Seisi kelas menahan napas saat Estefan melayangkan perintah kepada Kaluna yang mulai bergerak sedikit di bangkunya. Tanpa malu sama sekali, Kaluna menggeliat perlahan kemudian membuka matanya sedikit. "Pak Guru ...?" Kedua mata Kaluna melebar ketika dia melihat Estefan duduk tidak jauh dari tempatnya berbaring. Dia cepat-cepat bangun diiringi tatapan bervariasi dari anak-anak sekelas. "Keluar," usir Estefan sambil menatap lurus-lurus ke arah Kaluna. "Keluar ...? Ke mana, Pak?" tanya Kaluna sambil meringis."Keluar dari pelajaran saya dan berdiri di luar kelas sampai bel berbunyi," suruh Estefan dengan nada tegas, membuat murid-muridnya yang lain menahan napas padahal bukan mereka yang kena usir. Kaluna menurunkan kedua kakinya dan berdiri. "Baik, Pak." Dia mengangguk tanpa protes, kemudian berjalan dengan begitu tenang meninggalkan kelasnya diiringi tatapan mata murid-murid yang terperangah. "Kita kembali ke materi," ucap Estefan, suaranya yang datar tapi tegas mampu membuat muri
Ola melongo lagi saat mendengar ucapan Kaluna yang seolah tanpa beban."Pindah sekolah lagi?" ulang Ola sambil mengernyitkan kening, dia yang mendengarnya saja bosan. "Sekolah di mana-mana tuh nggak enak, Tante!" keluh Kaluna sambil melepas tasnya. "Banyak aturan, guru-gurunya rese, muridnya mengesalkan ... pokoknya aku nggak suka sekolah!"Ola garuk-garuk kepala, sikap Kaluna yang kekanak-kanakan sering meresahkannya jika sudah kambuh seperti ini. "Lun, jangan gegabah. Sebagai tante kamu, tante mengerti apa yang kamu rasakan." Ola mulai mengeluarkan jurus pemikatnya. "Tante nggak pernah tahu apa yang bikin kamu suka pindah-pindah sekolah, tapi kali ini kamu betah-betahkanlah dulu di sana. Masalahnya kamu sudah tingkat akhir, nggak sampai setengah tahun kamu lulus."Kaluna terdiam sambil memejamkan matanya, dia memang tidak pernah memberi tahu siapa pun bahwa awal mula dia pindah sekolah untuk pertama kalinya adalah gara-gara pengkhianatan Dewangga dan Rara. "Aku rasanya malas bange
Kaluna terpaksa menjalani kehidupan sekolahnya seperti biasa, tapi kali ini yang menjadikannya berbeda adalah suasana hatinya yang begitu kesal hanya dengan mengingat ucapan terakhir Estefan dalam benaknya:“Kalau kamu tidak niat sekolah lagi, usahakan jangan terlalu lama mengulur waktu.”Jujur, ucapan yang dilontarkan Estefan itu dianggap Kaluna sebagai tantangan tersendiri yang wajib untuk dia tundukkan sekalipun harus merelakan sisa sekolahnya di SMA Oasis."Nih."Kaluna mendongak ketika sebuah suara bernada menghardik terdengar olehnya saat dia sedang duduk di kantin seorang diri."Yohan ...?" Kaluna langsung pasang kuda-kuda begitu berdiri dan berhadapan dengan si pangeran sekolah."Nggak usah ngegas, aku cuma mau menepati janjiku sebagai cowok jantan." Yohan mengulurkan sebuah kotak yang berisi ponsel baru yang modelnya hampir sama dengan ponsel milik Kaluna. "Biasanya aku nggak sebaik ini sama cewek, tapi ya ... Lain kali aku nggak akan kasih kamu ampun kalau kamu merespons cand
“Sudah aman,” kata Estefan kemudian, kepalanya melongok ke mobil di mana Kaluna sedang meringkuk seperti orang yang akan diserang dengan sekarung petasan bom. “Kamu tidak apa-apa, Kaluna?”“Tidak, Pak ...” jawab Kaluna lemah. Sebelum Estefan mengusirnya, dia merangkak pelan menuruni mobil wali kelasnya dengan susah payah. “Terima kasih ... atas pertolongannya ... Pak Guru ....”Estefan memalingkan wajah saat Kaluna berhasil meluncur turun dari mobilnya dengan wajah yang terlihat ketakutan sekali.Sebelum Estefan sempat menoleh kembali, Kaluna berhasil merosot ke tanah dengan sukses.“Kaluna ... kamu kenapa?” tanya Estefan yang langsung menoleh saat mendengar suara benda jatuh dan ekspresinya seketika berubah drastis saat melihat wajah pias Kaluna.“Tidak ... tidak apa-apa, Pak ...” jawab Kaluna lemas. “Terima kasih ... Pak Guru sudah bantu saya ... Saya cuma ....”Estefan langsung bertindak cepat dengan membantu Kaluna berdiri kemudian mendorongnya ke mobil setelah sebelumnya mengamati
