Beranda / Romansa / Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan / Bab 1. Kejutan Ulang Tahun yang Gagal

Share

Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan
Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan
Penulis: Vanilla_Nilla

Bab 1. Kejutan Ulang Tahun yang Gagal

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-03 16:28:06

“Huft! Berapa lama lagi aku akan selesai bekerja?”

Stella menatap layar komputernya dengan mata yang lelah. Hari ini telah berlalu begitu panjang di kantor, tapi pikirannya masih terbelenggu pada rencana spesial yang telah ia susun dengan hati-hati selama beberapa minggu terakhir. Hari ini adalah ulang tahun Ramon, kekasihnya, dan Stella tak ingin melewatkan momen spesial tersebut.

“Stella, sudah pulang?” tanya rekan kerjanya, Maya, yang melintas di depan meja kerjanya.

“Ya, Maya. Aku akan pulang sebentar lagi. Ada sesuatu yang harus aku lakukan di rumah,” jawab Stella sambil tersenyum tipis.

Maya mengangguk mengerti dan melanjutkan langkahnya. Stella segera menutup laptopnya, mengambil tasnya, dan bergegas meninggalkan kantor.

Sesampainya di kontrakan, wanita yang memiliki rambut panjang itu segera menuju ruang makan. Ia melepas sepatu high heels dan memakai sandal rumah, kemudian meletakkan tas kerjanya di atas meja.

Matanya menjelajahi isi kulkas dan senyum manis terukir di wajahnya ketika melihat kue black forest berbentuk love yang ia buat dengan sepenuh hati masih terlihat cantik di dalam kulkas. Dengan hati-hati, Stella mengeluarkan kue tersebut.

“Syukurlah, kuenya masih terlihat bagus,” gumamnya sebelum kembali menutup kulkas.

Jarum pendek dari jam tangannya menunjukkan pukul 21:35 malam, dan Stella harus segera bergegas pergi menuju rumah kekasihnya, Ramon. Ia langsung mengambil kado yang sudah ia beli sebelumnya dan keluar dari kontrakannya.

Rumah Ramon memang tidak terlalu jauh dari kontrakan Stella. Meski begitu, Stella harus menempuh perjalanan selama 15 menit dengan berjalan kaki. Ia bergegas menuju rumah Ramon, tapi ditengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun begitu deras.

“Aduh, kenapa hujan tiba-tiba turun? Aku harap kue ini tidak rusak!” gumamnya cemas.

Stella panik. Ia melindungi kue yang dibawanya dengan jaketnya agar tidak basah dan hancur. Wanita yang memiliki tubuh ramping itu berlari agar hujan tidak terlalu mengenai dirinya dan juga kue tersebut.

Visualisasi kue yang sudah disiapkannya dengan rapi dan sepenuh hati tidak akan lagi terwujud dengan baik jika hujan terus turun seperti ini. Stella merasa semakin cemas dan gelisah dalam melangkah.

Setelah beberapa menit berjalan kaki, akhirnya Stella sampai di depan rumah Ramon. Dia merasa sangat senang dan bersemangat. Stella membuka jaketnya, mengambil kue dan hadiah dari dalamnya dan mengeceknya beberapa kali untuk memastikan semuanya dalam keadaan yang baik.

“Semoga Ramon sangat senang dengan kejutannya. Aku ingin melihat senyumnya dan mendengar suaranya ketika ia melihat kue dan hadiah ini,” ungkap Stella begitu antusias.

Tok! Tok! Tok!

Stella sudah beberapa kali mengetuk pintu rumah kekasihnya, tetapi tidak ada respons. Akhirnya, karena merasa lelah, Wanita cantik itu memutar handle pintu tersebut dan ternyata pintunya tidak terkunci.

“Pintunya tidak dikunci, tapi kenapa Ramon tidak membukanya? Mungkin dia tidak mendengar,” gumam Stella sambil masuk ke dalam rumah tersebut.

Setelah itu, Stella melangkah dari satu ruangan ke ruangan lainnya sambil mencari Ramon. Namun, saat ia melihat pintu kamar yang terbuka, senyum manis yang mewarnai wajahnya berubah menjadi kesedihan. Ternyata Ramon sedang berciuman dengan seorang wanita.

Hati Stella hancur. Semua mimpi indah untuk memberikan kejutan ulang tahun pada Ramon kini hancur sudah. Dia merasa kecewa dan sakit hati.

Seketika, kue yang ada di tangan Stella terjatuh ke lantai begitu juga dengan kado yang ia bawa.

Ramon menghentikan pergulatannya ketika mendengar suara benda terjatuh, sepasang matanya membulat sempurna ketika melihat Stella yang ada di hadapannya.

“Stella ....”

Stella hanya merasa kecewa dan tertekan dengan semua yang terjadi. “Apa yang terjadi? Siapa dia?” Stella bertanya dengan suara yang gemetar.

“Aku adalah pacarnya Ramon. Kamu siapa?” Wanita itu dengan dingin bertanya sambil merasa kesal dengan kehadiran Stella.

Stella semakin merasa kecewa dan rasa kecewa itu makin menjadi-jadi ketika wanita itu menyebut dirinya sebagai pacar Ramon. Hatinya bergetar dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Stella tidak mampu mengucapkan kata-kata apa pun. Hatinya hancur dan ia tidak bisa menahan air matanya. Semua yang telah dibangun selama ini hanya omongan kosong belaka?

“Pacar?” Stella menatap Ramon dengan perasaan yang sangat kecewa. “Sejak kapan kamu memiliki pacar di belakangku?”

“Stella, aku bisa menjelaskan ...” Ramon memotong pembicaraan Stella.

“Apa yang harus kamu jelaskan? Silakan, aku akan mendengarkan.” Stella merasa tidak tahu bagaimana cara berbicara dengan Ramon.

Mira memegang lengan Ramon yang ingin memberikan penjelasan. “Kamu tidak perlu memberikan penjelasan apa pun.”

Mira menatap ke arah Stella. “Dengar baik-baik, aku dan Ramon telah menjalin hubungan selama satu tahun, dan Ramon tak perlu menjelaskan apa pun kepadamu.”

“Benarkah? Selama satu tahun itu, kau mengkhianati diriku, Ramon?”

“Siapa yang tahan bila memiliki pacar yang tidak pernah perhatian dan egois seperti kamu?!” sungut Mira dengan nada tinggi.

“Diam! Aku tidak bertanya padamu, aku bertanya pada Ramon!” sergah Stella yang kesal ketika Mira terus saja menyela percakapan tersebut.

“Stella, maafkan aku. Apa yang dikatakan Mira memang benar,” ujar Ramon dengan pandangan menunduk, tak mampu menatap Stella.

“Kalau begitu, kenapa kamu tidak bilang kepadaku? Setidaknya, kamu bilang bila kamu tidak suka dengan sikapku. Setidaknya, kamu bilang bila sudah tak mencintaiku lagi. Tapi, bukan begini caranya, Ramon!”

“Aku tahu diriku salah, aku mohon maaf.”

“Maaf, maaf, dan maaf? Apa memohon maaf adalah satu-satunya hal yang bisa kamu katakan? Apa kamu pikir kata maaf itu bisa menyembuhkan hatiku yang terluka? Kamu adalah lelaki brengsek yang pernah kutemui. Aku menyesal pernah menerima cintamu. Mulai sekarang, detik ini juga, kita putus!” ucap Stella lantang dengan nada yang meninggi.

“Stella!” Ramon berteriak ketika melihat Stella pergi begitu saja dari hadapannya.

Malam ini, Stella menyadari bahwa kejutan ulang tahun yang telah dipersiapkan dengan susah payah untuk Ramon telah berubah menjadi kejutan pahit yang tidak akan pernah ia lupakan. Cinta yang awalnya tumbuh subur antara mereka kini retak dan rapuh. Setelah hatinya terkoyak, akhirnya Stella memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.

Stella merasa dunia sedang runtuh di hadapannya. Hatinya terluka setelah kekasihnya, Ramon, mengkhianatinya. Selama satu tahun mereka menjalin kasih, selama itu pula, Ramon mengkhianatinya.

Stella berjalan di tengah hujan rintik-rintik. Dia merasa begitu rapuh dan lemah di bawah guyuran hujan. Tubuhnya terasa basah, dan hawa dingin malam semakin memperparah situasinya. Namun, Stella tidak peduli. Dia membutuhkan waktu untuk merenung dan memikirkan apa yang terjadi padanya.

“Kenapa dia harus menyakitiku?” gumamnya dengan suara lirih sambil menangis. Stella tak bisa mengerti mengapa Ramon melakukannya, padahal dia hanya mencintainya dengan tulus. Dia mempertanyakan apakah Ramon benar-benar mencintainya atau hanya memanfaatkannya saja?

Stella terus berjalan tanpa arah. Tiba-tiba, dia tersandung batu dan jatuh di air yang bercampur lumpur. “Aduh!” teriaknya kesakitan ketika tubuhnya terjatuh ke aspal. Namun, dia tidak peduli. Dia hanya terus meratapi hatinya yang terluka dan tidak memperhatikan sekitarnya.

Tanpa peringatan, sebuah mobil muncul seketika di hadapannya dengan kecepatan yang tinggi, membuat dirinya terkejut dan berpikir mungkin inilah hari terakhirnya di dunia ini.

Beep, Beep!

Klakson dari mobil tersebut menggema dengan keras, decitan ban dan aspal terdengar berulang kali. Mobil itu hampir menabrak Stella, tetapi sopirnya berhasil menghindar pada saat yang tepat.

Srak!

“Ada apa ini? Kenapa kamu tiba-tiba ngerem mendadak?”

“Maaf, Tuan. Sepertinya kita menabrak orang.”

Helaan napas berat terdengar dari Tristan, ketika ia mendengar bila sopirnya menabrak seseorang.

Tanpa menunggu lama, sang sopir pun turun dari mobil dengan membawa sebuah payung, beberapa saat kemudian, ia kembali lagi ke mobil dengan perasaan cemas.

“Tuan, kita benar-benar menabrak seseorang.”

“Apa?”

Bab terkait

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 2. Desakan Imelda

    “Iya, Tuan, setelah saya lihat, wanita itu sudah tak sadarkan diri,” ucap sang sopir.Tristan langsung keluar dari mobil dan mengecek kondisi wanita tersebut. Meskipun hujan turun dengan deras, ia memutuskan untuk tetap memastikan keadaan wanita yang mereka tabrak. Bajunya sudah basah kuyup, namun itu tidak membuat Tristan berpikir dua kali untuk menyelamatkan wanita tersebut.Tristan mencoba untuk mengulurkan tangannya, melihat dengan jelas apakah wanita itu terluka parah atau tidak?Ketika Tristan berhasil menghadapkan wanita itu ke arahnya, sepasang matanya terbelalak sempurna ketika melihat siapa yang ia tabrak.“Stella …!” Tristan menaruh tangannya di leher Stella untuk memeriksa denyut nadinya. “Dia masih bernapas. Stella, bangunlah!” ucap Tristan dengan cemas sambil menepuk pelan tubuh Stella. Kepanikan Tristan semakin memuncak karena Stella masih belum sadar juga. Lelaki yang memiliki mata tajam itu segera mengangkat tubuh Stella dan membawanya masuk ke dalam mobil.“Kita per

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 3. Bertemu dengan Masa Lalu

    Mobil Rolls Royce Wraith Black Badge meluncur dengan megah di jalanan yang ramai menuju Wishnutama Corporation. Suara mesin yang halus memecah keheningan pagi, menarik perhatian banyak orang yang melintas di sekitar gedung pencakar langit itu. Di dalam mobil, Tristan duduk dengan tegak, menatap keluar jendela dengan pandangan tajam. Pikirannya sibuk merenungkan tanggung jawab yang akan segera diembannya sebagai pewaris perusahaan besar, Wishnutama Corporation. Hari ini, ia akan memulai perjalanan barunya sebagai CEO di perusahaan ayahnya.Saat mobil mewah itu berhenti, Tristan turun dengan langkah tegas. Sepatu pantofel hitamnya berkilau di bawah sinar matahari pagi, menambah kesan elegan dan berkelas pada penampilannya. Beberapa karyawan yang menyambut kedatangan Tristan memberi hormat, mereka begitu terkesan dengan pimpinan baru mereka.“Selamat pagi, Tuan,” sapa salah seorang karyawan.Tristan hanya mengangguk.“Pagi, Tuan,” sapa karyawan lainnya dengan penuh hormat.“Tuan, hari i

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 4. Memiliki Dua Sekretaris

    “Tristan, kenapa kamu ada di sini?” Stella bertanya dengan suara yang begitu lirih.“Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa ada di sini?” Tristan sangat bingung, karena seharusnya Stella masih dirawat di rumah sakit, namun tiba-tiba saja dia muncul di kantornya. Damian yang takut akan kemarahan Tristan, bangkit dari kursinya ketika melihat Stella, sekretarisnya yang baru tiba di kantor. Damian tak ingin Tristan marah karena keterlambatan Stella.“Stella, kamu baru tiba?” Damian bertanya dengan nada suara yang tegas ketika sudah berada di depan Stella.“Oh, iya, Pak Damian. Maaf saya terlambat,” ujar Stella sambil membungkukkan kepalanya menunjukkan rasa permintaan maaf yang tulus.“Kenapa? Apakah jalanan macet lagi?” ledek Damian, karena Stella sering kali terlambat akibat kondisi lalu-lintas.“I-iya, sedikit macet,” jawab Stella sambil tersenyum gugup saat melihat Damian.“Tidak masalah. Rapat baru saja dimulai beberapa menit yang lalu,” Kata Damian dengan santai memberikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-07
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 5. Bunga Jauh Lebih Indah

    “Apa yang kamu lakukan di meja kerjaku?” Stella terkejut ketika melihat Dafina, sekretaris Tristan, sedang duduk di meja kerjanya. Stella merasa kesal karena ini adalah meja kerjanya dan tidak ada yang berhak menggunakannya selain dirinya sendiri. Dia langsung meminta Dafina untuk pergi dari meja kerjanya.“Tolong pergi dari meja ini, ini adalah meja kerjaku!” kata Stella dengan tegas.Namun, Dafina mengabaikan permintaan Stella dan berkata, “Tapi sekarang, aku yang menempati meja ini. Kamu tidak lagi dibutuhkan di perusahaan ini karena posisimu telah digantikan olehku.”Stella menjadi semakin kesal dengan ucapan Dafina. “Ini tidak benar! Aku masih menjadi bagian dari perusahaan ini dan aku masih membutuhkan meja kerjaku!” balas Stella.Dafina berdecak kesal, ia melempar dokumen yang ia pegang ke atas meja, sambil berdiri, wanita itu berkata, “Stella, faktanya bahwa Pak Damian sudah tidak bekerja lagi di sini. Dan sudah jelas bahwa kamu sudah tidak memegang posisi di perusahaan ini la

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-08
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 6. Ketidakadilan

    Stella dan sahabatnya, Elsa, sedang duduk di ruang tamu kontrakan mereka. Stella terlihat terus-menerus melamun, membuat Elsa bingung dan mencoba mencari tahu apa yang sedang membuat sahabatnya itu sedih.“Kenapa kamu terus melamun? Apa kamu masih memikirkan Ramon?” tanya Elsa penasaran. Elsa merasa kesal ketika Stella memberitahunya bahwa Ramon telah berselingkuh dan telah membuat sahabatnya itu kecewa.Stella menjawab dengan tegas, “Aku tidak lagi memikirkannya.” Elsa kemudian bertanya lagi, mencoba menggali penyebab lamunan Stella. “Lalu karena apa?”“Ini karena pengganti Pak Damian,” jelas Stella sambil menghela napas. Elsa memperlihatkan raut wajah heran. “Kenapa? Apa dia orangnya galak?”“Lebih dari itu,” jawab Stella dengan nada serius. “Kamu pasti tidak akan percaya siapa dia,” tambahnya, membuat Elsa semakin penasaran.“Siapa memangnya?”“Tristan,” ungkap Stella sambil memainkan ponselnya.“Tristan...?” Elsa berhenti sejenak, mencoba mengingat. “Dia pernah satu SMA dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-03
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 7. Tak Dianggap

    Tristan, seorang pria yang selalu terlihat sibuk dengan pekerjaannya, duduk di mejanya dengan tumpukan dokumen yang tersebar di hadapannya. Matanya terfokus pada setiap detail yang tertera di lembaran-lembaran kertas tersebut, sementara pikirannya sibuk merencanakan langkah-langkah selanjutnya dalam menjalani hari yang padat.Namun, perhatiannya terganggu oleh keberadaan Stella, seorang wanita cantik yang masih berada di ruangannya. Dengan pakaian kemeja pink yang menambah kesan manis pada penampilannya, Stella tampak tenggelam dalam lamunan sendiri. Tristan tidak bisa menahan kebingungannya. “Kenapa kamu masih ada di sini? Apa kamu tidak memiliki pekerjaan lain?” tanyanya, mencoba memahami alasan keberadaan Stella yang terus berada di ruangannya.“Oh, baiklah.” Stella tersentak dari lamunannya dan segera berbalik untuk menuju pintu, seperti tersadar bahwa keberadaannya di sana tidak diinginkan. Namun, sepasang kakinya berhenti melangkah ketika Tristan menghentikannya dan berseru,

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 8. Pesan Masuk

    Ping! Pesan masuk dari Tristan: “Stella, bisa kita bicara sebentar setelah rapat hari ini?”Ping! Belum juga Stella membalas, pesan dari Tristan masuk lagi. “Nanti malam jam 08:00 di First Love Cafe,” bunyi pesan dari Tristan.Stella hampir tidak percaya pada apa yang dibacanya. “Seriusan? Aku tidak lagi bermimpi, ‘kan?” gumamnya dengan gugup sambil menepuk wajah. Ia segera melirik ke arah ruang kerja Tristan, namun pintunya tertutup rapat. Stella merasa gelisah. Dia ingin memastikan apakah itu benar-benar Tristan yang mengirimkan pesan tersebut.“Kenapa dia ingin bertemu denganku? Dan mengajakku bertemu di cafe?” gumam Stella yang merasa bingung. Untuk apa lelaki itu mengiriminya pesan dan meminta untuk bertemu? Stella duduk di depan meja kerjanya, matanya menatap kosong ke arah monitor komputernya. Namun, pikirannya sudah jauh terlempar ke masa lalu, saat ia masih SMA dan dekat dengan seorang laki-laki bernama Tristan.Tristan adalah sosok yang cerdas, berbakat dan sangat populer

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 9. Kekecewaan Stella

    Tetapi ketika melihat siluet Tristan di ujung cafe, Stella meremas gaunnya dengan gemetar saat menyadari bahwa Tristan duduk di meja yang sama dengan Dafina.“Apa yang terjadi? Mengapa dia melakukan ini?” gumamnya lirih dalam kebingungan.Stella tak menyangka Tristan akan membodohinya seperti ini. Wanita itu berharap bahwa undangan makan malam Tristan hanya untuk dirinya saja, tanpa ada orang lain. Tetapi kenyataannya, Tristan malah mengajak Dafina, sekretarisnya yang lain.“Stella!” seru Dafina ketika melihat Stella memasuki cafe.Tristan, yang menyadari kehadiran Stella, ikut memalingkan pandangannya ke arah gadis cantik itu. Tidak bisa dipungkiri, Stella tampak begitu cantik malam ini dengan gaun biru tua yang dipilihnya, ditambah dengan rambutnya yang digerai dengan indah, membuat Tristan sulit untuk tidak memperhatikannya.Stella meremas gaunnya erat, meskipun dadanya terasa sesak. Dia mencoba untuk tersenyum dan mendekati meja Tristan dan Dafina.“Kamu juga di sini?” tanya Dafin

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05

Bab terbaru

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 102. Honeymoon

    Keesokan paginya, Stella terbangun dengan sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Dia merasa segar setelah tidur nyenyak semalam. Dia menoleh ke samping dan melihat Tristan masih tertidur pulas di sebelahnya. Wajahnya tampak damai dan bahagia. Stella bangkit perlahan dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan Tristan. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru sebagai seorang istri. Ketika Stella selesai bersiap, dia keluar dari kamar mandi dan menemukan Tristan yang sudah bangun dan sedang duduk di tepi tempat tidur. "Selamat pagi," sapa Tristan dengan senyum lebar. "Selamat pagi," balas Stella sambil menghampiri Tristan dan duduk di sampingnya. "Apa kau tidur nyenyak?" tanya Tristan sambil mengusap lembut rambut Stella yang masih basah. "Ya, terima kasih. Kamu?" balas Stella sambil menatap mata Tristan dengan penuh cinta. "Aku juga. Ini hari pertama kita sebagai suami istri. Apa rencana

