Happy Reading*****"Jika nggak mau disamakan. Maka, perbaiki sikapmu. Kamu pasti lagi telponan sama cowok. Iya, kan?" Andrian tak kalah tajam menatap sang sekretaris.Tari berdiri dengan cepat dia menyambar tasnya. "Susah ngomong sama Bapak. Bawaannya curiga terus. Mau meeting tepat waktu atau terus berdebat dengan hal-hal tidak penting seperti sekarang?" tanyanya. Si gadis sudah membuka pintu dan bersiap untuk keluar.Berjalan beriringan dengan sang gadis pujaan, Andrian terus menatap Tari. Gadis itu sama sekali tidak peduli bahwa bosnya tengah dilanda rasa cemburu. Sangat jarang Tari lupa jadwal meeting si bos seperti tadi.Pasti orang yang menelepon Tari adalah orang spesial hingga bisa mengalihkan fokusnya saat bekerja. Andrian mendahului si gadis karena terbakar cemburu oleh pikirannya sendiri.'Awas saja jika sampai aku tahu cowok yang berani mendekatimu. Aku akan but dia jauh darimu. Lagian kenapa, sih, Tar. Kamu nggak mau nerima lamaranku. Kamu dan Nina sudah sangat rukun, ka
Happy Reading*****Andrian melirik Tari dengan senyuman. Dia menganggukkan kepala ketika sang sekretaris memberi peringatan. Pikiran si lelaki jelas menangkap bahwa ada rasa cemburu yang terlontar dari kalimat tersebut padahal si gadis melakukannya semata-mata menjaga nama baik perusahaan.Semakin Haris meneliti isi kertas di hadapannya, sekretarisnya semakin gencar menggoda Andrian. Tari benar-benar jengkel dengan sikap perempuan itu. Sekretaris Andrian mulai berpikir bagaimana caranya menyingkirkan wanita penggoda itu. Pada akhirnya, Tari pura-pura terbatuk, si bos dan Harus menoleh padanya."Ambilkan minum untuk mereka. Sejak tadi, kamu berdiri di belakang saya. Sana, Mir," perintah sang atasan. Perempuan bernama Murni itu berjalan meninggalkan ruangan Haris. Tepat di samping Andrian, wanita itu seperti sengaja mengibaskan rambutnya demi menggoda si lelaki. Gerakan tangan Tari lebih cepat memberi peringatan pada Andrian."Auw," ucap Andrian menahan sakit akibat cubitan sekretari
Happy Reading*****Tari misuh-misuh sesampainya di ruangan, tetapi bukan mengeluarkan kata umpatan dan makin yang menyebut dan mengabsen nama-nama hewan penghuni kebun binatang. Gadis itu cuma merutuki semua ucapan rayuan yang terlontar dari bibir Andrian. Setelah mengunci ruangannya, si gadis segera meninggalkan kantor tanpa berpamitan pada si bos. Andrian mengamati tingkah sang pujaan lewat CCTV di laptopnya. Dia sengaja membiarkan Tari pulang terlebih dahulu dengan segala kemarahan. Lelaki itu benar-benar menikmati raut menggemaskan sang sekretaris ketika memarahinya tadi.Suasana bahagia yang menyelimuti Andrian tetap terlihat sampai di rumah. Nina bahkan tidak lagi takut ketika melihat wajah sang suami. Tidak seperti tadi sewaktu mendengar amukan lelaki itu di telepon."Sepertinya Ayah bahagia banget hari ini," kata Nina saat mereka sudah berbaring di ranjang."Ya, begitulah, Bun," jawab Andrian enteng.Setelah berkata demikian, Andrian tak kuasa untuk menahan hasratnya pada sa
Happy Reading*****"Assalamualaikum, adiknya Mbak. Tumben nih malam-malam telponan. Belum tidur?" tanya Nina. Tak seperti yang dibayangkan oleh Tari tadi. Istri pertama Andrian malah terdengar senang ketika berbincang."Waalaikumsalam, Mbak. Alhamdulillah kabar baik. Maaf, lho, Mbak. Sudah mengganggu tidur nyenyaknya.""Ish, ngomong apa sih," jawab Nina. Dia melirik sang suami, ternyata lelaki itu masih berada di sampingnya. Nina mengurungkan niat untuk menanyakan perihal kemarahan Andrian tadi siang. Mengapa kini wajah sang suami sudah berubah bahagia. "Gimana kerjamu tadi, Dik?""Alhamdulillah lancar, Mbak." Tari tahu arti kalimat yang dimaksud Nina. Pasti istri pertama Andrian itu ingin menanyakan bagaimana kemarahan si bos tadi. "Tenang saja, Mbak. Pak Andri nggak bakal bisa marah lama-lama sama saya. Lihat saja sekarang, apakah wajahnya masih terlihat menyeramkan atau tersenyum lebar."Perkataan Tari sontak membuat Nina tertawa. Apa yang dikatakan gadis itu benar semuanya. Sang
Happy Reading*****Dua puluh menit kemudian, Andrian sudah sampai di kantor. Dia segera menuju ruangan sang pujaan. Tari memang selalu datang lebih pagi dari dirinya. Hal itulah yang membuat Andrian begitu menyukai etos kerja si gadis. Sampai saat ini, Tari selalu bisa menjaga profesionalitas kerja walaupun si bos sering menggoda dan merayu."Assalamualaikum, sayangnya Mas," sapa Andrian saat masuk ke ruangan gadis itu.Tari yang sudah duduk dan fokus di depan layar laptop menoleh dengan bibir mencebik. "Waalaikumsalam. Tidak perlu menggunakan panggilan lebay seperti itu, Pak. Jika ada yang mendengar, maka citra negatif saya akan semakin buruk.""Nggak akan ada orang. Di lantai ini, cuma ada ruangan kita berdua," sahut Andrian santai dengan senyuman yang cukup lebar. Pria itu melangkah mendekati meja."Ini dari Nina sebagai ucapan terima kasih." Sebelum Tari mengucapkan apa dan untuk apa, Andrian lebih dulu menjelaskan. "Maaf atas kemarahanku yang kemarin tanpa alasan. Ternyata yang
Happy Reading*****"Bagus kamu datang, Lit. Aku sudah menunggumu sejak kemarin," kata Nina. Dia menatap tajam pada ibu hamil di depannya. "Mengapa ponselmu tidak pernah aktif. Apa kamu sengaja membuat kemarahan Mas Andri dengan sikap seperti ini?"Nina sengaja langsung masuk ke ruang tamu tadi agar langkahnya diikuti oleh sang madu. Ternyata benar, Lita masuk dan langsung duduk di hadapan ibu tiga anak itu. "Ponselku nge-drop baterainya, Mbak. Jadi, tidak bisa selalu aktif. Memangnya Mas Andri marah-marah kenapa?" Lita mulai memerankan sosok perempuan lemah. Ibu hamil iku menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan muka melemah. Berkali-kali menghela napas panjang. Kentara sekali jika Lita mencari simpati dari Nina. "Tidak perlu beralasan demikian, Lit. Aku mulai muak dengan tingkah lakuku yang tidak benar," ucap Nina kesal, "kenapa kamu memfitnahku. Padahal jelas-jelas lelaki itu adalah orang yang kamu kenal.""Mbak Nina ngomong apa?""Jangan berpura-pura, Lit. Aku tahu ka
Happy Reading*****Di tengah perbincangan dengan kedua rekan kerjanya, ponsel Andrian berbunyi. Sebuah notifikasi khusus yang sengaja digunakan untuk menandai chat dari orang-orang tersayangnya. Lelaki itu merogoh saku dan melihat chat yang dikirimkan seseorang.Selesai membaca, garis bibir Andrian melengkung ke atas. Dia tak lagi peduli dengan percakapan dua rekannya. Novriyanto yang melihat perubahan wajah Andrian, menyenggol lengan Yadi. Lalu, dia berbisik, "Sepertinya, Pak Andri mendapat undian. Makanya, senyum-senyum sendiri seperti ini."Pria berkulit gelap dengan kumis tipis yang baru saja mendapat bisikan dari rekannya tersenyum. "Sepertinya begitu, Pak.""Wah Pak Andri dapat undian apa sampai tersenyum lebar seperti ini?" tanya Novriyanto. Lelaki itu benar-benar kepo. Sudah seperti emak-emak saja."Ah, Pak Novri bisa saja ngomongnya. Saya nggak lagi dapat undian. Cuma dapat chat dari seseorang yang sangat saya cintai," ucap pria berkulit kuning langsat dengan kumis tipis ya
Happy Reading***Sepulang dari rumah istri pertama suaminya, Lita tak langsung balik. Dia sengaja menginap ke tempat seorang lelaki yang selama ini selalu menemani hari-harinya saat Andrian tak menginap. Sore ini, setelah mereka pergi bersenang-senang, si lelaki berniat melanjutkan sesi bermesraan mereka di rumah Lita.Namun, baru saja akan membuka pintu mata Lita terbelalak membaca kertas yang menempel pada daun pintu. Pesan sang suami yang tergantung di depan pintu membuat nyalinya ciut untuk memasuki rumah. Sementara lelaki yang berada samping ibu hamil itu, hanya mampu mengerutkan kening. Takut-takut dia mengambil kertas dari pintu rumah Lita.Si lelaki membaca isinya dan berkata,"Temui saja suamimu, dari pada kamu tidak mendapat nafkah lagi. Bagaimana kita akan bersenang-senang nantinya?" Lelaki itu memeluk Lita walaupun mereka masih berada di luar rumah.Lita membuka pintu dan masuk dia mendudukkan tubuhnya yang mulai terasa lelah karena semalaman bertempur dengan pria itu. S
Happy Reading*****Sebelum menjawab salam dari perempuan di hadapannya, Tari meneliti tampilan orang tersebut dari atas ke bawah. Rentang waktu setahun telah mengubah perempuan itu menjadi jauh lebih baik. Pakaian yang semuanya tertutup serta tutur kata lembut saat menyapa. Mencerminkan adanya perubahan dalam dirinya."Waalaikumsalam. Apa kabar, Bu?" sapa Tari berusaha menghormati perempuan itu."Jangan panggil aku ibu. Saya bukan suami atasan kamu lagi," ucap perempuan itu yang tak lain adalah Lita. Tari sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada Lita hingga merubahnya seperti sekarang. Walau jelas tahu bahwa perempuan itu sudah tidak bersama Andrian, tetapi Tari tetap berusaha menghormatinya. Terlepas dari segala ancaman dan teror yang pernah dilakukan, istri Andrian sudah memaafkan semua kesalahan itu.Baru akan menjawab perkataan Lita, dari arah belakang Andrian memanggil nama Tari. "Sayang, belanjanya sudah selesai belum." Lita dengan cepat menundukkan pandangan dari l
Happy Reading*****Ingin rasanya Tari menghilang saat ini juga. Bagaimana bisa dia sebrutal itu. Sungguh, si perempuan tidak menyadari aksinya sudah meninggalkan begitu banyak jejak pada suaminya.Andrian yang tahu jika istrinya terkejut dengan hasil perbuatannya sendiri, hanya bisa mengulas senyum. Hatinya berbunga-bunga, ternyata Tari juga bisa seganas tadi. Sebelum sang istri menjawab perkataan putranya, lelaki itu berbisik."Kamu hebat, Sayang. Mas ketagihan dengan yang tadi." Lalu, lelaki itu membuka selimutnya dan menjejakkan kaki ke lantai.Tari menghela napas panjang. Benar-benar jahil suaminya itu. Tidak tahukah Andrian jika dirinya malu setengah mati dengan kebrutalan itu. Melihat begitu banyak jejak di bagian tubuh sang suami yang lain, Tari menggelengkan kepala. Dia kemudian fokus pada Akmal sebelum si kecil bertanya macam-macam."Iya, Sayang. Nanti, Mama pasti obati bekas gigitan serangga di leher Ayah," jawab Tari pada akhirnya.Perempuan itu merutuki dirinya sendiri ya
