Regan mengangguk. Ia mengamati pemandangan dengan tenang. “Ya, memang sangat indah. Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini meskipun dalam perjalanan kerja.”“Reina juga senang. Terkadang perjalanan kerja seperti ini bisa menjadi momen yang berarti bagi kita.”Malam itu, mereka memutuskan untuk makan malam di restoran hotel. Restoran tersebut terkenal dengan masakan lokalnya yang lezat. Mereka memesan beberapa hidangan khas Bandore dan menikmati setiap gigitan dengan penuh kenikmatan.“Ini adalah salah satu makanan terbaik yang pernah aku coba,” ungkap Regan sambil menikmati sajian mereka.“Iya, rasanya benar-benar otentik dan lezat,” balas Reina setuju.Setelah makan malam, mereka kembali ke kamar dan memutuskan untuk bersantai sejenak sebelum tidur. Namun tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya. Menciptakan suasana dingin dan tenang. Suara rintik hujan yang menghantam jendela kamar mereka memberikan irama yang menenangkan setelah seharian penuh aktivitas d
“Nyonya terlihat murung Pak Regan,” ucap Bi Nita. Regan dan Reina saling berpandangan. “Mungkin Mama memikirkan sesuatu, Pak Regan. Kita harus bertanya langsung kepada Mama.” Regan mengangguk setuju. Namun sesaat kemudian Olivia menghampiri mereka. “Mama sedih karena Bi Nita pamit mau cuti. Anaknya sakit Regan,” ungkap Olivia dengan suara berat. Regan langsung menatap ke arah Bi Nita. “Apakah itu benar, Bi Nita?” Bi Nita menganggukkan kepalanya. “Ya, Pak Regan. Anak saya sakit dan saya harus pulang untuk merawatnya.” “Ya sudah, tidak apa-apa. Bibi boleh berkemas dan pulang untuk merawat anak Bibi,” ucap Regan dengan nada pengertian. “Terima kasih Pak Regan,” balas Bi Nita dengan mata berkaca-kaca. Setelah mengatakan kalimat itu, Bi Nita segera pergi ke kamarnya untuk mengambil beberapa barang yang harus dibawa pulang. Regan mengajak sang mama duduk di sofa untuk mengobrol serius. Reina ikut duduk di sebelah mereka. Merasakan suasana yang semakin berat. “Mama, kita
Regan meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya dan menghela napas panjang. “Ada masalah di kantor. Mereka butuh aku segera.”“Masalah apa? Apakah itu serius?” Reina merasa ingin tahu.Regan mengangguk. “Sepertinya begitu. Aku harus pergi sekarang. Do'akan saja. Semua akan baik-baik saja.”Reina meremas tangan suaminya dengan lembut. “Aku akan ikut dengan Pak Regan.”Regan menggelengkan kepala dengan tegas. “Maaf, Reina. Kamu tidak bisa ikut. Kamu harus menjaga Mama.”Reina menunduk ingat akan keputusannya tadi untuk berhenti bekerja demi merawat sang mama yang semakin membutuhkan perhatian. “Baiklah, Reina mengerti. Tapi Pa Regan hati-hati, ya?”Regan mencium dahi Reina. “Aku akan segera kembali. Jangan khawatir.”Setelah mengucapkan perpisahan singkat kepada Olivia, Regan segera bergegas keluar rumah. Ia mulai menyalakan mobilnya dan melaju ke kantor dengan perasaan campur aduk. Dalam perjalanan pikirannya dipenuhi berbagai spekulasi tentang masalah yang terjadi di kantor. Apa
