“Kau akan tinggal di sini?” Anastazja mengerjap mata beberapa kali. Tidak yakin dengan apa yang Cleon katakan ketika ia menemukan lelaki itu masih berada di rumah makan milik Agacia saat matahari akan terbit tidak lama lagi.
“Tapi, ada apa sebenarnya?” Anastazja menatap Aldephie, meminta jawaban.
Aldephie hanya menunduk beberapa saat, lalu ia meminta izin untuk ke dapur, menggerus beberapa tanaman obat yang berhasil Anastazja ambilkan. Meski samar sekali, Anastazja berhasil mencium kecurigaan dari kedua orang penting dalam hidupnya.
“Jadi, katakan padaku, Cleon. Apa sebegitu menakutkannya ketika Hakim tertinggi memukulimu?”
“Huh? Siapa memukuli siapa?”
Halo semuanya, terima kasih atas segala perhatian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini 😊 Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hanga
“Dihajar?” Dari pada pertanyaan, Anastazja lebih merasa terkejut dan tidak percaya dengan apa yang diceritakan oleh Cleon. Sesungguhnya, Cleon tidak ingin menceritakan hal memalukan itu pada Anastazja, tetapi ia juga tidak sanggup membohongi gadis yang dicintainya. “Yah, bukan rahasia umum lagi,” jawab Cleon sembari mengangkat kedua bahunya. “Ah, gila! Pantas saja banyak Polisi Alastor berkeliaran di mana-mana. Ah, Al, ngomong-ngomong ke mana Ibu pergi?” Anastazja berteriak dari arah meja makan rumah makan menuju dapur, tempat Aldephie sedang menggerus daun-daun obat. “Ibu sudah pergi.” “Ke mana? Apa kau tahu tujuannya?”
“Kau benar-benar tinggal di sini?” Anastazja membuka salam pagi dengan pertanyaan yang sama yang ia lontarkan pada Cleon semalam. Seolah ia baru saja tersadar dari mabuknya setelah berpesta minuman semalam suntuk hingga melupakan segala yang terjadi. Cleon tidak menggubrisnya, pemuda itu hanya melirik pantulan Anastazja dari cermin dan kembali meneruskan kegiatannya menggosok gigi. “Ah, aku pasti benar-benar sudah gila! Kupikir kau hanya mengerjaiku lagi, atau mungkin memastikan Aldephie tidak membunuh dirinya sendiri setelah pernyataannya yang gagal,” ucap Anastazja mengambil sikat giginya, lalu menuangkan odol di atas sana. Cleon memandang Anastazja dengan kesal. Kemudian, ia segera menyelesaikan kegiatannya, berkumur dan berdiri menghadap Anastazja yang masih
Satu petang yang dingin, Hari ke lima di pulau tak berpenghuni. Um, sejujurnya aku tidak mengerti apa yang harus kutuliskan di sini. Yah, kalau boleh jujur, aku memang paling anti dengan kegiatan tulis-menulis dan kupikir Harsen telah mengetahuinya. Oh, astaga, dia adalah pria tua paling cerewet yang pernah kutemui selama dua puluh empat tahun aku hidup. Bisa kau bayangkan? DUA PULUH EMPAT TAHUN! Baiklah, agar terasa lebih bersahabat, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Orang-orang menyebutku Lio, meski aku tidak tahu bagaimana orang tuaku memanggilku. Aku tidak begitu ingat panggilan yang mereka sematkan padaku, sepertinya sesuatu yang mirip seperti “Halley” atau mungkin “Elly”? Ah, sejujurnya aku benci panggilan itu, terdengar seperti seorang perempuan, bukan?
Sudah seminggu sejak Cleon memutuskan untuk tinggal dan membersamai kedua kakak-adik black blood yang kini masuk dalam daftar pencarian orang dalam catatan hitam. Sebuah catatan yang digunakan oleh pemerintah untuk mencari orang-orang dengan tingkat kriminalitas tinggi. “Waaaaw, bagus sekali. Hanya dalam beberapa hari aku sudah masuk dalam daftar tersangka. Ini menakjubkan bukan? Sekarang semua orang mencariku! Sepertinya aku harus belajar untuk membubuhkan tanda tangan mulai sekarang.” Cleon langsung memukul belakang kepala Anastazja pelan saat mendengar ucapan gadis dengan mulut tajam itu. Sedikitnya, tubuh Anastazja hampir terjungkal andai ia tidak langsung menjaga keseimbangannya. Mata hitam pekatnya menatap Cleon dengan air muka yang kesal. Bibirnya membentuk lengkungan ke bawah, menandakan ia tidak suka dengan sika
“Baiklah, kalian sudah siap, para gadis?” tanya Cleon memastikan kesiapan dua gadis istimewa yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Setelah memastikan tali pengikat kuda dan gerobak terikat dengan kencang, ia segera membantu Aldephie mengangkut kotak terakhir persediaan perjalanan mereka. “Aku sudah siap,” ucap Anastazja memastikan tenda terikat dengan baik. “Aku juga sudah.” Aldephie mengangguk mantap. Semua barang yang sekiranya mereka butuhkan, sudah ia masukkan dan packing dengan rapi. Cleon mengangguk. Matanya melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tinggal beberapa menit sampai Polisi Alastor beristirahat sebelum pergantian tim penjaga. Perhitungannya, mereka memiliki waktu sekitar delapan menit untuk kabur keluar teritorial wilayah Ha
“Ini novel yang sedang kau baca, huh?” “Apa? Tentu saja tidak! Apa kau berpikir aku akan menghabiskan waktuku dengan membaca novel? Menurutmu semua gadis akan menyukai cerita romansa yang dituliskan dengan diksi-diksi indah dan membuat fantasimu menjadi liar begitu?” Aldephie merasa malu mendengar ucapan Anastazja. Apa yang dikatakannya sangat benar. Aldephie memang suka sekali menjadikan tokoh utama novel romansa kesukaannya menjadi bagian penting dari fantasi liarnya. Atau, jika ia sedang merindukan Cleon, ia akan membayangkan apa yang terjadi pada tokoh utama wanita itu akan terjadi padanya dan Cleon. “Kau boleh menyukainya, Al. Namun, aku tetap pada buku-buku tua yang hanya berisikan mantra dan yah, sedikit sejarah akan sangat menyenangkan!”
“Hei, apa ada sesuatu yang menyenangkan, para gadis? Sepertinya kalian terlihat ceria sekali.” Cleon membawa cangkirnya menuju perapian. Menatap dua orang Putri yang sedang menghangatkan diri bersama di dekat perapian. Mereka pun tergabung dalam satu selimut. Anastazja dan Aldephie mendongakkan kepalanya, menatap Cleon, lalu saling menatap satu sama lain dan tertawa bersama. Kalau kau tahu karya seni paling indah itu seperti apa, hanya senyuman yang saling terukir di wajah kedua tuan putrinyalah karya seni ciptaan Dewa paling indah. Cleon duduk di sisi lain perapian, memandang dua orang yang kini bisa mengatasi perasaan mereka masing-masing adalah pemandangan paling luar biasa untuk saat ini. Masih perlu waktu kurang lebih tiga jam perjalanan menggunakan karavan untuk mencapai tempat tujuan mereka. Sudah hampir tiga bela
Helio tersadar saat titik-titik air menetes di atas pipinya yang mulus secara terus menerus. Merasakan sesuatu yang dingin mengenai wajahnya, dia segera bangun dan menepuk-nepuk wajahnya yang kotor dengan tanah. "A-aku pingsan? Apa yang terjadi?" Matanya menatap sekeliling. Tempat yang seharusnya berada dalam ingatannya terakhir kali adalah sebuah halaman kecil di belakang pondoknya. Halaman yang memiliki air terjun mini dari bebatuan. Namun, kini di mana dirinya berada? Terlalu gelap. Helio tidak