Happy Reading*****Sesampainya di kamar, Tari membuka pintu dengan tergesa. Takut juga jika sang suami sampai salah paham dengan perkataannya tadi. "Mas, jangan salah paham, dong," ucapnya.Sekarang, Andrian sedang mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek. Dia melirik sang istri sebentar. "Gimana nggak salah paham. Kamu membandingkan lelaki lain di depan suamimu. Aku itu cemburuan, Sayang. Bukankah kamu sudah tahu sejak dulu?" Sang suami melanjutkan aktifitasnya melipat sarung dan menggantung baju koko, tiba-tiba saja suasana hati Andrian berubah jelek."Membandingkan gimana, Mas?" Sepertinya, Tari memang salah memilih kata. Padahal maksudnya tadi bukan membandingkan Andrian dengan Pamungkas. "Kalau nggak membandingkan terus apa? Bukankah kamu mengatakan kasus kami berbeda. Maksudmu pasti si Pamungkas pasti jauh lebih baik dari Mas, kan?" Andrian duduk di tepi ranjang dan memajukan bibir. Setelah menjadi suami Tari, lelaki itu makin manja saja. Tidak ingat sama umur.Sek
Happy Reading *****Andrian tidak pernah bosan dengan ibadah menyenangkan bersama sang istri. Sekali lagi, mereka melakukannya dan setelahnya tertidur hingga suara azan Zuhur membangunkan. Tari melenguh dan meregangkan tangan. Kemudian menatap lelaki di sebelahnya yang masih menutup mata."Mas, bangun. Sudah Zuhur," kata Tari pelan disertai guncangan pelan pada lengan Andrian."Hmm," jawab Andrian, tetapi matanya masih tertutup. "Boleh nggak kalau Mas salatnya di rumah saja?""Tidak boleh. Memangnya Mas Andri mau disebut salihah?" kata Tari cepat.Seketika Andrian membuka mata dan menatap sang istri. "Kok bisa salihah, Yang?"Memutar bola mata dan tersenyum, Tari berkata, "Ya, kan. Seorang perempuan itu lebih baik salat di rumah. Nah, jika seorang lelaki tidak salat di masjid tanpa uzur yang jelas, kan, namanya salihah." "Ih, jadi kamu ngatain Mas, ya?" Andrian gemas sendiri melihat wajah sang istri. Dia menggelitik pinggang perempuan itu sampai minta ampun setelahnya."Sudah ... su
Happy Reading*****Tari menengok pada suaminya. Indera Andrian sudah dipenuhi kabur gairah. Tak akan bisa lagi perempuan itu beralasan lain apalagi anak-anak tidak berada di kamar lagi. "Mas mau sarapan apa? Biar aku siapkan dulu," katanya berusaha lepas dari pelukan Andrian yang makin erat dan menggebu."Sarapan kamu boleh, Sayang?" Andrian semakin berani. Mulai menciumi leher dan juga pundak sang istri."Jangan dulu, masih ada anak-anak di rumah. Jika mereka tiba-tiba ketuk pintu kayak kemarin, malah tidak nyaman. Lebih baik, biarkan aku masak supaya cepat sarapan dan meminta bantuan Bapak sama Ibu untuk menjaga anak-anak," kata Tari mencoba bernegosiasi. Dia, hanya perlu sedikit waktu untuk melayani suaminya. Menata jantung yang terus saja bertalu."Anak-anak sudah dibawa ngungsi sama Mas Radit. Di rumah ini tinggal kita berdua, Sayang. Mas sudah nggak sabar menantikan hari ini, apalagi melihat wajah cantikmu. Mas semakin nggak kuat menahannya." Andrian mulai melancarkan rayuan ke
Happy Reading*****Siang berlalu dan berganti sore. Sudah tidak ada tamu lagi di rumah Radit. Namun, ketiga buah hati Andrian dan juga ponakannya Tari tidak mau beranjak dari kamar pengantin. Mereka memonopoli perempuan yang baru saja menjadi istri Andrian.Sekarang, keempat anak-anak itu malah tidur di ranjang dengan Tari di tengah. Andrian yang duduk di sofa depan tempat tidur menatap malas pada anak-anak tersebut."Kenapa selalu saja ada gangguan saat aku ingin berduaan dengan istriku. Radit sama Haura memangnya nggak nyariin anaknya? Enak sekali mereka berdua. Bukan mereka yang jadi pengantin, tapi malah mereka yang berduaan," gerutu Andrian.Matanya mengawasi anak-anak dengan sangat iri karena mereka bisa tidur dipeluk oleh Tari. Jengkel dengan keadaan di kamarnya, Andrian keluar tanpa pamit pada sang istri. Turun, di ruang keluarga, terlihat Radit dan juga Ibrahim tengah berbincang, entah membahas apa. Andrian pun berniat untuk bergabung daripada suntuk memikirkan malam pertama
Happy Reading*****Ingin rasanya Andrian menghilang saat ini juga. Kenapa obrolan yang harusnya cuma untuknya dan sang istri harus didengar oleh ibu mertua. Jadi, tidak bisa menjalankan misi. "Saya nggak modus, Bu. Tari memang terlihat capek. Kasihan kalau sampai siang harus berdiri sampai sore," alibi Andrian."Tidak mungkin sampai sore. Sebelum Zuhur saja sudah habis. Lebay banget kamu."Ibrahim menatap istri dan menantunya bergantian. "Kalian berdua ini, kok, tidak pernah akur," katanya, "kalau Nak Andri mau istirahat duluan saja sana, tapi jangan lama-lama."Lelaki yang baru saja menjadi suami Tari itu memutar bola mata malas. Mana ada istirahat sendiri. Lebih baik di sini menemani sang istri. Tujuan utama istirahat Andrian adalah untuk melepas kerinduan jika sendirian mana bisa. Seketika, wajah gadis yang sudah dihalalkannya tersenyum. Tari seperti mengerti kekecewaan sang suami. "Lagian, Mas itu kenapa tidak sabaran banget.""Rinduku itu sudah seperti puncak Himalaya, Sayang
Happy Reading*****Selesai salat berjemaah di masjid, Andrian bersiap-siap. Keluarga Ustaz Muhammad diminta menginap di rumahnya karena lelaki itu memang sudah tak memiliki keluarga di kota tersebut. Semua adiknya tinggal di pulau seberang bahkan si bungsu tinggal di negara sebelah sehingga mereka tidak bisa datang pada pernikahan ketiga Andrian.Anak-anak beserta istri sang Ustaz sedang dirias oleh MUA yang disewa terpisah oleh Andrian dari WO yang digunakan. Lelaki itu sudah siap dengan setelan jas serta kopiah. Dia duduk di ruang keluarga bersama Ustaz Muhammad menunggu yang lain untuk berangkat ke rumah Tari."Sudah siap Pak Andri?" tanya sang Ustaz."Insya Allah, sudah. Lahir batin sudah siap, Taz. Rasanya, pernikahan kali ini sangat menegangkan. Semalam hampir nggak tidur mikirin hari ini," jujur Andrian mengakui semua kegundahan hatinya.Sang ustaz tertawa. "Mungkin karena gadis yang Pak Andri nikahi sangat spesial. Makanya, mikirin terus.""Sepertinya begitu, Taz. Entahlah."
Happy Reading*****Kembali dengan wajah ditekuk-tekuk, suasana hati Andrian memburuk. Pertemuan dengan WO yang dia sewa untuk pesta pernikahannya pun kurang bersemangat seperti hari sebelumnya. Semua karena kejujurannya yang menceritakan kejadian kemarin pada sang pujaan."Atur semua dengan baik, Pak. Saya percaya pada WO yang Bapak pimpin. Lagian tamu yang saya undang juga tidak banyak," kata Andrian pada pemilik organizer."Baik, Pak. Kami sudah menyiapkan dengan baik dan persiapan sudah hampir 50%," ucap sang organizer."Bagus, kita langsung ketemu di tempat acara saja karena mulai besok saya nggak bisa datang ke tempat tersebut.""Jadi, saya harus koordinasi dengan siapa, Pak?""Mungkin saudara kandung calon istri saya. Nanti, saya kirim nomor beliau. Tolong berikan yang terbaik dan turuti permintaan calon istri saya.""Baik, Pak. Saya bisa bergerak dari sekarang jika seperti itu.""Silakan." Andrian meninggalkan restoran cepat saji tempat janjian mereka. Dia kembali ke kantor de