Bodoh! Itulah yang saat ini menggambarkan diri Agatha, dirinya menjadi berpikiran kotor karena rumor mengenai Pak Seno. Dan Agatha harus menghilang dari bumi karena rasa malunya.
Bugh!
Bugh!
Kepalanya yang dia benturkan pada atas meja dengan pelan namun lama-kelamaan terasa begitu sakit. "Arghhhh... kenapa aku harus menciumnya si?" ucap Agatha dengan menyesali perbuatan yang dia lakukan tadi.
Sudah tentu dirinya akan dipecat karena tindakan tidak sopan yang dia lakukan tadi, dan mengingat kejadian beberapa menit yang lalu membuat Agatha menangis malu.
"Bapak mau apa?" tanya Agatha yang masih dalam posisi sama, dia tak bergerak sedikit pun ketika Pak Seno berjalan mendekati dirinya.
Bahkan ketika Pak Seno berdiri dihadapannya Agatha terdiam. "Kenapa kamu harus bertanya Agatha? Jika saya berada dengan jarak sedekat ini apa yang akan saya lakukan?" tanya Pak Seno yang justru memberikan pertanyaan pada Agatha.
Agatha tak tahu harus jawab apa dan yang saat ini ada dipikirannya adalah kalau Pak Seno akan mencium dirinya. Dia tak mau bibirnya kembali disentuh kedua kali oleh Pak Seno, sehingga membuat Agatha tak berpikir panjang untuk melakukan sesuatu.
Cup!
Bibir merah merona milik Agatha mendarat pada pipi kanan milik Seno sehingga membuat pemilik pipi tirus itu terkejut. "Kenapa kamu mencium pipi saya Agatha?" tanya Seno dengan wajah yang merah padam.
Agatha terdiam melihat raut wajah marah bosnya, dia hanya ingin membuat Pak Seno terkejut lalu terdiam mematung dengan apa yang dirinya lakukan sehingga membuat Agatha bisa meloloskan dirinya dan juga berhasil kabur. Namun siapa sangka Seno justru terlihat marah besar. "Maaf Pak saya hanya.... "
"Kamu tahu tidak tadi saya ingin berbaik hati meminjamkan jas saya untuk menutupi tubuhmu tapi kamu dengan berani mencium pipi saya." Terlihat kesal dengan perlakuan Agatha barusan sedangkan Agatha justru tersenyum malu.
"Maaf Pak, saya tidak tahu. Kalau begitu saya permisi," jawab Agatha dan membalikkan tubuhnya namun langkahnya terhenti karena mendapatkan tepukan pada pundaknya dari tangan seseorang, dan siapa lagi kalau bukan Pak Seno karena di situ hanya ada mereka.
"Bawa berkas itu!" ucapnya dengan wajah yang kembali datar.
Agatha memutarkan kepalanya, dia mengangguk dan mengambil berkas pada map biru yang berada di atas meja.
Lamunannya buyar ketika mendengar ketukan pintu.
Tok!
Tok!
Tok!
"Agatha bukan pintumu cepat!"
Suara yang membuatnya terkejut dan panik serta takut seketika. "Pak Seno datang, aku harus apa?" ucapnya dengan raut wajah khawatir karena takut jika dirinya dipecat.
"Agatha cepat buka!" Gendang telinga milik Agatha rasanya ingin pecah mendengar ketukan kasar itu. Agatha merapikan dirinya yang terlihat begitu kacau karena memikirkan kejadian di ruangan Pak Seno. Rambutnya yang tadi berantakan kini rapi kembali.
Ceklek!
"Ada apa Pak?" tanya Agatha mencoba untuk tak mengingat apa yang terjadi tadi.
"Cepat ikut saya!" ucapnya dengan menarik tangan Agatha namun Agatha menolak.
"Mau kemana Pak?" tanya Agatha yang melihat Seno terlihat begitu terburu-buru dan panik.
"Sudah ikut saya!" ucapnya dan mencoba meraih pergelangan tangan Agatha namun dengan cepat Agatha menyembunyikan kedua tangannya.
"Kau harus ikut denganku dan saya akan membayarmu dengan mahal Agatha," ucapnya yang terlihat begitu pasrah.
Agatha terdiam sejenak mencoba mencerna ucapan Pak Seno, sontak matanya membulat dan menatap Pak Seno dengan tajam. Dirinya tiba-tiba saja mendadak emosi.
Walau Agatha pernah melakukan suatu hubungan dengan bosnya itu tapi dirinya bukanlah wanita rendahan yang mau diajak pergi hanya karena uang. "Saya bukan wanita murahan ya Pak, kalau Bapak mau menghilangkan nafsu Pak Seno lebih baik Bapak mencari wanita lain sana!" jawab Agatha dengan wajah kesal.
Seno terdiam, pikiran sekertaris barunya rupanya selalu saja kotor. "Saya tak akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap kamu Agatha, saya ingin meminta bantuan kamu. Cepat ikut saya!" ucapnya dengan menggenggam tangan Agatha.
Bukannya Seno yang menarik tangan Agatha, justru Agatha lah yang menarik tangan Seno sehingga membuat keduanya terjatuh.
Bruk!
Kini posisi mereka sangatlah buruk.
"Agatha kenapa pintu kamu terbuka?" tanya seseorang wanita ketika melihat pintu Agatha terbuka namun dia berdiri diambang pintu dengan memandangi sebuah pemandangan yang mengejutkan. "Maaf saya akan pergi," ucapnya dan melangkah pergi meninggalkan ruangan Agatha.
Sontak karena terkejut dengan kedatangan seseorang membuat mereka berdua berdiri.
"Bapak jangan seenaknya sama saya ya!" ucap Agatha dengan kesal.
"Untuk apa saya seenaknya dengan kamu? Dan jangan menyalahkan saya, ini semua salah kamu ya Agatha!" jawabnya dengan kesal.
"Iya saya tidak akan salahkan Bapak, semua salah saya. Sudah cepat kalau Bapak mau minta bantuan saya!" ucapnya dan langsung saja pergi meninggalkan Seno.
***
Wajah cantik seperti bidadari membuat Seno tak mengedipkan matanya. Sedangkan Agatha bergerak tak nyaman dengan pakaian mewah yang dia gunakan ini.
"Pak, apa ini tak terlalu ketat?" tanya Agatha.
"Benar juga ya, kalau begitu saya cari yang lain lagi," jawab Seno dengan melangkahkan kakinya, dia bergerak sendiri mencari pakaian untuk Agatha dengan tangan kosongnya. Sedangkan Agatha hanya mengikuti dari belakang kemana saja langkah bosnya itu. Hingga akhirnya mereka berdua menghentikan langkahnya ketika mendapatkan gaun yang cocok untuk Agatha. "Ini, cepat kamu pakai dan berdandan lah secantik mungkin!" ucapnya sehingga membuat Agatha mengangguk.
Dia menerima semua pakaian yang dibelikan oleh Seno, lagi pula dirinya jarang-jarang berbelanja banyak seperti ini selagi gratis mungkin tak apa-apa dan rejeki tidak boleh ditolak.
Melihat Agatha yang masuk ke dalam ruangan untuk mengganti pakaian dan berdandan membuat Seno menunggu kembali dan dengan sesekali dia menatap jam yang melingkar di tangannya.
Seno yang menunggu tiba-tiba saja mendengar sebuah dering pada ponselnya. "Halo, ada apa Yah?" tanya Seno menjawab telepon tersebut karena jika tidak dia akan dimarahi habis-habisan.
"Dimana kamu Seno, cepatlah Ayah akan segera sampai dan jangan sampai Ayah menunggu lama."
"Iya Ayah, aku akan datang," jawab Seno yang terlihat takut.
"Dan jangan lupa bawa pacar kamu!"
"Iya Ay... tut... tut.... " Panggilan tiba-tiba saja terputus padahal Seno belum menjawab. Dia terdiam takut jika wanita yang baru saja dirinya kenal itu tak ingin menjadi pacar pura-puranya.
"Pak Seno saya sudah siap."
Seno yang sedang melamun tiba-tiba lamunannya buyar ketika dia yang sedang menundukkan kepalanya melihat sebuah kaki jenjang dengan menggunakan sepatu heels merah.
"Baik jika kamu sudah siap.... " Terkejut diam melihat pemandangan yang begitu indah.
Sedangkan Agatha merasa gugup karena ditatap seperti itu, dia yang selalu mendapatkan tatapan oleh Pak Seno terus saja membuat dirinya mengingat kejadian dulu. "Pak.... " Cetus Agatha dengan suara yang kencang.
"Iya, ayo kita berangkat!"
Agatha mengangguk dan dia lagi-lagi berjalan mendahului Pak Seno, namun langkah kakinya terhenti karena ucapan Pak Seno.
"Agatha tunggu!" ucap Pak Seno yang tiba-tiba saja berada di belakang tubuh Agatha yang terdiam. Jarak mereka sangatlah dekat dan bahkan Agatha dapat merasakan setiap hembusan nafas bosnya itu, hingga akhirnya dia merasa sesuatu bagian belakangnya tersentuh.
Pikiran Agatha tak pernah tenang, dia memikirkan bagaimana Pak Seno tadi menyentuh tubuhnya walau itu tak sengaja karena tadi rupanya bosnya itu ingin membantu resleting gaun Agatha yang belum sampai atas. Namun karena sentuhan itu justru membuat Agatha selalu saja membayangkan hari pertama mereka bertemu dulu. "Butuh tumpangan?" tanya seseorang pria yang tidak dia kenal. Seorang wanita cantik yang tadi tengah menunggu bus datang namun tiba-tiba saja kedatangan seorang pria tampan dan kaya dengan menggunakan mobil mewah. Walau wajah pria itu terlihat seseorang yang suka merayu para wanita atau lebih tepat dikenal playboy namun jika dilihat-lihat dengan baik lagi pria itu adalah orang yang baik dan karena sudah meyakinkan dirinya sendiri membuat Agatha mengangguk menerima tawaran pria yang tidak dia kenal itu. Selama perjalanan Agatha tak banyak bicara, dia hanya diam dan yang terus berbicara adalah pria yang saat ini duduk di sampingnya itu. "Kamu mau pergi kemana?" tanyanya. "Sa
Memang belum berdiskusi sebelumnya sehingga jawaban yang seharusnya tidak diucapkan justru terucap. Agatha gugup karena mulutnya yang dengan mudah sekali berbicara jujur seperti tadi. Dia bingung bagaimana dirinya harus menjelaskan apa yang telah dia ucapkan tadi, Agatha hanya bisa memandangi Pak Seno berharap kalau bosnya itu membantunya karena saat ini hubungan mereka menjadi sepasang kekasih. "Jadi kamu pernah tidur dengan seorang pria? Lalu apa putra saya mengetahuinya?" tanya Ayah Pak Seno. "Ayah sudah cukup! Maksudnya Akira dia pernah tidur dengan seorang pria dan pria itu aku Ayah," jawab Seno dengan menatap Agatha yang kini mengangguk. Nafas lega terdengar setelah mengetahui semua perkataan Pak Seno, baru saja dia tadi ingin marah besar karena putranya Seno membawa seorang wanita murahan ke dalam keluarga. Mereka semua kembali menikmati makanan dan setelah selesai semuanya berakhir. Agatha sudah tak menjawab kembali pertanyaan-pertanyaan yang membuat jantungnya berdetak.
