Seharusnya Joe sudah menemuinya sejak pukul sembilan pagi. Sayangnya, pria tersebut mengatakan tidak bisa menunjukkan muka pada siang hari. Alasannya, Joe salah satu target penegak hukum di Las Vegas karena kasus peledakan tambang. Jika Maddox bersamanya, maka tidak akan bagus untuk reputasi detektif itu. Dengan hati yang kesal, Maddox memutuskan untuk mendatangi Kelton sendiri. Sebelum makan siang, ia memasuki halaman rumah Kelton yang menurutnya sangat luar biasa mewah untuk ukuran pria yang baru saja menanjak. Dua penjaga memeriksa identitas Maddox dan mereka mengatakan untuk meletakkan senjatanya di pintu masuk. Detektif itu sempat menolak dan bersikeras. “Anda tidak membawa surat apa pun dari kepolisian, dan maaf, ini kami lakukan demi keselamatan beliau.” Petugas itu tidak bisa diajak kerjasama. Maddox melontarkan ucapan yang cukup mengancam, akhirnya kesepakatan pun terjadi. Maddox diperbolehkan membawa senjatanya tanpa peluru. Semua peluru harus dikeluarkan dan tidak ada
Shelby meloncat turun dari pohon tersebut dengan senyum dan wajah puas. Ternyata semua dugaannya benar. Ada sesuatu yang Joe sembunyikan, tapi Maddox tidak tahu mengenai hal tersebut! Joe bukanlah pria yang mau menyelamatkan manusia lainnya tanpa bayaran. Dia selalu bekerja sendiri dan tidak pernah bersekutu dengan siapa pun. Dengan lincah, wanita itu naik ke atas motor yang parkir tak jauh darinya, lalu melaju dengan kecepatan fantastis. Misi pertamanya telah selesai. Dia berhasil membuktikan bahwa Joe peduli dengan Maddox! ** Shelby mendapat balasan dari Russel yang cukup mengejutkan dirinya. ‘Aku mengubah tawaranku. Bukan hanya kepala Maddox yang aku inginkan. Aku juga ingin Joe. Foxy sudah ada dalam kuasaku, aku tidak lagi membutuhkan Joe sekarang! Tawarannya adalah satu juta dollar.’ Tidak pernah ia sangka, jika Joe ternyata membelot dari Russel. Apa yang membuat pria itu berbalik arah dan bersekutu dengan detektif konyol yang tidak tahu etika tersebut? Pikiran Shelby m
“Sial!” umpat Maddox menutup ponselnya dan menyimpan dalam saku. Tidak ada satu pun yang mengangkat panggilannya. Dia sudah mengirim pesan pada Tim mengenai serangan di rumah George Kelton, tapi belum ada balasan hingga detik ini. “Kemana arah kita sekarang?” tanya Maddox pada Joe yang masih melihat layar ponselnya. “Mendatangi Russel!” sahut Joe dengan cepat. “Hah? Kupikir kita akan ….” “Mencari tahu mengenai pejabat korup? Bukan urusanku. Aku lebih tertarik bertemu dengan Russel. Dia harus menjawab kenapa dia mengirimkan Shelby.” Joe benar-benar geram atas aksi Russel yang mengirimkan serangan untuk Maddox. “Salah! Kau lebih tertarik untuk menyelamatkan Foxy, bukan?!” Maddox tiba-tiba menyesal karena melontarkan kalimat itu. Joe berhenti menatap layar ponsel dan mengangkat mukanya, memandang Maddox. Otaknya berpikir keras, untuk mencari alasan tepat agar Maddox tidak mencurigai apa pun. Joe mengejar Russel atas alasan demi adik tercinta. “Mungkin bagimu ini hanya sekedar ci
Jimmy menyelamatkan pada saat yang tepat! Mereka melakukan perhentian hingga dua kali untuk mengisi bahan bakar, sebelum mencapai lereng pengunungan di Kanada. Begitu mendarat, ketiganya segera memasuki salah satu pondok kayu yang cukup besar. Udara yang dingin membuat tiga manusia tersebut menggigil. Joe melemparkan gelondongan kayu ke perapian dan menyalakan dengan kilat. Tidak lama, Jimmy keluar dengan setumpuk baju bersih tebal untuk masing-masing. “Penghangat ruangan sedang rusak sepertinya.” Jimmy memberitahu mereka, jika malam itu tidak akan ada mesin pemanas yang bisa menghangatkan. “Di mana mesin itu?” tanya Joe pada Jimmy. “Ada di basement.” Jimmy segera menunjukkan pada Joe di mana mesin itu berada. Maddox mencari minuman di salah satu rak yang ada dekat meja televisi. Senyumnya melebar ketika menemukan jajaran botol di balik pintu rak tersebut. Ia menyambar salah satu dan melenggang ke dapur, mengambil beberapa gelas. Suhu saat ini mencapai lima belas derajat Celsiu
Shelby Perempuan itu masih mencoba meretas berbagai jaringan untuk mencari tahu siapa pembunuh George Kelton. Dia tidak begitu saja mempercayai berita yang gencar ditayangkan selama beberapa hari terakhir. Ketika dia mendengarkan rekaman dari alat penyadapnya di markas Jimmy, Shelby mendengar pria itu akan menjemput Joe. Entah kemana dan dengan apa, itu yang tidak Shelby ketahui. Jika saja dia mengetahui, maka Shelby akan memastikan Joe baik-baik saja. Betapa cinta bisa membuat seseorang begitu buta dan sanggup melakukan hal konyol demi perasaan tersebut, walau cinta itu tidak mendapat tanggapan yang sama. Joe bahkan mungkin tidak peduli akan perasaan yang Shelby miliki untuknya. Dengan gundah, Shelby masih berharap mendapatkan sesuatu dari akses kumpulan rekaman kamera lalu lintas. Namun, beberapa kali ia mencoba menembus, dirinya selalu mental dan gagal. Dengan putus asa, Shelby menghubungi Wolf, hacker yang selalu Joe percayai untuk menyediakan berbagai data untuknya. Pria it
Malam baru saja bergulir meninggalkan sore. Ketiga pria itu harus puas dengan dua kaleng kacang asap dan beberapa lembar ham yang sebetulnya tidak cukup mengisi perut. Maddox mengeluh dalam hati dan akhirnya memilih untuk memenuhi rongga lambungnya dengan anggur merah. Jimmy terlihat tidak masalah dengan makanan porsi kecil, sementara Joe melakukan hal yang sama dengan Maddox. Masing-masing sibuk dengan pikiran, hingga Maddox berdiri dan melangkah menuju ke arah pintu. “Aku akan mengunjungi supermarket terdekat.” Tangan Maddox sibuk mencari kunci motor yang biasa dipakai untuk melewati medan salju. Begitu menemukan dalam kotak kayu kecil, ia segera menarik gagang pintu. “Jangan meminta bantuan jika pihak kepolisian mengejarmu!” seru Joe dengan sebal. Baru saja Maddox melangkah kaki keluar, tanpa menghiraukan seruan Joe, mendadak ia berhenti. Wanita yang Joe pernah tunjukkan sebagai penyerangnya sedang berdiri di anak tangga dengan sikap kikuk. Shelby, muncul dengan dua boks pl
Shelby menumpangkan kaki sembari menggoyangkan gelas whiskey, yang menghasilkan suara es batu membentur gelas kaca kristal. Wanita itu menikmati bercerita dengan minuman yang tepat. “Aku memang mengiyakan permintaan Russel untuk memburu kalian berdua. Tapi, itu kulakukan demi menjaga kepala kalian tidak terlepas dari badan. Akan ada begitu banyak manusia yang berlomba-lomba berburu demi satu juta dollar. Menariknya, hadiah akan digandakan, ketika para pejabat tahu, bahwa kalian telah bersekutu dan Foxy ada dalam rengkuhan Russel. Tahu kenapa?” Tidak ada yang menjawab, karena sepertinya informasi ini hanya Shelby dan Tuhan saja yang tahu. “Karena ada tujuh gubernur terlibat dan satu senator parlemen yang menjadi dalang dari pembunuhan Kelton, mungkin juga Josh. Merekalah yang akan memberontak dari pengaruh Russel dan memastikan Joe akan lenyap bersama bosnya. Untuk kau, Mad ....” Shelby mengerling pada Maddox. “Kau mungkin telah menyimpan sebagian rahasia yang Foxy ungkapkan kepada
