Share

Bab 95

Penulis: yanticeudah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ruang tamu rumah tersebut tampak kosong tak ada perabot apa pun di sana, hanya ada bekas ban motor diparkirkan di ruangan ini. Farid masuk ke ruang keluarga terdengar suara seorang perempuan memanggil Ratih.

“Ratih? Kau kah itu Nak?”

Suara perempuan itu berasal dari salah kamar satu-satunya di rumah itu, Farid masuk ke kamar tersebut, terlihat seorang perempuan yang paruh baya berbaring lemah di ranjang tua.

“Bukan Bu, saya temannya Ratih, maaf Bu saya langsung masuk ke rumah, dari tadi saya mengucapkan salam tak ada yang menyahut, jadi aku langsung masuk saja,” ucap Farid.

“Oh, ndak apa-apa, masuklah kemari, Ibu Ndak bisa bangun, apa kamu mencari Ratih?” Farid masuk ke kamar Ibunya Ratih yang sedang berbaring sakit. Farid mengangguk.

Ia memindai seluruh kamar, ada lemari tua samping kiri rtemoat tidur dan ada meja kayu di Kananya, di tas meja ada tudung saji kecil, sepertinya nasi untuk makan siang yang diletakkan oleh Ratih tadi pagi.

“Duduklah Nak, sepertinya Ibu tidak pernah meli
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Denti Sarma
nggk ada ujungnya.
goodnovel comment avatar
Andi Yusuf
gedek banget ceritanya seemprit seemprit
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 96

    Flash back.Ratih sibuk menghubungi nomor Seruni ketika kabar Seruni pindah sampai ke telinga Ratih dari orang lain.“Kemana anak itu? Kenapa dia tak memberi tahuku jika dia mau pindah dari kemarin-kemarin, kenapa mendadak begini?” gerutu Ratih sambil terus menghubungi Seruni melalui ponselnya.Tapi tetap saja tak diangkat. Setelah memesan ojek online Ratih memasukkan benda pipih itu ke dalam saku rok sekolahnya.Tak lama kemudian ojek yang dipesan oleh Ratih pun tiba di depan sekolah. Ia segera naik setelah memakai helm yang diberikan oleh Bang ojol.“Ke perumahan Indah permai ya Mas,” ujar Ratih, Bang ojol mengangguk, motor berjalan pelan karena kemacetan, Ratih kelihatan gelisah duduk di jok belakang.“Mas cepetan!” “Macet Neng, gimana mau cepat,” jawab sang ojol. Satu jam kemudian barulah Ratih tiba di perumahan elite tersebut. Ia segera masuk ke rumah bertingkat dua itu setelah mengucapkan salam, seorang asisten rumah tangga membukakan pintu untuknya.“Masuk Neng Ratih.” Ratih m

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 97

    Flash backSeruni pulang ke rumahnya di antar oleh Rendy pagi itu, Seruni mengaku kalau dia pulang dari Rumah Ratih.Seruni langsung masuk ke kamar dan menangis, ia membenamkan wajahnya di bantal menangis sesenggukan. Entah kenapa ia melakukan kesalahan terbesar menyerahkan keper*wan*nnya pada Rendy, orang yang baru sesaat menjadi kekasihnya.Seruni bangun dari tempat tidur, ia masuk ke kamar mandi, ia memutar kran shower, ia basahi seluruh tubuhnya dengan air, sambil menangisbsesegukan.“Aku sudah tak suci lagi, aku tak suci lagi,” isaknya. Penyesalan datangnya belakangan, nasi sudah menjadi bubur.Cukup lama Seruni duduk dalam guyuran air shower, ia menangis tersedu menyesali perbuatannya, bisa-bisanya ia terpedaya oleh ajakan Rendy.“Seruni! Seruni!” panggil Sandika.“Aku di kamar mandi Kak!!” sahut Seruni.“Oh ya sudah, Kakak pikir kemana kok nggak keluar-keluar dari kamar,” ujar Sandika.Esoknya Seruni berkunjung ke rumah Ratih, ia tak sanggup menyimpan semua ini sendirian, ia s

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 98

    Farid mendengarkan cerita dari Ratih dengan seksama, ternyata inilah yang disembunyikan oleh keluarga Pak Hartono tentang Seruni. “Jadi dimana anak Seruni Sekarang?” tanya Farid. “Aku tak tau dimana, katanya anaknya diserahkan kepada orang tua angkat di Bali,” ucap Ratih. Farid manggut-manggut. “Apakah Seruni tidak meminta pertanggung jawaban pada Rendy, setelah mengetahui kalau dia hamil?” tanya Farid masih belum jelas dengan cerita yang disampaikan Ratih. “Sudah, tapi Rendy tak mau bertanggung jawab, ia tak mau mengakui kalau yang ada dalam rahim Seruni itu anaknya, lagi pula Papa Seruni tak ingin anaknya menikah secepat itu.” “Kemudian mengapa dia bisa ke Kairo?” “Seruni menamatkan SMA nya dengan homeschooling, setelah satu tahun barulah dia kuliah ke Kairo, katanya dia ingin belajar agama,” Ratih menyudahi ceritanya. “Apa Ibumu mengetahui semua ini?” tanya Farid. “Ya, dia mengetahuinya, Ibuku mengetahui semuanya tentang Seruni,” ucap Ratih. Hidup Ratih kini sangatlah suli

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 99

    “Gendhis, kelihatannya Bang Farid masih mengharapkan kamu,” ujar Ukhti Aisya.Deg!Gendhis terkejut, mungkinkah Farid masih masih mengharapkannya sementara sudah bertahun-tahun yang lalu Gendhis tak pernah bertemu Farid lagi.“Tidak mungkin Ukhti, Bang Farid kan sudah bertunangan, lagi pula cinta kami terhalang restu, Mamaku dan Emaknya tak merestui hubungan kami,” ujar Gendhis.“Tapi jodoh tidak ada yang tau bukan, ini buktinya ternyata kamu belum menikah, dan dia juga sedang bermasalah sama calon istrinya,” ucap Ukhti Aisya.“Kalau dia tau kamu belum menikah, pastilah dia akan sangat senang mendengarnya,” lanjut Ukhti Aisya seraya tersenyum.“Jangan bilang kalau aku belum menikah ya Ukhti, kasihan tunangannya, pernikahannya kan tidak lama lagi,” ujar Gendhis sambil mengambil kacang di dalam toples kaca di atas meja.“Iya, tapi Farid begitu berat menerima masa lalu Seruni, padahal Seruni sudah berhijab dan berniqab pula.”“Menurutku ya Ukhti, semua orang punya masa lalu, mungkin s

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 100

    Keramaian di kota ini menjadi pemandangan di waktu malam, pedagang-pedagang makanan sudah dipenuhi oleh pengunjung yang hendak menikmati kuliner di waktu malam hari, melepas penat setelah seharian bekerja. Malam ini keluarga Pak Hartono betandang ke rumah Farid, mereka tak memberi tahu Farid sebelumnya supaya menjadi kejutan.Tak ada banyak percakapan di dalam mobil, Seruni juga lebih banyak diam, dari tadi ia hanya gelisah dan takut jika Farid tak mau menikahinya lebih cepat.Begitu sampai di rumah Farid, Bu Wartini sangat terkejut karena keluarga Seruni tiba-tiba berkunjung.“Kok tiba-tiba datang tanpa memberi tahu dulu Jeng Laila?” tanya Bu Wartini, Bu Wartini mempersilahkan semuanya untuk duduk di ruang tamu.“Iya nih, kebetulan ada yang ingin kami sampaikan, oh iya Farid mana?” tanya Bu Laila kemudian.“Ada, di kamarnya, sebentar saya panggilkan dulu,” ucap Bu Watini, kemudian ia berlalu ke kamar Farid. Setelah mengetuk pintu Bu Wartini masuk ke dalam.“Farid, Seruni dan orang t

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 101

    Setelah pulang dari rumah lama Annisa, rumah tangga Annisa dan Damar sekarang sedang tak baik-baik saja, sikap Annisa yang dingin membuat Damar frustasi. Clarissa terus saja merongrong Damar untuk menikahinya, Damar sampai kesal dibuat olehnya. Hari ini Clarissa, Damar dan juga Annisa bertemu, mereka ingin menyelesaikan semuanya agar, andai saja benar apa yang dikatakan Clarissa, Damar harus bertanggung jawab. Suasana di rumah Danar nampak begitu tegang, Pak Danu benar-benar marah pada Damar, ia tak menyangka Damar akan berbuat seperti itu. “Clarissa, aku ingin bertanya, benarkah kau sedang hamil?” tanya Damar. Clarissa tak menjawab ia malah terisak di samping Bu Widya, Annisa yang masih terlihat kesal pada Damar membuang pandangannya, ia menahan air mata yang bisa saja lolos seketika “Nak, Damar bertanya apa kau benar-benar hamil?” Clarissa menyerahkan selembar kertas hasil pemeriksaan dari dokter, bahwa ia dinyatakan positif hamil. Damar mengambil kertas berisi hasil pemeriksaan

