Sean POV:
Setelah berita mengenai hilangnya Ramirez tersebar, semua teman-temanku di sekolah mulai mencurigaiku. Ada yang bilang bahwa akulah penyebab Ramirez melarikan diri dari rumah, ada pula yang mengatakan bahwa Ramirez tidak ingin berteman lagi denganku karena merasa malu. Bahkan beberapa lainnya mengatakan bahwa aku membunuh dan menyembunyikan mayat Ramirez.
Aku tidak mengerti, bagaimana itu semua bisa terlintas dalam pikiran mereka? Sejak kejadian hilangnya Ramirez, Fleur pun beberapa kali mendapat panggilan dari Divisi Keamanan Alastor. Aku mendapati Fleur pulang tengah malam dengan wajah pucat. Kupikir, mungkin dia sedikit tertekan belakangan. Belum lagi, Nyonya Emma yang terus menerus menangis di rumahnya.
Kuberitahu kenapa semua orang mencurigaiku. Pasalnya, malam di mana Ramirez menghilang, kami bermain sampai hari menjelang malam di sungai yang dekat dengan Hutan Terlarang. Ramirez memaksaku untuk per
Halo semuanya, terima kasih atas segala perhatian dan cinta yang sudah kalian berikan untuk Secret of Five Gods ini š Jangan lupa beri like, komen dan ulasannya ya. Sampai bertemu di chapter selanjutnya Salam hangat
Terbitnya sang mentari hingga menyentuh batas cakrawala daerah timur, telah sukses menggodok emosi semua orang. Bukan hanya Anastazja atau pun perasaan Sean yang tertinggal di dalam hatinya. Namun, juga puluhan penyihir yang kini berada dalam peleton yang dikomando oleh Anastazja. Semua energi sihir yang mereka tembakkan ke langit, membentuk sebuah barrier besar yang siap melindungi semua pasukan baris depan, terutama Cerberus yang menunggu di singgasananya dengan tenang. Semua energi itu, semuanya, Anastazja bisa merasakan segala rasa yang mereka simpan selama ini. Tidak berbeda jauh dengan Sean, mereka adalah pasukan yang terbentuk dari hasil pembantaian orang tua dan keluarga mereka. Sembari memikul beban dan pedihnya kehilangan, mereka terus menerus melatih diri mereka untuk menjadi lebih dan lebih kuat.
Suara ledakan yang besar memantul melalui kayu-kayu batang pohon hingga menimbulkan gema yang cukup besar. Baik Aldephie maupun Cleon, keduanya memandang tidak percaya apa yang ada di hadapannya kini. Sebuah pondok kayu kecil yang akhirnya bisa terlihat karena sebelumnya terlindungi oleh sihir. āB-Berhasiiilll!!!ā teriak Cleon dan Aldephie bersamaan. Sebuah perasaan bangga menyelimuti diri mereka masing-masing. Apa yang selama ini dianggap sesuatu yang mustahil, nyatanya, mereka mampu menghancurkan dinding itu dan melewatinya. Dalam sorak-sorainya yang sangat meriah dalam pikiran mereka, mereka mulai memahami maksud Anastazja. Inikah yang selama ini dia perjuangkan? Inikah yang selama ini menjadi tujuannya? Sesaat Aldephie merasa malu karena pemikiran buruknya mengenai tujuan dari sang adik menginginkan sebuah keadilanāatau sesuatu yang lain dengan mengatasnamakan keadilan. Ia hanya berpikir mengenai Anastazja yang sangat berambisi
āKau menemukan sesuatu?ā Cleon menggeleng. Sudah hampir lima belas menit ia membolak-balikkan buku yang ada di hadapannya, tetapi ia masih belum bisa menemukan petunjuk mengenai cara mencari seseorang yang menghilang. āBagaimana denganmu?ā Cleon balik bertanya pada Aldephie yang sedang meneliti rak buku di bagian kiri. Memikirkan waktu yang sudah cukup banyak terbuang saat mereka membuka barrier, membuat mereka saling bersepakat untuk mencari petunjuk masing-masing dan melaporkannya. āAku menemukan ini,ā ucap Aldephie menyodorkan buku bersampul cokelat. Cleon menerima buku yang Aldephie berikan, lalu membukanya. Sayang, ia tidak bisa memahami satu
āKau sudah siap, Al?ā Aldephie mengangguk. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Meski Aldephie berharap malam itu akan jadi malam yang panjang bagi Aldephie, ia tetap tidak bisa menampik bahwa merekaāia dan Cleonāharus segera menyelesaikan ini semua. Di samping para penjaga kediaman Hakim tertinggi akan segera menemukan mereka, menurut buku yang dibaca, orang yang menghilang atau melakukan perjalanan ke dimensi lain menggunakan mantra yang tercantum dalam buku akan segera menghilang bila tidak segera kembali setelah hari ke empat. Batas terakhir adalah ketika matahari menyentuh cakrawala bumi. Aldephie memandang Cleon yang berdiri di sisinya. Cleon, ia begitu setia meski Anastazja bukanlah keluarganya. Aldephie tahu Hakim tertinggi baru saja menghajarnya. Karena tidak lama setelah itu, kakaknya, Cesar memerintahkan Polisi Alastor untuk mencari keberadaan black blood. Bersyukur ia dan Agacia
Anastazja membuka mata dengan perasaan campur aduk. Napasnya tersengal-sengal. Jantungnya berdebar sangat kencang dengan tubuh menegang di saat yang sama. āAku ....ā Ucapannya terhenti saat dia melihat Aldephie dan Cleon yang masih memandangnya dengan tatapan tidak percaya. āEh?ā Anastazja memandang sekitarnya bingung. Kepalanya terasa penuh dengan memori-memori yang saling bertumpuk satu sama lain. Sepertinya tubuhnya merasakan shock hebat setelah ia merasuki tubuh Sean. Hal yang paling membuatnya bingung adalah Aldephie dan Cleon yang tiba-tiba melompat dan memeluknya erat. Ia bisa mendengar erangan tangis Aldephie. āSyukurlah, syukurlah, syukurlah!ā ucapnya terus menerus di telinga Anastazja. Anastazja
āKau akan tinggal di sini?ā Anastazja mengerjap mata beberapa kali. Tidak yakin dengan apa yang Cleon katakan ketika ia menemukan lelaki itu masih berada di rumah makan milik Agacia saat matahari akan terbit tidak lama lagi. āTapi, ada apa sebenarnya?ā Anastazja menatap Aldephie, meminta jawaban. Aldephie hanya menunduk beberapa saat, lalu ia meminta izin untuk ke dapur, menggerus beberapa tanaman obat yang berhasil Anastazja ambilkan. Meski samar sekali, Anastazja berhasil mencium kecurigaan dari kedua orang penting dalam hidupnya. āJadi, katakan padaku, Cleon. Apa sebegitu menakutkannya ketika Hakim tertinggi memukulimu?ā āHuh? Siapa memukuli siapa?ā
āDihajar?ā Dari pada pertanyaan, Anastazja lebih merasa terkejut dan tidak percaya dengan apa yang diceritakan oleh Cleon. Sesungguhnya, Cleon tidak ingin menceritakan hal memalukan itu pada Anastazja, tetapi ia juga tidak sanggup membohongi gadis yang dicintainya. āYah, bukan rahasia umum lagi,ā jawab Cleon sembari mengangkat kedua bahunya. āAh, gila! Pantas saja banyak Polisi Alastor berkeliaran di mana-mana. Ah, Al, ngomong-ngomong ke mana Ibu pergi?ā Anastazja berteriak dari arah meja makan rumah makan menuju dapur, tempat Aldephie sedang menggerus daun-daun obat. āIbu sudah pergi.ā āKe mana? Apa kau tahu tujuannya?ā
āKau benar-benar tinggal di sini?ā Anastazja membuka salam pagi dengan pertanyaan yang sama yang ia lontarkan pada Cleon semalam. Seolah ia baru saja tersadar dari mabuknya setelah berpesta minuman semalam suntuk hingga melupakan segala yang terjadi. Cleon tidak menggubrisnya, pemuda itu hanya melirik pantulan Anastazja dari cermin dan kembali meneruskan kegiatannya menggosok gigi. āAh, aku pasti benar-benar sudah gila! Kupikir kau hanya mengerjaiku lagi, atau mungkin memastikan Aldephie tidak membunuh dirinya sendiri setelah pernyataannya yang gagal,ā ucap Anastazja mengambil sikat giginya, lalu menuangkan odol di atas sana. Cleon memandang Anastazja dengan kesal. Kemudian, ia segera menyelesaikan kegiatannya, berkumur dan berdiri menghadap Anastazja yang masih
Shi yang memasuki ruangan, disambut oleh dongakan kepala Aldephie. Dengan wajah berhiaskan senyum puas, Shi berjalan mendekat. Tidak ada reaksi penolakan yang biasanya Aldephie keluarkan. Hanya sebuah tatapan kosong. Matanya seperti seekor ikan yang mati. "Kekasih yang kau cintai itu sudah tidak lagi di sini. Dia hanya menitipkan ini untukmu," ungkap Shi seraya mengeluarkan sepucuk surat dari saku dalam jas hitamnya. Aldephie tidak mengatakan apa pun. Hanya menerima uluran sepucuk surat dan mengambilnya dari tangan Shi. Kepergian Cleon untuk menemani Anastazja cukup memukul habis kekuatan batinnya. Bukankah seharusnya seseorang memberitahu mereka jika Anastazja sudah kembali? Kenapa justru memisahkan mereka semua dan mengirimnya ke tempat yang tidak dikenalinya? Aldephie paham, seharusnya ia merasa lebih tenang kar
Tidak ada seorang pun dari mereka saling berbicara. Mereka bahkan tidak saling menatap satu sama lain. Waktu yang mereka yang telah hilang, kini memang kembali meski tidak seperti semula. Namun, pikiran mereka sudah tidak saling terpaut. Dengan helaan napas panjang, Cleon memandang laut luas sembari menbayangkan wajah Aldephie terakhir kali sebelum semuanya berakhir seperti ini. Aldephie yang baru bangun dan entah sudah diberitakan apa oleh Shi, berlari masih dengan mengenakan piama orang sakit menemui Cleon yang sedang diringkus karena terus menerus memberontak. Ia memasuki ruang interogasi nomor dua dan memeluk Cleon sambil menangis tersedu-sedu. Gadis itu bahkan memintakan maaf untuk adiknya. Sikap Aldephie yang seperti itu, memberitahu Cleon bahwa tidak ada lagi perlawanan yang bisa ia berikan pada Cesar. Kalah. Begitulah bagaimana akhirnya Cleon harus men
Memasuki sebuah ruangan besar yang gelap dan pencahayaan seadanya. Terdapat sebuah meja dengan dua kursi di sisi kanan dan satu kursi di sisi kiri, juga lampu yang menggantung di atasnya. Anastazja mengira pendingin ruangan disetel dengan suhu sekitar delapan belas sampai dua puluh derajat. Terlalu dingin baginya. Apalagi dengan kondisi tubuh yang terus menerus memproduksi keringat dingin. Awalnya, ia ragu-ragu untuk masuk, tetapi salah satu polisi Alastor mendorong punggungnya dengan kasar hingga ia terjerembab mencium lantai yang dingin, lalu menutup pintu dengan cara membantingnya. Kesal mulai menggelayuti wajahnya. Andai dia tidak mengikuti rencana Hakim, dia tidak perlu lagi mendapat perlakuan kasar seperti ini! Namun, apa gunanya dia tetap di sana jika Hakim itu juga di sana? Ah, Hakim tertinggi sudah merusak esensi dari tempat kenangannya bersama Helio.
Bau menyengat, udara pengap, juga hawa yang memuakkan menebar keluar melalui pintu kayu yang berwarna samar. Anastazja melihat ke dalam ruangan dengan perasaan bingung. Kenapa Helio tidak pernah menceritakannya? Hakim tertinggi segera menyalakan korek api gasnya untuk penerangan. Tidak seperti dirinya yang tenang dan seolah tahu apa yang tersimpan di dalam ruangan aneh ini. Anastazja justru merasa mual dan pusing. Sebuah tubuh yang membusuk. Seperti baru, tetapi karena dia berada di pondok dan tidak seorang pun antara dia dan Helio melakukan itu, artinya tubuh itu sudah lama berada di sana! Pembunuhankah? "Kau tahu siapa ini?" Sembari menutup hidung kencang, Anastazja menggeleng lemah. "Kakek buyutku."
Kedua kaki tangannya bergetar hebat. Dia bahkan bisa merasa bulu-bulu halusnya meremang, seolah alarm alaminya tahu bahwa bahaya di hadapannya tidak bisa ditolerir lagi. Di saat yang sama, tenaganya hilang entah ke mana. Lenyap tersapu riuh badai kepanikan diri. Bulir demi bulir keringat dingin mengucur tiada henti. Mati aku! Hanya itu kalimat yang terus berdentum di telinga dan otaknya. Selama lima detik, Anastazja mengusap dada, berharap jantungnya tenang agar napasnya tidak terlalu memburu. Ia tidak ingin terjebak pada lingkaran jawaban atas pertanyaan "bagaimana". Yang ia ketahui sekarang, dirinya sudah tertangkap basah dan tidak bisa lagi melarikan diri. Hatinya merintih, tidak pernah hal seperti ini terjadi kala Helio berada di sisinya. Namun, setelah lelaki yang dicintainya itu pergi, tiba-tiba mimpi buruk kembali datang.
"Cesar ...." Tidak ada keceriaan dalam nada suara Cleon. Tenggorokannya tercekat. Dadanya berdentum-dentum tak karuan. Habis sudah! "Wah, wah, kau tidak ingin memberiku pelukan rindu? Aku bahkan sudah merindukanmu meski kau hanya meninggalkan kediaman selama tiga hari lamanya!" Tawa Cesar menggaung bengis baik di telinga Cleon ataupun Aldephie. Tidak ada doa dan pinta lain selain dijauhkannya Cesar dari mereka. Cleon memang sudah tahu Cesar mencarinya, tapi kenapa? Bukankah Aldephie sudah merapal mantranya? Bukankah seharusnya jejak mereka menghilang? Kedua bola mata Cleon melirik Aldephie yang sedang tegang di tempatnya. Kemudian, kembali menatap Cesar yang sedang tertawa seraya mengacungkan moncong senapannya tepat di d
Apa yang paling mengiris hati selain duka karena kenyataan yang terlalu pahit untuk ditelan? Tentu saja Anastazja akan menjawab paling lantang kenangan dan harapan kosong. Menggambarkan kesedihannya hingga jarum detik terus berputar sampai matahari kembali muncul dan menyinari dunia, gadis itu masih terduduk di sebelah dipan milik kekasih hatinya yang baru saja meninggalkannya semalam. Ia membungkukkan setengah badannya di atas tempat tidur dan separuh tengah ke bawah masih setia mencium lantai kayu yang tidak lagi hangat. Pondok ini memang indah, tetapi tanpa Helio, rasa sepi lebih banyak mencengkeram suasana hatinya. Membuat aura pondok menjadi kelam dan menyedihkan. Entah bagaimana wajahnya saat ini, ia tidak berani menatap cermin. Kacau. Satu kata yang ada dalam pikirannya. Matanya sembab, bahkan mungkin bengkak dan memerah. Seperti baru saja dicium oleh p
Helio tersentak. Lamunannya buyar ketika Anastazja menyentuh pipinya. Isakan yang sebelumnya memenuhi wajahnya berkurang. Anastazja kini memandang Helio dengan rasa cemas. "Helio ... kau baik-baik saja?" "Tentu. Tentu saja. Aku baik." "Tapi kau memelukku dengan erat. Kau yakin?" "Ya, aku yakin. Aku hanya sedang menangisi takdir." "Menangisi takdir?" Anggukan Helio menjadi tanda tanya besar. Namun, Helio peka dengan hal itu. Tidak perlulah sang dewi memintanya untuk bercerita, Helio segera membeberkan apa yang pernah Sean katakan padanya. Kini, bukan hanya Helio, tetapi Anastazja juga ikut terharu dan terbawa suasana. Cinta yang k
"Sayang." Helio melangkah mendekati Anastazja yang sedang mencuci piring. Memeluk dan mencium bagian belakang leher kekasih hatinya adalah salah satu hal yang menjadi favoritnya sejak mereka resmi menjadi pasangan. Bukan hanya itu, Helio sangat suka dengan reaksi Anastazja yang merasa kegelian. Ia akan mengangkat bahu kirinya dan menempelkannya pada telinga di bagian yang sama. Kemudian, ia juga akan terkikik pelan. "Hentikan! Aku sedang mencuci piring," ujarnya melarang Helio untuk mendekat. Namun, alih-alih menjauh, Helio justru semakin mengeratkan pelukannya. Seraya bersenandung pelan, Helio menumpukan dagunya di bahu Anastazja. Sangat suka dengan kelakuan Helio, Anastazja menyerah dan mencoba menikmati kegiatannya yang menggelikan. "Hei, aku ingin bicara sesuatu p