"lepaskan aku dulu, aku akan jawab nanti." Pinta Dinara lelah."Jawab saja sekarang karena kepercayaanku padamu telah hilang. Jadi aku tidak bisa percaya kamu. Sebenarnya kamu tidak punya pilihan, tapi karena aku baik, jadi aku akan memberi kamu waktu untuk berpikir. Aku tidak tau kenapa kamu bisa sebodoh ini untuk menyusun sebuah rencana dan menargetkanku." Arka berbaring di sebelah Dinara namun Arka masih memeluk posesif Dinara."Kamu terlalu banyak berbaur dengan orang-orang bodoh itu. Jadi kamu ikut bodoh." Sambung Arka lagi mengejek Dinara yang terlihat semakin kesal."Mereka bodoh, tapi tidak segila dan searogan kamu. Aku memilih untuk berbaur dengan mereka dari pada kamu. Aku sudah berpikir dan putuskan, demi kebaikan dan kenyamanan bersama, lebih baik kita bercerai saja. Aku akan kembalikan semua saham dan aset kamu." Padahal awalnya Dinara tadi ingin menyetujui ajakan Arka untuk membuat kesepakatan, tapi karena Dinara kesal dengan ucapan Arka, akhirnya Dinara menentang Arka l
Dinara tertidur di meja makan namun tidak ada satu orang pun yang berani membangunkan Dinara. Sampai Arka pulang dan melihat Dinara tertidur di meja makan.Arka menghela nafas dan tersenyum menatap Dinara seraya menggelengkan kepalanya gemas melihat tingkah lucu dan menggemaskan Dinara. Tanpa bicara apapun, Arka segera mengangkat tubuh Dinara perlahan karena Dinara masih dalam posisi duduk namun kepala dan tangan Dinara bertumpu pada meja. Tapi tetap saja, Dinara terbangun terkejut hingga tersentak ketika tubuhnya diangkat oleh Arka. Tapi Dinara hanya bisa mengalungkan tangannya dengan cepat pada leher Arka. "Hmmm, aku bisa jalan sendiri." Gumam Dinara dengan mata tertutup dan kepala yang sengaja Dinara letakkan di atas dada bidang Arka membuat Arka semakin tersenyum lebar melupakan masalah yang beberapa saat lalu itu terjadi. Ketika Arka dan Dinara sudah sampai di dalam kamar mereka, dengan perlahan Arka merebahkan tubuh Dinara ke atas ranjang sedang Dinara diam dan pasrah.Dinar
2 bulan kemudian.Setelah 2 bulan yang lalu, Clarisa menghilang tanpa jejak bahkan sebelum Arka memecat Clarisa. Tak terasa ternyata waktu berjalan dengan begitu cepat.Hubungan Arka dengan keluarga Dinara kian membaik karena kesabaran Arka dan juga usaha Arka untuk meminta maaf dan mendekati mereka. Di samping itu, Dinara juga mulai bersedia membuka hatinya dan menerima Arka. Hari-hari bahagia dan menenangkan mereka lalui bersama. Di ruangan Arka.Dinara tengah sibuk menghitung jadwal menstruasinya yang terlambat sudah hampir 1 bulan itu dengan wajah serius, masam dan juga bingung.Dinara menghela nafas panjang dan berpikir apakah dirinya sedang hamil atau apakah dirinya ada gangguan pada rahim.Dinara menatap ke arah Arka yang sibuk dengan berkas-berkas yang ada di mejanya dan Dinara pun menghampiri Arka yang seketika itu menatapnya dengan penuh perhatian."Ada apa, Sayang? Kenapa manyun gitu? Hmm?" Tanya Arka sedikit melonggarkan kursinya dan mempersiapkan pahanya untuk memangku
"Kita lupakan masalah tidak penting itu. Kita bicarakan yang baik-baik saja. Oke? Ayo silakan duduk," ujar Arka tidak ingin membahas masalah Sandra karena jika Arka membahas itu mungkin akan ada hati diantara mereka yang terluka.Semua orang kini sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Makan malam santai siap dimulai. Arka memberi kode pada pelayan agar pelayan segera menyiapkan makanan.Semuanya berjalan lancar dan tenang dalam waktu beberapa saat. Makan malam berlangsung cepat karena orang tua Arka dan Dinara rasanya sudah tidak sabar untuk pengumuman yang akan Dinara dan Arka sampaikan."Jadi, Dinara apa yang ingin kamu katakan? Suasana ini tidak biasa. Ayo katakan," ujar ibunya Dinara antusias. Dinara tersenyum menoleh ke arah ibunya, "Mama dan Papa, kalian akan jadi kakek dan nenek. Dinara hamil," ujar Dinara menjelaskan dengan suara yang sedikit bergetar.Kedua orang tua Dinara terkejut tak percaya mendengar ucapan Dinara. Mereka tampak bingung menyikapi hal ini. Apakah mere
"Ada apa? Siapa itu?" Tanya Sandra pada Hardiansyah yang menatap kaget Sandra."Dinara. Kita harus segera pergi dari sini. Dinara menyelidiki kamu." "Apa?!" Sentak kaget Sandra."Dan sementara ini kamu juga harus pura-pura kembali ke rumah sakit jiwa karena dia pasti akan mencari kamu ke sana." Hardiansyah membuat Sandra menjadi lebih terkejut lagi.***Dinara dan Arka kini sudah sampai di rumah Clarisa. Rumah tersebut tampak hidup seperti rumah yang memiliki penghuni. Perlahan Dinara mengetuk pintu rumah Clarisa hingga beberapa kali dan pada akhirnya pintu rumah tersebut terbuka.Dinara dan Arka sedikit terkejut karena orang yang membuka pintu rumah Clarisa ternyata adalah Hardiansyah."Kamu ngapain di sini, Har?" Tanya Dinara kaget dan juga penasaran."Aku tinggal di sini untuk sementara waktu, Nara. Clarisa kan lagi ke luar negeri, jadi dia minta tolong sama aku buat jaga rumahnya. Ada apa kamu datang ke sini?" Hardiansyah berakting dengan sangat baik di hadapan Dinara dan Arka.
Ini adalah hari ke-10 Clarisa koma dan belum sadar juga. Tampaknya Clarisa mengalami kerusakan organ kepala yang cukup parah setelah insiden itu dan jika dilaporkan, Sandra dan Hardiansyah bisa saja masuk penjara.Waktu menunjukkan pukul 10 pagi. Perawat baru saja membersihkan tubuh Clarisa dan membuka perban di wajah Clarisa. Kulit wajah Clarisa masih terlihat sedikit memerah dan wajah Clarisa sudah tampak berubah sempurna.Wajah Clarisa sedikit mirip dengan Dinara. Entah Hardiansyah sengaja atau tidak melakukan ini. Tampaknya obsesi Hardiansyah jauh lebih besar pada Dinara dari pada Arka. Atau apakah Hardiansyah punya rencana lain dengan tindakannya ini? Ini sudah terlalu jauh dari kata normal.Perlahan jari jemari Clarisa mulai bergerak menunjukkan tanda-tanda akan sadar namun netra Clarisa masih terpejam bergetar seperti Clarisa sedang memaksa matanya untuk terbuka."Nggg," lenguh lemah Clarisa perlahan membuka matanya sipit.Lampu di ruangan itu sudah dimatikan digantikan dengan
Dinara melirik sekilas Arka dan berpikir seraya mengalihkan wajahnya lagi sedang Arka perlahan semakin berjalan mendekati Dinara dan duduk di samping Dinara membuat aroma sabun dan tubuh Arka semakin menyeruak di hidung Dinara membuat Dinara tidak tenang dan sulit mengendalikan diri untuk tidak memeluk Arka."Oke." Singkat Dinara bangkit dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Dinara mencoba untuk membuat aroma yang sama dengan yang ada pada Arka sekarang ini. Arka tersenyum menatap Dinara masuk ke dalam kamar mandi seraya menggelengkan kepalanya."Kamu sudah banyak berubah, Sayang. Sikap, karakter dan prilaku kamu tidak menunjukkan lagi bahwa kamu pernah menjadi Dinara, sekretarisku. Sekarang kamu adalah istriku. Dan aku sangat mencintai kamu yang sekarang ini. Mungkin aku akan gila jika kamu pergi lagi dan aku tidak bisa menemukan kamu." Pikir Arka melamun.Arka segera memakai pakaiannya dan menyiapkan cemilan berupa potongan buah untuk Dinara karena belakangan ini Dinara menyukai
Hari berjalan begitu cepat. Perut buncit Dinara mulai terlihat mengembang membentuk setengah bola namun tidak merusak bentuk tubuh indah Dinara. Malah Dinara semakin terlihat sexi.Seiring berjalannya waktu juga membuat perasaan Arka pada Dinara semakin besar. Syukurnya rasa itu mendapat balasan dari Dinara yang juga mulai menunjukkan rasa cintanya.Kehidupan kedua manusia ini baik-baik saja sampai Sandra muncul dengan berkas keterangan hamilnya."Arka, kamu harus tanggungjawab. Aku hamil," ujar Sandra tidak menunjukkan tanda-tanda kalau Sandra pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Sebenarnya bukan dirawat, tadi dikurung.Hal ini membuat Arka terkejut tak percaya dan segera menatap wajah Dinara yang malah terlihat sangat tenang. Jujur saja, Arka takut dalam sikap tenang Dinara, di dalam hati Dinara sebenarnya kacau terbakar."Oh ya? Berapa bulan?" Tanya Dinara dengan sangat tenang. "3 minggu. Ini surat keterangan dari dokter. Cek saja kalau tidak percaya." Sandra menantang."Kamu hamil