bertengger di pergelangan Selena, Lucas melepasnya. “Maaf.”
Kening Selena berkerut samar. “Maaf? Kenapa Ksatria Lucas yang kurang ajar dan tidak punya sopan santun tiba-tiba menjinak?” kata Selena.
Lucas berdecak. “Karena aku tersentuh dengan kisah Neere, bukan kau, Putri Selena.” Pemuda itu pun bersedekap menatap ke sembarang arah. “Oh, ya, jangan lupa jawab pertanyaanku.”
“Dasar orang menyebalkan!” kutuk Selena dalam hatinya. Diembuskan pelan-pelan napasnya. “Tidak masalah siapa atau apa jenis kelaminnya jika hanya ingin melakukan kebaikan. Hm ... aku harus kembali sebelum Lynne menyadari kepergianku.” Ditatapnya manik Lucas yang masih terkunci pada dirinya. “Kalau kau masih penasaran, nanti kuceritakan. Kita masih punya banyak waktu bersama. Oh, ya, aku masih marah padamu.”
Selena berlalu, menunggangi kudanya dan melesat. Meninggalkan Lucas yang masih mematung dengan seulas senyum aneh.
“Marah?” Lucas menatap arah kepergian Selena, walau gadis itu sudah tak ada. Setelah senyumnya padam, pemuda itu berpikir sejenak. Belum ada niatan untuk memberitahukan info penting ini pada Delmar, Calvin, bahkan Cassius sekali pun. “Sepertinya aku harus menyelidikimu lebih jauh lagi, Selena. Kuharap, kau tidak akan mengecewakanku.”
Selena berulang kali mondar-mandir dan mendengkus di kamarnya. Sebentar lagi akan pagi dan sedikitpun ia belum bisa tidur karena memikirkan kejadian semalam. Seseorang sudah mengetahui identitasnya sekarang. Bagaimana kalau orang itu sampai membocorkannya pada ayahnya? Atau bangsawan lain?“Argh! Kenapa sih, harus orang itu? Ck!” Selena mendaratkan pantatnya di tepi kasur. Kedua tangannya dilipat ke depan dada, mulutnya manyun cemberut. Kemudian mengembuskan napasnya kasar. “Sebaiknya malam ini aku bergerak.”Selena mengambil sebuah kotak dari kolong nakasnya. Kemudian dibuka dengan kunci yang tersembunyi di dalam vas bunga. Diambilnya isi dalam kotak itu berupa kertas yang terlipat-lipat. Lalu dibentangkan. Selena tidak peduli jika posisinya sekarang duduk di lantai, toh itu tidak penting baginya.
“Kediaman Rhodes baru saja kecolongan. Neere berhasil membuka gerbang harta dan membawa sejumlah permata.” Sirius masih tenang mendengarkan penjelasan abdi yang selalu menyertainya itu. Entahlah, ia hanya merasa tertarik dengan topik yang dibawakan Tristan. Neere. Juga penasaran siapa orang di balik nama itu. Meski hatinya juga bertanya, kenapa Neere tidak berniat mencuri di kerajaan? “Oh, ya!” Suara antusias Tristan yang biasanya kaku menyadarkan lamunan Sirius. “Kata para pengawal yang menyergap Neere di kediaman Rhodes, Neere membawa seorang rekan.” “Rekan?” Sirius mengernyit. Bukankah Neere itu independen? Kenapa tiba-tiba membawa rekan? Tristan mengangguk. “Seorang pria. Begitu kata mereka. Hanya saja pria itu juga Sirius diam sesaat. “Ak―” Baru akan bicara ucapan Sirius terpotong kala seorang butler mengetuk pintu ruangannya. “Salam kepada Yang Mulia Agung Kerajaan Blazias.” Sirius mengangguk. “Apa yang ingin kau sampaikan?” “Hamba hanya ingin menyampaikan, kalau semua a
Selena duduk di lantai kamar, tak peduli kalau dirinya adalah putri raja. Lucas yang melihatnya pun geleng-geleng kepala.“Apa begini kelakuan putri kerajaan?” celetuk Lucas.Selena menatap tajam Lucas. “Kenapa? Kalau kau tidak suka, kau boleh keluar dari kamarku. Biar aku yang urus ini sendiri.” Gadis itu fokus kembali pada pecahan berlian yang berhasil ia pukul dengan martil. “Dasar manusia merepotkan.”“Apa katamu?” sulut Lucas tak terima. Ia lantas bangkit dari tempat duduk dan berjongkok di hadapan Selena. “Coba katakan sekali lagi.”Selena mendongak, kedua pasang mata itu berserobok. “Dasar kau