Regan berdiri kaku di tempatnya saat pintu kantornya terbuka dengan keras. Sosok yang muncul di ambang pintu membuat darahnya berdesir. Di sana berdiri Angela, salah satu direksi yang selalu ia percayai. Wajahnya tampak serius dan di tangannya ada berkas lain yang tebal. “Angela? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Regan dengan nada curiga. Angela menutup pintu di belakangnya dan melangkah masuk. “Regan, aku harus memberitahumu sesuatu. Ini sangat penting dan aku tidak bisa menunggu pertemuan darurat.” Regan menatapnya dengan tajam. “Apa yang kamu temukan?” Angela menyerahkan berkas tersebut kepada Regan. “Aku baru saja menemukan ini di komputer salah satu staf senior. Ini adalah bukti yang sangat memberatkan.” Regan membuka berkas itu dan membaca isinya dengan cepat. Matanya terbelalak ketika melihat angka-angka yang tercantum di dalamnya. “Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa kita tidak menyadarinya selama ini?” “Orang yang melakukan ini sangat cerdik. Dia menutupi jeja
Beberapa jam kemudian, tim auditor eksternal tiba dan mulai bekerja. Mereka memeriksa setiap transaksi. Mencari pola yang mencurigakan. Sementara itu, Regan dan Richard terus memantau perkembangan dari ruang kendali.“Ada sesuatu yang harus kamu lihat,” ucap salah satu auditor sambil membawa laptopnya ke meja Regan.Regan melihat layar laptop itu dan terkejut melihat pola transfer yang sangat mencurigakan. Dana perusahaan telah dialihkan ke beberapa rekening offshore yang sulit dilacak. Jumlahnya sangat besar dan melibatkan transaksi yang tersembunyi dengan rapi.“Kita butuh akses lebih lanjut ke sistem ini,” kata auditor itu.Regan segera memberikan otorisasi untuk akses penuh. “Lakukan apa yang perlu. Kita harus menemukan siapa yang bertanggung jawab atas ini.”Setelah beberapa jam bekerja keras, auditor menemukan bukti-bukti yang semakin memperjelas keterlibatan Richard. Namun, ada juga tanda-tanda yang menunjukkan keterlibatan pihak lain.“Lihat ini,” kata auditor lain sambil men
Regan pulang dari kantor saat malam sudah larut. Langit yang gelap hanya diterangi oleh lampu-lampu jalan yang berkerlip. Langkahnya terasa berat, wajahnya terlihat sangat lelah. Ketika ia membuka pintu rumah, ia disambut oleh keheningan malam yang menenangkan. Reina, sang istri, segera menghampiri suaminya. “Sayang, kamu terlihat sangat lelah,” ucap Reina dengan suara lembut, penuh kekhawatiran. “Apa yang terjadi di kantor?” Regan memaksakan senyum, mencoba mengurangi beban di hatinya. “Ini hari yang panjang, Reina. Banyak yang terjadi.” Reina menatap suaminya dengan penuh pengertian. “Sudah makan malam belum?” Regan menggeleng pelan. “Belum. Aku terlalu sibuk di kantor tadi.” Reina menggenggam tangan Regan, membimbingnya ke dapur. “Ayo, Reina akan membuatkan Bapak sesuatu untuk dimakan. Pak Regan juga butuh tenaga.” Di dapur, Reina mulai menyiapkan bahan-bahan untuk makan malam. Regan duduk di salah satu kursi, memperhatikan istrinya yang bergerak lincah. Suara gemerisik sayu
Beberapa hari telah berlalu. Kondisi perusahaan Regan mulai stabil kembali. Berbagai tindakan korektif telah dilakukan dan tim audit internal serta eksternal bekerja keras untuk memastikan tidak ada lagi celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Meski demikian, beban pikiran Regan belum sepenuhnya hilang. Setiap hari ia masih harus menyelesaikan banyak tugas dan rapat penting.Pagi itu Regan sedang sibuk di ruangannya. CEO tampan itu sedang meninjau laporan terbaru yang masuk. Layar komputernya penuh dengan grafik dan angka. Menandakan usaha perusahaan untuk kembali bangkit setelah krisis yang sempat melanda. Fokusnya begitu terpusat hingga tak menyadari pesan masuk di ponselnya.[Pak Regan. Hari ini rencananya Reina dan Mama mau berkunjung ke rumah Ayah. Katanya Mama ingin mempererat tali persaudaraan dengan besan.]Regan tersenyum kecil membaca pesan dari istrinya. Dengan cepat, ia mengetik balasan. “Itu ide yang bagus, Sayang. Kamu tunggu seben