Entah sudah berapa banyak tisu yang dia habiskan hanya untuk menghapus air matanya yang mengalir tak henti-henti. Wajahnya yang membengkak begitu juga dengan kedua matanya. Rambutnya tak beraturan bahkan dia terlihat sangat lusuh. Kesengsaraan yang terjadi dalam hidupnya disebabkan oleh pria yang sama. Bukan hanya menjadi seorang pembunuh Ibunya namun pria itu juga pernah merebut mahkota berharga Agatha sehingga membuat Agatha terpaksa mengambil sebuah keputusan yang salah. "Hiks... hiks... seharusnya aku mencari tahu siapa dia," ucapnya menyesal menerima tawaran seorang Kakek-kakek yang sempat dia bantu saat itu. Seolah-olah hari yang selalu saja Agatha lewati memiliki sebuah kesialan yang datang tanpa diundang. Tok! Tok! "Agatha keluar ada yang ingin berbicara dengan kamu!" ucap seseorang mengetuk-ngetuk pintu kamar milik Agatha. "Aku sedang tak ingin bicara Nek," jawab Agatha dari dalam kamarnya. Dia tak ingin ada yang melihat kondisi rapuhnya karena kehilangan sang Ibu saat
Dia masih saja diam membisu dalam kamarnya dengan Pak Seno yang setia menatap untuk menunggu jawaban Agatha. Apa yang harus Agatha katakan? Dia memang berencana mengatakan sejujurnya namun bagaimana jika nanti Pak Seno justru menganggap dirinya bohong. "Kenapa tak menjawab saya Agatha?" tanya Pak Seno dengan bentakan yang membuat Agatha terkejut. "Bapak tahu kan Ibu saya meninggal dunia dan semua karena Bapak. Mau tahu kenapa?" tanya Agatha yang justru memilih untuk menjawab pertanyaan sebelumnya dan semoga saja Seno lupa akan pertanyaan yang baru saja diucapkan. "Kenapa?" tanyanya dengan wajah yang datar. "Kenapa Bapak tak mengangkat telepon saya tadi malam? Bapak tahu tidak kalau itu adalah hal yang penting, saya ingin menyetujui mengenai perjanjian kontrak untuk menjadi pacar pura-pura Pak Seno dalam waktu yang lama dan saya ingin meminta uangnya terlebih dahulu karena butuh untuk biaya operasi Ibu saya. Tapi Bapak tak jawab, jadi sudah tahu kan? " cetus Agatha tanpa henti
Kedatangan Pak Broto membuat Agatha terdiam, dia bahkan bingung dan takut jika dirinya dikenali walau dengan make up tipis dan cara bicara yang sedikit berbeda."Apa yang sedang kalian berdua sembunyikan?" tanya Pak Broto yang merupakan Ayah Pak Seno."Kenapa Ayah datang tak memberi kabar dulu kepadanya Seno?" tanya Seno, sedangkan Agatha hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikit pun."Untuk apa Ayah memberikan kabar jika datang ke kantor kamu karena ini juga kantor Ayah bukan?" Jadi tak ada penjelasan ini?""Ucapan Agatha tadi tak ada sangkut pautnya dengan masalah pekerjaan, jadi biarkan saja. Dan kamu Agatha silahkan pergi keluar karena saya harus berbicara empat mata dengan Ayah saya!" ucapnya dengan memerintahkan Agatha untuk pergi dari ruangannya lagi pula Agatha saat ini sedang panik ketakutan dengan status mereka.Agatha mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan Pak Seno. Dia bahkan bernafas lega karena diiring telah terhindar dari Pak Broto.Namun Agatha tidak benar-
Lelah karena harus menanggung semuanya. Agatha kini tengah dihukum untuk membersihkan seluruh aula bahkan rekan kerjanya yang melakukan kesalahan yang sama pun tak mendapatkan hukuman dan justru dia lah yang diberikan hukuman tanpa bantuan orang lain pun.Wajahnya menekuk dan seluruh tubuhnya begitu juga wajahnya penuh dengan keringat. Dia bekerja sebagai sekertaris bukan tukang bersih-bersih."Ccckkk... Ayah sama anak sama saja," ucapnya dengan kesal karena dia yang mendapatkan hukuman sendiri. Memang istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu benar, sama seperti Pak Seno yang memiliki sikap sama dengan Pak Broto.Agatha yang tak bisa membantah karena baginya itu semua sia-sia dan jelas saja dia hanya seorang sekertaris sedangkan Pak Broto pemilik perusahaan pertama sebelum diberikan kepada Pak Seno anaknya sendiri.Sudah tiga puluh menit dan tubuh Agatha terlihat sangat lelah. Aula yang sudah bersih walau sebelumnya memang tak kotor. Bahkan Agatha terheran untuk apa dia membersih
Agatha tahu apa yang akan dibicarakan oleh Pak Seno, pasti mengenai gosip tersebut. Sebenarnya dia sangat malas jika harus bertemu dengan bosnya itu. Alasannya pasti karena gosip yang sudah tersebar itu. Tok! Tok! "Masuk!" Setelah mendengarkan perintah dari dalam ruangan Agatha langsung saja masuk.Matanya tak berhenti menatap Pak Seno dengan sinis. Entahlah dia sudah menunjukkan sikapnya yang seperti ini dengan Pak Seno, bahkan Pak Seno pun tak mempermasalahkan sikap Agatha namun jika karyawan lain tahu tentu saja dia akan marah. "Kenapa Bapak panggil saya?" tanya Agatha dengan wajah sinisnya. "Tidak usah pura-pura kamu, saya tahu apa yang sedang terjadi di kantor ini," jawab Pak Seno tanpa menatap wajah Agatha karena dia terfokus pada layar komputer. "Ya saya tahu, tapi itu salah Bapak loh kan semua perbuatan Bapak," jawabnya dengan kesal karena hanya dia yang disalahkan. Pak Seno menghentikan aktivitasnya ketika mendengar ucapan Agatha.Keduanya saling bertatapan tajam deng
Wajahnya memerah karena malu dengan perbuatannya sendiri, dia terjatuh tepat ketika melangkahkan kakinya dua langkah memasuki ruangan rapat.Dalam hati Agatha bergumam, "Bagaimana ini aku sudah malu dan apa aku harus berpura-pura pingsan saja?" tanyanya dalam hati namun rapat ini sangatlah penting. Lagi pula Agatha seharusnya terlihat santai saja karena rapat ini hanya ada dirinya, Pak Seno dan beberapa orang Angga.Namun saat Agatha hendak berdiri tiba-tiba saja dia melihat sebuah tangan kekar yang terulur untuk membantunya.Agatha pun mendongakkan kepalanya dan tersenyum malu menatap Angga. Dia menerima bantuan Angga. "Kamu baik-baik saja Agatha?" tanya Angga.Tatapan beberapa orang yang berada di dalam ruangan menatap dirinya dan Angga. "Aku baik-baik saja Angga, terimakasih," jawab Agatha dan membuat Angga mengangguk.Mereka berdua pun berjalan berdampingan karena Angga menuntun Agatha untuk menuju kursinya.Melihat kejadian apa yang baru saja Teja membuat seseorang terlihat sini
Dia yang hendak melangkah ke kamarnya. Namun, diurungkan karena melupakan suatu hal. "Aku lupa untuk berbicara dengan Agatha, dia harus membeli susu untuk Hago besok pagi," ucap nenek Agatha takut jika cucunya nanti berangkat pagi-pagi buta dan dia tak saling berpapasan. Walau sudah tua tetapi nenek Agatha sanggup melakukan apapun dengan sendiri. Namun, berbeda jika dia sakit nanti. Dan lagi pula dengan adanya Hago dapat membuatnya tak merasa kesepian. Dia yang saat ini tengah melangkah menuju kamar Agatha tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara Agatha yang menangis. "Agatha menangis, apa yang terjadi?" ucapnya bertanya dengan dirinya sendiri. Dia yang mengubah raut wajahnya menjadi sangat Khawatir terhadap cucunya takut hal yang tak terduga terjadi di dalam. Namun, dirinya mendengar suatu kalimat yang diucapkan oleh Agatha. Dan dengan cepat juga wajahnya yang tadi khawatir berubah menjadi marah. Brak! Pintu yang dibuka dengan kasar olehnya membuat Agatha terkejut. Mel
Masih bingung dengan jawaban yang harus dia berikan, Agatha tak tahu harus menerima Angga atau tidak. Dia yang masih saja memikirkan ucapan Seno mengenai perasaan Seno saat malam itu, sedangkan dirinya baru saja tadi pagi melihat Seno sudah berpaling dengan wanita lain. Dan lagi pula dia tak mungkin menolak Angga yang sudah mempersiapkan ini semua. Tidak lama kemudian Agatha terkejut dengan kedatangan Neneknya dan juga Hago yang berada di tempat ini juga."Kalian berdua ada disini?""Iya, kami telah menyaksikannya sejak tadi," jawab Nenek Agatha sehingga membuat Agatha tersenyum. Dia pun memeluk Neneknya dan membisikkan sesuatu kepada sang Nenek."Apa jawaban yang harus aku berikan?" tanya Agatha dengan suara pelan."Terima saja!" jawab Sang Nenek sehingga membuat Agatha terdiam.Jawaban keduanya saling bertolak belakang. Neneknya yang menyetujui jika Angga menjadi calon Suami Agatha sedangkan Agatha masih bimbang. Namun ketika dia melihat wajah Neneknya dan Hago tampak bahagia membua
Karena seorang wanita hubungan seorang Ayah dan anaknya hancur. Seno yang tak terima jika wanita yang dia cinta dihina seperti tadi. Agatha bukanlah wanita selalu saja berpikiran mengenai harta, dia wanita tulus yang menerima seseorang dengan apa adanya. "Jika Ayah terus mengatakan hal buruk tentang Agatha, maka aku tidak akan lagi menginjakkan kaki di tempat ini sekali pun Ayah memaksaku!" ucapnya dalam Seno berusaha mengancam Ayahnya agar tak terus-menerus mengatakan hal buruk mengenai Agatha. Keluarganya yang sudah hancur tanpa ada seorang Ibu dan Seno hanya dibesarkan oleh Ayah yang keras kepala dan tak memiliki hati. Walau sikap Seno tidak jauh berbeda dari Ayahnya, namun dia masih memiliki hati dan berpikir keras tentang perasaan seseorang. Kini Seno tak akan lagi melangkahkan kakinya dan menginjakkan rumah milik sang Ayah. Rumah yang dulu banyak kenangan bahagia ketika saat-saat bersama dengan Ibunya dan keluarganya termasuk dibilang keluarga harmonis, akan tetapi dalam
Mendengar suara bising dari meja yang tak jauh dari tempatnya, dan ketika Seno memutarkan pandangannya dia melihat seseorang yang saat ini berada di dalam hatinya itu tengah berdiri, bahkan suara yang tadi dia dengar berasal dari wanita tersebut."Kenapa ada Agatha? Apa dia bertengkar dengan Angga atau mungkin dirinya cemburu melihat aku bersama dengan Dinda?" tanyanya dalam hati. Bukan hanya Seno saja yang melihat Agatha, Ayah Seno pun juga mengetahui keberadaan Agatha di tempat yang sama.Kepergian Agatha membuat Pak Broto tersenyum, tanpa rencananya semua berjalan dengan lancar. Sedangkan Seno justru merasa bingung dengan Agatha tadi. Dia sontak berdiri dan ingin hendak mengejar Agatha, namun sesuatu menahan langkahnya."Mau kemana kamu? Cepat duduk!" ucap Ayah Seno dengan mencekal tangan.Mendengar itu Seno tak bisa mengelak, dia telah membuat janji terhadap Ayahnya dana akan selalu menuruti ucapan Sang Ayah tanpa membantahnya sedikit pun.Dia sebenarnya masih menganggung malu deng
Tak tahan dengan dirinya selalu saja disebut dan dipandang buruk oleh Pak Broto dan jika dia melawannya pun tak akan menjadi masalah sebab dirinya sudah tak bekerja di tempat perusahaan milik Pak Broto.Wajah Agatha yang terlihat marah besar sontak langsung saja melemparkan Pak Broto dengan segelas air putih yang berada di depan matanya.Byur!Pakaian yang terlihat mewah kini sama di depan mata Agatha ketika melihat sudah lusuh dan basah karena air yang disiram olehnya. "Sebelumnya maaf Pak jika saya melakukan hal yang baru saja saya lakukan. Seharusnya Bapak itu sadar, sudah tua jangan berbuat dosa dengan ucapan yang keluar dari mulut Bapak itu."Sedangkan seorang pria tua yang saat ini berada dihadapan Agatha terlihat marah karena dirinya yang biasa dihormati justru dihina, bahkan orang yang menghina dia adalah wanita bawahan seperti Agatha."Kamu bagi keluarga saya hanyalah debu, sesuatu yang harus dihilangkan atau dibersihkan. Bahkan karena debu seluruh keluarga mendapatkan penyak
Berjalan dengan hati-hati dan tanpa suara agar tak ada yang menyadari kepergiannya. Agatha yang saat tadi berteleponan dengan Pak Seno dan dia sungguh terkejut saat Pak Seno sudah berada di dekat rumahnya. Agatha antara percaya ataupun tidak, namun tak ada salahnya jika dia melihat. Kini dirinya sudah berhasil berada diluar rumah tanpa sepengetahuan siapapun. Udara yang sejuk menusuk kulitnya yang begitu putih dan mulus. Menggunakan pakaian tidur dengan sebuah sendal berbulu."Dimana Pak Seno? Apa mungkin dia hanya berbohong dan mengerjai aku?" tanya Agatha sambil melihat ke berbagai arah. Dia sebenarnya sedikit merasa tak yakin jika Pak Seno benar-benar berada di rumahnya, karena sekarang itu sudah menunjukkan jam satu malam.Agatha yang terus-menerus melihat-lihat dia tersentak kaget saat melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan menggunakan topeng badut. Tubuhnya tiba-tiba saja menjadi kaku dan wajahnya terlihat sangat pucat."Siapa kamu?" tanya Agatha dengan gemetar ketakutan.