Siapa yang pernah menyangka, jika status buron yang kini melekat pada Joe dan Maddox ternyata menyatukan mereka semua? Meski demi kepentingan yang berbeda, tapi keempatnya berharap bisa membuat rencana melepaskan diri yang tersusun dengan baik. Shelby adalah perempuan yang tidak menyukai memasak. Dia memilih untuk berburu dengan Jimmy sejak pagi, sementara Maddox membelah kayu bakar untuk perapian. Suasana pagi cukup sibuk hingga siang hari. Joe mengeluarkan pie daging dari oven dan aroma harum menguar hingga ke ruang tengah, tempat mereka sedang berkumpul melepas lelah. Jimmy dan Shelby berhasil membawa angsa liar pulang dan telah tersimpan rapi dalam kulkas, setelah Joe bumbui untuk nanti makan malam. Teriakan dari dapur, yang mengajak semuanya untuk makan siang, membuat tiga orang bergegas dengan tidak sabar. Shelby menuangkan salad tuna macaroni ke piringnya dan mengambil satu irisan pie daging. Wajahnya bersinar ketika suapan pertama menyentuh lidah. “Aku akan menikahimu,
Suara tangis bayi terdengar menambah kemeriahan pesta di halaman belakang kediaman Maddox. Apple dan April sibuk bergantian menggendong bayi mungil yang terbalut kain lampin ungu. Dia sangat cantik, mewarisi kejelitaan Shelby. “Jadi kau benar-benar pensiun dari semuanya?” tanya Tim Muller, sembari membalik steak di panggangan. Shelby tertawa tanpa suara, mengerling pada Joe yang tak berhenti menatapnya dengan mesra. Dia menjadi ayah yang bahagia, saat Shelby memberikan bayi mungil cantik dalam pernikahan mereka. “Entahlah, tawaran Nick sangat menggiurkan. Tapi, kupikir aku akan sedikit rehat untuk sementara waktu, sampai Bow besar nanti.” Wanita itu mengarahkan pandangan pada putrinya yang berada dalam dekapan Apple. “Aku bisa menjaganya, Shelby! Jangan khawatir, aku adalah pengasuh terhebat di kompleks rumahku!” tawar Apple dengan cepat. “Kuliahmu, Ape! Kau pikir bisa sekolah sambil mengasuh bayi?!” tukas April. “Aku kandidat yang sempurna, karena sebentar lagi akan lulus dan pu
Chapter 109. End of the Game Seiring matahari tenggelam, keesokan harinya, semua yang Jimmy kumpulkan merapat di pulau tersebut. Joe dan Shelby tampak kaget, sebab dia juga melihat Maddox serta Foxy. Satu sama lain saling menyapa, sementara Joe menggelengkan kepala tidak percaya. “Apa-apaan ini, Jim?!” Jimmy tertawa, merapatkan kapal dan melompat turun dengan gesit. Gibs di belakangnya tampak tidak kalah tangkas. Sepertinya Jimmy-Gibs telah menjadi sahabat dekat yang tak terpisahkan. “Kita akan menyudahi dengan pertempuran terepik, Joe!” Jimmy mengatakan bagaimana rencana ini telah dia rancang sedemikian rupa. “Memancing dalang sesungguhnya?” ulang Shelby kaget. “Apa maksudnya?” Maddox dan Foxy mendekat, mereka menambahkan apa yang telah didapatkan sejauh ini. Mendengar bagaimana semua sudah diperhitungkan, benar-benar mengejutkan Joe dan Shelby. “Aku menembak Josh sendiri dan itu bukan hanya sekali. Analisa kalian yang mencurigai dia masih hidup rasanya mustahil,” tangkis Joe.
Shelby mencapai pulau dengan kapal sewa yang dia kemudikan sendiri. Tidak segera menuju kediaman Russel yang masih berjarak setengah jam lagi, wanita itu justru menghabiskan beberapa saat di dermaga hingga helikopter Joe Black mendarat di sana. Terkejut melihat pria yang dia cintai menyusul, Shelby menolak permintaan Joe yang meminta untuk mengurungkan niatnya. “Aku harus menanyakan, kenapa Russel membiarkan aku dan mama seperti manusia sampah selama ini!” Joe menghela napas berat, merebut botol minuman yang ada di tangan wanita itu. “Kita tidak akan datang tanpa persiapan, Shelby!” cetusnya. “Tunggu sampai bantuan datang!” Akhirnya, wanita itu mengalah. Mereka menanti di kapal, yang sebenarnya bisa saja terdeteksi oleh Russel. “Mustahil dia mengetahui kedatangan kita. Pelayan setianya sudah mati, ayahmu bisa jadi ada di rumahnya tanpa siapa pun.” Analisa Joe sepertinya benar, sebab selama mereka menunggu di kapal hingga menjelang tengah malam, tak ada satu pun yang datang mengus
Joe terhenyak, panggilan baru saja berakhir dan adiknya mengatakan jika Shelby adalah putri dari Russel Brown! Bagaimana mereka baru mengetahuinya sekarang? Jika rencana membunuh anak mafia itu masih dia dan Maddox lanjutkan, itu berarti dirinya akan siap kehilangan wanita yang sudah menjadi teman kencan tersebut. Sanggupkah dia berhadapan dengan Shelby, jika benar itu terjadi? Entahlah, Joe benar-benar kebingungan, terlalu syok dengan fakta yang terkuak beberapa menit lalu. Masih meraba-raba dengan situasi saat ini, Joe harus menenggak minuman yang dia beli di minimarket pom bensin lebih dulu untuk kembali menguasai diri. Dia duduk selama beberapa belas menit, mengatakan pada diri sendiri untuk cepat berpikir dan mengambil keputusan. Dirinya butuh menempuh tiga jam lebih untuk mencapai kediaman Russel, dan itu pun jika ada transportasi yang bisa membawanya lewat udara. Melalui jalan darat akan sangat panjang dan mustahil bisa mengejar Shelby. Tempat Russel tinggal adalah sebu
Maddox menegakkan tubuh, melatih pelan-pelan fisiknya yang terhajar selama lima hari terakhir dengan vonis keracunan makanan. Foxy membantunya, memastikan dia tidak terlalu lemah melanjutkan proses tersebut. Bagaimanapun juga, Maddox perlu diingatkan untuk istirahat yang banyak demi pemulihan diri. Bobotnya tampak berkurang, walau baru lima hari dia terkapar. “Jangan terlalu memaksakan, kau masih butuh untuk mengembalikan energi,” ucap Foxy, penuh kelembutan mengingatkan. Maddox mengatur napas, meletakkan tubuhnya di salah satu kursi tanpa bantahan. Wanita yang saat ini mendampinginya mendekat, memberikan botol minuman untuk dia. Sambil meneguk, Maddox membiarkan Foxy mengusap keringat di leher juga pundaknya. Ia melirik pada wanita yang begitu setia berada di sisi, tak peduli akan urusannya sendiri. “Aku bisa keluar besok, bisakah kau mencari hotel untuk kita? Aku tidak mau kembali ke rumah yang Titus sediakan,” pinta Maddox. Foxy mengangguk. “Jangan khawatir,” sahutnya pelan.
Joe melangkah dengan cepat, mendatangi kendaraan yang berhasil mereka catat plat dan lokasinya. Mobil yang dipakai oleh pria yang memalsukan diri menjadi tukang masak restoran itu diselubungi terpal dan Joe terpaksa menyingkap semuanya. SUV keluaran lama itu terparkir di depan apartemen kumuh di pinggir kota. Begitu berada di sisi kaca pengemudi, Joe mulai mengayunkan linggis yang ada di tangannya. Praang! Kaca itu hancur dalam sekejap. Ia membuka pintu dari dalam, memeriksa dashboard dan setiap sudut kendaraan. Selama lima belas menit, dirinya mengacak-ngacak isi mobil tersebut hingga gerakannya terhenti. Di bawah jok belakang, Joe menemukan topeng beserta pakaian chef serta sepatu! Dia segera menarik keluar plastik dari saku celana, lalu memasukkan satu persatu ke dalam. Usai mendapatkan semua, Joe meninggalkan mobil dengan santai. Sebentar lagi, sidik jari itu akan menjelaskan, siapa pelaku yang telah membuat Maddox terkapar tak berdaya! ** Jimmy dan Gibs menunggu dengan tid
‘Bangunlah, Mad.’ Foxy memandang pria yang terbaring dengan wajah pucat. Kondisi detektif itu lumayan membaik, akan tetapi masa kritisnya belum berlalu. Menguras lambung yang menyebabkan muntah berkepanjangan terjadi dalam beberapa jam. Foxy harus menyaksikan pria tersebut merintih, meratap dengan tubuh menggigil gemetar karena sakit juga lelah. Tak pernah sedetik pun ia meninggalkan sang detektif. Foxy mendampingi setiap saat, meski ada waktu di mana dia sendiri menangis sambil berharap Maddox tidak akan pernah meninggalkan dirinya. Tersudut dalam situasi yang tidak menyenangkan, Foxy sedang berjuang untuk melupakan duka yang bertubi-tubi menimpa. Belum mampu mengenyahkan kepedihan atas kematian Peter, Arthur menyusul dengan kondisi kematian tidak kalah menggenaskan. Setiap mengingat kilasan masa lalu, Foxy menyalahkan semua atas kiprahnya. Jika dua pria tersebut tidak terlalu peduli terhadap dirinya, mungkin mereka masih hidup dan baik-baik saja. Jauh di lubuk hati Foxy mey
Mereka tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Para dokter dan perawat yang bertugas mengikuti protokol yang Nick tetapkan dengan disiplin. Joe baru selesai melakukan panggilan dengan Titus. Baru saja ia menutup ponsel, dari jauh Raymond Gibs datang bersama Jimmy dengan tergopoh-gopoh. Jean dan Foxy masih berbicara di lorong, sementara Jimmy dan Gibs berlari menuju ke arah Joe. “Dia sudah stabil, tapi hingga sekarang belum sadar. Entah kenapa, tapi Maddox masih belum bisa diajak komunikasi.” Wajah Joe tampak kalut dan gusar. “Sial! Keparat!” Jimmy melontarkan kata umpatan yang ia teriakan dengan keras. “Jika aku tahu bedebah yang melakukannya, jangan harap dia masih bernyawa!” pekik Jimmy. Bekas kepala FBI, Raymond Gibs mencoba meminta Jimmy untuk bertenang. Semua orang kini menatap mereka. “Wah, wah! Maddox tidak hanya mengundang penegak hukum negara untuk turun tangan! Tapi kumpulan manusia dalam bayang-bayang juga keluar dari persembunyiannya!” seru Nick dari ujung lorong. Se
Di sebuah bunker tersembunyi seorang pria bangkit dari kursi makannya dan berjalan menuju ke arah ruangan yang terdapat berbagai monitor dalam jumlah banyak. Ruangan yang didesain dengan sangat canggih tersebut dikendalikan oleh dua orang ahli teknologi yang usianya masih sangat muda. Sembari memegang gelas wine, pria itu mengamati satu persatu layar yang menunjukkan grafik saham. Senyumnya tersungging penuh kepuasan. “Mereka pikir akan bisa melenggang bebas dan melebarkan kekayaan setelah kematianku! Cih! Manusia-manusia itu terlalu merasa diri pintar!” Tidak lama, muncul pria satunya lagi dan berdiri di sebelahnya. “Hingga detik ini kau belum membuat perhitungan dengan pengacara wanita tersebut, Master.” Pria yang dipanggil ‘Master’ kembali tersenyum licik. “Tenang. Dia akan menerima pembalasan yang jauh lebih menyakitkan, Troy. Pembalasan yang paling menyakitkan!” desis Master dengan sinis. “Bagaimana jika CIA mengetahui keberadaanmu? FBI mungkin dengan mudah bisa kau tipu.