Begitu turun dari helikopter tiba-tiba ada anak muda berpakaian abu-abu serasi antara atasan dan bawahannya menghampiri, "Tuan, musuh kita sedang ada di sini!" ucapnya berbisik tepat di dekat kuping Alex.
Alex mengernyitkan dahinya. "Jibs?" tebaknya sambil terus berjalan ke arah rumah yang tidak ada pencahayaan dari luarnya.
Lelaki itu membuka pintu rumah dan tanpa berbicara lagi. Lalu, dia pergi entah ke mana.
Dari dalam beberapa orang sudah menyambut kedatangan Alex. Sedangkan Alex segera masuk ke dalam rumah yang nampak di luar begitu menyeramkan. Akan tetapi begitu masuk terdapat furniture mewah dihiasi lampu-lampu cantik menghiasi setiap ruangan belum lagi sajian makanan menggunggah selera. "Siapa lelaki yang menyambutku tadi, dia mengabarkan kalau musuh kita ada di sini?" tanyanya sambil duduk di atas sofa lantai.
"Aline, bukankah dia lebih berbahaya daripada Jibs," jawab lelaki tinggi dengan membawa senapan yang tiba-tiba datang dengan tegas.
Mendengar pernyataan dari istri rahasianya ini, Jibs berpikiran lain, 'Haruskah aku percaya padanya? Bagaimana kalau ini akal-akalannya agar aku takut? Atau mungkin saja ini salah satu triknya untuk menuntutku mempublikasikannya?' "Aku yakin kalau John Rudolf tidak memiliki sanak saudara, aku melihat rumahnya dan beserta anak istrinya ikut hangus!" Jibs mempertegas ucapannya pada Aline. Lalu, langsung menutup handphonenya seketika. Di ujung sana Aline pun menyeringai senyum sinis, "Aku tahu kenapa kamu tidak mempublikasikan aku dan hingga anakmu sendiri tidak mengenalmu, itu karena kamu tidak pernah mempercayaiku! Atau saja kamu sebetulnya tidak pernah mencintaiku," ucap Aline pada dirinya sendiri. Dia pun bertahan menjadi pesuruh Jibs karena setidaknya dia masih bisa berkesempatan menikmati kekayaan dan tentunya ada celah untuk membalas dendam. Siapa yang akan bertahan menjadi istri rahasia? Apalagi anaknya saja tidak boleh mengetahui ayah kandungnya.
Steven mengantisipasi semua hal dari segala sudut pantauan, karena mata anak buahnya bertebaran di mana-mana dan ikut membuntuti dirinya. Kalau pun memang betul anak buah Alex sudah mengetahui keberadaan Steven serta Aline, akan tetapi mereka tidak semudah mendapatkan Paula. Kini, mobil Alex pun terlihat melaju dan beberapa mobil mengikutinya. Begitu pula mobil Steven beserta anak buahnya ikut melaju penuh kewaspadaan. Mata-mata Steven memang sudah ada di antara pasukan Alex dan masih berpura-pura. Jalanan Afganistan telah dilewati tanpa hambatan. Kendati beberapa saat tersendat karena pengecekan oleh beberapa tentara Amerika seiring terjadinya ledakan mengakibatkan tentaranya meninggal dunia di rumah Razi yang beranjau. -Karachi- Paula serta Alex sudah berada di halaman rumah besar milik Jibs. Begitu Catherine mendengar kedatangan putrinya telah ditemukan serta sudah ada di rumah suaminya, dia pun segera pulang ke rumah yang sebelumnya dia menginap di
"Aku periksa terlebih dahulu, ya Line!" Jibs berpura-pura menenangkan. Dia pun dengan cepat ke luar dari mobil dan langsung membongkar ban mobilnya yang kempis itu. Jelang beberapa saat segerombolan anak muda mengendari beberapa mobil sport datang menghampiri berpura-pura menawarkan jasa. "Kenapa ini? Kalian perlu bantuan?" tanya salah satu dari mereka. Jibs ke luar dari kolong mobil begitu mendengar ucapan salah satu anak muda tersebut. "Ya, ini mendadak kempis." Jawabnya singkat tanpa reaksi. "Di sini jalanan berbahaya dan sudah hampir malam, kalian ikut kami saja. Biar mobilmu diangkut mobil derek," Anak Muda tersebut menawarkan. Aline yang berdiri di samping Jibs mencoba mencari-cari handphonenya. "Di mana handphoneku?" tanyanya pada diri sendiri sambil berjalan ke arah tempat jok mobil yang diduduki tadi. Akan tetapi handphonenya tidak ditemukan. "Ke mana handphoneku?" Aline masih mencari-cari serta mencoba mengingatnya.
Jibs penuh percaya diri mengantar Aline ke rumahnya serta saat bersamaan dia pun meluncurkan aksi liciknya dengan mengirim foto yang diambilnya pada John. 'Selamat atas cintamu pada wanita yang telah aku gauli, John. Makanya jangan sok ganteng!' ucapnya dalam senyap sembari melirik ke arah Aline yang sedang terkulai lemas di sampingnya. "Tuan...Tuan...." Alex menepuk agak kasar pundak Jibs dan membuat pikirannya yang sedang ke masa lalu pudar. "Tuan, aku ingin mengatakan sesuatu." Ucap Alex kemudian.Jibs menoleh ke arah Alex, lalu pada handphonenya yang berdering. Si penelpon adalah istri pertamanya, akan tetapi diabaikannya dan fokus pada Alex. "Ada apa, Lex?" jawab Jibs dengan tatapan serius. Alex berniat untuk membicarakan kisah asmara dirinya bersama Paula, namun tersemat keraguan dalam hatinya. Pasalnya, dia merasakan ada sesuatu yang mencurigakan pada reaksi Jibs. Juga dirinya tidak yakin semua rencananya akan berjalan lancar. "Lex, kamu mau bicara apa?
Sedangkan Alex bersama Paula di dalam mobil langsung pergi ke rumah Dorothy untuk memaksa dirinya mendekati Jibs. "Kamu yakin ini akan berhasil? Dia itu tangan kanan ibuku." Paula merasa sangsi untuk menyuruhnya."Dia juga bekerja untuk ibuku," jawab Alex dan itu membuat Paula mengingat waktu dia menguping di dekat jendela rumahnya. Kemudian Paula pun punya pemikiran untuk membuat rencana sendiri agar mengetahui siapa saja orang-orang Alex yang sudah ada di dalam privasi ayahnya, dan dia akan mempergunakan Dorothy. 'Tapi, cara apa yang harus dilakukan agar dia mau aku ajak bekerja sama?' pikir Paula dengan pandangan ke depan.Mobil Alex sudah ada di depan pekarangan rumah Dorothy. Steven yang mengetahui itu terperangah begitu melihatnya, karena dirinya pun bekerja sama dengan wanita pecinta sesama jenis itu. "Mereka mau apa ke sana?" ucapnya berbicara sendiri sembari kedua matanya tak berkedip memperhatikan Alex dan Paula yang sudah masuk ke dalam rumah Dor
-Gedung Penelitian Nuklir-Gedung berbentuk kotak dengan luas bangunannya hampir satu hektar serta halamannya kurang lebih ada sepuluh hektar ini adalah milik Jibs Choudry. Dia bukan hanya sekedar pemilik akan tetapi pendiri sekaligus si empunya kewenangan, dan sekarang ada di dalam ruangan rahasianya sedang sibuk dengan berbagai macam perakitan nuklir. Nuklir tersebut telah dipesan oleh negara-negara yang ada di bawah naungannya, juga sesuai tata dan pelaturan dalam perjanjian antar negara.Dexe mengikuti Jibs hingga gedung itu, dia pun sekarang mengganti perannya berpura-pura menjadi pekerja Jibs. Tanda pengenal dan kartu pekerjanya ditunjukan pada petugas keamanan agar dirinya bisa masuk ke dalam gedung berbentuk kotak tersebut."Aku baru melihat kamu," sapa petugas keamanan yang secara detail memperhatikan tanda pengenal dan wajah Dexe. "Kamu baru di sini?" tambahnya sembari merekam wajah dan mengecek keberadaan nama Dexe di dalam komputernya.&nb
-Dua puluh lima menit sebelumnya- Ketika Aline berusaha menghampiri John untuk menjelaskan perkara semalam. Saat itu pula orang suruhan Jibs mendekat ke arah Aline. Dengan cepat tangannya mengambil handphone yang ada di dalam tasnya. Beruntungnya tas tersebut dalam keadaan terbuka, itu memudahkan orang suruhan Jibs mengambilnya. Setelahnya dihapuslah foto tersebut bermaksud menghapus jejaknya dan dikembalikan pada tasnya bersamaan dengan riuhnya halaman kampus karena perdebatan antara John dan Aline. Liciknya Jibs memang sudah di atas level tertinggi sederajat dengan iblis penghuni neraka jahanam. Dia sengaja melakukan itu karena mengetahui kalau Aline akan melapor pada pihak polisi. Maka, untuk menutup kasus bejatnya itu dia menyuruh orang agar menghapus foto tersebut. Sebab dia mengetahui John sudah menghapusnya dan bahkan dia pun telah mendapat informasi bahwa John tidak khawatir pada hilangnya Aline semalam. "Line, sebaiknya kita harus m
Di dalam keterpakuan mereka berdua di dalam hotel, tiba-tiba dikejutkan oleh suara bel pintu yang berbunyi. Seketika pandangan mereka pun menyatu. "Kamu tidak bawa teman-teman yang lainnya juga 'kan?" tanya Catherine pada Paula. Paula hanya menggeleng disertai rasa penasaran dengan bergegas berjalan ke arah pintu. "Amie?" kejutnya begitu matanya mengintip pada lubang pintu. Paula pun perlahan membukanya. "Jangan khawatir, aku ke sini hanya untuk berbicara dengan ibumu satu hal." Amie menjelaskan, bermaksud supaya mereka tidak berpikiran yang tidak-tidak. Amie pun langsung masuk, sedangkan Catherine menghampirinya. "Bicaralah!" Catherine mempersilahkan bernada dingin. Catherine pada Amie sudah saling kenal satu sama lain semenjak kuliah di satu kampus yang sama. "Kita harus menikahkan anak-anak demi misi kita. Aku hanya ingin suamiku ke luar dari penjara terlebih lagi Jibs wajib membayar semua sakit hatiku!" jelas Amie sembari memandang wajah temannya ini dengan tajam. "Amie, dudu