Selena mengerjap kala merasakan ada yang memanggil, berikut guncangan ringan di bahunya. Di dapatinya Lynne dengan muka panik.“Astaga, Putri. Ayo bangun. Ini sudah tengah hari dan kau masih saja tertidur?”Selena menguap, ia pun duduk dengan gaun tidurnya. “Oh ayolah, Lyn. Aku masih sangat mengantuk.” Selena mengucek kedua matanya dengan tangan seperti anak kecil baru bangun tidur. Rambut bergelombangnya pun tampak berantakan. Selena lalu memandangi Lynne dengan matanya yang masih setengah terpejam.Tidur dini hari setelah ke panti dan hanya mendapat beberapa jam untuk istirahat. Bahkan kantung matanya pasti sudah mewakili kondisinya saat ini.“Sebenarnya apa yang kau lakukan, Pu
Selena berjalan mondar mandir di kamarnya. Sesekali diam berpikir, meremas gaun, bahkan duduk lalu mondar-mandir lagi.“Astaga, kenapa ucapan manusia cabul itu masih saja terekam di otakku dengan jelas?” Selena mengutuk dirinya sendiri. Ini salahnya, tidak seharusnya menggoda Lucas yang mata keranjang. Sekarang, ia harus lebih berhati-hati dan berjaga-jaga di saat kesehariannya memang diawasi pemuda itu.Selena dilema. Di samping berusaha menjaga jarak, ia juga ingin agar Lucas menemaninya ke pasar. Ya, meskipun bisa saja dirinya pergi sendiri. Namun, Lucas tetaplah ksatrianya. Memang tugasnya, ‘kan, melindungi Selena?“Ngomong-ngomong, di mana manusia itu?” Selena mengedarkan pandangan kala tak mendapati pemuda itu di sekitar kamarnya. Lalu, di
Terkejut? Sudah pasti. Itu yang dirasakan Selena kala tahu siapa Lucas sebenarnya. Berbagai pikiran negatif muncul, terlebih menyangkut balas dendam Lucas. Selena tahu ujungnya, pasti akan ada yang berakhir atau mati dari salah satu pihak. Namun, Selena tidak ingin ayahnya berakhir demikian.Jadi, satu-satunya upaya untuk mencegah itu terjadi adalah dengan membangun kesepakatan.“Kesepakatan apa yang kau inginkan?” tanya Lucas kemudian.Selena mengembuskan napas secara perlahan, lalu menghirup udara kamar Lucas. “Aku akan membantumu melengserkan ayahku.”Kening Lucas mengernyit, seulas senyum tak percaya juga terbit. “Membantuku? Apa kau sedang bergurau? Bagaimana mungkin seorang putri
Lucas hanya terkekeh melihat sikap Selena yang seperti anak kecil. Gadis itu pasti masih marah karena ucapannya. “Hei, apa kau masih marah padaku?” Lucas mengambil tempat duduk di samping Selena.Selena menatapnya tajam. “Jelaskan padaku, bagaimana aku tidak marah saat ada orang lain yang justru mengiakan ucapan orang asing kalau kita berjodoh dan akan punya anak di saat aku sudah punya tunangan?”Selena nyerocos tanpa titik dan koma. Lucas dibuat takjub dengan kecerewetannya. Ia pun menyandarkan punggung seraya bersedekap. “Lagi pula, kekasihmu itu tidak ada di sini. Kau tenang saja.”“Tetap saja aku tidak suka! Jangan harap kau akan dapat maaf dariku!” Selena memperingati. Wajahnya memerah kesal, tetapi justru membuat Lucas m
“Kau yakin adikmu ada di sini?” tanya Selena yang sedang dalam mode penyamaran, mencari keberadaan adik Lucas yang bernama Antanas Cauliz Yevgeny di Zenas.“Ya. Adikku dijadikan budak pekerja di sini.” Zenas adalah wilayah bagian barat kerajaan Blazias. Banyak bangsawan mendiami tempat itu selain ibu kota.Selena melihat ke arah yang dimaksud. Dalam saujananya, pemuda yang mungkin seumuran dengannya tengaha memanggul kendi berisi air. Rupanya mirip Lucas, tetapi tubuhnya kurus juga penuh luka.“Budak bisa ditebus jika kita punya harga yang lebih tinggi dari pembelian mereka semula. Jadi ... aku minta bantuanmu untuk melakukannya,” kata Lucas. Wajahnya terlihat sendu. Barang kali terluka hati sebab mendapati anggota keluarganya
