Arka dan Dimas mulai mengobrol mengenai insiden yang terjadi pagi hari tadi hingga membuat Dinara menjadi korban. Dimas menjelaskan bahwa di area taman memang tidak memiliki cctv namun saat kejadian berlangsung, seseorang yang bertugas untuk membersihkan taman melewati toilet untuk membersihkan sampah daun yang berjatuhan Dimas juga sudah menemui wanita itu dan menanyainya.
Arka penasaran mendengar penjelasan Dimas dan menjadi tidak sabar untuk mengetahui pelakunya. Arka harus menghukum siapapun orang yang berani mencelakai Dinara ataupun anggota keluarganya.“Jadi, siapa pelakunya dan apa tujuan mereka melakukan ini? Apa mereka salah satu musuhku? Apa mereka sengaja melakukan ini untuk menggertakku?” Arka terlihat sangat marah hingga Sandra tidak berani menatap Arka. Tubuh Sandra gemetaran membayangkan jika Arka mengetahui bahwa Sandra adalah pelaku sebenarnya.“Saksi mengatakan jika pelakunya adalah 2 orang pria yang merupakan preman di taman ituMalam hari.Sesampainya Arka, Dinara dan Sandra di rumah. Dinara tanpa banyak bicara segera berlalu masuk ke dalam kamarnya sedang Sandra menarik Arka ke kamarnya manja. Dinara terlihat sangat kesal saat ini, dan Arka berniat untuk menghibur Dinara karena Arka tidak mau kalau perasaan sedih atau marah Dinara akan berakibat pada janin yang Dinara kandung. “San, kamu mandi duluan aja ya. Aku harus buatin Dinara susu dulu.” Arka hendak berbalik keluar dari kamar Sandra tapi Sandra menahannya.“Kenapa harus kamu, Arka? Kan ada banyak pelayan di rumah ini. Lagi pula ada Dimas juga. Suruh aja mereka. Lebih baik kamu ikut aku aja mandi. Yuk,” ujar Sandra menarik Arka masuk ke dalam kamar mandi dan Arka dengan pasrah mengikuti ajakan Sandra. Di kamar Dinara.Saat Dinara ingin mandi, tiba-tiba saja ponsel Dinara berdering menandakan telepon masuk. Dinara meraih ponselnya dan segera menjawab teleponnya setelah melihat nama si penelpon.“
“Kalau kamu tidak pergi juga bagaimanapun caranya, saya gak akan biarkan kamu hidup dengan tenang dan damai. Sebenarnya saya tidak punya masalah dengan kamu sebelumnya, tapi kamu hamil anak suami saya dan kamu juga tinggal bersama kami. Kamu selalu berada di sisi suami saya, jadi saya tidak suka dengan kamu. Saya gak percaya kalau kamu wanita baik-baik setelah saya tau kalau kamu hamil sama suami saya. Tapi, saya akan maafkan kamu kalau kamu bisa menjauhi suami saya.”Pagi hari di meja makan.Ucapan terakhir dari Sandra malam ini terus terputar jelas di kepala Dinara. Jujur saja Dinara takut kalau Dinara masih tinggal di rumah Arka, Sandra akan melakukan sesuatu yang buruk padanya. Bahkan mungkin Sandra bisa membuat kandungannya gugur dan membuat Dinara disalahkan oleh Arka. Dinara sudah memutuskan kalau Dinara akan dan harus keluar dari rumah Arka bagaimanapun caranya.“Pak, boleh gak kalau saya tinggal di rumah orang tua saya aja. Saya lebih merasa
Berhenti! Aku mohon, berhenti!” Dinara berlari menarik Hardiansyah dan menghalangi Arka yang ingin memukul Hardiansyah. “Apa yang kamu lakukan dasar bodoh. Pergi dari sini!” Dinara berusaha menyelamatkan Hardiansyah agar tidak kena pukul oleh Arka tapi hal itu malah membuat Arka salah paham terhadap Dinara. “Kamu membelanya? Kenapa? Kenapa kamu melindungi dia dan malah menghalangi aku, Dinara? Kamu suka sama dia?” Bentak Arka tak sabaran. “Bukan, sa-saya cuman gak mau anda salah dalam bertindak, Pak. Dia mungkin akan melaporkan anda nanti.” Dinara tergagap mempertahankan agar Hardiansyah tetap di belakangnya atau pergi. Dinara tahu kalau Arka tidak akan memukulnya. Hardianysah tersenyum senang dan mengejek di belakang Dinara semakin membuat Arka marah. Arka menarik tangan Dinara kasar dan menyuruh agar papa Dinara mengurung Dinara sementara di kamarnya. Sedang Dinara meronta tidak ingin dikurung karena takut kalau Arka sampai memukuli Hardiansyah karena walau bagaimanapun Hardiansy
“Kita pulang, Tuan?” Tanya Dimas memisahkan Arka yang terlihat tengah asik memeluk Dinara. “Iya, kita pulang. Aku akan kasih Dinara kesempatan terakhir untuk membuktikan janjinya. Jika dia berani melanggar kontrak lagi, aku bukan hanya akan memukul si bodoh itu, tapi aku akan membuat keluarga istriku ini menderita dan Dinara selamanya akan menjadi tahananku.” Arka dengan sengaja mengancam Dinara agar Dinara tidak berpikir untuk melawannya lagi. Dimas melirik Dinara sekilas yang menatapnya sedih. Dimas tidak perduli apapun selain kebahagiaan Arka sebagai tuannya. Jika Dimas harus menekan Dinara, Dimas juga akan melakukannya. “Saya akan siapkan mobil Tuan.” Dimas berlalu pergi meninggalkan Dinara dengan Arka. Arka tidak memberitahu apa yang baru saja terjadi tadi di rumah orang tua Dinara pada Dimas. Tapi Dimas tidak mungkin untuk tidak tahu karena mereka memiliki banyak mata-mata. Arka merangkul Dinara keluar dari rumah sakit men
