Beranda / Pernikahan / Sebuah Kisah Usai Perceraian / Ke Rumah Ibu Mertua, Lagi

Share

Ke Rumah Ibu Mertua, Lagi

Penulis: OptimisNa_12
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-28 01:45:43

Part 4 Ke Rumah Ibu Mertua, lagi

"Iya, kan, aku cuma denger kemarin pas belanja sayur, " aku mencoba mengeles. "Lagian, kalau hal seperti itu terjadi di rumah tanggaku, yasudah aku pasrah aja. "

"Hah? Serius, Mbak? " tanya Rosi sedikit terkejut.

"Iya, Ros, buat apa mempertahankan laki-laki yang sudah mengkhianati istrinya. Laki-laki seperti dia itu pantasnya di buang, nih seperti ini, " aku melempar kulit pisang ke tempat sampah di sebelahku.

"Nggak guna, Ros, apalagi kalau laki-lakinya kere, nggak pakai pikir panjang, ku usir dia dari rumah! "

"Kamu kenapa, sih, Fir? " mas Arga terlihat jengkel dengan penuturanku.

"Apa sih, Mas? Orang cuma seumapanya doang, kok. Ya, kan, Ros? " Entah kenapa, Rosi bersemangat sekali membahas hal seperti ini. Tapi apapun alasannya, ia sudah seperti mendukungku.

"Betul, Mbak. "

"Rosi sudah, dibilang jangan ngomporin tetep aja ngomong, " ujar ibu menengahi.

Rosi tampak bete dengan ucapan ibunya. Ia kembali melihat layar ponselnya dengan wajah cemberut.

"Lagian, ya, Mas, aku percaya kamu akan setia sama aku, iya, kan? " ucapku seraya menyenderkan kepalaku di bahunya.

"I-iya, Fir. "

***

Usai pulang dari rumah ibu, aku dan mas Arga langsung menunaikan sholat isya dan bergegas untuk tidur.

Makanan yang tadi ku bawa, sebelumnya sudah ku hangatkan terlebih dahulu, besuk pagi-pagi akan ku berikan pada Lela.

"Huuekk! "

Mas Arga yang tadinya ingin menaiki ranjang jadi ia urungkan kembali. "Kenapa, Dek? "

"Perutku mual, Mas. Sepertinya aku nggak kuat deket-deket kamu, hueekk, " aku memegangi perutku agar lebih menyakinkan.

"Tadi juga nggak kenapa-napa," protesnya.

"Ya nggak tau, Mas, namanya juga orang hamil. "

"Terus aku harus gimana? "

"Kamu tidur diluar deh, Mas, nggak kuat ini, hueeekk! "

"Tapi Fir ...."

"Udah sana ah! " ku potong ucapan mas Arga dengan melemparkan bantal tepat di wajahnya.

"Ya Allah, Fir, tega bener .... "

"Duh, ini juga buat kebaikan calon bayi kita, Mas! "

Akhirnya dengan terpaksa mas Arga pergi keluar dari kamar.

Karena di rumah ini hanya ada satu kamar tidur, tak ada pilihan lain untuk mas Arga selain tidur di ruang tengah. Nggak sudi aku satu ranjang dengannya.

Sebenarnya ada satu kamar tidur di sebelah kamarku ini, tapi karena jarang dipakai jadinya hanya untuk tumpukan pakaian-pakaian abis nyuci. Karena entah kenapa, sering kali menunda-nunda untuk melipatnya, alhasil ya hanya di tumpuk saja.

Paling sepekan sekali melipatnya, itu saja kalau ada Lela yang bantuin, atau ketika umi datang ke rumah.

Tiba-tiba aku teringat dengan nomer W* misterius yang memberikanku informasi sejak kemarin.

Mumpung aku tidur sendiri, ku ambil ponselku yang berada di nakas sebelah ranjangku.

[Kamu siapa?]

Ku kirim pesan padanya. Tanpa di duga, langsung centang dua dan berwarna biru. Itu artinya pesanku sudah dibaca.

