Perasaan sakit hati Aline pada Jibs mungkin diketahui terlambat. Ya, terlambat karena makhluk yang Aline anggap pahlawan itu tak ayal seperti seekor ular berbisa dan siap mengeluarkan bisanya kapan saja. Sementara Aline sendiri bukan hanya terkena bisa, tetapi telah ditelannya. "Bi Farida, aku bersumpah akan membalas semua ini." Amarah Aline terdengar di kuping Farida sangat membara. "Balaslah itu perlahan, agar setidaknya dia merasakan bagaimana kesakitan itu!" Farida menambahkan amarah itu dengan memercikan tetesan bensin. Dia pun mengobarkan dendam itu, "Ingat, rahasiakan anak asli dari Jibs sampai makhluk itu benar-benar telah merasakan penyesalan." Ulasan senyum tersimpul di bibir wanita cantik itu seketika, "Kamu akan benar-benar hancur, Jibs!" Hmm.***Ruang tamu mewah berfurniture ala Eropa ini sudah nampak hidup dengan bermacam-macam dekorasi cantik dan wangi parfume wood khas timur tengah yang merupakan kesukaan Jibs Choudry. Lelaki berwajah sangar berkumis tebal dan jam
Dua lelaki dewasa duduk berhadapan di dalam ruang kerja pribadi Jibs yang berada di lantai 3 ini. Pandangannya saling terpaut satu sama lain penuh enigma dari pikiran-pikirannya. 'Anak buahku sudah ada di dalam rumahmu! Jadi kalau kamu mau macam-macam mereka akan siap membombardir rumahmu!' batin Steven sembari tak berkedip menatap wajah Jibs yang jelas tak berkedip pula. 'Siapa kamu ini? Wajahmu tidak asing untukku!' lirih Jibs dalam senyap. Tok! Tok! Tiba-tiba suara ketukan pintu memudarkan pandangan mereka berdua. Knop pintu pun tak lama diputar dari luar, Marwa datang dengan senyuman beserta tangan membawa nampan yang di atasnya dua cangkir kopi tersaji. "Terima kasih, Marwa." Ucap Jibs sambil mengambil sodoran cangkir yang diberikan pelayannya itu. "Sama-sama, Tuan Jibs!" jawab Marwa sopan dan ramah sembari mengedipkan kedua matanya namun mengarah ke pada Steven. Sedangkan Steven langsung mengangguk pelan ke arah Marwa tanpa menimbulkan kecurigaan pada Jibs yang sedang
Setelahnya, Jibs pun berbicara perihal urusan pribadi dengan mesra pada Aline, ditanggapi olehnya masih sama seperti sebelum dia mengetahui kedok Jibs. Lalu, dari siapa Aline mengetahui kebejatan Jibs? -Flashback on- Wedding hall yang sangat luas dengan dekorasi formal nan mewah adalah tempat di mana acara pernikahan Aline & Jibs dilaksanakan. Gaun putih brukat sutra panjang menyapu lantai dikenakan Aline cocok sekali dengan lekukan tubuh seksinya. Langkahnya gemulai akan tetapi raut wajahnya tidak sebahagia pengantin wanita pada umumnya. Ya, Aline memang menyetujui proposal dari Jibs karena desakan orang tuanya. Juga, tak memungkiri dia sendiri resah akan perutnya yang sudah terisi janin hasil perkosaan itu. Tiada pilihan dan desakan membuat wanita cantik ini menurut tanpa debat. Paksaan telah membuatnya menjadi budak yang ikut majikannya. Terlebih lagi setengah hari sebelum pesta pernikahan teman kampusnya mendatanginya. Aline sedang termenung di depan kantin kampusnya sambil me
Siapa Amie? Siapa Aline? Teka- teki itu sudah meronta-ronta ingin cepat diketahui oleh Steven. Sangat aneh memang seorang anak tidak mengenal ibunya serta terlebih lagi ayahnya. Ironis sekali, apalagi perkawinan antara Aline dan Jibs disaksikan oleh orang tua Aline. Tapi, kenapa mereka seolah menutup mata? Jelasnya, siapa yang akan membuka mata pada lelaki licik seperti Jibs? Racun pun sepertinya akan seperti minuman segar dibuatnya. Amie menatap wajah Steven sangat dalam, dalam hingga Steven tak ada daya untuk menepisnya. Tatapan Amie bukan tanpa sebab, dia sangat mengingat bagaimana Aline datang pada dirinya tepat setelah melahirkan. Namun, tatapan itu terhenyak karena Steven menegurnya, "Ibu juga tidak peduli pada anak sendiri 'kan?" Amie bergeming mendengar itu walaupun ingin sekali bekata; aku pun tak sudi memiliki anak dari hasil perkosaan, terlebih lagi ayahnya berpura-pura seperti pahlawan. Spontan sekali bibir Amie pun menyimpulkan senyuman tipis. "Sangat peduli! Karena
Setelah acara, Farida pun pulang diantar oleh Steven memakai mobil pribadinya. Steven yang sudah mencium strategi ibunya dan Farida langsung saja mencecar pertanyaan pada wanita tua ini. "Tuan, nanti juga akan tahu semuanya. Ibu Tuan wanita luar biasa!" Farida hanya memberikan jawaban sesingkatnya. Kendati dirinya pun sudah tak sabar agar Steven mengetahui segalanya. "Bi Farida, Ibu kapan datang ke sini?" Ujar Steven meyakinkan akan penuturan yang telah didengarnya tadi. Akan tetapi telepon genggamnya berdering. Diliriknya layar smartphone di sebelahnya yang kebetulan ditaruh di pinggir jok mobilnya. "Ibu ini selalu saja tahu kalau aku sedang membicarakannya!" Ucap Steven serta tangannya menekan tanda terima kemudian dia pun berbicara menggunakan earphone. "Ibu sudah di apartemenmu. Jangan lupa ajak Bi Farida ke sini." Pemberitahuan Aline membuat Steven mengerlingkan matanya pada Bi Farida yang duduk di jok sebelahnya. "Ibuku pun memiliki kunci apartemenku? Dari mana dia dapatkan?"