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 101. Hot Night

    "Hay Stella," sapa Weni dengan senyum ramah. "Oh, iya, aku hanya kaget saja. Aku pikir kamu tidak akan datang," jawab Stella, yang juga tersenyum ke arah Weni. "Aku pasti datang, Stella. Selamat ya," ucap Weni dengan tulus. Stella dan Tristan memang sempat ragu untuk mengundang Weni ke pernikahan mereka, terutama dengan apa yang terjadi belakangan ini. Weni masih bersikukuh untuk mendapatkan hati Tristan kembali. Namun, Tristan tak goyah dengan pendiriannya untuk terus bersama Stella. Meskipun beberapa orang menentang pernikahan mereka, terutama karena sebelumnya Weni menginginkan pernikahan bisnis dengan Tristan untuk membantu perusahaan yang dikelola Tristan, tapi Tristan tetap menolaknya. Tristan lebih memilih cara lain. Ia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengurus semuanya dan bekerja sama dengan perusahaan asing. Setelah kembali ke Indonesia, usaha keras Tristan membuahkan hasil. Ia akhirnya bisa membangun kembali perusahaan keluarganya tanpa harus bergantung pada perni

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 100. Hari Bahagia

    Stella memandangi dirinya dalam cermin, memperhatikan gaunnya yang terlihat begitu indah. Gaun itu berwarna putih gading dengan desain klasik yang elegan. Potongan A-line yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna, sementara renda halus menghiasi bagian atas gaun, memberikan sentuhan romantis. Tali bahu yang tipis menambahkan kesan anggun, dan ekor gaun yang panjang menambah kemegahan penampilannya. Veil yang panjang menutupi punggungnya, melengkapi penampilan yang sempurna sebagai pengantin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Tristan. Ia tak menyangka bila akhirnya bisa menikah dengan pria yang begitu dicintainya. Stella teringat kembali saat-saat ketika ia dan Tristan pertama kali bertemu kembali di kantor. Waktu itu, Tristan menggantikan Damian sebagai CEO, dan Stella menjadi sekretarisnya. Mereka tak sengaja bertemu di ruang rapat saat Tristan baru saja mengambil alih jabatan. Stella merasa canggung, tapi Tristan dengan senyum hangatnya membuat Stella merasa nyaman. Pe

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 99. Will You Marry Me?

    "Tristan," gumam Stella lirih, matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat Tristan yang ada di hadapannya kini. Tristan malam ini tampil begitu menawan dengan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya disisir rapi, dan ia membawa buket bunga mawar merah yang cantik di tangannya. Cahaya lilin yang redup membuat penampilannya terlihat semakin mempesona. "Stella," kata Tristan ketika melihat Stella yang hanya terdiam. "Ini beneran kamu?" tanya Stella, mencoba untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. Tristan mengangguk dan memberikan buket bunga mawar yang cantik kepada Stella. Stella meraih bunga tersebut dengan perasaan kesal. "Jahat," gumamnya. "Jahat?" tanya Tristan sambil mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. "Kamu jahat," kata Stella dengan suara serak. "Aku sudah menghubungi bahkan mengirim banyak pesan kepadamu, tapi kamu tidak membalasnya." Tristan tersenyum, lalu mengusap air mata yang jatuh di pipi Stell

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 98. Kejutan

    "Sayang, bangun, ini sudah jam 8 pagi. Apa kamu mau tidur terus?" Safira membangunkan anaknya, Stella, yang masih tidur begitu pulas. Ia mengelus rambut Stella dengan lembut, berharap putri kesayangannya itu bangun. Stella menggeliat ketika merasakan tangan hangat ibunya mengelus rambutnya. "Stella masih ngantuk," gumamnya, yang masih enggan untuk bangun. "Ini udah pagi, Sayang. Mama sudah siapin sarapan, kita sarapan bareng, ya." "Hm, Stella nggak laper," jawab Stella dengan suara serak. "Tadi malam kamu juga makannya cuma sedikit. Sekarang harus makan lagi, ya." "Tapi, Ma ...." "Hust, nurut sama mama, ya. Di luar juga ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu." Stella langsung membuka matanya lebar-lebar ketika ibunya berkata ada seseorang di luar. "Siapa, Ma?" "Temui dia, dia bilang sudah kangen sama kamu." "Mm, iya deh, Ma," ujar Stella sambil bangun dari tidurnya. Ia pun menyingkap selimut dan mulai merapikan rambutnya yang masih berantakan. Namun, ketika Stel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 97. Desakkan Safira