Pagi itu Kaluna berangkat ke sekolah lebih awal, dan tanpa sengaja dia lewat di dekat kelas di mana Estefan yang sedang mengajar materi jam ke nol untuk anak-anak tingkat satu. Kaluna tidak mengerti sihir apa yang telah Estefan gunakan terhadapnya, tapi bantuan yang dia berikan akhir-akhir ini membuat hatinya merasakan sesuatu yang berbeda. Ketika bel yang mengakhiri materi jam ke nol berdering, Kaluna berdiri dari duduknya dan berjalan pergi ke kelasnya sendiri. Estefan sempat melihat sekelebat bayangannya dari jauh dan mengerti bahwa Kaluna mulai menaruh perhatian kepadanya. Estefan tidak ingin hal itu terjadi, atau dia akan mengulang sejarah buruk seperti di sekolahnya yang lama saat ada seorang murid yang jatuh cinta kepadanya. Selesai menutup pelajaran jam ke nolnya, Estefan meneruskan langkah ke kantin untuk sekadar minum kopi dan cemilan. Setibanya di sana ternyata sudah ada Kaluna yang tengah memesan sesuatu di depan meja. "Kopi, Pak?" Salah seorang pegawai kantin yang suda
Kaluna termangu, tetapi dia sadar jika apa yang disampaikan Estefan sepenuhnya benar."Apa ini nasehat untuk saya?” tanya Kaluna sambil memandang ke arah Estefan yang masih mengoreksi tugas murid-muridnya. .“Tentu saja, apa lagi yang bisa diberikan seorang guru kepada muridnya selain ilmu dan nasehat?” jawab Estefan segera.“Mungkin saja ... ada hal lain yang bisa diberikan,” kata Kaluna lagi. “hanya saja Pak Guru tidak mau, atau belum mau ....”Mendadak Estefan tersenyum getir.“Kamu benar-benar murid pertama yang paling antik dalam sejarah karir saya sebagai guru,” komentarnya. “Setelah bolos, berkelahi dengan Yohan dari kelas sebelah, lalu hari ini kamu menyatakan rasa terima kasih kamu seakan saya adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kamu.”Kaluna terdiam, benarkah kelihatannya seperti itu?“Maaf,” kata Kaluna sambil berpaling dengan wajah sedikit panas. “Saya sudah terlalu banyak bicara.”“Saya tidak heran kalau kamu bukan orang yang peka, ” tukas Estefan.“Peka ...?”“Pe
Kaluna mengenakan rok selutut yang pas di kakinya serta tidak terlalu ketat. Untuk atasan dia memilih dress lengan panjang berwarna biru dengan kedua bahu terbuka.“Kamu seperti anak kecil,” komentar Ola sembari menatap Kaluna dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Besok tante akan belikan baju yang lebih beragam lagi.”“Aku kan memang masih remaja” sahut Kaluna. “Buat apa juga pakai baju yang bikin aku kelihatan tua?”“Kamu nggak ngerti fashion,” kata Ola seraya mengambil tasnya. “Kita ke butik, yuk? Tante mau beli beberapa baju yang bikin kamu bisa kelihatan anggun dan dewasa."“Apa nggak lebih baik uangnya dipakai buat keperluan rumah, Tante?” tanya Kaluna sambil menyambar tasnya juga. "Lagian baju-bajuku kan masih banyak.”Ola menarik napas, sudah beberapa kali ini dia mendengar Kaluna mendebat pendapatnya dan itu membuatnya mulai terganggu. Dia merasa harus membuat penampilan Kaluna menjadi lebih dewasa dibandingkan usia yang sebenarnya. Setidaknya hal itu membuat Kaluna lebih mena
Estefan terpaku ketika cewek itu sudah pergi menjauh, tapi pesona yang ditinggalkannya sudah telanjur merasuki alam bawah sadarnya. “Dirga, bawa cewek tadi kemari,” perintah Estefan ketika Dirga membantunya berdiri. “Apa?” Dirga mengira dirinya salah dengar. “Anda bahkan tidak kenal siapa dia ....” “Ini perintahku,” tukas Estefan sambil memegangi kepalanya. “Aku mau cewek itu sekarang juga!” “Pak Rey,” bisik Dirga resah. “Anda sedang ....” “Tangkap cewek itu sekarang!” sergah Estefan. “Apa perintahku kurang jelas?” “S-siap!” Dirga cepat-cepat berbalik untuk mengejar cewek tadi. Baru sekali inilah dia melihat reaksi Estefan yang lepas kontrol karena pengaruh minuman yang diberikan putri Wirya tadi. Beberapa jam sebelum itu .... Kaluna terpaksa meminum beberapa teguk karena Ola terus menggerecokinya. Tidak berapa lama menunggu, dua teman perempuan tantenya datang bergabung bersama mereka. “Ini keponakanku, namanya Luna.” Ola memperkenalkan Kaluna kepada dua teman yang ada di dep