Reina membaca pesan itu dan tersenyum. Lalu ia berbicara kepada Olivia. “Pak Regan bilang dia akan menjemput kita, Ma. Dia sedang menyelesaikan pekerjaannya,” ucapnya kepada sang mama penuh antusias. Olivia mengangguk. “Baiklah, kita tunggu saja di sini. Semoga Regan tidak lama.” Namun yang terjadi tidak sesuai ekspektasi. Waktu terus berjalan dan pekerjaan di kantor Regan justru semakin rumit. Masalah mendadak muncul terkait dengan kontrak besar yang harus segera diselesaikan. Regan berkali-kali melihat jam di dinding dengan rasa cemas. Tidak ada pilihan lain selain menyelesaikan tugas itu. Jeffan masuk ke ruangan dengan wajah tegang. “Pak Regan, ada dokumen lain yang perlu Bapak tanda tangani sekarang juga. Klien kita dari Singarana mengharapkan jawaban segera.” Regan menghela napas panjang, merasakan tekanan yang semakin meningkat. “Baiklah, bawa ke sini segera. Saya akan menandatangani semuanya sekarang.” Sementara itu, di rumah Danny, Olivia sudah mulai gelisah. “Reina, m
Hari pernikahan Xavier dan Karin telah tiba. Udara pagi terasa segar dan cerah, seakan menyambut kebahagiaan yang akan segera berlangsung. Keluarga dan sahabat berkumpul di sebuah taman indah yang telah dihias dengan bunga-bunga warna-warni dan lampu-lampu gemerlapan. Suasana penuh dengan tawa dan senyum. Regan dan Reina tiba lebih awal bersama bayi kembar mereka, Alana dan Bianca, yang tertidur pulas di kereta dorong. Mereka disambut oleh Olivia dan Danny yang sudah tak sabar menantikan momen bahagia itu. “Aku tak percaya Xavier akhirnya menemukan kebahagiaan bersama Karin,” ucap Reina dengan mata berkaca-kaca. “Dia memang pantas mendapatkannya,” jawab Regan sambil tersenyum, merangkul Reina yang terlihat anggun dalam gaun biru muda. “Kita semua pantas bahagia.” Tak lama kemudian, para tamu mulai berdatangan. Leon, mantan pacar Reina dan Karin juga hadir dengan pasangan barunya. Mereka tampak sangat bahagia, saling berpegangan tangan dan tertawa bersama. Leon menghampiri Reg
Tanpa disangka, suatu hari Regan menemukan fakta baru yang mengejutkan. Saat itu, dia sedang bekerja di ruangannya. Berkas-berkas tersebar di atas meja ketika ponselnya berdering. Panggilan itu berasal dari salah satu anak buah kepercayaannya. “Ada apa, Roni?” tanya Regan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. “Ada perkembangan baru, Pak Regan. Kami berhasil melacak beberapa transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan Shadow Phoenix. Dan yang mengejutkan, ada keterlibatan Alex Ricardo di dalamnya,” lapor Roni. Regan terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. “Apa kamu yakin? Alex Ricardo? Bukankah dia masih berada di dalam penjara?” “Betul, Pak. Tapi tampaknya dia masih mengendalikan beberapa hal dari dalam penjara. Kami menemukan bukti bahwa beberapa anak buahnya masih menjalankan perintahnya dan menggunakan nama Shadow Phoenix untuk menyamarkan identitas asli mereka,” jelas Roni. Regan merasakan darahnya mendidih. “Teruskan penyelidikannya, Roni. Dan pastikan ki
Tanpa terasa, usia kehamilan Reina sudah memasuki trimester ketiga. Perutnya semakin membesar, membuatnya sulit menemukan posisi tidur yang nyaman. Setiap malam menjadi tantangan baru bagi Reina. Sementara Regan berusaha sebaik mungkin untuk membuat istrinya merasa nyaman dan bisa tidur nyenyak. Malam itu setelah mencoba berbagai posisi tidur dan tidak menemukan yang pas, Reina merasa frustasi. Ia berguling-guling di tempat tidur sambil menghela napas panjang. Regan yang melihatnya merasa kasihan dan ingin membantu. “Ada yang bisa aku lakukan, Sayang?” tanya Regan lembut. Ia duduk di tepi tempat tidur dan mengelus rambut istrinya. Reina menggeleng lemah. “Aku tidak tahu, Pak Regan. Aku sudah mencoba semua posisi tapi tetap saja tidak nyaman. Perutku terlalu besar.” Regan berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Bagaimana kalau kita coba sesuatu yang baru? Tunggu sebentar.” Ia keluar dari kamar dan kembali dengan bantal-bantal tambahan. “Ayo, kita coba dengan bantal-banta
Pagi itu di kantor, suasana di ruang CEO terasa lebih sibuk dari biasanya. Regan tengah tenggelam dalam tumpukan dokumen dan panggilan telepon yang tak henti-hentinya. Di luar ruangan, para karyawan tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sedangkan Reina pergi ke toilet sebentar untuk menyegarkan diri. Saat Reina keluar dari ruangan, pintu lift terbuka dan dua orang masuk ke lantai itu. Claudia dan Xavier melangkah dengan hati-hati menuju kantor CEO. Claudia tampak sedikit gugup, sementara Xavier berusaha tampak tenang meskipun jelas terlihat gelisah. Mereka mengetuk pintu dan menunggu sebentar sebelum mendengar suara Regan dari dalam yang mempersilakan mereka masuk. Ketika pintu terbuka, Claudia dan Xavier masuk dengan hati-hati. Regan yang tadinya duduk di balik mejanya langsung berdiri. Ekspresi wajahnya berubah dari fokus keheranan. “Mama Claudia? Xavier? Apa yang membawa kalian berdua datang ke sini?” tanya Regan dengan nada sedikit terkejut. Claudia mendekat de
Saat kehamilan Reina menginjak usia lima bulan, Regan memutuskan untuk mengajak Reina jalan-jalan di taman kota. Hari itu cerah, dengan langit biru dan angin sepoi-sepoi yang membuat suasana terasa sejuk. Reina tampak sangat bahagia, mengenakan gaun hamil berwarna pastel yang membuat perutnya yang semakin membesar terlihat menawan. Regan tak henti-hentinya tersenyum, menikmati momen kebersamaan mereka. Mereka berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan taman yang indah. Banyak anak-anak bermain di taman bermain, pasangan-pasangan duduk di bangku menikmati suasana, dan para pedagang menjajakan makanan ringan di kios-kios kecil di sepanjang jalan setapak. “Ini hari yang sangat indah, ya?” ungkap Reina sambil menggenggam tangan Regan erat. “Ya, benar-benar indah,” jawab Regan, menatap istrinya dengan penuh cinta. “Aku senang kita bisa meluangkan waktu bersama seperti ini.” Mereka melanjutkan berjalan, berhenti sesekali untuk melihat bunga-bunga yang sedang mekar dan menikmati
Kehamilan Reina telah memasuki usia empat bulan dan perutnya mulai terlihat membesar. Setiap hari Regan semakin takjub melihat perubahan pada tubuh istrinya dan merasa tidak sabar untuk menyambut kehadiran anak mereka. Pagi itu Regan memutuskan untuk membawa Reina ke klinik untuk melakukan USG. “Sayang, hari ini kita akan ke klinik untuk melihat bayi kita,” ucap Regan dengan senyum lebar. Reina tersenyum bahagia, merasa tak sabar untuk melihat perkembangan bayinya. “Aku tidak sabar, Pak Regan. Pasti mereka sudah semakin besar sekarang.” Regan mengangguk. "Aku juga sangat bersemangat. Ayo kita bersiap-siap." Setelah bersiap-siap, mereka berdua berangkat ke klinik dengan penuh semangat. Dalam perjalanan, mereka terus berbicara tentang rencana masa depan dan bagaimana mereka akan merawat anak mereka. Regan menggenggam tangan Reina dengan erat, memberikan rasa tenang dan nyaman. Sesampainya di klinik, mereka disambut oleh dokter dan perawat yang ramah. “Selamat pag