Dinara diam berpikir merenungkan apa yang Sandra katakan tadi. Tadi Sandra sempat memberi Dinara kode kalau Dinara diawasi oleh pelayan dan juga cctv. Dinara memeriksa kamarnya dan melihat seluruh ruang dengan hati-hati. Bahkan Dinara melupakan makanan yang tadi Sandra bawakan. Tak lama, pelayan mengetuk pintu kamar Dinara lalu masuk untuk memastikan kalau Dinara memakan makanannya atas perintah Arka yang sejak tadi sibuk mengawasi Dinara melalui cctv. Melihat pelayan datang, Dinara yakin bahwa apa yang Sandra katakan benar. Kenapa semua ini terjadi ketika Dinara mulai nyaman dengan Arka? Dinara sangat marah sekarang. “Nona Muda ingin apa? Biar kami siapkan. Tapi Nona Muda harus makan ya.” Pelayan tersebut berkata sopan. “Saya gak lapar. Kamu bisa bawa saja makanan itu ke dapur.” Dinara menolak keras dan menatap tak suka pelayan yang tak bersalah itu. “Tapi, Nona Muda, Tuan yang suruh. Saya akan dipecat kalau Tuan tau Nona Muda gak makan.” “Bawa itu atau saya buang? Sudahlah, kal
“Nara, apa kamu pernah bertemu dengan orang tua Arka? Apa kalian saling kenal? Bagaimana respon mereka setelah tau kalau kamu hamil cucu mereka?” Tanya Sandra tiba-tiba seraya menggandeng Dinara berjalan sekitar halaman rumah Arka. Dinara menoleh singkat ke arah Sandra lalu kembali menatap lurus. Sudah sewajarnya jika Sandra ingin tahu maalah ini. “Ya, kita saling kenal dan orang tua Pak Arka juga mendukung saya untuk melahirkan anak ini.” Dinara berkata singkat karena Dinara rasanya malas untuk membahas masalah seperti ini. Sejujurnya Dinara tidak begitu nyaman dengan Sandra dan situasi mereka saat ini. “Kamu dan Arka gak ada perasaan apapun kan? Kalian, maksud saya kamu murni cuman bertugas melahirkan anak itu saja kan? Setelah itu, kamu pergi?” Tampaknya Sandra sangat penasaran dengan perasaan Dinara terhadap Arka. Dinara bingung bagaimana caranya menjelaskan perasaannya sendiri. Dinara memang merasa ada yang berbeda pada dirinya seperti rasa kebergantungan pada Arka. Tapi itu s
Dinara tidak tau apakah dirinya harus senang dan berterima kasih pada Sandra karena telah membantunya keluar dari rumah atau apakah Dinara harus sedih karena Arka jadi berpikir buruk tentangnya. Setelah berpikir panjang akhirnya Arka memutuskan untuk membawa Dinara ke kantor besok sedang hari ini Arka akan bekerja dari rumah. Arka membuka laptopnya dan bekerja di ruang keluarga sedang Sandra berkesempatan untuk bermanja ria pada Arka di depan Dinara yang hal itu tentu membuat Dinara iri. Sandra meletakan kakinya di atas paha Arka sedang kepala Sandra berada di ujung sofa. Jika Sandra sedang santai, maka di sofa lain, Dinara harus mengerjakan hukuman dari Arka. Dinara disuruh menulis kalimat, ‘Saya berjanji bahwa saya tidak akan bersikap kasar pada siapapun’ sebanyak 100 baris. “Sayang, kamu beneran pecat temannya Nara itu?” Sandra tiba-tiba membahas masalah Hardiansyah pada Arka di hadapan Dinara yang spontan menoleh ke arahnya. “Kenapa kamu tiba-tib
Kamu urus dia.” Arka membawa Dinara dengan menggendongnya sedangkan Dimas diminta Arka untuk membawa Hardiansyah ke rumah sakit karena walau bagaimanapun Arka tidak ingin membuat namanya jelek akibat membunuh mantan karyawannya sendiri. Dengan keadaan kacau, Arka menatap wajah Dinara yang masih terlihat berkeringat dan air mata yang membuat jejak di pipi Dinara. Sementara ini, Arka menaruh tubuh Dinara di atas sofa sedang Arka memperbaiki penampilannya. Arka harus keluar dari sana dan membawa Dinara ke tempat yang aman namun Arka harus menunggu Dimas membereskan Hardiansyah lebih dulu. Arka hanya perlu memastikan Dinara tidak bangun sampai mereka sampai di tempat aman itu. “Sayang, kenapa kamu harus melakukan ini? Apa kamu mencintainya? Aku juga bisa melahirkan anak untuk kamu, lepaskan aja dia,” ujar Sandra yang sejak tadi sempat mengintip Arka di kamar mandi lalu Sandra berlari ke ruangan Arka dan menunggu Arka. “Sandra, tolong diamlah untuk saat i
"Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.
"Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b
Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa
Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru