2 bulan kemudian.Setelah 2 bulan yang lalu, Clarisa menghilang tanpa jejak bahkan sebelum Arka memecat Clarisa. Tak terasa ternyata waktu berjalan dengan begitu cepat.Hubungan Arka dengan keluarga Dinara kian membaik karena kesabaran Arka dan juga usaha Arka untuk meminta maaf dan mendekati mereka. Di samping itu, Dinara juga mulai bersedia membuka hatinya dan menerima Arka. Hari-hari bahagia dan menenangkan mereka lalui bersama. Di ruangan Arka.Dinara tengah sibuk menghitung jadwal menstruasinya yang terlambat sudah hampir 1 bulan itu dengan wajah serius, masam dan juga bingung.Dinara menghela nafas panjang dan berpikir apakah dirinya sedang hamil atau apakah dirinya ada gangguan pada rahim.Dinara menatap ke arah Arka yang sibuk dengan berkas-berkas yang ada di mejanya dan Dinara pun menghampiri Arka yang seketika itu menatapnya dengan penuh perhatian."Ada apa, Sayang? Kenapa manyun gitu? Hmm?" Tanya Arka sedikit melonggarkan kursinya dan mempersiapkan pahanya untuk memangku
"Kita lupakan masalah tidak penting itu. Kita bicarakan yang baik-baik saja. Oke? Ayo silakan duduk," ujar Arka tidak ingin membahas masalah Sandra karena jika Arka membahas itu mungkin akan ada hati diantara mereka yang terluka.Semua orang kini sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Makan malam santai siap dimulai. Arka memberi kode pada pelayan agar pelayan segera menyiapkan makanan.Semuanya berjalan lancar dan tenang dalam waktu beberapa saat. Makan malam berlangsung cepat karena orang tua Arka dan Dinara rasanya sudah tidak sabar untuk pengumuman yang akan Dinara dan Arka sampaikan."Jadi, Dinara apa yang ingin kamu katakan? Suasana ini tidak biasa. Ayo katakan," ujar ibunya Dinara antusias. Dinara tersenyum menoleh ke arah ibunya, "Mama dan Papa, kalian akan jadi kakek dan nenek. Dinara hamil," ujar Dinara menjelaskan dengan suara yang sedikit bergetar.Kedua orang tua Dinara terkejut tak percaya mendengar ucapan Dinara. Mereka tampak bingung menyikapi hal ini. Apakah mere
"Ada apa? Siapa itu?" Tanya Sandra pada Hardiansyah yang menatap kaget Sandra."Dinara. Kita harus segera pergi dari sini. Dinara menyelidiki kamu." "Apa?!" Sentak kaget Sandra."Dan sementara ini kamu juga harus pura-pura kembali ke rumah sakit jiwa karena dia pasti akan mencari kamu ke sana." Hardiansyah membuat Sandra menjadi lebih terkejut lagi.***Dinara dan Arka kini sudah sampai di rumah Clarisa. Rumah tersebut tampak hidup seperti rumah yang memiliki penghuni. Perlahan Dinara mengetuk pintu rumah Clarisa hingga beberapa kali dan pada akhirnya pintu rumah tersebut terbuka.Dinara dan Arka sedikit terkejut karena orang yang membuka pintu rumah Clarisa ternyata adalah Hardiansyah."Kamu ngapain di sini, Har?" Tanya Dinara kaget dan juga penasaran."Aku tinggal di sini untuk sementara waktu, Nara. Clarisa kan lagi ke luar negeri, jadi dia minta tolong sama aku buat jaga rumahnya. Ada apa kamu datang ke sini?" Hardiansyah berakting dengan sangat baik di hadapan Dinara dan Arka.
Ini adalah hari ke-10 Clarisa koma dan belum sadar juga. Tampaknya Clarisa mengalami kerusakan organ kepala yang cukup parah setelah insiden itu dan jika dilaporkan, Sandra dan Hardiansyah bisa saja masuk penjara.Waktu menunjukkan pukul 10 pagi. Perawat baru saja membersihkan tubuh Clarisa dan membuka perban di wajah Clarisa. Kulit wajah Clarisa masih terlihat sedikit memerah dan wajah Clarisa sudah tampak berubah sempurna.Wajah Clarisa sedikit mirip dengan Dinara. Entah Hardiansyah sengaja atau tidak melakukan ini. Tampaknya obsesi Hardiansyah jauh lebih besar pada Dinara dari pada Arka. Atau apakah Hardiansyah punya rencana lain dengan tindakannya ini? Ini sudah terlalu jauh dari kata normal.Perlahan jari jemari Clarisa mulai bergerak menunjukkan tanda-tanda akan sadar namun netra Clarisa masih terpejam bergetar seperti Clarisa sedang memaksa matanya untuk terbuka."Nggg," lenguh lemah Clarisa perlahan membuka matanya sipit.Lampu di ruangan itu sudah dimatikan digantikan dengan
Dinara melirik sekilas Arka dan berpikir seraya mengalihkan wajahnya lagi sedang Arka perlahan semakin berjalan mendekati Dinara dan duduk di samping Dinara membuat aroma sabun dan tubuh Arka semakin menyeruak di hidung Dinara membuat Dinara tidak tenang dan sulit mengendalikan diri untuk tidak memeluk Arka."Oke." Singkat Dinara bangkit dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Dinara mencoba untuk membuat aroma yang sama dengan yang ada pada Arka sekarang ini. Arka tersenyum menatap Dinara masuk ke dalam kamar mandi seraya menggelengkan kepalanya."Kamu sudah banyak berubah, Sayang. Sikap, karakter dan prilaku kamu tidak menunjukkan lagi bahwa kamu pernah menjadi Dinara, sekretarisku. Sekarang kamu adalah istriku. Dan aku sangat mencintai kamu yang sekarang ini. Mungkin aku akan gila jika kamu pergi lagi dan aku tidak bisa menemukan kamu." Pikir Arka melamun.Arka segera memakai pakaiannya dan menyiapkan cemilan berupa potongan buah untuk Dinara karena belakangan ini Dinara menyukai
Hari berjalan begitu cepat. Perut buncit Dinara mulai terlihat mengembang membentuk setengah bola namun tidak merusak bentuk tubuh indah Dinara. Malah Dinara semakin terlihat sexi.Seiring berjalannya waktu juga membuat perasaan Arka pada Dinara semakin besar. Syukurnya rasa itu mendapat balasan dari Dinara yang juga mulai menunjukkan rasa cintanya.Kehidupan kedua manusia ini baik-baik saja sampai Sandra muncul dengan berkas keterangan hamilnya."Arka, kamu harus tanggungjawab. Aku hamil," ujar Sandra tidak menunjukkan tanda-tanda kalau Sandra pernah dirawat di rumah sakit jiwa. Sebenarnya bukan dirawat, tadi dikurung.Hal ini membuat Arka terkejut tak percaya dan segera menatap wajah Dinara yang malah terlihat sangat tenang. Jujur saja, Arka takut dalam sikap tenang Dinara, di dalam hati Dinara sebenarnya kacau terbakar."Oh ya? Berapa bulan?" Tanya Dinara dengan sangat tenang. "3 minggu. Ini surat keterangan dari dokter. Cek saja kalau tidak percaya." Sandra menantang."Kamu hamil
Pranggg!Suara ponsel Arka yang menabrak lantai terdengar nyaring namun Arka tidak bisa berkata apa-apa dan melakukan apapun. Arka hanya bisa diam melongo melihat bagian ponselnya terpisah begitu saja di atas lantai.Sedang Dinara diam menatap Arka dan menunggu reaksi Arka apakah Arka akan marah padanya atau tidak karena kali ini Dinara cukup keterlaluan.Sungguh tak terduga, Arka tidak marah sama sekali pada Dinara dan malah menyuruh Dinara mundur karena Arka akan membersihkan bekas pecahan ponselnya agar tidak mengenai kaki Dinara."Sayang, mundurlah. Aku akan bersihkan pecahan ini. Jangan sampai pecahan ponselku ini mengenai kakimu dan membuatmu terluka." Arka benar-benar tulus dan sangat lembut membuat Dinara bersedih dan menyesali perbuatannya barusan.Dinara mulai menangis menatap Arka yang kini berjongkok di depannya untuk membersihkan bekas pecahan. "Maaf, Sayang. Aku..." "Sudah, tidak apa-apa. Jangan nangis, oke?" Dengan cepat Arka bangkit memeluk Dinara dan menyandarkan ke
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru
"Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.
"Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b
Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa
Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru