Happy Reading*****Lita masih asyik mencari barang-barang mewah di suatu mal. Dia belum sadar jika dua kartu kredit yang diberikan oleh sang suami telah diblokir. Dua tas mewah, tiga pasang sepatu serta beberapa pakaian sudah ada di keranjang belanjaannya. Lita dengan percaya diri menuju kasir. Hari sudah mulai gelap, sedangkan ibu hamil itu belum puas juga berbelanja."Gila kamu, Lit. Sekaya apa suamimu itu. Seharian ini kamu sudah ngabisin uangnya berpuluh-puluh juta," kata salah satu sahabat yang kini menemani wanita itu berbelanja."Kaya banget dan pastinya karena rasa cinta yang besar sama aku. Dia tidak pernah membatasi semua barang yang aku belanjakan," ucap Lita Jumawa. "Hitung sama punya temenku ini, Mbak," perintahnya pada kasir."Notanya mau dipisah apa bagaimana?" tanya si kasir untuk memastikan. "Satukan sajalah. Toh harganya tidak seberapa, kan." Lita makin jumawa saja membuat sahabatnya jengah.Kasir sudah memasukkan semua item barang pada komputer. Lalu, dia menyebut
Happy Reading*****Selesai dengan panggilan dari sang istri kedua, Andrian pamit pulang. Dia sudah malas melanjutkan perjalanan ke rumah Lita. Biarlah perempuan hamil itu marah. Siapa suruh keluyuran saat suami akan pulang."Pak," panggil Tari.Andrian yang baru melangkahkan kaki terpaksa berhenti dan menoleh. "Ada apa, Tar?""Banyak-banyak istighfar. Jangan membawa kemarahan pulang. Di rumah ada anak-anak dan Mbak Nina yang tidak tahu permasalahan Bapak dan Bu Lita. Hati-hati saat menyetir," ucap Tari.Andrian melengkungkan garis bibirnya ke atas. Tak disangka Tari berucap demikian. Ternyata dibalik ketegasan serta segala protes yang ditunjukkan selama ini. Gadis itu menyimpan simpati dan perhatian pada si bos."Siap komandan," ucap Andrian disertai tangan kanan yang menempel pada kening, memberi hormat pada sang sekretaris. "Mulai, lebay." "Biarin," jawab Andrian, "assalamualaikum, sayangku."Si gadis mendelik dan berkacak pinggang. Andrian kembali melanjutkan langkah dengan cep
Happy Reading *****Andrian tak dapat memejamkan mata. Setelah sesi ibadah menyenangkan bersama sang istri pertama, dia malah memikirkan banyak hal. Mulai dari perkataan si kecil Akmal dan juga kelakuan Lita. Dia juga memikirkan perkataan yang dilontarkan sang ustaz saat ceramah tadi. Beberapa bulan setelah mengenal Tari lebih dekat, Andrian memang lebih banyak mengontrol hasrat untuk hal-hal intim bersama pasangannya. Dia tak lagi menggebu-gebu seperti dahulu yang tak mengenal tempat. Jika sudah sangat ingin walau ditempat umum sekalipun langsung menyentuh sang istri. Mungkin, awal lelaki itu ingin mengenal agama lebih dalam adalah karena ingin memantaskan diri agar bisa bersanding dengan Tari. Namun, semakin Andrian mencoba mendalami agamanya, dia semakin tertarik dan merasa sangat kecil. Rasa itu muncul ketika anak-anaknya berkeluh kesah pada sang sekretaris kala itu.Andrian turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi. Dia mulai membersihkan diri walau tidak mandi wajib. Setela
Happy Reading*****Sekitar pukul sepuluh, Andrian kembali masuk ke ruangan Tari. Kali ini, lelaki itu mengucap salam dengan benar tanpa disertai embel-embel apa pun. "Sudah waktunya, ya, Pak?" tanya Tari."Iya. Ayo berangkat."Keduanya akan menemui salah satu rekanan untuk membicarakan perpanjangan kontrak mereka. Sekitar lima belas menit kemudian, mereka sudah sampai di sebuah restoran. Andrian dan Tari menghampiri meja orang yang mengajak mereka ketemuan saat ini. Setelah bersalaman dan berbincang sebentar. Tari meminta ijin pada si bos."Pak saya ke toilet sebentar," bisik Tari pada sang atasan. Andrian, hanya menganggukkan kepala. Sebelum membicarakan pekerjaan, mereka memesan minuman serta makanan. Rencana sekalian untuk makan siang.Tari berjalan dengan santai. Sebelum mencapai tempat tujuan, gadis itu melihat sosok perempuan yang dikenalnya duduk berduaan dengan seorang lelaki. Mereka seolah sengaja duduk di tempat yang sedikit tersembunyi dari keramaian restoran. Rasa penas
Happy Reading*****Demi meredakan ketegangan dan emosinya, Andrian meminum jus yang tinggal separuh. Rasa dingin mulai menjalar ke kerongkongan. Memejamkan mata sebentar, si bos menatap dua rekan kerjanya."Sebelumnya saya minta maaf, Pak. Saya nggak bisa berlama-lama pada jamuan kali ini. Saya pamit terlebih dahulu karena ada pekerjaan yang harus segera ditangani," ucap Andrian pada kedua rekan kerjanya. Salah satu dari kedua rekan itu langsung menjawab. "Silakan, Pak. Sepertinya mendesak sekali? Saya lihat Pak Andri dari tadi tidak tenang. Tidak masalah meninggalkan kami berdua. Setelah ini, kami juga akan kembali ke kantor." "Duluan saja, Pak Andri," sahut yang lain.Cukup bersyukur karena memiliki rekan kerja yang pengertian seperti dia orang ini. Si bos berdiri dan berkata, "Iya, sangat mendesak sekali, Pak." Andrian menjabat kedua tangan rekan kerjanya bergantian. Setelahnya, dia dan Tari segera meninggalkan restoran. Langkah kaki Andrian begitu tergesa untuk mencapai parki
Happy Reading*****Umur Tari memang masih sangat muda jika dibanding dua orang di hadapannya, tetapi pengalaman seperti ini berkali-kali sudah dihadapi. Percekcokan kedua orang tuanya banyak mengajarkan tentang kesabaran serta bertabayun dalam menghadapi masalah. Tidak serta merta mengandalkan emosi dengan apa yang terlihat. Seringkali foto atau bukti itu sengaja dikirim untuk menyiram bensin pada suatu masalah. Pertengkaran antar pasangan selalu membuat salah satunya terluka. Seperti saat ini, Nina begitu terluka dengan tuduhan yang dilontarkan Andrian terhadap dirinya. Hanya, karena sebuah foto yang dikirimkan istri muda pria tersebut.Andrian terduduk lemah. Dia menyesali semua tindakannya yang tak terkontrol tadi padahal Tari sudah berkali-kali memperingatkan. "Saya salat dulu, Tar," pamitnya. Padahal di sana ada Nina sebagai istri sah Andrian. Lelaki itu malah pamit pada sang sekretaris. Ibu tida anak itu tak mempermasalahkan karena sudah tahu isi hati suaminya pada sang gadis
Happy Reading*****"Aku antar pulang sekarang atau gimana?" tanya Andrian setelah mereka membahas masalah foto yang dikirimkan Lita. Tari melirik Nina, keadaan ibu tiga anak itu masih gemetaran. Dia terlihat sedih, tertekan dan entah apa lagi yang ada dipikirannya. Sang sekretaris melihat itu semua, jadi tak tega untuk meninggalkan wanita itu sendirian. Sementara itu, ketiga buah hati Andrian rupanya sudah selesai bermain. Mereka masuk dan berteriak memanggil bundanya."Saya di sini saja dulu. Boleh kan, Pak?" Tari kembali menatap Nina dan menganggukkan kepala. Seolah dengan anggukan tersebut si gadis berkata 'aku akan menemanimu, Mbak.'"Bunda, pudingnya mana? Lama sekali datang sampai kami selesai bermain." Akmal langsung nemplok pada pangkuan bundanya."Adik sama Tante saja, sini," ajak Tari. Dia melihat kesedihan Nina dan tak tega jika perempuan yang sudah dianggap saudara sendiri itu masih harus membahagiakan anak-anak di tengah masalahnya. "Bunda buatin dulu, ya," ucap Nina j
Happy Reading*****Sebuah delikan diberikan Tari pada si bos. "Bisa tidak, jangan mengatakan sembarangan. Anak-anak akan berpikir lain," katanya pelan ketika menyodorkan segelas lemon squash dan puding pada Andrian.Saat ini, si bos hanya bisa tersenyum penuh penyesalan. Diceramahi seperti itu oleh sekretarisnya tentu membuat harga dirinya turun. Beruntung anak-anak duduk agak jauh darinya dan sang istri."Maaf, aku cuma terlalu bahagia. Serasa kamu sudah menjadi bagian keluarga ini. Seneng banget lihat kamu sama Nina rukun," kata Andrian tak kalah lirih.Nina menatap sang suami dengan sekretarisnya. Dia sama sekali tak berniat untuk menyela atau menganggu pembicaraan keduanya. Yakin betul bahwa ucapan Andrian tadi sudah mendapat teguran dari Tari. Entahlah, hati wanita tiga anak itu juga terpesona dengan sosok berjilbab di sebelahnya saat ini.Kecantikan Tari terpancar sepenuhnya, bukan hanya paras saja, tetapi hatinya juga cantik. Nina tersenyum ketika melihat wajah cemberut sang s