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 102

    “Clarissa, benar-benar hamil Ma,” jawab Damar lemah. “Apa?” “Clarissa benar-benar hamil,” ulang Damar. Bu Widya membeliakkan matanya tak percaya, padahal kemarin Clarissa hanya berpura-pura hamil, jadi kenapa dia bisa hamil betulan. “Ah, baguslah, berarti kami harus menikahinya, mana mungkin Clarissa melahirkan tanpa seorang suami di samping, lagi pula ank itu kan anakmu,” ujar Bu Widya tak yakin. Damar masuk ke kamarnya, Annisa baru saja selesai mandi, ia menyisir rambut yang panjang. “Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam,” sahut Annisa. Annisa hanya diam saja, tak ingin menanyakan apa pun pada Damar, hatinya belum siap menerima kenyataan. Wajah Damar terlihat sangat kusut, sepertinya ada hal yang telah terjadi. “Ini Mas, handuknya, mandi dulu,” ucap Annisa. Damar menurut, ia masuk ke kamar mandi, kemudian Damar membuka bajunya, ia memutar shower, ia mengguyur seluruh tubuhnya. Ia menangis, entah kenapa rasanya ia terlalu berdosa pada Annisa, jika benar janin yang dikandung oleh

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 103

    Pagi-pagi sekali Annisa sudah bangun, padahal hari ini Sabtu, akhir pekan, kemarin ia benar-benar kesal pada Bu Widya mertuanya, bisa-bisanya Bu Widya mengajak Clarissa tinggal di sini. Sedangkan Clarissa bukan siapa-siapanya Damar dia hanya mantan Damar yang tega menghianati Damar. Adu mulut sempat terjadi antara dirinya dan mertuanya, Annisa mengungkap keberatannya kalau Clarissa sampai tinggal di rumah ini. “Clarissa itu sedang hamil, sedang ngidam berat, kalau ada apa-apa bagaimana, kamu mau tanggung jawab?” Bu Widya terus menggerutu. “Lagi pula anak yang dikandung oleh Clarissa itu anak Damar, emang kamu yang nggak bisa punya anak,” lanjutnya. Annisa mencoba menekan rasa sedihnya, ia akan mengutarakan pendapatny kalau dia tak ingin ada Clarissa di rumah ini. “Tapi Ma aku keberatan ...” “Ini sudah keputusan Mama, jika kau setuju kau bisa pindah dari rumah ini, lagi pula ini kan rumah saya,” tukas Bu Widya sinis. Annisa terdiam ia tak ingin berdebat lagi dengan mertuanya yang

Bab terbaru

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 214

    Esok harinya kami mengadakan resepsi di sebuah gedung, resepsi hanya dilakukan sekali saja, aku tak terlalu suka yang ribet-ribet jadinya cukup satu kali undangannya dari kedua belah pihak. Pihak Zahra mengatakan tak mampu membuat acara di rumahnya lagian membuang-buang uang saja, jadi kamu memutuskan melakukan satu kali acara. Resepsi digelar meriah banyak sanak keluarga yang hadir, termasuk ibu Rania yang kemarin sudah berada di rumahku. Ia begitu bahagia melihat aku bersanding dengan Zahra, begitu juga Ayah dan Ibu ada keharuan di wajah mereka, melepas anak semata wayang mereka. Saat sedang berdiri di pelaminan, Dirga membisikkan sesuatu ke telingaku. "Ka, kamu tahu, kemarin polisi berhasil menangkap Clarissa, dalang yang menular kita dulu," bisiknya. "Oh ya?" Dirga mengangguk. "Dia pulang ke Indonesia, entah dari mana informasi yang polisi dapatkan, akhirnya dia tertangkap juga," ucap Dirga. "Alhamdulillah, biarkan dia mendapatkan hukuman atas apa yang dia lakukan,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 213

    Kabar hubunganku dengan Zahra tersebar ke seluruh kantor, mereka tak menyangka akhirnya aku dan Zahra bisa berjodoh, mereka langsung mencari tahu pada Dirga dan juga Zahra. Tak butuh waktu lama akhirnya Zahra menerima perjodohan ini dan aku akan melamar Zahra dalam waktu dekat ini.Bisik-bisik di kantor pun mulai terdengar, mereka tak menyangka jika akhirnya aku memilih Zahra yang sederhana. Tak sengaja aku mendengar percakapan karyawanku yang sedang berdiri di dekat depan kantorku."Aku nggak nyangka lho, kok bisa Pak Raka jatuh cinta sama Zahra yang hidupnya sederhana dan juga gayanya biasa saja." Terdengar suara seorang karyawan perempuan yang sepertinya kurang suka dengan aku memilih Zahra."Iya, aku juga heran, masak CEO seleranya cuma begitu, nggak berkelas banget nggak sih." Aku geram dan juga ingin marah dan melabrak mereka tapi saat aku hendak melangkah menghampiri mereka. "Kalian nggak boleh gitu, memandang orang lain dari luarnya saja, walaupun Zahra itu sederhana tapi di

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 212

    “Zahra?” gumamku sambil terus menatap gadis yang dari tadi menunduk kini malah melotot padaku. Matanya membeliak, seolah-olah hendak keluar dari kelopak matanya. Aku juga ikut membeliakkan mataku, tak kalah terkejutnya seperti yang Zahra rasakan. “Pak Raka?” ucap Zahra. Kulihat ibu dan yang lain menatap heran pada kami berdua, ternyata yang akan dijodohkan saling mengenal. Aku juga tak sempat bertanya pada ibu siapa nama wanita yang akan dijodohkan denganku. “Kalian saling kenal?” tanya Tante Sukma. Zahra mengangguk. Kemudian aku menjelaskan karena melihat raut wajah mereka yang bingung. “Zahra adalah karyawan aku di kantor, ia juga teman SMA-ku,” jawabku. “Berarti kalian sudah saling kenal dong,” ucap Tante Sukma. Aku mengangguk hampir bersamaan dengan Zahra. “Wah, wah, menarik ni, jadi ngapain dikenalin lagi ya kan Jeng Nisa, ternyata anaknya saling kenal, tinggal nanyak ke mereka saja, apa kalian cocok satu sama lain,” ucap Tante Sukma. “Benar Jeng, aku nggak nyangka t

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 211

    Malam ini aku masih tiduran di kamarku, sebenarnya malam ini aku dan ibu akan berkunjung ke rumah gadis yang akan dijodohkan oleh Ibu, gadis itu adalah anak dari temannya dari temennya ibuku, Tante Sukma. Tante Sukma adalah teman yang baru ibu temui di acara pengajian akhir-akhir ini, istilahnya teman baru. Aku benar-benar tidak bersemangat sedikit pun, menolak pun aku tak mungkin. Sore tadi Mama mengatakan padaku. Jika dia tidak percaya pada dengan pilihanku. “Tuh, contohnya si Briana kan nggak genah, malah kayak memaksakan diri untuk bersamamu, pokoknya kali ini kamu nurut sama Ibu,” ucap Ibu, sepertinya ucapan ibu tak bisa dibantah lagi. Tapi untuk mengganti bajuku saja enggan aku malah mengantuk. Tok! Tok! Pintu kamar di ketuk, itu pasti ibu, dia pasti menyuruhku ganti baju, padahal sudah dari tadi sore ibu mewanti-wantiku. Aku beranjak dari tidurku dengan malas dan membuka pintu kamarku. Wajah cantik ibu terlihat di depan pintu dengan jilbab lebarnya yang menjuntai. Ibu menili

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 210

    Aku berjalan keluar cafe tersebut berjalan dengan langkah gontai. Ternyata Zahra telah dijodohkan dengan orang lain. Apa aku harus menyerah begitu saja? Apa aku harus pasrah pada keadaan dan menerima Briana lagi? Aku tak lagi kembali ke kantor, karena aku tak sanggup untuk bertatap muka dengan Zahra. Ku putuskan untuk mengatakan semua ini pada ibu, ya pada ibuku. Aku segera memacu mobilku di jakanyang padat, aku ingin segera tiba di rumah dan bertemu dengan ibu. Tak beberapa lama aku bertemu dengan ibu dan ingin melepaskan semua bebanku ini. “Eh, eh, kok kusut gitu? Kenapa Nak?” Sapa Ibu dengan senyum hangatnya. Aku nafas dan menghempaskan bobot tubuhku di sofa tepat di samping Ibuku. “Ada apa ayo cerita,” ucap ibu penuh perhatian. Kemudian aku menceritakan soal Briana masa laluku yang telah kembali, ia ingin aku kembali padanya. “Maksud kamu Briana teman kuliah kamu itu?!” tanya ibu terkejut. Aku mengangguk lemah. “Udah, nggak usah. Ibu nggak akan setuju, kalau udah nggak norm

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 209

    "Dirga, biasa aja dong. Jangan begitu, aku kan cowok normal," ucapku dengan wajah kusut. Dirga tersenyum penuh arti padaku, membuat aku salah tingkah. "Sejak kapan kamu jatuh cinta pada Zahra?" tanya Dirga dengan tatapan tajam. "Nggak tahu, Ga. Entah sejak kapan, rasa itu tumbuh begitu saja di hatiku. Mungkin saat dia ikut wawancara di kantor ini, aku juga tak tahu," aku tergelak gugup. Dirga menatapku sambil tersenyum simpul. "Em, aku tahu saat itu. Sewaktu aku mau menyatakan cinta pada Zahra, raut wajahmu berubah, wajar tak menentu. Aku tahu sebenarnya kau sudah menaruh hati padanya, tapi kau tak mau mengakuinya." Aku tercenung sesaat, berpikir kembali perasaan yang terus kubendung selama ini. "Yah, padahal aku sudah berusaha menyembunyikan perasaan ini dan menjaga sikap agar tak seorang pun yang tahu jika aku sebenarnya menaruh hati pada Zahra." "Benar kan?" tanya Dirga. "Mungkin..." aku menjawab dengan ragu. Dirga tertawa. "Raka, Raka, kamu masih saja menyembunyikan perasaanmu,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 208

    Briana? Apakah itu kau?" tanyaku sambil berusaha bersikap biasa saja. Aku melirik Zahra yang mulai gelisah dan risih karena kehadiran Briana."Ternyata kau masih mengingatku. Bolehkah aku duduk?" "A-ah, eh, tentu saja, silahkan," ucapku dengan gagu sambil mempersilahkan Briana untuk duduk. Selama ini aku berusaha melupakan masa lalu, tapi kini Briana hadir di depanku. Sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin dia muncul begitu saja? Apakah dia sudah berubah, atau mungkin sudah normal kembali? "Pak Raka, sepertinya Anda punya tamu penting. Saya permisi dulu, nanti jika sudah selesai Bapak bisa memanggil saya lagi," ucap Zahra. Aku jadi bingung dan merasa bersalah. Bagi aku, Zahra yang lebih penting. Namun, mungkin saja Zahra mengira bahwa Briana adalah kekasihku dan bahwa bunga yang kubawa ini untuk Briana. Padahal ini untuknya. "Ah, baiklah, nanti saja kita bicara saat makan siang," jawabku kepada Zahra. Zahra mengernyitkan dahinya, namun kemudian ia

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 207

    Malam itu, aku terjaga sepanjang malam, memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaan cinta yang kian dalam ini kepada Zahra. Semakin kukendalikan perasaanku, semakin kukhawatirkan hari dimana aku terlambat mengungkapkannya kepadanya. "Benarkah ini cinta? Apa aku bisa mengatakannya melalui telepon saja? Atau mungkin lewat pesan?" Bisik hatiku. Aku meraih ponselku yang tergeletak di sampingku, meraba-raba dalam gelap, mencari nama Zahra di dalam daftar kontak. Saat jari-jari mulai mengetik, teringat akan satu momen ketika Zahra menyebut bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Teringat akan wajahnya, air muka cemburuku tiba-tiba bergejolak. "Bukankah dengan Dirga? Lalu dengan siapa? Aku harus melakukannya, aku harus memberanikan diri sebelum terlambat." Namun ketika hampir menghubunginya, rasa ragu menghantui hatiku. Segala pertanyaan berkecamuk dalam benak ini, "Apa yang harus aku katakan padanya? Apakah dia akan menolakku dengan halus atau dengan marah?" Menghem

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 206

    Melihat ekspresi wajah Dirga yang penuh kebahagiaan, aku tak bisa menahan rasa was-was dan cemas di dalam hati. Semakin mendekati saat calon istrinya keluar dari kamar, semakin besar kekhawatiran yang menghantui pikiranku. Bagaimana kalau ternyata calon tunangan Dirga adalah Zahra, wanita yang selama ini jadi bagian terbesar dari hidupku? Aku merasa seperti diterjang gelombang emosi yang menerjang tanpa ampun. Tiba-tiba, seorang wanita berhijab keluar dari kamar, didampingi oleh dua orang perempuan. Ia menunduk sambil berjalan ke arah kami semua. Mataku tak bisa lepas dari wanita tersebut, perhatianku tertuju pada postur tubuhnya yang ramping dan tinggi, seperti tubuh Zahra. "Apakah benar dia? Apakah Zahra-lah yang akan menjadi istri Dirga?" Batinku, hati berdebar kencang. Namun, ketika wanita itu akhirnya menatapku, aku baru menyadari sesuatu."Hei, kok gitu banget memperhatikan calon istrinya Dirga," ucap Ibu setengah berbisik sambil menepuk pahaku. "Eh, eh, penasaran aja Bu!" bis

DMCA.com Protection Status