*
Mobil meluncur kembali dengan kecepatan sedang menuju kota. Sepanjang perjalanan pulang aku hanya menikmati pemandangan yang membentang hijau di tepian jalan.
"Mas Jadi makan siang di Mang Ali Resto, anak kita pasti senang setelah sekian lama di asrama?" Tanyaku ingin memastikan rencana semula kami.
"Maaf gak jadi, tiba-tiba klienku menelepon dan minta bertemu untuk membahas proyek."
"Tapi ...." Kugantung ucapanku sambil menatapnya dan Reza yang dudu di depan di samping Handy bergantian.
Mas Andri mendesah pelan lalu melirik arloji di pergelangan kirinya.
"Maaf, hari ini aku gak cukup waktu, proyek dan kesempatan bisa hilang jika aku tidak segera menemui kolegaku."
"Baiklah Mas, terserah Mas saja," jawabku dengan rasa kecewa tak terkira.
*
Sesampainya di rumah.
"Reza, gak apa kan, kita ga jadi makan siang bareng," tanyaku lembut ingin mengambil hatinya.
"Hmm, gak usah lah, Ma. Gak apa-apa."
"Kamu kecewa karena papa ga ikut?"
"Gak juga Ma, Papa kan ada kerja," jawabnya dengan nada datar namun dari helaan napasnya kutangkap sesuatu yang membuatnya bersedih.
"Gini sayang," aku menghampirinya, "kita makan malam bareng aja, ya. Papa pasti pulang," kataku membujuknya.
"Kok pasti pulang, memangnya selama ini gak pulang," balasnya balik bertanya.
Deg
Tenggorokan tiba-tiba terasa kering dan lidahku kelu, aku tak tahu harus bicara apa.
"Engg, enggak gitu, selama ini Papa sibuk, jadi lebih banyak menghabiskan waktu di kantor."
"Mama kesepian?" Lanjutnya sambil menatapku.
"Gak, sayang, Mama baik-baik saja," balasku sambil tersenyum.
"Sebaiknya Reza ganti baju, Mama akan siapkan makan siang nanti kita makan siang bareng," kataku sambil menepuk bahunya.
"Iya, Ma." Ia bangkit mengambil tas punggungnya lalu menaiki anak tangga.
Kuperhatikan punggung anakku yang pelan menapaki anak tangga, betapa ia telah tumbuh menjadi anak yang bijak, cerdas dan begitu dewasa. Ia sama sekali tak menunjukkan ekspresi kecewa meski papa nya telah menolak makan siang bersama.
*
"Ini enak lho, Za, ayam goreng crispy pedas buatan Mama," kataku sambil meletakkan sepotong paha ayam di piringnya.
"Makasih Ma," katanya.
"Uhm ... Pasti mama jarang masak kan, selama Reza gak di rumah," tebaknya.
"Ya ... Jarang sih, apalagi mama kan, ngurus yayasan bareng sama teman-teman Mama dan ada Papa juga.
"Wah, hebat dong sekarang. Mama posisinya sebagai apa?"
"Wakil Ketua, Tante Andhara adalah pemimpinnya," jawabku.
"Oh, Tante Andhara," katanya sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
Baru saja hendak kutamabahkan nasi ke piring ketika bel rumah kami berdenting.
Ting .. tong ...
Aku dan Reza saling pandang, entah siapa yang datang siang-siang begini.
"Halo, selamat siang," sapa seorang wanita cantik dengan sebuket bunga dan sebuah kado. Ternyata dia orang yang baru kubicarakan dengan Reza barusan.
"Hai, ya ampun, panjang umur Andhara baru aja aku dan Reza ngomongin kamu lho," kataku.
"Oh ya, he he," balasnya sambil menjabatku.
"Oh ya, apa ini?" Tanyaku melihatnya membawa kado.
"Hadiah kenaikan kelas untuk Reza."
"Ya ampun repot-repot banget," kataku sambil menerimanya.
"Yuk masuk," lanjutku, kupersilakan dia masuk ke dalam rumah.
"Hai Reza ...." Ia menyapa anakku dan anakku segera bangkit untuk menyambut tamu kami.
"Gimana kabarnya, Tante dengar kamu juara umum lagi ya, di sekolah," katanya ramah.
"Iya, tante, terima kasih, atas perhatian Tante."
"Ah, manis sekali kamu," katanya sambil menepuk punggung anakku.
"Apa ini Tante?" Tanya Reza sambil memperhatikan kado dalam ukuran besar tersebut.
"Game consolle seri terbaru, kamu pasti suka," katanya.
"Wah, ini kan mahal Tante," kata anakku takjub melihat hadiah untuknya.
"Gak apa, Tante kan mesti ngambil hati kamu," balasnya sambil tertawa.
"Bisa aja, Tante, buat apa ngambil hati aku, aku kan gak ikut berbisnis," ucap Reza santai.
"Hah haha, bisa saja, kamu, ngambil hati bisa buat banyak hal kan? Kali aja nanti, posisi kamu menggantikan Papamu, jadi bisnis Tante juga bisa mulus atas bantuanmu.
Kami seketika tertawa lepas dan selanjutnya tenggelam dalam cerita dan obrolan hingga hari menjelang sore.
*
Malam hari, kami berencana untuk keluar dan makan malam bersama, ini adalah rencana mas Andri untuk menebus kesalahannya siang tadi yang tidak jadi makan siang bersama kami.
Kusiapkan diri sebaik mungkin, mengenakan dress Lace warna hitam selutut, perhiasan berlian serta sepatu heels andalanku yang dihiasi kristal. Sedangkan mas Andri sibuk memasang dasi di depan kaca lemari yang bersebrangan dengan kaca riasku.
"Kita makan malam di mana Mas," tanyaku sambil memakai lipstik di bibir.
"Olivia green Resto," jawabnya singkat.
"Oh, ya Mas, tolong naikkan resleting gaunku ya," kataku sambil mendekat padanya dan memperlihatkan punggung bajuku yang belum tertutup.
"Ok." dinaikkannya resleting itu lalu sejurus kemudian ia menjauh dariku.
Kubayangkan tadi setelah ia menutup gaunku, ia akan memelukku dari belakang dan memberiku kecupan di bahu, tapi semua itu hanya angan-angan yang sia-sia saja.
Nyatanya, suamiku acuh tak acuh saja meski aku sudah berusaha sekeras mungkin untuk terlihat cantik dan menawan.
Kuhela napasku kasar sambil menggigit ujung bibir, kuperhatikan pantulan diriku di kaca lemari,
"Apa yang kurang dariku?" Gumamku bersenandika.
"Sabrina, kamu sudah siap?" Kata suamiku sambil meraih dompet dan kunci mobilnya membuyarkan lamunanku.
"Iya, Mas."
"Ayo, kita pergi," ajaknya.
Baru saja hendak keluar dari pintu utama dan menuju mobil ketika tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, kulihat suamiku berjalan cepat tanpa menolehku dan Reza sudah lebih dulu memasuki mobil sedang aku masih tertahan di teras oleh hujan.
Tiba-tiba bayangan Handy seolah olah hadir di hadapanku, ketika hujan ia selalu melepas jasnya dan memakaikan padaku untuk melindungi kepala dan riasanku dari terpaan hujan, itu romantis sekali bagiku. aku merindukannya lagi, ah.
"Hei kenapa termenung di teras, ayo pergi," teriak suamiku dari mobilnya.
"I-iya Mas." Aku menggunakan clutch untuk menutup kepala dan segera berlari dan memasuki mobil.
"Lama sekali, sih," rutuknya.
Aku dan anakku saling berpandangan melihat sikap mas Andri yang tiba-tiba kehilangan kesabaran dan kelembutan padaku.
"Reza, boleh minta tissunya Mama mau keringkan bekas air hujan di rambut dan wajah mama," pintaku.
"Gak usah dibenahi juga, gara-gara riasan itu kita jadi terlambat dan kehujanan," ucap suamiku tanpa perasaaan.
Aku lagi-lagi terkesiap mendengarnya mengucapkan kata-kata itu.
"Oh, iya, Ma, ini tissunya," cetus Anakku menyerahkan tissu itu padaku.
Keterima tissu tersebut dengan menyunggingkan senyum getir pada putraku, lalu kuseka pelan tetesan hujan dan juga air mata yang kini meluncur begitu saja dari sudut mata ini.
Ah, Mas Andri aku tersakiti oleh sikap dinginmu.
Sesampainya di restoran kami segera masuk dan bergabung ke sebuah meja yang ternyata di sana sudah ada Elina asisten suamiku dan Andhara serta suaminya, Mas Ilham."Hai selamat malam," sapa Mas Andri."Hai, mari, silakan." mereka semua berdiri untuk menyambut kami."Mas ... Kukira kita akan menikmati makan malam keluarga," desisku pelan membisikinya."Ya, anggap aja ini makan malam keluarga, toh mereka sudah cukup dekat dengan kita," bisiknya."Maksudku, hanya kita bertiga," balasku."Sudah diam, mereka bisa tersinggung," tegasnya sambil menajamkan pandangan mata padaku agar aku tak lagi memprotes."Oh Tuhan, bahkan hendak makan pun, kami harus bertengkar dulu," keluhku dalam hati.Suasana makan malam berlangsung gembira dan diselingi canda dan tawa, obrolan tentang bisnis, proyek terbaru, perhiasan yang sedang trend atau tantang masa depan anak bergulir begitu saja di antara kami. Sesekali mas Ilham melontarkan can
**Setelah puas menangis dan meratap, aku memutuskan untuk ke luar, turun ke halaman depan untuk menikmati udara dan membuang sesak dalam dadaku.Ketika melewati kamar putraku, aku terketuk untuk memastikan keadaannya. Maka kubuka pintu kamar dan kutemukan dia sudah tertidur dengan pulasnya di ranjang. Aku sedikit lega, setidaknya ia tidak mendengar pertengkaran kami.Kususuri tiap sudut rumah dan mencari keberadaaan suamiku tadi, biasanya, jika ia sedang kesal, dia akan memilih untuk duduk di ruang baca sambil menyetel musik. Namun tak kutemukan dia di sudut manapun rumah ini.Kubuka pintu utama, lalu menyusuri halaman samping dan mini bar pribadi miliknya, semuanya kosong tidak ada tanda Mas Andri ada di sana, hanya gelap gulita saja.Tiba-tiba suara sandi pintu gerbang berbunyi dan sesaat kemudian pintu baja tersebut terbuka dan sesosok pemuda tampan yang selalu membuat dadaku bergemuruh hadir dari luar sana
Aku terkesima dengan kata-kata itu, perlahan namun pasti ada perih yang menjalari, ada hampa yang tiba-tiba kembali menyeruak dan melubangi sudut hati yang sesungguhnya telah rapuh ini. Kini, dua hati terluka, hatiku dan hatinya Handy, sedangkan suamiku? Dimana perasaannya?"Maafkan aku, Handy," desahku lemah."Tidak perlu minta maaf, karena cinta tak pernah salah, Nyonya. Dari awal berjumpa, aku memang telah jatuh hati dan tertarik pada Nyonya, jika ada yang patut disalahkan, maka itu aku."Ia melangkah pergi meninggalkanku yang terduduk lesu di kursi berpayung dekat kolam.Detik berikutnya kusadari aku telah membuat sebuah hati berdarah. Adilkah, aku menerima perlakuan dan perhatian cintanya, lalu mencampakkannya begitu saja. Apakah dia sudah pantas menjadi korban dari kegalauan dan keegoisanku? Apakah karena dendam dengan Mas Andri, lantas ak
**Awal Pertemuan itu ....Tak kusangka hari di mana ia datang ke kantorku dan mengenalkan diri sebagai supir baru, merupakan awal dari segala dilema yang terjadi saat ini. Dengan jas hitam dan kemeja putih yang pas di badan, pemuda tampan yang memiliki wajah cerah dan tatapan teduh itu penampilannya nyaris mirip dengan idola-idola dalam drama korea. Roman wajah dan tatanan rambutnya sangat 'goog looking.."Selamat siang, Bu, saya Handy." Ia memperkenalkan diri setelah memasuki ruanganku dan kupersilakan ia duduk menghadapku."Ada apa ya?" tanyaku padanya dengan ramah."Begini Bu, saya dari PT. Anugrah Reza Winata, datang kemari atas rekomendasi dari atasan perusahaan tersebut untuk menjadi supir pribadi Ibu." Ia menjelaskan padaku dengan sopan dan senyum yang mengembang sempurna."Oh, baik, apakah Anda sudah berpengalaman?"tanyaku lagi."Belum, Bu, namun saya akan mendedikasikan kemampuan dan waktu saya yang
Hidangan sarapan ala Eropa mengepulkan uap hangat dan aroma yang menerbitkan selera, cangkir dan piring porselen khas Belanda tertata rapi di atas taplak linen dengan renda khas serta sebuket bunga lili yang menyemarakkan suasana meja.Pagi ini, asisten rumah tangga kami datang dan membereskan rumah lalu aku memintanya untuk menyiapkan sarapan.Kutuang teh hangat ke cangkir milikku lalu perlahan kusesap aroma melati menenangkan dari tiap tetes teh manis dengan gula Jawa ini. Sejurus kemudian putraku turun dari lantai dua dan bergabung denganku di meja makan."Ma, Mama kemana aja, kemarin, hingga sore ga pulang," tanyanya membuka percakapan sambil menuangkan segelas susu hangat dan mencicipinya."Uhm, Mama ...Mama hanya ...." Aku teringat kembali apa yang terjadi di mobil sambil terus mengaduk cangkir teh milikku.Tiba tiba bayang pemuda itu menari di pelupuk mataku,Bagaimana Handy menyentuh wajahku leherku, menyingkap rislet
Aku dan suamiku, lama mengeja keheningan dan berusaha menyelami perasaan, dari tatapanya, aku tahu, ia pun ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini tersembunyi di sudut rahasia hatinya."Mas,Bisakah kita memperbaiki semua ini?" ucapku memecah keheningan yang kian pekat di antara kami."Hmm ... entahlah, karena jujur, aku pun ingin kau tetap di sisiku." Ia membalas dengan menatap dalam ke mataku."Mas, beri aku kepastian, kepastian yang membuatku punya alasan untuk bersamamu," desakku."Seperti apa itu?" tanyanya."Cintai aku, sentuh dan beri aku perhatian seperti dulu, seperti ketika pertama kita saling jatuh cinta," jawabku."Aku tak ingat pernah jatuh cinta, Sabrina," desahnya lemah sambil menghela napasnya."
Biar kukatakan, mungkin begitu besar rasa sakit ketika orang yang kita cintai tak membalas perasaan kita, mengabaikan semua usaha dan mengacuhkan cinta yang kita curahkan untuknya. Namun akan lebih menyakitkan lagi ketika kita sendiri yang merusak semua hubungan hanya demi nafsu semata. Di saat semuanya tak bisa diperbaiki lagi, bahkan iblis yang ikut menggoda untuk melakukan perbuatan hina tersebut ikut menghilang dan meninggalkan kita dalam nestapa tiada akhir.Wanita peselingkuh, itu gelar baruku. Bahkan jika dunia gak tahu sekali pun, aku tetap malu untuk melangkah dengan wajah yang terangkat sempurna. Noda dan aib yang kucorengkan sendiri di wajahku membuatku menyesal dan jijik dengan diri sendiri tiap kali mengingatnya.Sungguh, hubungan terlarang itu memang indah, penuh keromantisan, penuh petualangan yang memacu adrenalin, tapi semua kesenangannya hanya kesenangan semu. Jatuh dalam dosa membuatku merasa buruk untuk selama-lamanya. Apa yang tersisa padaku saat ini, tak lain
Masih kuseret koper berukuran sedang yang berisi beberapa pakaian dan terpaku kemudian di tempat ini. Tadinya aku telah memesan taksi online, namun entah mengapa, kuputuskan untuk berhenti di jembatan besar yang membelah sungai selebar 100 meter tersebut. Kupandangi kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, kelap-kelip lampu dari tali beton yang menyanggah konstruksi jembatan, bunyi uap perahu nelayan di bawah sana, semuanya ....Aku gamang dengan pemandangan itu, memikirkan rentetan kejadian tadi, membuatku seakan gila.Kuraih sisi jembatan, dan kucengkeram kuat-kuat dengan kedua tanganku. Kutatap nanar pemandangan di bawah sana, terlintas kemudian dalam pikiranku, mungkin dengan memutuskan terjun, aku akan mengakhiri semua luka dan rasa malu akibat dosa yang kuperbuat. Setidaknya, setelah ini aku akan berakhir dilupakan dan namaku akan tenggelam begitu saja seiring dengan aliran waktu yang kian melaju."Mas andri, Reza, maafkan aku," desahku lemah.Kulepas sepatuku kemudian perl
Setelah tiga bulan mengontrak di kost-kostan sederhana aku akhirnya memilih untuk membuka usaha kecil-kecilan dengan sisa tabungan dan perhiasanku. Kubuka butik mini dengan menyewa ruko di pinggir jalan utama kota yang berbeda dengan kotaku semula.Setelah resmi bercerai dari Mas Andri aku memutuskan untuk hidup sendiri dan memulai segalanya dari awal. Sedang handy, ia tetap bertahan menjalin hubungan denganku dan menunggu persetujuanku untuk menikah dengannya.Aku tak menyangka bahwa kadang kerinduan pada Reza sebegitu besarnya, sebentuk penyesalan kecil kerap menyergap sudut hati terdalamku, andai aku tak melakukan kesalahan itu, mungkin aku masih berbahagia dengan keluarg kecilku. Aku tak menyangka bahwa akhir dari pernikahan kami adalah seperti ini, akhir dari pernikahan yang diimpikan akan menjadi surga dunia dan akhirat kami."Hei lagi, apa? Melamun aja," ujar pemuda yang selalu mengisi hari-hariku membuyarkan lamunanku."Gak, gak lagi apa-apa, Handy.""Aku mau ngasih lihat i
Masih kuseret koper berukuran sedang yang berisi beberapa pakaian dan terpaku kemudian di tempat ini. Tadinya aku telah memesan taksi online, namun entah mengapa, kuputuskan untuk berhenti di jembatan besar yang membelah sungai selebar 100 meter tersebut. Kupandangi kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, kelap-kelip lampu dari tali beton yang menyanggah konstruksi jembatan, bunyi uap perahu nelayan di bawah sana, semuanya ....Aku gamang dengan pemandangan itu, memikirkan rentetan kejadian tadi, membuatku seakan gila.Kuraih sisi jembatan, dan kucengkeram kuat-kuat dengan kedua tanganku. Kutatap nanar pemandangan di bawah sana, terlintas kemudian dalam pikiranku, mungkin dengan memutuskan terjun, aku akan mengakhiri semua luka dan rasa malu akibat dosa yang kuperbuat. Setidaknya, setelah ini aku akan berakhir dilupakan dan namaku akan tenggelam begitu saja seiring dengan aliran waktu yang kian melaju."Mas andri, Reza, maafkan aku," desahku lemah.Kulepas sepatuku kemudian perl
Biar kukatakan, mungkin begitu besar rasa sakit ketika orang yang kita cintai tak membalas perasaan kita, mengabaikan semua usaha dan mengacuhkan cinta yang kita curahkan untuknya. Namun akan lebih menyakitkan lagi ketika kita sendiri yang merusak semua hubungan hanya demi nafsu semata. Di saat semuanya tak bisa diperbaiki lagi, bahkan iblis yang ikut menggoda untuk melakukan perbuatan hina tersebut ikut menghilang dan meninggalkan kita dalam nestapa tiada akhir.Wanita peselingkuh, itu gelar baruku. Bahkan jika dunia gak tahu sekali pun, aku tetap malu untuk melangkah dengan wajah yang terangkat sempurna. Noda dan aib yang kucorengkan sendiri di wajahku membuatku menyesal dan jijik dengan diri sendiri tiap kali mengingatnya.Sungguh, hubungan terlarang itu memang indah, penuh keromantisan, penuh petualangan yang memacu adrenalin, tapi semua kesenangannya hanya kesenangan semu. Jatuh dalam dosa membuatku merasa buruk untuk selama-lamanya. Apa yang tersisa padaku saat ini, tak lain
Aku dan suamiku, lama mengeja keheningan dan berusaha menyelami perasaan, dari tatapanya, aku tahu, ia pun ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini tersembunyi di sudut rahasia hatinya."Mas,Bisakah kita memperbaiki semua ini?" ucapku memecah keheningan yang kian pekat di antara kami."Hmm ... entahlah, karena jujur, aku pun ingin kau tetap di sisiku." Ia membalas dengan menatap dalam ke mataku."Mas, beri aku kepastian, kepastian yang membuatku punya alasan untuk bersamamu," desakku."Seperti apa itu?" tanyanya."Cintai aku, sentuh dan beri aku perhatian seperti dulu, seperti ketika pertama kita saling jatuh cinta," jawabku."Aku tak ingat pernah jatuh cinta, Sabrina," desahnya lemah sambil menghela napasnya."
Hidangan sarapan ala Eropa mengepulkan uap hangat dan aroma yang menerbitkan selera, cangkir dan piring porselen khas Belanda tertata rapi di atas taplak linen dengan renda khas serta sebuket bunga lili yang menyemarakkan suasana meja.Pagi ini, asisten rumah tangga kami datang dan membereskan rumah lalu aku memintanya untuk menyiapkan sarapan.Kutuang teh hangat ke cangkir milikku lalu perlahan kusesap aroma melati menenangkan dari tiap tetes teh manis dengan gula Jawa ini. Sejurus kemudian putraku turun dari lantai dua dan bergabung denganku di meja makan."Ma, Mama kemana aja, kemarin, hingga sore ga pulang," tanyanya membuka percakapan sambil menuangkan segelas susu hangat dan mencicipinya."Uhm, Mama ...Mama hanya ...." Aku teringat kembali apa yang terjadi di mobil sambil terus mengaduk cangkir teh milikku.Tiba tiba bayang pemuda itu menari di pelupuk mataku,Bagaimana Handy menyentuh wajahku leherku, menyingkap rislet
**Awal Pertemuan itu ....Tak kusangka hari di mana ia datang ke kantorku dan mengenalkan diri sebagai supir baru, merupakan awal dari segala dilema yang terjadi saat ini. Dengan jas hitam dan kemeja putih yang pas di badan, pemuda tampan yang memiliki wajah cerah dan tatapan teduh itu penampilannya nyaris mirip dengan idola-idola dalam drama korea. Roman wajah dan tatanan rambutnya sangat 'goog looking.."Selamat siang, Bu, saya Handy." Ia memperkenalkan diri setelah memasuki ruanganku dan kupersilakan ia duduk menghadapku."Ada apa ya?" tanyaku padanya dengan ramah."Begini Bu, saya dari PT. Anugrah Reza Winata, datang kemari atas rekomendasi dari atasan perusahaan tersebut untuk menjadi supir pribadi Ibu." Ia menjelaskan padaku dengan sopan dan senyum yang mengembang sempurna."Oh, baik, apakah Anda sudah berpengalaman?"tanyaku lagi."Belum, Bu, namun saya akan mendedikasikan kemampuan dan waktu saya yang
Aku terkesima dengan kata-kata itu, perlahan namun pasti ada perih yang menjalari, ada hampa yang tiba-tiba kembali menyeruak dan melubangi sudut hati yang sesungguhnya telah rapuh ini. Kini, dua hati terluka, hatiku dan hatinya Handy, sedangkan suamiku? Dimana perasaannya?"Maafkan aku, Handy," desahku lemah."Tidak perlu minta maaf, karena cinta tak pernah salah, Nyonya. Dari awal berjumpa, aku memang telah jatuh hati dan tertarik pada Nyonya, jika ada yang patut disalahkan, maka itu aku."Ia melangkah pergi meninggalkanku yang terduduk lesu di kursi berpayung dekat kolam.Detik berikutnya kusadari aku telah membuat sebuah hati berdarah. Adilkah, aku menerima perlakuan dan perhatian cintanya, lalu mencampakkannya begitu saja. Apakah dia sudah pantas menjadi korban dari kegalauan dan keegoisanku? Apakah karena dendam dengan Mas Andri, lantas ak
**Setelah puas menangis dan meratap, aku memutuskan untuk ke luar, turun ke halaman depan untuk menikmati udara dan membuang sesak dalam dadaku.Ketika melewati kamar putraku, aku terketuk untuk memastikan keadaannya. Maka kubuka pintu kamar dan kutemukan dia sudah tertidur dengan pulasnya di ranjang. Aku sedikit lega, setidaknya ia tidak mendengar pertengkaran kami.Kususuri tiap sudut rumah dan mencari keberadaaan suamiku tadi, biasanya, jika ia sedang kesal, dia akan memilih untuk duduk di ruang baca sambil menyetel musik. Namun tak kutemukan dia di sudut manapun rumah ini.Kubuka pintu utama, lalu menyusuri halaman samping dan mini bar pribadi miliknya, semuanya kosong tidak ada tanda Mas Andri ada di sana, hanya gelap gulita saja.Tiba-tiba suara sandi pintu gerbang berbunyi dan sesaat kemudian pintu baja tersebut terbuka dan sesosok pemuda tampan yang selalu membuat dadaku bergemuruh hadir dari luar sana
Sesampainya di restoran kami segera masuk dan bergabung ke sebuah meja yang ternyata di sana sudah ada Elina asisten suamiku dan Andhara serta suaminya, Mas Ilham."Hai selamat malam," sapa Mas Andri."Hai, mari, silakan." mereka semua berdiri untuk menyambut kami."Mas ... Kukira kita akan menikmati makan malam keluarga," desisku pelan membisikinya."Ya, anggap aja ini makan malam keluarga, toh mereka sudah cukup dekat dengan kita," bisiknya."Maksudku, hanya kita bertiga," balasku."Sudah diam, mereka bisa tersinggung," tegasnya sambil menajamkan pandangan mata padaku agar aku tak lagi memprotes."Oh Tuhan, bahkan hendak makan pun, kami harus bertengkar dulu," keluhku dalam hati.Suasana makan malam berlangsung gembira dan diselingi canda dan tawa, obrolan tentang bisnis, proyek terbaru, perhiasan yang sedang trend atau tantang masa depan anak bergulir begitu saja di antara kami. Sesekali mas Ilham melontarkan can