Share

Bab 139

Penulis: yanticeudah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kediaman Farid

Malam ini Bu Widya sekeluarga ingin menjenguk Gendhis, begitu mendengar Gendhis hamil Bu Widya dan Pak Danu begitu bahagia, entah dari mana kabar tersebut mereka ketahui sehingga mereka mengetahui kalau Gendhis sudah hamil, sudah barang tentu Bu Widya sangat murka.

“Ma?” Gendhis yang sedang makan buah terkejut akan kedatangan mereka.

“Nisa, Papa, Kak Damar mau datang kok nggak bilang-bilang,” Gendhis berusaha untuk memperbaiki duduknya, tapi segera di cegah oleh sang Bunda. Farid dan Bu Wartini juga ada di kamar itu.

“Kami dengar kamu tidak sehat, Mama juga kepikiran terus, sudah dua Minggu kamu nggak pernah datang ke rumah, jadi Mama menelepon Farid,” ucap Pak Danu.

“Jadi Mas Farid memberitahu Papa tentang keadaan Gendhis?” ucap Gendhis melihat ke arah suaminya.

“Jangan salahkan Farid, Mamamu yang mendesak Farid, sehingga dia mengatakan kalau kami sedang hamil, mengapa kau merahasiakannya dari kami?”

“Iya! Ini Mama kandung kamu, Mama berhak tahu keadaan kamu, seti
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 140

    Annisa memegang perutnya, kemudian berucap pada dirinya sendiri,” Mungkinkah kalau aku hamil?” Annisa kembali tertegun, program bayi tabung saja yang menggunakan alat-alat canggih, Annisa tak kunjung hamil juga, mungkinkah dengan tanpa program apa pun dia bisa hamil. Apakah aku harus tes pack?’ ucap Annisa dalam hati. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan mondar mandir di dalam kamarnya. Hingga ia tak sadar jika Damar masuk ke kamar, Damar menatap Annisa dengan tatapan heran. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, ‘Tidak, tidak, aku tak ingin kecewa untuk ke sekian kalinya, lebih baik aku tak memberitahu Mas Damar dulu, sebelum semua ini pasti’ “Sayang... Kamu kenapa? Kok bolak balik aja kayak setrikaan rusak,” ucap Damar yang baru saja masuk, ia keheranan melihat sang istri bolak balik.“Ah, eh, enggak Mas, nyariin kecoak tadi ada di sini, tiba-tiba menghilang, entah kemana,” dusta Annisa. “Oh.” Damar melengos. “Eh, tapi perasaan di kamar ini tidak pernah ada kecoaknya,” ucap Damar

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 141

    Pagi ini mereka segera berangkat ke Dokter, sebelum ke dokter mereka sarapan bersama di meja makan, Damar terlihat begitu memperhatikan Annisa. Bu Widya sampai menatapnya sinis, mengapa Damar begitu? Tentu saja Damar tak mengataknya pada Bu Widya, biarkan setelah ini mereka menunjukkan surat dokter agar Bu Widya percaya, bahwa Annisa benar-benar hamil. Setelah sarapan Annisa dan Sabar berangkat ke sebuah klinik Ibu dan Anak, Begitu sampai di ruangan Dokter, Annisa segera diperiksa, Dokter memeriksa rahim Annisa dengan seksama. “Dokter apakah janinnya sudah terlihat?” “Sebentar saya lihat dulu.” Dokter kembali memeriksa dengan hati-hati, ia menggerakkan gagang USG ke kiri dan Kanan. “Oh, ini dia, masih mungil sekali, perkiraan kehamilannya sudah 6 Minggu,” ucap Dokter. Annisa dan Damar melihat ke layar USG tersebut dengan penuh rasa haru. Dokter membuatkan hasil pemeriksaan bahwa Annisa positif hamil dan sudah berjalan 6 Minggu pada selembar kertas.Setelah memeriksakan diri ke dok

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 142

    Pagi minggu Damar dan Annisa berjalan pagi, dokter menyarankan ketika hamil sudah memasuki sembilan bulan sebaiknya sering berjalan pagi, agar melahirkan jadi lebih mudah. Mereka berkeliling-keliling komplek, sambil berjalan menyusuri rumah-rumah mewah yang penghuninya rata-rata orang sibuk semua. Tapi pagi minggu biasanya penghuni rumah-rumah mewah itu ada di rumah, berkumpul bersama keluarga melepas lelah setelah bekerja. “Sepertinya cerah hari ini, Nis,” ucap Damar sambil terus menggandeng tangan istrinya. “Iya Mas, cerah, semoga nggak hujan ya,” ucap Annisa sambil melihat langit. “Kamu masih sanggup berjalan?” “Masih Mas, memangnya kamu sanggup menggendongku, kalau aku tak sanggup berjalan?” tanya Annisa tersenyum.“Sanggup dong, aku kan laki-laki perkasa, aku sanggup menggendongmu sampai ke rumah.” Annisa terkekeh. Kemudian Annisa mengernyitkan dahinya, ia seperti merasakan sakit di bagian perutnya. Tapi karena tak terlalu sakit ia tak mengindahkannya. Ia terus berjalan samb