Sesuai janjinya, Lucas menemani Selena ke penjara. Namun, pemuda itu memilih menunggu di luar dan Selena justru terbantu.Gadis itu melangkah pelan menyusuri penjara yang gelap. Bau tidak sedap terperangkap dalam indra penciumannya. Setelah selama ini hidup dalam cahaya dan segala fasilitas, kini ayahnya harus tinggal di tempat mengerikan dan kotor seperti ini.Langkah Selena kemudian berhenti, tepat setelah berdiri di depan penjara paling ujung dan gelap. Sosok di dalam penjara itu memunggunginya. Meski begitu dan ruangan gelap, Selena sudah tahu siapa dia."Ayah ...," panggil Selena parau. Sejak tadi ia memang menahan tangisnya. Orang yang dipanggil seketika berbalik. Dari cahaya obor yang temaram Selena bisa melihat jelas raut orang tua satu-satunya itu."Selena?" Sirius langsung berjalan mendekati putrinya yang mematung di depan penjara. Sirius tampak cemas. Matanya membulat lebar, seraya bergerak memindai tubuh putrinya. "Kau baik-baik saja, bukan? O
Lucas membaringkan Selena yang masih belum sadarkan diri di atas pembaringan di mansion milik keluarganya dahulu. Diam-diam, Lucas melumpuhkan penjagaan di sana dan merebut kembali apa yang memang jadi miliknya.“Delmar dan Calvin berhasil menerobos istana. Kenapa kau masih saja di sini mengurusi putri musuhmu?” celetuk Antanas yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar.Ya. Ini adalah kamar Lucas dahulu. Tidak tahu mengapa, tempat ini bahkan masih terjaga. Apakah Sirius sengaja menjaganya? Namun, pendapat itu ia tepis segera.“Dia terluka, Antanas,” jawab Lucas tenang. “Yang bersalah adalah ayahnya. Bukan dia.” Mata Lucas masih memaku tatap wajah Selena yang memang meneduhkan dan sejuk dipandang. Bulu-bulu mata yang lentik, hidung bangir, juga bibir merah mudanya yang menggoda.“Benarkah? Kenapa kau menjadi orang yang melankolis, Kak? Padahal, saat itu kau
Selena berulang kali mengembuskan napasnya gusar. Malam ini, mereka akan menyerbu kediaman Sebaste. Semoga saja semesta mendukung mereka. Lucas mendapat tahtanya, dan ia akan mendapat kebebasannya.Gadis itu menelentangkan tubuhnya di atas kasur. “Aku benar-benar menantikan hari itu. Tidak perlu ada etiket, tidak perlu menjaga ini dan itu. Aku ... aku akan bisa menjadi diriku sendiri.” Ia tersenyum kala membayangkan hari-hari itu datang.“Tapi ... apakah Evan akan ikut? Atau ... dia akan menetap di Evanthe?” Rautnya mendadak sedih. Selena belum menanyakan hal ini pada Evan. Ia tidak tahu, apakah memaksanya ikut ke luar istana akan membuatnya setuju.Rencana, Selena akan bilang setelah segel berhasil direbut dan Lucas naik tahta.“Selena.”Suara itu menyadarkan lamunan Selena. Buru-buru ia terduduk dan mendapati Sirius sudah ada di dekatnya. Sej
Selena duduk malas di kursi panjangnya. Mulutnya tak henti mengunyah roti sisa semalam. Roti sisa? Selena tak keberatan. Ia sedang kedatangan tamu bulanan. Nafsu makannya bertambah besar dan banyak. Diam-diam, Selena juga mengirimkan makanan di pesta istana pada anak-anak di panti.Saat Selena akan mencomot lagi roti di piring di atas meja. Tangannya tak mendapati makanan itu di posisinya. Sontak ia menoleh, mendapati Lucas yang memegang piring itu dan menjauhkannya dari Selena.“Apa kau ingin menjadi babi? Sejak pagi hobimu makan dan malas-malasan seperti ini.”Selena mengernyit. Lagi-lagi Lucas bertindak menyebalkan seperti ini. Padahal Selena yang sedang kedatangan tamu bulanan, perutnya sakit dan emosinya labil. Lantas kenapa harus Lucas yang terus mengomel?“Cerewet! Sini kembalikan rotiku!” Selena hendak merebutnya, tetapi Lucas malah mengangkat dan menjauhkan piring itu
Festival kerajaan sudah dimulai. Para pemuda termahsyur di Blazias dan pangeran kerajaan lain tengah mengadakan festival berburu. Selena duduk dan mengharap dengan cemas.“Ck! Begitu saja kau sudah khawatir!” celetuk Lucas yang menarik perhatian Selena.“Tahu apa kau?” Selena tak terima. Bisa-bisanya Lucas tiba-tiba bicara pedas seperti itu.“Dia itu laki-laki. Tidak mungkin akan sekarat hanya karena festival berburu,” kata Lucas lagi.Selena mendelik. Apa sebenarnya yang terjadi pada ksatria tak bergunanya ini? Kenapa lidahnya begitu ringan bicara?“Sebenarnya kau ini ada masalah apa? Apa kau sedang kedatangan tamu bulanan?” tanya Selena dengan nada meninggi, tetapi terkendali. Tamu bulanan? Selena terkekeh dalam hatinya. Apakah lelaki juga bisa sensitif seperti itu?Lucas hanya bergeming. Bibirnya seolah terka
Matahari sudah berada di sudut empat puluh lima derajat dari permukaan bumi. Istana sibuk mempersiapkan festival panen tahun ini. Namun, Selena masih belum beranjak dari tempat tidurnya. Ia baru kembali fajar tadi. Wajar, bukan, jika masih mengantuk?Lelapnya kemudian terusik, ketika mendengar suara pintu kamarnya diketuk begitu kerasnya. Ia akhirnya mengerjapkan matanya dan duduk dengan kondisi rambut yang masih acak-acakan, Selena melangkah dengan gontai menuju pintu.Ketika ia membuka, tampak Lynne sudah berdiri tegap di sana.Selena menguap dan menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Ada apa, Lyn? Kenapa kau mengusikku di pagi buta seperti ini?” kata Selena dengan suara serak khas bangun tidur.“Putri, apa yang barusan kau katakan? Ini sudah hampir siang, dan kau malah belum bangun?” Lynne menggelengkan kepalanya heran. “Sebaiknya kau bersiap sekarang, atau Pangeranmu itu akan mati berdiri melihatmu seperti ini?”
“Kau yakin adikmu ada di sini?” tanya Selena yang sedang dalam mode penyamaran, mencari keberadaan adik Lucas yang bernama Antanas Cauliz Yevgeny di Zenas.“Ya. Adikku dijadikan budak pekerja di sini.” Zenas adalah wilayah bagian barat kerajaan Blazias. Banyak bangsawan mendiami tempat itu selain ibu kota.Selena melihat ke arah yang dimaksud. Dalam saujananya, pemuda yang mungkin seumuran dengannya tengaha memanggul kendi berisi air. Rupanya mirip Lucas, tetapi tubuhnya kurus juga penuh luka.“Budak bisa ditebus jika kita punya harga yang lebih tinggi dari pembelian mereka semula. Jadi ... aku minta bantuanmu untuk melakukannya,” kata Lucas. Wajahnya terlihat sendu. Barang kali terluka hati sebab mendapati anggota keluarganya
Lucas hanya terkekeh melihat sikap Selena yang seperti anak kecil. Gadis itu pasti masih marah karena ucapannya. “Hei, apa kau masih marah padaku?” Lucas mengambil tempat duduk di samping Selena.Selena menatapnya tajam. “Jelaskan padaku, bagaimana aku tidak marah saat ada orang lain yang justru mengiakan ucapan orang asing kalau kita berjodoh dan akan punya anak di saat aku sudah punya tunangan?”Selena nyerocos tanpa titik dan koma. Lucas dibuat takjub dengan kecerewetannya. Ia pun menyandarkan punggung seraya bersedekap. “Lagi pula, kekasihmu itu tidak ada di sini. Kau tenang saja.”“Tetap saja aku tidak suka! Jangan harap kau akan dapat maaf dariku!” Selena memperingati. Wajahnya memerah kesal, tetapi justru membuat Lucas m
Terkejut? Sudah pasti. Itu yang dirasakan Selena kala tahu siapa Lucas sebenarnya. Berbagai pikiran negatif muncul, terlebih menyangkut balas dendam Lucas. Selena tahu ujungnya, pasti akan ada yang berakhir atau mati dari salah satu pihak. Namun, Selena tidak ingin ayahnya berakhir demikian.Jadi, satu-satunya upaya untuk mencegah itu terjadi adalah dengan membangun kesepakatan.“Kesepakatan apa yang kau inginkan?” tanya Lucas kemudian.Selena mengembuskan napas secara perlahan, lalu menghirup udara kamar Lucas. “Aku akan membantumu melengserkan ayahku.”Kening Lucas mengernyit, seulas senyum tak percaya juga terbit. “Membantuku? Apa kau sedang bergurau? Bagaimana mungkin seorang putri