#MPSPart 15 Surat Perjanjian ke DuaAh, tidak mungkin Rosi pemilik nomor itu. Ku tepis pikiranku itu jauh-jauh dan fokus kembali ke selembar kertas di atas meja ini."Aku akan tanda tangan, tapi katakan padaku sejujurnya, bagaimana kalian mendapatkan uang untuk menebus sertifikat itu?"Ya, aku sangat penasaran dengan itu. Jika benar tujuan awal mas Arga dan keluarganya menebus sertifikat itu yang senilai 50 juta, hanya untuk aku supaya tanda tangan dua surat perjanjian yang bagiku itu unfaedah.Jelas unfaedah. Surat pertama sudah selesai ku tanda tangani, dan yang kedua ini, bisa ku manfaatkan dulu agar aku tahu alasan dibalik upaya mas Arga dari membuatnya. Walaupun pada akhirnya, aku sudah tahu bahwa kedua surat tersebut tidak akan ada gunanya bagiku. Dan pastinya akan membuat mereka menyesal di kemudian hari. "Kami meminjam uang di bank," jawab mas Arga. Sontak membuatku terperanjat mendengarnya. Demi sebuah tanda tanganku mereka melakukan gali lubang tutup lubang. Astagaaa ...
#MPSPart 16 Pernyataan Kehamilan Palsu"Ada satu hal lagi yang ingin ku beritahukan ke kalian, Mas, " kataku membuat yang semua orang yang ada menoleh kearahku. "Apa itu? " tanya mas Arga. Sebuah perihal yang ku yakini akan membuat mereka terkejut setengah mati setelah mengetahuinya. "Sebenarnya aku ..., " sengaja ku gantungkan perkataanku. Ini adalah momen yang tepat untuk aku memberitahukan kepada mereka, apa yang sebenarnya yang terjadi tentangku dan perutku. Aku pun tak takut jika tiba-tiba mereka mengamuk atau berbuat yang membahayakan, karena ada kakakku juga abah di sini. "Apa, Fir? " tanya mas Arga. Ia terlihat begitu penasaran. "Sebenarnya ... Aku nggak hamil, Mas, " akhirnya ku buka juga kehamilan palsu ini. "APA?!! " ucap ibu mertuaku yang sekejap membuatnya langsung berdiri dan matanya membelalak setelah mendengar penuturanku. "Jangan main-main kamu, Fir? Jangan bercanda, nggak lucu! " kata mas Arga. Ia tak kalah syoknya dengan ibunya."Nggak, nggak mungkin!! " p
#MPSPart 17 Talak TigaTokk!! Tokk!! Tokk!! "Fira! buka pintunya Fira! " Teriakan seseorang yang terus memanggil namaku membuatku juga abah dan umi yang sedang bersantai di teras belakang menjadi terkejut. Pasalnya, suara itu sangat tidak asing bagi kami. Siapa lagi kalau bukan mas Arga. Untuk apa dia datang sore-sore seperti ini? Mengganggu suasana saja. "Mau apa lagi dia?" abah beranjak dari tempatnya, berjalan kearah depan. Aku dan umi mengikutinya dari belakang. "Abah sabar, " kataku saat mengikuti langkah abah. Tapi sayang, beliau menghiraukannya, dan terus berjalan. Abah membuka pintu. "Mau apa kamu?! " tanya abah tak sabaran karena emosi. Mas Arga kini berdiri berhadapan dengan abah. Wajahnya tampak menahan emosi. Ditangan kanannya membawa sesuatu yang membuatku tahu maksud dari kedatangannya kali ini. "Fir, maksud kamu apa ini? " tanya mas Arga menunjukkan sebuah amplop putih bertuliskan pengadilan agama di depannya. "Oh, kamu sudah terima suratnya? Syukurlah, jadi a
