“Bagaimana kalau kita menonton film saja? Atau mengajak Mama Olivia jalan-jalan di luar. Bagaimana menurutmu, Sayang?” tanya Regan meminta pendapat istrinya.Reina berpikir sejenak. Lalu ia tersenyum kepada Regan.“Reina pikir kita lebih baik mengajak Mama Olivia jalan-jalan, Pak Regan. Sudah lama kita tidak menghabiskan waktu bersama di luar. Pasti Mama akan senang.”Regan pun mengangguk setuju. “Baiklah, kita bisa pulang sebentar dan menjemput Mama sekarang. Aku juga yakin jika Mama nanti pasti mau.”“Reina harap ini akan membantu Mama merasa lebih baik. Reina ingin membuat Mama selalu tersenyum.”“Terima kasih tas kepedulianmu, Sayang.” Regan mengelus lembut kepala istrinya. Ia tersenyum dan kembali berucap, “Aku ingin Mama segera bisa melupakan papa dan hidup nyaman bersama kita.”Mereka pun segera masuk ke dalam mobil untuk pulang ke rumah.Beberapa menit kemudian setelah mereka sampai di rumah, keduanya langsung mencari keberadaan sang mama.Regan dan Reina melihat Mama Olivia s
Regan masih bisa mendengar ucapan Justin meski lirih. Sepertinya lelaki itu memang sengaja memanas-manasi sang mama. “Mama, ayo kita pergi dan duduk sejenak di sana,” ajak Regan seraya merangkul mamanya. Tiada penolakan dari Olivia. Mereka bertiga pun duduk sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah melihat Olivia merasa tenang, Regan mengajak sang mama dan Reina untuk pergi ke kafe favorit yang dulu pernah menjadi langganan sang mama. Mereka tiba di depan sebuah kafe yang kecil namun terlihat nyaman. Kafe itu dihiasi dengan dekorasi vintage yang menawan dan aroma kopi yang menggoda. Mereka duduk di meja dekat jendela. Memesan kue dan minuman hangat. Pelayan kafe, yang sudah mengenal Olivia begitu terkejut melihat wanita paruh baya itu. Hal itu membuat Regan mendekat. “Mama memang masih hidup. Nanti akan aku ceritakan semuanya.” Pelayan itu mengangguk paham. Ia menyambut Olivia dengan ramah. “Selamat datang kembali, Nyonya Olivia. Apa yang bisa saya tawarkan hari ini?
“Dia pikir aku akan percaya dengan hasutannya?” gumam Regan seorang diri.Regan langsung memblokir nomor baru itu. Kemudian naik ke atas ranjang dan mendekati istrinya.Lelaki tampan itu mengecup kening Reina cukup lama. “Aku yakin kamu tidak akan mengkhianatiku. Akan aku tanyakan besok tentang video itu.”Regan menatap lekat-lekat wajah yang istri yang tertidur sangat lelap.“Selamat malam, Sayang. Mimpi yang indah ya ....” Jemari Regan mengusap lembut kepala sang istri hingga sesaat kemudian Reina bergerak dan mengeluarkan sebuah lenguhan. Wanita itu berganti posisi dengan kedua tangan yang telentang.“Kamu sangat lucu, Sayang. Juga menggemaskan.” Tergoda dengan bibir manis di hadapannya, Regan pun mengecupnya. “Kalau saja kamu belum tidur. Aku pasti menerkammu malam ini. Sayang sekali kamu terlihat sangat lelah.”Regan pun meletakkan kedua tangan di bawah kepala. Menatap langit-langit kamar sambil membayangkan yang indah-indah bersama Reina. Hingga akhirnya ia memejamkan kedua mata
Angel berteriak. Tidak seharusnya ia melakukan hal itu bersama Jeffan.Jeffan menghela napas panjang sambil menatap langit-langit kamar. “Ini kesalahan besar, Angel. Seharusnya aku mencari Amira.”Jeffan bangkit dari tempat tidur. Lalu ia berpakaian dalam keheningan yang penuh penyesalan. Begitupun dengan Angel yang segera memunguti pakaian dan mengenakannya kembali.Setelah selesai, mereka berdiri saling berhadapan. Mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaan mereka.“Jeffan, aku minta maaf,” ucap Angel dengan suara bergetar. “Aku tidak bermaksud mengacaukan hidupmu.”Ucapan Angel terdengar sungguh-sungguh. Ia menunduk karena sebagai seorang wanita ia merasa sangat malu.Jeffan menggeleng. Mencoba menenangkan Angel.“Ini bukan salahmu, Angel. Kita berdua bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Tapi sekarang aku harus mencari Amira. Kamu tidak mau dia salah paham kepadaku jika tidak melihatku berada di rumah.”Angel pun mengangguk meski matanya berkaca-kaca. “A
Regan berjalan cepat menuju ruangan sekretaris. Tentu saja untuk menemui istrinya. Ia mengetuk pintu dengan lembut sebelum membukanya. Di dalam rupanya Reina tengah sibuk dengan dokumen-dokumen di mejanya. Tetapi senyumnya langsung muncul saat melihat suaminya memasuki ruangan.“Sayang ... sedang apa?” tanya Regan penasaran melihat Reina yang terlihat sangat sibuk di balik meja kerjanya.“Pak Regan ....” Reina tersenyum, mencoba menyembunyikan rasa lelahnya. “Saya sedang mempersiapkan dokumen untuk perjalanan kita ke luar kota. Ada beberapa proyek yang perlu kita kunjungi dan evaluasi progresnya.”Regan berjalan mendekati meja Reina sambil melirik tumpukan dokumen dan jadwal yang tertata rapi. “Ke luar kota? Bisa jelaskan lebih rinci?”Reina mengangguk, mengambil salah satu dokumen dan menyerahkannya kepada Regan. “Kita harus mengunjungi proyek di Bandore dan Suraja. Di Bandore, kita perlu mengecek progres pembangunan kantor cabang baru dan bertemu dengan kontraktor lokal. Sementara
“Terima kasih, Pak Regan.” Mau tak mau Jeffan menerima amplop itu. Ia pasti juga membutuhkan uang untuk biaya perawatan ibunya.Setelah mendapatkan izin dari Regan, Jeffan keluar dari kantor dan segera menghubungi Amira agar segera bersiap-siap selagi Jeffan dalam perjalanan pulang. Ia juga mengingatkan kepada sang istri agar mereka berpura-pura saling mencintai demi kebahagiaan sang ibu. Ibu yang selalu berharap melihat mereka bahagia bersama dan memiliki cucu.Amira segera menyiapkan barang-barang yang akan dibawa. Tak lama kemudian Jeffan masuk ke kamar dengan wajah serius.“Amira, kita harus segera berangkat. Ibu dalam kondisi kritis. Dan kita harus berpura-pura saling mencintai selama di sana,” ucap Jeffan dengan tegas.Amira mengangguk, memahami situasi yang mereka hadapi. “Aku mengerti, Jeffan. Kamu tidak perlu mengajari aku seperti itu. Aku juga masih punya perasaan.”Meski terdengar menyesakkan dada, tetapi Jeffan mencoba tetap tegar.“Ya, sudah. Ayo kita berangkat.”Mereka
Di rumahnya, Reina dan Regan sibuk mempersiapkan diri untuk perjalanan mereka ke luar kota. Mereka memang harus mengunjungi proyek pembangunan yang diperkirakan akan menghabiskan beberapa hari di sana.Di dapur, Reina sedang menyiapkan sarapan sambil sesekali mencuri pandang ke arah Regan yang sedang memeriksa daftar barang yang perlu dibawa. Sebenarnya mereka berdua merasa berat hati meninggalkan Mama Olivia karena masih membutuhkan perhatian ekstra.“Mama Olivia ... sarapannya sudah siap,” panggil Reina dengan lembut. Berharap ibu mertuanya segera keluar dari kamar.Tak lama kemudian Olivia muncul dengan senyuman di wajahnya. Wanita paruh baya itu menyambut pagi dengan semangat.“Terima kasih, Reina. Sarapannya terlihat enak sekali,” ujar Olivia sambil duduk di meja makan.Reina membalas dengan senyuman hangat. “Sama-sama, Ma. Hari ini kami akan berangkat ke luar kota. Ada proyek yang harus kami kunjungi dan mungkin kami akan berada di sana selama beberapa hari.”Olivia menatap Re
Regan mengangguk. Ia mengamati pemandangan dengan tenang. “Ya, memang sangat indah. Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini meskipun dalam perjalanan kerja.”“Reina juga senang. Terkadang perjalanan kerja seperti ini bisa menjadi momen yang berarti bagi kita.”Malam itu, mereka memutuskan untuk makan malam di restoran hotel. Restoran tersebut terkenal dengan masakan lokalnya yang lezat. Mereka memesan beberapa hidangan khas Bandore dan menikmati setiap gigitan dengan penuh kenikmatan.“Ini adalah salah satu makanan terbaik yang pernah aku coba,” ungkap Regan sambil menikmati sajian mereka.“Iya, rasanya benar-benar otentik dan lezat,” balas Reina setuju.Setelah makan malam, mereka kembali ke kamar dan memutuskan untuk bersantai sejenak sebelum tidur. Namun tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya. Menciptakan suasana dingin dan tenang. Suara rintik hujan yang menghantam jendela kamar mereka memberikan irama yang menenangkan setelah seharian penuh aktivitas d
Hari pernikahan Xavier dan Karin telah tiba. Udara pagi terasa segar dan cerah, seakan menyambut kebahagiaan yang akan segera berlangsung. Keluarga dan sahabat berkumpul di sebuah taman indah yang telah dihias dengan bunga-bunga warna-warni dan lampu-lampu gemerlapan. Suasana penuh dengan tawa dan senyum. Regan dan Reina tiba lebih awal bersama bayi kembar mereka, Alana dan Bianca, yang tertidur pulas di kereta dorong. Mereka disambut oleh Olivia dan Danny yang sudah tak sabar menantikan momen bahagia itu. “Aku tak percaya Xavier akhirnya menemukan kebahagiaan bersama Karin,” ucap Reina dengan mata berkaca-kaca. “Dia memang pantas mendapatkannya,” jawab Regan sambil tersenyum, merangkul Reina yang terlihat anggun dalam gaun biru muda. “Kita semua pantas bahagia.” Tak lama kemudian, para tamu mulai berdatangan. Leon, mantan pacar Reina dan Karin juga hadir dengan pasangan barunya. Mereka tampak sangat bahagia, saling berpegangan tangan dan tertawa bersama. Leon menghampiri Reg
Tanpa disangka, suatu hari Regan menemukan fakta baru yang mengejutkan. Saat itu, dia sedang bekerja di ruangannya. Berkas-berkas tersebar di atas meja ketika ponselnya berdering. Panggilan itu berasal dari salah satu anak buah kepercayaannya. “Ada apa, Roni?” tanya Regan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. “Ada perkembangan baru, Pak Regan. Kami berhasil melacak beberapa transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan Shadow Phoenix. Dan yang mengejutkan, ada keterlibatan Alex Ricardo di dalamnya,” lapor Roni. Regan terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. “Apa kamu yakin? Alex Ricardo? Bukankah dia masih berada di dalam penjara?” “Betul, Pak. Tapi tampaknya dia masih mengendalikan beberapa hal dari dalam penjara. Kami menemukan bukti bahwa beberapa anak buahnya masih menjalankan perintahnya dan menggunakan nama Shadow Phoenix untuk menyamarkan identitas asli mereka,” jelas Roni. Regan merasakan darahnya mendidih. “Teruskan penyelidikannya, Roni. Dan pastikan ki
Tanpa terasa, usia kehamilan Reina sudah memasuki trimester ketiga. Perutnya semakin membesar, membuatnya sulit menemukan posisi tidur yang nyaman. Setiap malam menjadi tantangan baru bagi Reina. Sementara Regan berusaha sebaik mungkin untuk membuat istrinya merasa nyaman dan bisa tidur nyenyak. Malam itu setelah mencoba berbagai posisi tidur dan tidak menemukan yang pas, Reina merasa frustasi. Ia berguling-guling di tempat tidur sambil menghela napas panjang. Regan yang melihatnya merasa kasihan dan ingin membantu. “Ada yang bisa aku lakukan, Sayang?” tanya Regan lembut. Ia duduk di tepi tempat tidur dan mengelus rambut istrinya. Reina menggeleng lemah. “Aku tidak tahu, Pak Regan. Aku sudah mencoba semua posisi tapi tetap saja tidak nyaman. Perutku terlalu besar.” Regan berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Bagaimana kalau kita coba sesuatu yang baru? Tunggu sebentar.” Ia keluar dari kamar dan kembali dengan bantal-bantal tambahan. “Ayo, kita coba dengan bantal-banta
Pagi itu di kantor, suasana di ruang CEO terasa lebih sibuk dari biasanya. Regan tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen dan panggilan telepon yang tak henti-hentinya. Di luar ruangan, para karyawan tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sedangkan Reina pergi ke toilet sebentar untuk menyegarkan diri. Saat Reina keluar dari ruangan, pintu lift terbuka dan dua orang masuk ke lantai itu. Claudia dan Xavier melangkah dengan hati-hati menuju kantor CEO. Claudia tampak sedikit gugup, sementara Xavier berusaha tampak tenang meskipun jelas terlihat gelisah. Mereka mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum mendengar suara Regan dari dalam yang mempersilakan mereka masuk. Ketika pintu terbuka, Claudia dan Xavier masuk dengan hati-hati. Regan yang tadinya duduk di balik mejanya langsung berdiri. Ekspresi wajahnya berubah dari fokus keheranan. “Mama Claudia? Xavier? Apa yang membawa kalian berdua datang ke sini?” tanya Regan dengan nada sedikit terkejut. Claudia mendekat de
Saat kehamilan Reina menginjak usia lima bulan, Regan memutuskan untuk mengajak Reina jalan-jalan di taman kota. Hari itu cerah, dengan langit biru dan angin sepoi-sepoi yang membuat suasana terasa sejuk. Reina tampak sangat bahagia, mengenakan gaun hamil berwarna pastel yang membuat perutnya yang semakin membesar terlihat menawan. Regan tak henti-hentinya tersenyum, menikmati momen kebersamaan mereka. Mereka berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan taman yang indah. Banyak anak-anak bermain di taman bermain, pasangan-pasangan duduk di bangku menikmati suasana, dan para pedagang menjajakan makanan ringan di kios-kios kecil di sepanjang jalan setapak. “Ini hari yang sangat indah, ya?” ungkap Reina sambil menggenggam tangan Regan erat. “Ya, benar-benar indah,” jawab Regan, menatap istrinya dengan penuh cinta. “Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini.” Mereka melanjutkan berjalan, berhenti sesekali untuk melihat bunga-bunga yang sedang mekar dan menikmati
Kehamilan Reina telah memasuki usia empat bulan dan perutnya mulai terlihat membesar. Setiap hari Regan semakin takjub melihat perubahan pada tubuh istrinya dan merasa tidak sabar untuk menyambut kehadiran anak mereka. Pagi itu Regan memutuskan untuk membawa Reina ke klinik untuk melakukan USG. “Sayang, hari ini kita akan ke klinik untuk melihat bayi kita,” ucap Regan dengan senyum lebar. Reina tersenyum bahagia, merasa tak sabar untuk melihat perkembangan bayinya. “Aku tidak sabar, Pak Regan. Pasti mereka sudah semakin besar sekarang.” Regan mengangguk. "Aku juga sangat bersemangat. Ayo kita bersiap-siap." Setelah bersiap-siap, mereka berdua berangkat ke klinik dengan penuh semangat. Dalam perjalanan, mereka terus berbicara tentang rencana masa depan dan bagaimana mereka akan merawat anak mereka. Regan menggenggam tangan Reina dengan erat, memberikan rasa tenang dan nyaman. Sesampainya di klinik, mereka disambut oleh dokter dan perawat yang ramah. “Selamat pag