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 143

    Beberapa hari sebelum Annisa melahirkan, di sebuah sederhana, sepasang suami istri sedang berbicara serius. Rumah petak tersebut sangat sempit, hanya ada satu kamar tidur dan ruangan, kemudian di sisi belakang, ada dapur sempit yang jarang ngebul. Sebelum ia hamil besar Sang Istri Rania masih bekerja, ia mencuci pakaian dari rumah ke rumah, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, tapi kini setelah perutnya semakin membesar ia tak bisa lagi bekerja. Sehingga ia terus mendesak sang suami agar bekerja, suami Rania bernama Surendra.Surendra adalah laki-laki pemalas dan suka mabuk, ia bekerja di pasar sebagai kuli angkut barang, itu pun jika ia ingin pergi, jika rasa malasnya datang, ia akan tidur sepanjang hari, tak ia pernah memikirkan bahwa beras sudah habis, anaknya kelaparan, ia tak mau tahu.“Kamu ingin anak dalam perutmu bahagia bukan?” tanya Surendra sambil menyalakan rokok, padahal ia tahu istrinya sedang hamil besar. Tapi ia tetap merokok. Anak pertama mereka bernama Kanaya ia ki

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 144

    5 Tahun kemudian. Hari-hari berlalu, tahun pun berganti, kehidupan Annisa pun penuh warna, kini ia tak lagi bekerja menjadi sekretaris di perusahaan Damar, karena ia ingin fokus merawat anaknya. Kini Bu Widya juga tidak lagi membenci Annisa, karena akhirnya Annisa memberikan keluarga ini seorang pewaris. Annisa juga tak diizinkan pindah dari besar itu, karena jika Damar dan Annisa pindah tentu saja Bu Widya dan Pak Danu akan merasa kesepian.Apa lagi sekarang ada Dirga yang membuat rumah itu menjadi ceria, terkadang nanti Gendhis juga sering berkunjung ke rumah itu. Nanti jika Farra berkunjung Dirga akan bermain bersama dengan Farra. Damar juga meminta Annisa untuk nambah anak lagi, saat sebelum ia ke luar kota, Damar menggoda Annisa. Kebetulan Dirga sudah tidur."Dirga kan sudah besar Nis, udah masuk TK, apa sebaiknya kita bikin adik untuk Dirga," ucap Damar senyum-senyum sambil menggoda istrinya. Annisa memukul dada bidang Damar."Apaan sih Mas, maunya sih gitu, aku udah lama kok

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 145

    Tak lama kemudian Bu Widya pulang dari salon, ia mendapati anak dan menantunya sedang mengobrol santai di ruang keluarga. Dirga dan Farra yang baru saja melihat Omanya pulang langsung berhamburan memeluk Bu Widya. “Oma!!” seru mereka berdua hampir bersamaan. “Oma dari mana?” tanya Dirga manja.“Oma dari salon sayang, emangnya kenapa? Kamu kangen sama Oma ya?” Bu Widya menggoda Dirga, Dirga mengangguk. “Farra juga kengen Oma!” “Oh semuanya kangen sama Oma, sini, sini, Oma cium satu-satu,” ucap Bu Widya, ia mengecup cucu-cucunya satu persatu. Kemudian Gendhis dan Farid menyalami Bu Widya dengan takzim, biasanya hari Minggu begini mereka akan berkumpul hanya sekedar untuk mengobrol atau makan bersama, tapi sayang Damar sedang tak berada di sini. Karena dia sedang di luar kota.“Bagaimana restoran kamu Ndis?” tanya Bu Widya setelah mereka duduk semua. Farra dan Dirga bermain bersama di dekat Telivisi. “Alhamdulillah, lancar Ma, hanya saja ada beberapa karyawan yang resign, jadi aku

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 146

    “Oke Mas, gini ya, aku juga punya hak atas hartanya ayah, jika tahu seperti ini, waktu dulu, aku akan meminta Ayah untuk mewariskan perusahaan ini padaku,” ucap Fiza agak meninggi. “Maksud kamu apa berbicara seperti itu?” tanya Farid, emosinya agak terpancing saat Fiza berkata seperti itu. Padahal mereka tahu perusahaan keluarga ini hanya diwariskan pada anak laki-laki, walaupun Eyang Farid tidak suka sama Bu Watini, ia mengharapkan agar anak dari istri baru dari ayah Farid laki-laki. Tapi Allah menakdirkan Farid yang akan memimpin perusahaan itu, anak yang dibenci oleh Eyangnya. hanya Farid lah cucu laki-laki dari Eyang Farid, sehingga perusahaan itu jatuh ke tangan Farid tanpa Farid minta.“Yah, aku tahu Mas Farid cucu yang tidak diinginkan oleh Eyang, seharusnya aku yang memimpin perusahaan itu, Mas Fadhlan juga bisa, dia kan kuliah juga waktu itu,” beber Fiza. Fadhlan hanya mengangguk-angguk membenarkan istrinya. Sesungguhnya Farid tahu, Fadhlan yang mempengaruhi istrinya, semu

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 147

    Rintik hujan di luar rumah, membuat udara menjadi dingin, Surendra melayangkan pandangannya, teringat bayi yang baru dilahirkan oleh istrinya ia ambil paksa dan ia menukarnya dengan bayi lain. Ia kembali menyesap rokoknya dalam.“Yah, aku rindu, tapi mungkin kini dia hidup bahagia, anak kita sudah jadi orang kaya, mungkin kelak jika dia sudah jadi pewaris, dia akan mengangkat kita orang tua kandungnya dari kemiskinan,” ucap Surendra. Tak bisa dipungkiri ia juga merindukan darah dagingnya.“Yah, semoga saja Bang, jika kau rindu mengapa kau tak mau menjenguknya? Mungkin sekarang dia sudah jadi anak yang tampan.”“Ada, aku pernah melihatnya dari jauh saat itu, tapi tidak terlalu jelas terlihat, karena diusir oleh satpam rumah besar itu,” ucap Surendra. Ia melemparkan kacang goreng ke mulutnya. Ternyata suaminya ini juga rindu pada bayinya dan ia sering mengunjungi anak itu secara diam-diam, Rania tersenyum dan kembali berucap.“Bagaimana rupa anak kita Bang dua mirip siapa?” tanya Rani

Bab terbaru

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 214

    Esok harinya kami mengadakan resepsi di sebuah gedung, resepsi hanya dilakukan sekali saja, aku tak terlalu suka yang ribet-ribet jadinya cukup satu kali undangannya dari kedua belah pihak. Pihak Zahra mengatakan tak mampu membuat acara di rumahnya lagian membuang-buang uang saja, jadi kamu memutuskan melakukan satu kali acara. Resepsi digelar meriah banyak sanak keluarga yang hadir, termasuk ibu Rania yang kemarin sudah berada di rumahku. Ia begitu bahagia melihat aku bersanding dengan Zahra, begitu juga Ayah dan Ibu ada keharuan di wajah mereka, melepas anak semata wayang mereka. Saat sedang berdiri di pelaminan, Dirga membisikkan sesuatu ke telingaku. "Ka, kamu tahu, kemarin polisi berhasil menangkap Clarissa, dalang yang menular kita dulu," bisiknya. "Oh ya?" Dirga mengangguk. "Dia pulang ke Indonesia, entah dari mana informasi yang polisi dapatkan, akhirnya dia tertangkap juga," ucap Dirga. "Alhamdulillah, biarkan dia mendapatkan hukuman atas apa yang dia lakukan,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 213

    Kabar hubunganku dengan Zahra tersebar ke seluruh kantor, mereka tak menyangka akhirnya aku dan Zahra bisa berjodoh, mereka langsung mencari tahu pada Dirga dan juga Zahra. Tak butuh waktu lama akhirnya Zahra menerima perjodohan ini dan aku akan melamar Zahra dalam waktu dekat ini.Bisik-bisik di kantor pun mulai terdengar, mereka tak menyangka jika akhirnya aku memilih Zahra yang sederhana. Tak sengaja aku mendengar percakapan karyawanku yang sedang berdiri di dekat depan kantorku."Aku nggak nyangka lho, kok bisa Pak Raka jatuh cinta sama Zahra yang hidupnya sederhana dan juga gayanya biasa saja." Terdengar suara seorang karyawan perempuan yang sepertinya kurang suka dengan aku memilih Zahra."Iya, aku juga heran, masak CEO seleranya cuma begitu, nggak berkelas banget nggak sih." Aku geram dan juga ingin marah dan melabrak mereka tapi saat aku hendak melangkah menghampiri mereka. "Kalian nggak boleh gitu, memandang orang lain dari luarnya saja, walaupun Zahra itu sederhana tapi di

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 212

    “Zahra?” gumamku sambil terus menatap gadis yang dari tadi menunduk kini malah melotot padaku. Matanya membeliak, seolah-olah hendak keluar dari kelopak matanya. Aku juga ikut membeliakkan mataku, tak kalah terkejutnya seperti yang Zahra rasakan. “Pak Raka?” ucap Zahra. Kulihat ibu dan yang lain menatap heran pada kami berdua, ternyata yang akan dijodohkan saling mengenal. Aku juga tak sempat bertanya pada ibu siapa nama wanita yang akan dijodohkan denganku. “Kalian saling kenal?” tanya Tante Sukma. Zahra mengangguk. Kemudian aku menjelaskan karena melihat raut wajah mereka yang bingung. “Zahra adalah karyawan aku di kantor, ia juga teman SMA-ku,” jawabku. “Berarti kalian sudah saling kenal dong,” ucap Tante Sukma. Aku mengangguk hampir bersamaan dengan Zahra. “Wah, wah, menarik ni, jadi ngapain dikenalin lagi ya kan Jeng Nisa, ternyata anaknya saling kenal, tinggal nanyak ke mereka saja, apa kalian cocok satu sama lain,” ucap Tante Sukma. “Benar Jeng, aku nggak nyangka t

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 211

    Malam ini aku masih tiduran di kamarku, sebenarnya malam ini aku dan ibu akan berkunjung ke rumah gadis yang akan dijodohkan oleh Ibu, gadis itu adalah anak dari temannya dari temennya ibuku, Tante Sukma. Tante Sukma adalah teman yang baru ibu temui di acara pengajian akhir-akhir ini, istilahnya teman baru. Aku benar-benar tidak bersemangat sedikit pun, menolak pun aku tak mungkin. Sore tadi Mama mengatakan padaku. Jika dia tidak percaya pada dengan pilihanku. “Tuh, contohnya si Briana kan nggak genah, malah kayak memaksakan diri untuk bersamamu, pokoknya kali ini kamu nurut sama Ibu,” ucap Ibu, sepertinya ucapan ibu tak bisa dibantah lagi. Tapi untuk mengganti bajuku saja enggan aku malah mengantuk. Tok! Tok! Pintu kamar di ketuk, itu pasti ibu, dia pasti menyuruhku ganti baju, padahal sudah dari tadi sore ibu mewanti-wantiku. Aku beranjak dari tidurku dengan malas dan membuka pintu kamarku. Wajah cantik ibu terlihat di depan pintu dengan jilbab lebarnya yang menjuntai. Ibu menili

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 210

    Aku berjalan keluar cafe tersebut berjalan dengan langkah gontai. Ternyata Zahra telah dijodohkan dengan orang lain. Apa aku harus menyerah begitu saja? Apa aku harus pasrah pada keadaan dan menerima Briana lagi? Aku tak lagi kembali ke kantor, karena aku tak sanggup untuk bertatap muka dengan Zahra. Ku putuskan untuk mengatakan semua ini pada ibu, ya pada ibuku. Aku segera memacu mobilku di jakanyang padat, aku ingin segera tiba di rumah dan bertemu dengan ibu. Tak beberapa lama aku bertemu dengan ibu dan ingin melepaskan semua bebanku ini. “Eh, eh, kok kusut gitu? Kenapa Nak?” Sapa Ibu dengan senyum hangatnya. Aku nafas dan menghempaskan bobot tubuhku di sofa tepat di samping Ibuku. “Ada apa ayo cerita,” ucap ibu penuh perhatian. Kemudian aku menceritakan soal Briana masa laluku yang telah kembali, ia ingin aku kembali padanya. “Maksud kamu Briana teman kuliah kamu itu?!” tanya ibu terkejut. Aku mengangguk lemah. “Udah, nggak usah. Ibu nggak akan setuju, kalau udah nggak norm

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 209

    "Dirga, biasa aja dong. Jangan begitu, aku kan cowok normal," ucapku dengan wajah kusut. Dirga tersenyum penuh arti padaku, membuat aku salah tingkah. "Sejak kapan kamu jatuh cinta pada Zahra?" tanya Dirga dengan tatapan tajam. "Nggak tahu, Ga. Entah sejak kapan, rasa itu tumbuh begitu saja di hatiku. Mungkin saat dia ikut wawancara di kantor ini, aku juga tak tahu," aku tergelak gugup. Dirga menatapku sambil tersenyum simpul. "Em, aku tahu saat itu. Sewaktu aku mau menyatakan cinta pada Zahra, raut wajahmu berubah, wajar tak menentu. Aku tahu sebenarnya kau sudah menaruh hati padanya, tapi kau tak mau mengakuinya." Aku tercenung sesaat, berpikir kembali perasaan yang terus kubendung selama ini. "Yah, padahal aku sudah berusaha menyembunyikan perasaan ini dan menjaga sikap agar tak seorang pun yang tahu jika aku sebenarnya menaruh hati pada Zahra." "Benar kan?" tanya Dirga. "Mungkin..." aku menjawab dengan ragu. Dirga tertawa. "Raka, Raka, kamu masih saja menyembunyikan perasaanmu,"

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 208

    Briana? Apakah itu kau?" tanyaku sambil berusaha bersikap biasa saja. Aku melirik Zahra yang mulai gelisah dan risih karena kehadiran Briana."Ternyata kau masih mengingatku. Bolehkah aku duduk?" "A-ah, eh, tentu saja, silahkan," ucapku dengan gagu sambil mempersilahkan Briana untuk duduk. Selama ini aku berusaha melupakan masa lalu, tapi kini Briana hadir di depanku. Sudah bertahun-tahun lamanya kami tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin dia muncul begitu saja? Apakah dia sudah berubah, atau mungkin sudah normal kembali? "Pak Raka, sepertinya Anda punya tamu penting. Saya permisi dulu, nanti jika sudah selesai Bapak bisa memanggil saya lagi," ucap Zahra. Aku jadi bingung dan merasa bersalah. Bagi aku, Zahra yang lebih penting. Namun, mungkin saja Zahra mengira bahwa Briana adalah kekasihku dan bahwa bunga yang kubawa ini untuk Briana. Padahal ini untuknya. "Ah, baiklah, nanti saja kita bicara saat makan siang," jawabku kepada Zahra. Zahra mengernyitkan dahinya, namun kemudian ia

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 207

    Malam itu, aku terjaga sepanjang malam, memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaan cinta yang kian dalam ini kepada Zahra. Semakin kukendalikan perasaanku, semakin kukhawatirkan hari dimana aku terlambat mengungkapkannya kepadanya. "Benarkah ini cinta? Apa aku bisa mengatakannya melalui telepon saja? Atau mungkin lewat pesan?" Bisik hatiku. Aku meraih ponselku yang tergeletak di sampingku, meraba-raba dalam gelap, mencari nama Zahra di dalam daftar kontak. Saat jari-jari mulai mengetik, teringat akan satu momen ketika Zahra menyebut bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Teringat akan wajahnya, air muka cemburuku tiba-tiba bergejolak. "Bukankah dengan Dirga? Lalu dengan siapa? Aku harus melakukannya, aku harus memberanikan diri sebelum terlambat." Namun ketika hampir menghubunginya, rasa ragu menghantui hatiku. Segala pertanyaan berkecamuk dalam benak ini, "Apa yang harus aku katakan padanya? Apakah dia akan menolakku dengan halus atau dengan marah?" Menghem

  • Sekretarisku Jilbaber    Bab 206

    Melihat ekspresi wajah Dirga yang penuh kebahagiaan, aku tak bisa menahan rasa was-was dan cemas di dalam hati. Semakin mendekati saat calon istrinya keluar dari kamar, semakin besar kekhawatiran yang menghantui pikiranku. Bagaimana kalau ternyata calon tunangan Dirga adalah Zahra, wanita yang selama ini jadi bagian terbesar dari hidupku? Aku merasa seperti diterjang gelombang emosi yang menerjang tanpa ampun. Tiba-tiba, seorang wanita berhijab keluar dari kamar, didampingi oleh dua orang perempuan. Ia menunduk sambil berjalan ke arah kami semua. Mataku tak bisa lepas dari wanita tersebut, perhatianku tertuju pada postur tubuhnya yang ramping dan tinggi, seperti tubuh Zahra. "Apakah benar dia? Apakah Zahra-lah yang akan menjadi istri Dirga?" Batinku, hati berdebar kencang. Namun, ketika wanita itu akhirnya menatapku, aku baru menyadari sesuatu."Hei, kok gitu banget memperhatikan calon istrinya Dirga," ucap Ibu setengah berbisik sambil menepuk pahaku. "Eh, eh, penasaran aja Bu!" bis

DMCA.com Protection Status