#MPSPart 18 Bahan Gosip"Ih, nggak nyangka ya ternyata .... ""Sstt! Orangnya datang. "Entah kenapa yang tadinya ramai, tiba-tiba hening sekejap ketika aku baru tiba di pangkalan tukang sayur langganan ibu-ibu kampung. Tak ku hiraukan ibu-ibu yang ada, beberapa dari mereka adalah tetangga yang berjejeran rumahnya dengan rumah orang tuaku. Aku sibuk memilih sayur-sayuran yang akan ku beli sesuai dengan pesanan umi. Begitu juga dengan ibu-ibu yang ada. Meskipun terdengar beberapa dari mereka yang masih berbisik-bisik. Entahlah apa yang mereka bisikan, namun samar-samar aku mendengar mereka menyebut-nyebut namaku dan nama mas Arga. "Kamu beneran pura-pura hamil supaya Arga nggak nyerain kamu, ya, Fir? " tanya bu Siti ramah, salah satu tetanggaku. Ia berdiri tepat di sampingku. Bu Siti yang biasanya ku panggil bulik itu, rumahnya bersebelahan dengan rumah orang tuaku, meskipun ada jarak sekitar lima meter diantaranya. Beliau juga keluarganya pun termasuk orang baik dimata para teta
#MSPPart 19 Perihal HutangDengan nafas mengebu-gebu, perjalanan 50 meter rasanya sangat lama. Tak sabaran ingin segera sampai di pangkalan tukang sayur milik pak Tarjo langganan ibu-ibu kampung. Bahkan, saking buru-burunya panggilan umi yang beberapa kali ku dengar ku hiraukan begitu saja. Jarak beberapa langkah sebelum ke tempat tukang sayur, terlihat ibu-ibu yang tadi masih sibuk bergosip ternyata masih berada di tempatnya. "Belanja, Fir? " tanya bulik Siti ketika aku melewatinya, namun tak ku jawab pertanyaannya dan terus melanjutkan langkahku dengan cepat. "Fira, " kata bu Joko terkejut ketika aku sampai di pangkalan tukang sayur. Aku dan bu Joko kini posisi kami saling berhadapan, hanya terpisahkan oleh sebuah gerobak sayur. "Ka-kamu kenapa, Fir? " tanya bu Joko tergagap, ia tampak ketakutan ketika aku memberinya tatapan tajam.Sementara ibu-ibu yang lain terdiam mulutnya seperti terkunci rapat. Berpura-pura memilih sayur-sayuran yang berada di hadapannya. Suasana jadi heni
#MPSPart 20 POV Bu Darmi - Ibunya Arga"Bu, denger-denger Fira dicerai Arga, ya?" tanya seseibu yang sedang berbelanja di warungnya Rumi.Beginilah aktivitasku, hampir setiap pagi aku menunggu toko menggantikan Rumi, karena dia harus memasak membuatkan sarapan untuk keluarga. Terkadang juga dibantu Tama jika dia sedang libur atau masuk siang. Tapi kali ini berbeda, Arga-lah yang membantuku, karena sebagai salah satu ganti karena dia sudah merugikanku dengan menjaminkan sertifikat rumahku hanya untuk si Fira, mantan menantuku yang belum sah secara negara.Toko sendiri kerap buka kurang dari jam 6 pagi, seperti sekarang ini. Keadaannya pun lumayan ramai, karena di depannya adalah jalan raya. Ibu-ibu tetangga juga sering pagi-pagi sekali membeli bumbu-bumbu instan atau hal lainnya di sini. Bahkan ada juga yang hanya ikut nimbrung ketika terdengar adanya kabar terkini tentang suatu hal."Iya, abisnya jadi mantu pelit banget," balasku seraya memberikan sekantong plastok hitam berisi bela
#MPSPart 21 Kembali ke POV Fira"Aku mau ngambil kunci rumahku," kataku pada bu Darmi.Bu Darmi membuang nafasnya. "Haduh, kirain mau ngapain. Mana Ga?""I-iya sebentar," mas Arga berlari ke dalam rumah.Hari ini aku memang sengaja berpenampilan beda dari biasanya. Selain untuk membuktikan diri pada orang-orang bahwa aku bisa lebih memperhatikan penampilanku, aku juga akan pergi ke pengadilan agama bersama mas Sholeh guna mengambil surat keputusan perceraianku."Mobil siapa, nih? Kayak pernah lihat, mulus amat," terdengar suara dari arah belakangku. Aku dan yang lainnya seketika mengalihkan pandangan ke seseorang tersebut. Bu Joko."Budhe duitnya udah a-da be-lum ? bu Joko tergagap dan melemah diakhir katanya. Ia terkejut melihatku yang berada di depannya."Fi-Fira?" kata bu Joko seraya melongo kearahku.Aku tersenyum padanya. "Pagi bu Joko," sapaku.Bu Joko membalas senyumanku dengan senyunam lebar yang dipaksakan. Lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya kearah kakak sepupunya, b
#MPSPart 22 Pemilik Nomor MisteriusKu pandangi lekat selembar kertas bertuliskan 'Akta Cerai' dihadapanku ini. "Ah, sudahlah. Semua sudah terjadi," gumamku seraya memasukkan akta cerai tersebut ke dalam amplop coklat muda lalu menyimpannya di kamarku.Sekarang sudah saatnya aku kembali menata hidupku. Meski rasanya terlalu sulit, namun aku harus bisa lebih tangguh. Pengkhianatan yang dilakukan mas Arga dalam pernikahan yang baru seumur jagung ini, telah membuat hatiku lebih keras dari Fira yang sebelumnya.Sementara masih dalam masa iddah, aku tetap tinggal bersama kedua orang tuaku. Abah sendiri melarang keras diriku bepergian jauh sebelum masa iddah selesai. Takut terjadi fitnah katanya.Derrt ...Sebuah pesan WA masuk, ku intip dari layar depan ternyata dari nomor misterius itu. Isi pesannya membuatku seketika terkejut sekaligus bertanya-tanya apa maksudnya.[Tolong aku!][Datang ke rumah bu Darmi sekarang!][Tolong!]Beberapa pesan berturut-turut ia kirimkan. Sebenarnya aku sedi
#MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli
#MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a
#MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk
#MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su
#MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab
#MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta
#MPSPart 74 Pembelaan Bu DarmiAku tahu, suamiku memang terlihat tak peduli dengan Rosi namun dibalik sikapnya itu aku yakin kalau suamiku juga memiliki rasa empati yang tinggi terhadap gadis remaja tersebut. Terbukti dengan ajakannya besok ke rumah bu Darmi pasti mas Abdullah akan membantu Rosi menemukan jalan keluarnya. ***Lagi-lagi aku dan mas Abdullah kembali ke rumah bu Darmi. Dan entah mengapa kali ini rasanya agak sesak aku menginjakan kaki di rumah ini. Mungkin karena tiba-tiba aku teringat akan masa-masa aku yang seakan dibod*hi oleh keluarga mantan suamiku waktu itu. Kedatangan kami kembali disambut dengan penuh hangat oleh bu Darmi. Mungkin memang ada benarnya perkataan Rosi kala itu tentang ibunya tersebut, yakni dari sikapnya yang sangat baik dimana aku belum pernah mendapatkannya selama aku menjadi menantunya dulu. Setelah dipersilakan, mas Abdullah pun tanpa banyak berbasa-basi lantas mengatakan tujuan kedatangan kami pada bu Darmi juga anak-anaknya yang kebetulan
#MPSPart 73 Keputusan Mas Abdullah Karena dilain sisi Rosi sendiri tak ingin melibatkan surat perjanjian antara dirinya dan ibunya jika kejahatan ibunya diketahui semua orang. Selain itu, ia juga memintaku untuk tidak mengatakannya lebih dulu tentang perubahan sikapnya ini terhadap ibunya. Ia takut jika ibunya akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. "Rosi Rosi," kataku pelan sambil menggelengkan kepala saat melangkah keluar dari kamar Rosi. ***Sesampainya di rumah, ku jelaskan semuanya pada mas Abdullah tentang pembicaraanku pada Rosi tadi. Selain itu aku juga meminta nasihat pada suamiku itu untuk bagaimana aku harus bertindak selanjutnya. Mengingat permintaan Rosi yang amat membuatku bimbang. "Susah ini, sayang. Anak orang soalnya dan kita bener-bener gak ada hak buat bawa Rosi pergi," kata mas Abdullah. Mendengar respon suamiku itu mendadak membuatku lemas dan rasa pesimis kembali menyelimuti. Memang benar apa yang dikatakan mas Abdullah, tak mungkin kami membawa pergi an
#MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de