Nuansa hijau daun memang sudah Nampak dominan akan dipilih menjadi warna pilihan dekorasi pernikahan putranya oleh Aline. Iya, Aline kini telah mendarat. Dia adalah Zaina yang menyamar menjadi Aline untuk beberapa hari ke depan sampai pesta dilaksanakan. Iya, permainan Jibs yang sudah bisa ditebak oleh Aline pun membuat dirinya tidak sembarang menampakan diri di depan publik. Rizwan memang sudah mulai memata-matai apartemen milik Steven. Bukan dirinya saja bahkan lima orang lainnya. Dari beberapa arah masuk; barat, timur juga selatan terlebih lagi pintu utama. Terpantau oleh anak buah Rizwan atas suruhan Jibs. Belum ada tanda-tanda memang. Akan tetapi pandangan mereka berlima mengarah pada mobil mewah warna hitam yang baru saja datang. Dibukanya palang pintu masuk ke apartemen oleh penjaga. Penjaga hanya tersenyum tipis dan memeriksa identitas milik mobil mewah tersebut. Belum jelas memang wajah dari si pengendara mobil tersebut oleh kelima anak buah Rizwan. Mobil itu sekarang sudah
"Sudah kalian pergilah!" Jibs pun ikut menyuruh. Ketiga wanita itu pun langsung ke luar rumah dengan menggunakan sopir pribadi Jibs pergi ke toko berlian langganan mereka. Sementara Catherine yang sudah mencium sesuatu rancangan suaminya tak banyak berbicara apalagi mengintrogasi. Dia cukup memahami kalau suaminya tak bisa ditantang. Sekarang mereka sedang di toko berlian dan langsung memilah yang cocok untuk dikenakan pengantin wanita di pesta nanti. ***Dexe sekarang menyamar menjadi seorang ahli nuklir dan mengaku teman Jibs sewaktu di universitas dulu. Pengakuan itu pada penjaga dengan memberikan beberapa bukti. Kendati penjaga masih menunggu jawaban dari Jibs yang tidak mengangkat teleponnya. "Cepatlah! Dia sudah menyuruh untuk ke sini sekarang! Aku pun tahu dia sedang sibuk untuk mempersiapkan acara putrinya." Dexe meyakinkan penjaga. Penjaga pun kembali melihat foto-foto dan hasil karya-karya Jibs yang terlampir di dalam map warna cokelat. "Taruh identitasmu di sini! Masukl
Langkah kaki itu semakin ke depan. Ke dalam kamar tepatnya. Tangannya menekan pintu yang dibelakangnya tumpukan kardus air mineral. Pintu ditekan dan hampir menjepit tubuh Dexe yang merebah dan tenggelam ke pojokan. “Ok. Sampai ketemu besok pagi!” ujar laki-laki yang sudah rutin memantau Jhon Rudolf. “Oh, ya. Saya malam ini mau makan banyak. Bawakan kambing panggang, nasi biryani, dan beberapa gulab janum. Jangan lupa salad juga buah. Satu liter sprite!” Permintaan Jhon membuat laki-laki itu mengangguk. Dia seolah paham kalau nafsu makannya baru menggugah seleranya karena kamar telah bersih dan wangi. Cetrek! Cetrek! Suara pintu terkunci dua kali oleh laki-laki yang di pinggangnya ada pistol membuat Dexe menarik napas lega. Dexe masih menunggu beberapa detik untuk memastikan lelaki tersebut tidak kembali. “Dia akan kembali nanti malam, itu pun pelayan yang akan membawakan makanan untukku. Kamu siapa?” Jhon sekarang duduk di pinggir tempat tidurnya dengan tatapan kedua matanya ke