Reina berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Matanya menyapu pemandangan yang indah, tetapi pikirannya jauh dari sana. Di luar, matahari mulai terbenam, menyinari langit dengan warna-warna keemasan, tetapi dalam hati Reina, ada kegelapan yang sulit hilang. Regan, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian dari rumah mulai memperhatikan istrinya. Ia berjalan mendekat dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu Reina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya dengan suara penuh perhatian. Reina tersentak dari lamunannya dan menoleh ke arah Regan. “Aku masih memikirkan Kak Amel,” jawabnya dengan suara lirih. “Aku merasa bersalah dan cemas tentang apa yang terjadi padanya.” “Sayang, kamu sudah melakukan yang terbaik. Kadang-kadang, kita tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi di sekitar kita. Apa yang terjadi pada Amel adalah akibat dari pilihannya sendiri.” “Tapi, aku tetap merasa harus melakukan sesuatu,” lanjut Reina dengan nad
Linda dan Amel tampak berjalan menuju mereka. Kehadiran dua orang itu seakan membawa aura negatif. Amel, dengan tatapan jahat, mulai merencanakan sesuatu yang licik terhadap Reina. Linda dan Amel berpura-pura bergabung dengan kebersamaan keluarga Danny, tapi Amel dengan hati-hati mendekati Reina yang sedang berjalan di atas bebatuan. Amel mengatur langkahnya agar Reina terpeleset di atas batu licin. Namun, rencana jahat itu berbalik. Saat Amel mendorong Reina, dirinya sendiri yang kehilangan keseimbangan. Amel terjatuh keras di atas batu tajam. Semua orang terkejut dan bergegas menghampiri. Linda berteriak panik, “Amel! Apa yang terjadi?!” Regan, yang melihat situasi tersebut, segera memanggil bantuan. Amel tampak mengalami pendarahan hebat. Regan memeluk Reina erat-erat, memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Reina mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pak Regan. Tapi Kak Amel ... dia tampak sangat parah.” Ambulans segera
Liburan keluarga besar ke pantai adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Reina dan Regan memang telah merencanakan hal itu jauh-jauh hari. Hanya saja baru terealisasi saat ini. Dengan persiapan yang matang, mereka berangkat dari rumah dengan semangat tinggi. Olivia, Bi Nita, Danny, Rafa, Alya, dan Bi Siti bergabung dalam perjalanan tersebut, ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka membawa perbekalan lengkap, termasuk makanan, minuman, mainan pantai, dan berbagai kebutuhan lainnya. Sesampainya di pantai, suasana langsung berubah menjadi ceria. Mereka menata tempat dengan menyiapkan tenda, menggelar tikar, dan menata makanan piknik. Rafa dan Alya segera berlari ke air, bermain dengan ombak dan tertawa riang. Danny dan Bi Siti membantu Olivia dan Bi Nita menyiapkan makanan. Regan dan Reina berkeliling, memastikan semuanya tertata dengan baik. “Ayah, jangan terlalu jauh, ya!” teriak Reina sambil melambai ke arah Danny yang sedang membawa ko