Setelah berbincang dengan Sandra maka akhirnya Arka setuju untuk membawa Dinara kembali ke rumahnya. Arka sangat senang dengar respon Sandra yang sangat pengertian dan juga dewasa. Arka bersyukur bisa menikahi Sandra, wanita yang terlihat baik di matanya. Apalagi tadi kata Sandra, Sandra ingin mencoba akrab dengan Dinara.
Sore hari.Arka dan yang lain sedang bersiap-siap untuk pulang. Arka menghampiri Dinara untuk memberitahu Dinara bahwa Dinara akan tetap tinggal di rumahnya. Dinara tak tahu apakah dirinya harus senang ataukah sedih karena Dinara akan selalu diperhatikan oleh Arka namun Dinara akan sedih dan cemburu jika harus melihat Arka dan Sandra bermesraan. Apalagi semenjak Arka menikahi Sandra, Arka selalu tidur di kamar Sandra. Padahal sebelumnya Arka tidur di kamar Dinara.Sesampainya di rumah, seperti biasa semua orang akan masuk ke dalam kamar mereka masing-masing, namun entah kenapa Sandra terlihat aneh sore ini karena Sandra ingin mengantarkanDinara menatap wajah Arka seraya menelan ludah kasar. “Pak, saya ngidam pengen makan mie instan, di dapur gak ada mie instan, jadi saya ke sini. Ini bukan salah mereka, jangan pecat mereka. Ini saya yang memaksa mereka,” ujar Dinara dengan sorot memohon. Arka menatap dalam netra Dinara dan itu berhasil mengacaukan hati Arka yang seketika itu juga mendadak luluh padahal Arka ingin marah pada Dinara dan para pelayan. Arka menghela nafas kesal dan menatap ke arah pelayan. “Kalian, buang semua makanan tidak sehat ini dari kamar kalian. Cepat!” Pinta Arka pada pelayan sedang pelayan segera mengumpulkan makanan simpanan mereka dan mengumpulkannya menjadi satu dalam sebuah wadah namun Dinara rasanya tidak rela melihat makanan enak tersebut dibuang begitu saja. “Kali ini, kalian saya maafkan. Lain kali jika kejadian seperti ini terulang kembali atau kalian ketahuan menyimpan makanan seperti ini lagi, kalian saya pecat. Paham?” Arka memberi peringatan keras pada para
Arka dan Dimas membuka paksa pintu toilet yang tidak terpakai tersebut dan terkejut. Bagaimana bisa Dinara berada di ruangan itu? Apa yang ia lakukan? “Dinara!” Teriak Arka hingga orang berkerumun mendekat ke arahnya. Dinara terlihat tidak sadarkan diri dengan posisi berbaring di atas lantai yang kotor tersebut. Segera saja tanpa banyak bicara Arka menggendong Dinara dan menyuruh Dimas mengambil mobil mereka. Wajah Arka terlihat marah, sedih bercampur khawatir. Entah Arka khawatir pada Dinara atau pada calon anak mereka. Tapi semua orang termasuk Sandra yang melihat Arka tahu bahwa Dinara sangat berharga bagi Arka. Rencana awal Sandra berjalan sempurna tapi Sandra malah dibuat kesal dengan hasil rencananya yang ingin menyingkirkan Dinara dan membuat Arka membenci Dinara. “Tidak masalah, ini baru langkah awal. Aku masih punya 1000 cara lainnya. Aku tidak akan berhenti sampai wanita itu mati atau Arka mencampakkannya.” Pikir Sandra mengikuti langkah ka
“Tentu aku akan melindungi kamu, Sandra. Apa yang kamu pikirkan, lagi pula tidak akan ada orang yang berani menyakiti kamu. Jika kamu merasa terancam, kamu bisa bilang sama aku biar aku segera tangani orang itu.” Arka meyakinkan Sandra yang masih merupakan prioritasnya yang kedudukannya sama dengan Dinara di dalam kehidupan Arka.Sandra tersenyum puas ke arah Arka dan mengangguk manja seraya memamerkan hal itu pada Dinara dengan sengaja. Selesai mengantarkan Arka, Dinara dan Sandra pulang, Dimas harus kembali ke taman yang tadi pagi mereka datangi untuk Dimas melakukan penyelidikan. Di sana memang tidak terlalu ramai di pagi hari, namun di sana juga bukan berarti tidak ada orang.“Pasti ada jejak yang tertinggal.” Pikir Dimas menatap ke sekeliling toilet dengan sangat teliti.Di rumah Arka.Sandra bersikap sangat baik pada Dinara dengan alasan untuk menebus kesalahannya, Sandra berinisiatif untuk membuatkan Dinara susu dan juga makanan lain untu
“Dinara, kamu istriku, tidak ada salahnya jika kamu melayani aku kan? Aku butuh itu sekarang, tolong bantu aku dengan melayani aku.” Pinta Arka dengan suara serak seraya Arka mengunci Dinara dengan kedua tangannya yang hal itu sontak membuat Dinara takut. “Tapi Pak, maaf. Ini tidak termasuk dalam kontrak perjanjian kita. Saya gak bisa melakukan ini.” Tolak Dinara karena selain hal ini tidak termasuk dalam kontrak perjanjian mereka, ini juga akan menjadi pengalaman pertama untuk Dinara bercinta dalam keadaan sadar. “Kontrak apa yang kamu bicarakan, Sayang? Hmm? Yang terpenting adalah kamu istriku dan kamu wajib untuk melayani aku.” Arka mendekatkan wajahnya hingga wajahnya dan Dinara hanya berjarak 5 cm saja. Deru nafas Arka terasa sangat hangat dan memburu. Arka tidak bisa menahan diri lagi. Darahnya sudah terasa mendidih sejak melihat Dinara tadi. Sedang Dinara yang terkejut dipanggil ‘sayang’ oleh Arka hanya bisa membeku namun Dinara kembali tersadar ke
Arka dan Dimas mulai mengobrol mengenai insiden yang terjadi pagi hari tadi hingga membuat Dinara menjadi korban. Dimas menjelaskan bahwa di area taman memang tidak memiliki cctv namun saat kejadian berlangsung, seseorang yang bertugas untuk membersihkan taman melewati toilet untuk membersihkan sampah daun yang berjatuhan Dimas juga sudah menemui wanita itu dan menanyainya.Arka penasaran mendengar penjelasan Dimas dan menjadi tidak sabar untuk mengetahui pelakunya. Arka harus menghukum siapapun orang yang berani mencelakai Dinara ataupun anggota keluarganya.“Jadi, siapa pelakunya dan apa tujuan mereka melakukan ini? Apa mereka salah satu musuhku? Apa mereka sengaja melakukan ini untuk menggertakku?” Arka terlihat sangat marah hingga Sandra tidak berani menatap Arka. Tubuh Sandra gemetaran membayangkan jika Arka mengetahui bahwa Sandra adalah pelaku sebenarnya. “Saksi mengatakan jika pelakunya adalah 2 orang pria yang merupakan preman di taman itu
Malam hari.Sesampainya Arka, Dinara dan Sandra di rumah. Dinara tanpa banyak bicara segera berlalu masuk ke dalam kamarnya sedang Sandra menarik Arka ke kamarnya manja. Dinara terlihat sangat kesal saat ini, dan Arka berniat untuk menghibur Dinara karena Arka tidak mau kalau perasaan sedih atau marah Dinara akan berakibat pada janin yang Dinara kandung. “San, kamu mandi duluan aja ya. Aku harus buatin Dinara susu dulu.” Arka hendak berbalik keluar dari kamar Sandra tapi Sandra menahannya.“Kenapa harus kamu, Arka? Kan ada banyak pelayan di rumah ini. Lagi pula ada Dimas juga. Suruh aja mereka. Lebih baik kamu ikut aku aja mandi. Yuk,” ujar Sandra menarik Arka masuk ke dalam kamar mandi dan Arka dengan pasrah mengikuti ajakan Sandra. Di kamar Dinara.Saat Dinara ingin mandi, tiba-tiba saja ponsel Dinara berdering menandakan telepon masuk. Dinara meraih ponselnya dan segera menjawab teleponnya setelah melihat nama si penelpon.“
“Kalau kamu tidak pergi juga bagaimanapun caranya, saya gak akan biarkan kamu hidup dengan tenang dan damai. Sebenarnya saya tidak punya masalah dengan kamu sebelumnya, tapi kamu hamil anak suami saya dan kamu juga tinggal bersama kami. Kamu selalu berada di sisi suami saya, jadi saya tidak suka dengan kamu. Saya gak percaya kalau kamu wanita baik-baik setelah saya tau kalau kamu hamil sama suami saya. Tapi, saya akan maafkan kamu kalau kamu bisa menjauhi suami saya.”Pagi hari di meja makan.Ucapan terakhir dari Sandra malam ini terus terputar jelas di kepala Dinara. Jujur saja Dinara takut kalau Dinara masih tinggal di rumah Arka, Sandra akan melakukan sesuatu yang buruk padanya. Bahkan mungkin Sandra bisa membuat kandungannya gugur dan membuat Dinara disalahkan oleh Arka. Dinara sudah memutuskan kalau Dinara akan dan harus keluar dari rumah Arka bagaimanapun caranya.“Pak, boleh gak kalau saya tinggal di rumah orang tua saya aja. Saya lebih merasa
Berhenti! Aku mohon, berhenti!” Dinara berlari menarik Hardiansyah dan menghalangi Arka yang ingin memukul Hardiansyah. “Apa yang kamu lakukan dasar bodoh. Pergi dari sini!” Dinara berusaha menyelamatkan Hardiansyah agar tidak kena pukul oleh Arka tapi hal itu malah membuat Arka salah paham terhadap Dinara. “Kamu membelanya? Kenapa? Kenapa kamu melindungi dia dan malah menghalangi aku, Dinara? Kamu suka sama dia?” Bentak Arka tak sabaran. “Bukan, sa-saya cuman gak mau anda salah dalam bertindak, Pak. Dia mungkin akan melaporkan anda nanti.” Dinara tergagap mempertahankan agar Hardiansyah tetap di belakangnya atau pergi. Dinara tahu kalau Arka tidak akan memukulnya. Hardianysah tersenyum senang dan mengejek di belakang Dinara semakin membuat Arka marah. Arka menarik tangan Dinara kasar dan menyuruh agar papa Dinara mengurung Dinara sementara di kamarnya. Sedang Dinara meronta tidak ingin dikurung karena takut kalau Arka sampai memukuli Hardiansyah karena walau bagaimanapun Hardiansy
"Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.
"Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b
Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa
Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru