Di pintu masuk vila, ada dua pengawal berjas dan berkacamata hitam. Mereka seperti dua pohon pinus hijau, berdiri tak bergerak di kedua sisi pintu.Rose berjalan ke pintu masuk dan terkejut melihat kedua pengawal itu.Ia mengenali mereka. Mereka adalah pengawal utama keluarga Ares. Mereka biasanya akan mengikuti Kakek Ares kemanapun ia pergi.Kalau Kakek Ares berkunjung, sesuatu yang besar pasti telah terjadi.Rose ragu-ragu apa akan masuk atau tidak. Segera, Jay menyusulnya. Ketika ia melihat kedua pengawal itu, ia mengerutkan alisnya tanpa sadar.Aku rasa aku tidak akan masuk, Tuan Ares. Rose berbalik dan menuju taman di sebelah kanannya, tetapi Jay tiba-tiba mengulurkan tangan dan meraih tangannya.“Kakek ada di sini. Mungkin ia ingin berdiskusi denganmu tentang hak asuh Robbie, "kata Jay.Rose bisa menebak niat Kakek Ares, tapi ia sama sekali tidak ingin berbicara dengannya. Ia menatap Jay, tatapan ragu-ragu di matanya. Menurutmu ia ada di sini untuk berdiskusi denganku?Da
“Aku tidak bisa menerimanya.” Rose memprotes dengan kesal.Kakek Ares memandang Rose dengan kaget. Tidak hanya ia menolak dua miliar, ia juga memiliki keberanian untuk memprotes.Ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan berbicara dengan nada lembut tapi agak mengancam, "Maka kau tidak akan mendapatkan satu sen pun, dan juga kehilangan hak asuh atas anakmu."Rose menatapnya, matanya penuh kebencian. Ia menantangnya dengan nada provokatif, "Kakek Ares, kau bisa menggunakan segala macam cara untuk merebut hak asuh Robbie, tetapi kau tidak akan pernah bisa meyakinkanku untuk menyerahkannya kepada keluarga Ares."Tatapannya menjadi lebih dingin.“Kalau aku tidak mau menyerahkannya, apa perbedaan antara kau dan pencuri?” Rose menjawab, suaranya penuh dengki.Kakek Ares dengan marah menghantamkan tinjunya ke meja kopi, menyebabkan cangkir teh jatuh dan pecah.Jay mendengar suara keras dari dalam rumah. Ia dengan cepat berlari ke dalam.Ia melihat Kakek Ares dengan mata merah dan memelot
Dalam hati Kakek Ares, Jay adalah kebanggaan dan kegembiraan terbesarnya. Ia telah membesarkannya untuk menjadi pewaris yang sempurna. Ia tidak akan membiarkan gadis sembrono itu menjadi satu-satunya noda dalam reputasi cucunya.“Membiarkannya tinggal di sini bukanlah ide yang bagus. Dua orang lajang seperti kalian tinggal di rumah yang sama mungkin memberikan kesan yang salah bagi sebagian orang,” kata Kakek Ares sambil memandang Jay, suaranya dingin dan tegas.“Kakek, Jens membutuhkan seorang Ibu, dan Robbie lebih membutuhkannya. Ia harus tetap di sini. Aku juga membutuhkannya.”Jay selalu menjadi orang yang beropini yang kuat.Kakek Ares menatap mata Jay dan melihat tatapan yang tidak pernah ada sebelumnya. Ia mengenal Jay terlalu baik. Begitu ia memutuskan sesuatu, ia akan gigih untuk melaksanakannya.Ia akan bertahan dengan keputusannya, tidak peduli resikonya.“Anak perempuan tidak sah dari keluarga Loyle telah dua kali bercerai. Kenapa harus Rose?” Kakek Ares bertanya den
“Rose Loyle, apa kau bersedia menikah lagi dengan Jay?” Kakek Ares berkata terus terang.Mata Rose membelalak. Ia tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Tentunya ia salah dengar?Impiannya untuk menjadi Nyonya Ares tiba-tiba saja terwujud?Ia seharusnya melompat kegirangan.Tapi, sekarang ia tidak merasakan sedikitpun kegembiraan.Pernikahan tujuh tahun sebelumnya dengan Jay adalah bencana.Selama waktu itu, ia direndahkan, menahan rasa sakit, dan berjuang.Cintanya yang membara padanya telah dipadamkan oleh ketidakpedulian Jay.Ia bahkan tidak mampu untuk jatuh sakit. “Tidak, tidak bisa,” katanya dengan suara rendah.Ia pikir ia akan dengan senang hati mengatakan ya, tetapi untuk beberapa alasan, ia menolaknya?Menikah dengannya sudah lama menjadi impiannya, bukan?Wajah Jay membiru.Kakek Ares memandang Jay yang putus asa dan bertanya-tanya. Cucunya adalah satu dari sejuta, tetapi entah bagaimana Rose menolaknya. Ini benar-benar tidak terduga."Jay, kau harus tahu
Ketika ia mengulurkan tangan untuk mengambil kain itu, Rose tiba-tiba membalik dan menutupi seluruh papan gambar dengan tubuhnya. Tangannya mencengkeram kain itu erat-erat. "Apa yang kau gambar kali ini?" Jay berjongkok di depannya dan bertanya dengan curiga. Rose mengangkat kepalanya untuk melihat Jay dan berkata dengan malu-malu. "Keterampilan menggambarku sangat buruk. Kau lebih baik tidak melihatnya." Jay tiba-tiba mengangkatnya dengan kedua tangannya. Wajah Rose pucat karena terkejut. Ia memeluk papan gambar dengan erat. Cengkeraman Rose semakin erat menggegnggam papan gambar, semakin membuat Jay penasaran. "Enyahlah." Jay menahan tawanya saat melihat ekspresi Rose, seolah-olah hidupnya bergantung pada gambar itu. Ia tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan mengangkat wajahnya. Ia membungkuk lebih dekat padanya dengan nakal. Bibirnya hampir menyentuh bibir Rose, dan ia bisa merasakan kegugupannya. Tangannya tiba-tiba menarik papan gambar dari cengkeraman Rose. Ia meletak
"Mm," ia mengangguk setuju. Telepon Rose tiba-tiba berdering. Rose melihat nama Sean di telepon dan terkejut. Ia ingat peretas yang menyusup ke jaringan Eminent Honor memiliki IP yang berasal dari Bell Enterprise. Rose berusaha setenang mungkin dan mengangkat telepon. "Tuan Bell!" "Kita bukan lagi orang asing, Rose. Kenapa kau terdengar begitu formal? Panggil saja aku Sean," suara hidup Sean terdengar melalui telepon. "Ya, Sean," kata Rose. "Kudengar Kakek ada di Kaki Langit Berwarna. Apa ia memberimu masalah?" Tanya Sean cemas. "Tidak," jawab Rose dengan tenang, "Tapi ia bilang aku tidak cocok tinggal di sini." Sean langsung bersemangat. "Jadi, apa kau berencana pindah? Jangan khawatir, Rose, aku memiliki banyak properti. Aku bisa membiarkanmu tinggal di tempatku secara gratis." Jay bisa mendengar suara bersemangat Sean melalui telepon, yang membuatnya marah. Rose punya ide berbeda. 'Aku ingin tahu apa aku bisa menemukan rahasia di balik serangan Bell Enterprise
Ketiga anak lucu itu berdiri di depan Rose saat ia berjalan keluar dari rumah keluarga Ares sambil menarik kopernya. "Aku tidak ingin kau pergi, Mommy," Jens berlari ke arahnya dan memeluknya erat. Robbie dan Zetty juga menghampiri dan mencengkeram tangan Mommy. Rose berlutut dan meletakkan tangannya di pipi Jens. "Jens, kalau Mommy sudah menetap di rumah baru, kau bisa ajak Ayah sering-sering datang mengunjungi Mommy ya?" Ia berkata dengan lembut. Jens diam. Ia mengalihkan pandangannya ke Jay. Jay mengangguk. Ia akan mengganggu Rose setiap hari. Rose memiliki banyak pertanyaan ketika ia terus berjalan dengan Robbie dan Zetty di belakangnya. Ia mengira Jay akan menghentikannya membawa Robbie pergi, tetapi ia terkejut Jay tidak melakukan perlawanan. 'Itu bukan gayanya!' Mobil Sean diparkir di depan vila dengan bagasi terbuka. Ketika Rose hendak membawa koper yang berat ke dalam bagasi, Jay tiba-tiba bergegas mengambil pegangan kopernya. "Biarkan aku." Ia mengangkat
Sean memutar balik mobil dan pergi menuju Vila Awan. "Tempat ini sangat dekat dengan Kaki Langit Berwarna." Rose tidak dapat mengingat berapa kali ia pindah rumah selama tujuh tahun terakhir. Setiap kali ia pindah, ia merasa sedih karena ia seperti daun yang tertiup angin; selalu mengembara, tidak pernah bisa tenang. Ia mengambil keputusan saat ia melihat Vila Awan. Ia akan menabung cukup uang dan membeli rumah untuk dirinya sendiri. Robbie dan Zetty adalah anak yang baik. Mereka membantu meringankan beban Mommy kapan pun mereka bisa. Sean membawa Rose ke rumah barunya. Rumah itu tidak semewah rumah Jay, tapi rumah empat kamar itu sangat mewah untuk Rose. "Terima kasih, Tuan Bell," kata Rose penuh terima kasih. Sean tersenyum. "Tuan Ares memberiku uang sewa satu juta. Jangan khawatir!" Sean mengangkat panggilan telepon dan buru-buru pergi. Rose dengan cepat menghentikannya. "Aku sedang mencari pekerjaan, Tuan Bell. Apa kau bisa membantuku?" Ia berkata dengan malu-malu