Entah dibawa kemana dirinya oleh Angga, Agatha benar-benar merasa bingung sebab dia tak kembali pulang ke rumah melainkan ke suatu tempat yang begitu asing baginya."Angga kita kenapa ke tempat ini?" tanya Agatha saat melihat sebuah hotel besar. Dia yang tak tahu jika dibawa ke tempat seperti ini sebab selama perjalanan dirinya tertidur. "Tak apa-apa, kita akan bermalaman yang lama disini!" Angga berucap, namun terlihat dari raut wajah marah Angga, beberapa kalimat yang diucapkan itu melainkan sebuah perintah."Aku menolak Angga, aku ingin pulang!" Agatha menolak ajakan Angga dengan keras.Melihat sang kekasih yang berani membantahnya membuat Angga sungguh kesal.Plak!Tamparan keras mengenai pipi kanan Agatha. "Kenapa menampar aku Angga? Kau berubah!" Teriak Agatha dengan merasa sangat kecewa melihat Angga yang kasar.Selama bertahun-tahun pacaran dulu dia tak pernah melihat Angga bersikap kasar seperti ini, namun sekarang Angga benar-benar dengan berani menampar dirinya."Maaf Agat
Raut wajahnya terlihat begitu kesal, bahkan sejak tadi sudah banyak orang yang menjadi korbannya. Dia yang marah karena mendengar pembicaraan Agatha dengan Angga begitu jelas, bahkan sebuah suara yang paling membuat Seno marah."Kalian itu kerja apa si? Kenapa seperti ini saja masih salah?" ucap Seno dengan suara yang membentak sehingga membuat semua orang pada takut."Maaf Pak, kami sepertinya sudah benar. Apa yang harus diperbaiki lagi ya?" tanya salah satu dari merekalah dengan ketakutan."Periksa yang teliti, pakai mata sama otak!" Seno yang biasanya dingin dan datar namun kini bersikap begitu kasar.Semuanya pun mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan Seno. "Arghhh... kenapa si?" ucap Seno berteriak. Sebentar lagi tunangannya akan segera terlaksana, dan sedangkan dia masih menunggu apakah Agatha memiliki perasaan atau tidak terhadap dirinya. Jika iya Seno akan memperjuangkan tanpa peduli jika Agatha sudah memiliki kekasih. Namun jika tidak dia tidak akan memperjuangkan Agatha
Bersembunyi dari banyak orang tentang kehamilannya. Dia telah berencana untuk tak menggugurkannya dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Setiap hari hidup sendiri, yang awalnya dia pikir menghindari orang-orang akan mudah baginya, namun dia mengalami kesulitan karena tak ada orang yang bisa diminta tolong oleh dirinya. Dia yang dengan sengaja mengasingkan dirinya sendiri. Dan ketika kandungannya sudah besar, dimana dia akan tahu kapan kelahirannya membuat Agatha kembali pulang ke rumah. Itu pun karena perintah Ibunya yang khawatir dengan keadaan Agatha. Hingga dia sampai di rumah banyak orang yang membicarakan tentang dirinya. Agatha yang menyebarkan berita kalau dia sudah menikah dan Suaminya meninggal dunia namun tak ada satu pun yang percaya dan semua menganggap jika Agatha hamil diluar nikah. Memang itulah kenyataannya.Hingga dimana dia berusaha keras untuk melahirkan anaknya, perjuangannya yang dilakukan baginya telah sia-sia. Sang bayi tak selamat dan meninggal, hal itu