    "Ya, tiba-tiba ada urusan keluarga yang harus aku selesaikan, dan aku juga mau menemui kamu. Aku nggak bisa tinggal lama di Jakarta," kata Elsa dengan nada menyesal. Stella menghela napas panjang. "Aku mengerti, tapi aku terkejut mendengar itu. Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?" Elsa tertawa kecil. "Tenang, Stella. Aku cuma sebentar di Jogja. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sudah kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Stella tersenyum lemah. "Hm, ya, aku juga kangen sama kamu." Stella menghela napas lega. "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." "Aku akan segera menemui kamu, Stella. Kita bisa ngobrol banyak hal seperti biasa," ujar Elsa dengan nada meyakinkan. "Baiklah. Jaga diri di perjalanan, ya. Dan segera hubungi aku kalau sudah sampai Jogja," kata Stella dengan suara pelan. "Pasti, Stella. Kamu juga jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku. Aku selalu siap buat kamu," balas Elsa. "Terima kasih,

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 96. Kabar Dari Elsa

    Safira terlihat sedikit terkejut dengan reaksi Stella, tetapi ia tetap tenang. "Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Sayang. Tristan tidak ada di sini sekarang, dan mama khawatir kamu akan sendirian mengurus semuanya." Stella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak butuh orang lain, Ma. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan bayiku." Emir yang sedari tadi diam, kini angkat bicara. "Stella, kami hanya ingin memastikan kamu tidak sendirian. Kami tahu ini berat, tapi coba beri kesempatan." Stella mendesah, ia merasa frustrasi, begitu bingung dengan sikap kedua orang tuanya. "Aku sudah bilang, aku tidak butuh orang lain. Aku hanya ingin fokus pada kesehatanku dan bayiku." Safira mencoba mendekati Stella dan memegang tangannya. "Sayang, mama mengerti perasaanmu. Tapi setidaknya, temuilah dia. Tidak ada salahnya berteman, 'kan?" Stella menarik tangannya dari genggaman Safira. "Ma, aku sudah punya Tristan. Meski dia tidak ada di sini sekarang, aku yakin dia akan kembali dan bertanggung jawa

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 95. Rencana Safira

    Stella baru saja selesai mandi dan berjalan ke arah meja. Wanita yang masih mengenakan bathrobe itu segera meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan serta panggilan yang masuk. Namun, tak ada satu pun panggilan maupun pesan dari kekasihnya, Tristan. "Apa dia begitu sibuk sampai tak mengabariku?" gumam Stella sambil memandangi ponsel yang ada digenggamannya. Rasa cemas mulai menyelimuti hatinya. Stella pun mencoba untuk menghubungi Tristan, namun ponsel lelaki itu ternyata tidak aktif. Rasa kecewanya semakin bertambah. Akhirnya, Stella memutuskan untuk mencoba menghubungi Dafina, sekretaris Tristan yang ikut pergi ke luar negeri. Ia berharap mendapatkan kabar tentang Tristan dari Dafina. Stella menunggu beberapa saat hingga panggilannya terhubung. "Halo, Dafina?" sapa Stella dengan nada penuh harap. "Halo, Stella. Ada apa?" balas Dafina dari ujung telepon. "Dafina, aku khawatir karena tidak bisa menghubungi Tristan. Ponselnya tid

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 94. Kembali ke Kampung

    Stella sudah berulang kali menegaskan bahwa ia tidak ingin meninggalkan Jakarta, tapi ibunya tetap saja bersikeras. Safira terus melipat baju-baju Stella dan memasukkannya ke dalam koper dengan cepat. "Ma, aku sudah bilang aku gak mau," rengek Stella, suaranya terdengar putus asa ketika melihat ibunya yang tak berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Safira menghela napas panjang dan menatap Stella dengan mata penuh kasih sayang. "Sebentar saja, Stella. Memangnya kamu tidak mau melihat adik-adikmu dan papamu di kampung?" Stella menghela napas panjang, ia merasa terpojok. "Baiklah, tapi aku tidak mau Mama membawa semua baju-bajuku. Aku masih punya banyak urusan di sini." Safira tersenyum sedikit, ia merasa senang karena Stella mulai luluh. "Mama hanya membawa beberapa bajumu saja. Sekarang, bersiaplah. Kamu mandi dulu. Mama takut kita akan ketinggalan kereta." Stella mengangguk dengan enggan. "Hm, baiklah." Stella berjalan gontai menuju kamar mandi, merasa berat hati

DMCA.com Protection Status