Reina berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Matanya menyapu pemandangan yang indah, tetapi pikirannya jauh dari sana. Di luar, matahari mulai terbenam, menyinari langit dengan warna-warna keemasan, tetapi dalam hati Reina, ada kegelapan yang sulit hilang. Regan, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian dari rumah mulai memperhatikan istrinya. Ia berjalan mendekat dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu Reina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya dengan suara penuh perhatian. Reina tersentak dari lamunannya dan menoleh ke arah Regan. “Aku masih memikirkan Kak Amel,” jawabnya dengan suara lirih. “Aku merasa bersalah dan cemas tentang apa yang terjadi padanya.” “Sayang, kamu sudah melakukan yang terbaik. Kadang-kadang, kita tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi di sekitar kita. Apa yang terjadi pada Amel adalah akibat dari pilihannya sendiri.” “Tapi, aku tetap merasa harus melakukan sesuatu,” lanjut Reina dengan nad
Linda dan Amel tampak berjalan menuju mereka. Kehadiran dua orang itu seakan membawa aura negatif. Amel, dengan tatapan jahat, mulai merencanakan sesuatu yang licik terhadap Reina. Linda dan Amel berpura-pura bergabung dengan kebersamaan keluarga Danny, tapi Amel dengan hati-hati mendekati Reina yang sedang berjalan di atas bebatuan. Amel mengatur langkahnya agar Reina terpeleset di atas batu licin. Namun, rencana jahat itu berbalik. Saat Amel mendorong Reina, dirinya sendiri yang kehilangan keseimbangan. Amel terjatuh keras di atas batu tajam. Semua orang terkejut dan bergegas menghampiri. Linda berteriak panik, “Amel! Apa yang terjadi?!” Regan, yang melihat situasi tersebut, segera memanggil bantuan. Amel tampak mengalami pendarahan hebat. Regan memeluk Reina erat-erat, memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Reina mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pak Regan. Tapi Kak Amel ... dia tampak sangat parah.” Ambulans segera
Liburan keluarga besar ke pantai adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Reina dan Regan memang telah merencanakan hal itu jauh-jauh hari. Hanya saja baru terealisasi saat ini. Dengan persiapan yang matang, mereka berangkat dari rumah dengan semangat tinggi. Olivia, Bi Nita, Danny, Rafa, Alya, dan Bi Siti bergabung dalam perjalanan tersebut, ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka membawa perbekalan lengkap, termasuk makanan, minuman, mainan pantai, dan berbagai kebutuhan lainnya. Sesampainya di pantai, suasana langsung berubah menjadi ceria. Mereka menata tempat dengan menyiapkan tenda, menggelar tikar, dan menata makanan piknik. Rafa dan Alya segera berlari ke air, bermain dengan ombak dan tertawa riang. Danny dan Bi Siti membantu Olivia dan Bi Nita menyiapkan makanan. Regan dan Reina berkeliling, memastikan semuanya tertata dengan baik. “Ayah, jangan terlalu jauh, ya!” teriak Reina sambil melambai ke arah Danny yang sedang membawa ko