[Suatu saat kamu akan tahu. Tenang, aku ada di pihakmu]

[Terimakasi sudah membantuku] Kali ini balasanku hanya centang satu.

Jadi semakin penasaran siapa sebenarnya orang tersebut. Kalau dia tahu nomor W* ku, bisa saja aku juga mengenalnya. Lalu siapa? Ah pusing!

Ku kembalikan ponselku, lalu menarik selimut dan tidur.

***

"Dek, kenapa cuma ada telur ceplok, makanan dari ibu semalem kemana?! " teriak mas Arga dari arah meja makan.

Aku yang berada di belakang pun menghampirinya. "Udah aku kasih Lela tadi pagi, mual aku, Mas, lihat daging-daging gitu, " balasku.

"Ya, jangan dilihat .... "

"Gimana nggak lihat, wong aku yang berurusan di dapur, kok! " jawabku dengan meninggikan nada. "Kecuali kalau mas Arga yang masak, aku tinggal makan! " imbuhku.

Mas Arga menela salivanya. Ia terlihat bingung sekaligus seperti menahan amarah karena perkataanku.

"Kamu, kok, jadi berubah gini, sih? "

"Aku nggak berubah, Mas, mungkin bawaan bayi aja, biasa kan ibu hamil pasti bawaannya sensitif. "

"Apa iya begitu? " mas Arga menarik kursi di depannya. Lalu mendudukinya.

"Kamu tanya aja sama ibu. "

Entah benar atau tidak jawabanku. Tapi yang aku tahu, ibu hamil memang gampang emosian.

"Udah makan aja yang ada, setelah itu kita ke rumah ibu lagi, mumpung Mas libur hari ini. "

"Mau ngapain lagi? " tanyanya seraya mengambil nasi.

"Nagih utang! " jawabku lalu kembali ke belakang. Menyelesaikan cucian.

Aku ingin tahu reaksi mereka setelah apa yang aku lakukan tadi malam. Hanya menyisakan tumis sayuran saja. Apalagi ada seseorang yang ku yakini adalah Preti yang awalnya mau mengambil makan.

Selain itu, saatnya aku beraksi lebih dari tadi malam. Kali ini akan ku buat mereka tahu siapa aku sebenarnya. Fira si anak mudin nggak bisa di permainan begitu saja.

***

"Assalamualaikum, " ucapku ketika sampai di rumah ibu.

"Waalaikumsalam, " balas ibu seraya meletakkan sapunya.

Sekilas aku melihat seseorang berambut panjang hampir sepinggang dengan cepat berlalu ke dalam rumah. Itu pasti Preti, karena Rosi ataupun Rumi tak sepanjang itu rambutnya.

"Seperti ada yang masuk, siapa, Bu? " tanyaku penasaran.

Ingin tahu jawaban ibu, karena jam segini Rosi pasti sibuk dengan benda pipihnya di kamar. Dan Rumi terlihat jelas dia sedang melayani pembeli di toko kelontong yang cukup besar yang berada tepat di sebelah rumah tadi.

Sebenarnya toko kelontong Rumi ini masih menyambung dengan rumah, hanya saja tokonya menghadap langsung ke jalan raya, sebelahnya ada pagar kecil yang memasuki area halaman rumah ibu mertua.

"Siapa? Rosi mungkin. " Balasnya dengan tenang. Pandai juga ibu mertuaku ini berakting.

"Oya, Fir, tadi malam kamu nyisain di rumah cuma tumisan sayur, ya? "

Wah, berani juga ibu bertanya demikian. Biasanya segala sesuatu yang ku perbuat, jarang dia menanyakan.

"Beneran, Dek? "

"Iya, Mas, " jawabku tanpa merasa berdosa.

"Kamu, kok, tega, sih? Lagian yang kamu bawa semalem malah dikasihin Lela, ngeselin, deh, kamu, " ujar mas Arga tampak kesal. Ia melongos begitu saja ke dalam rumah. Kebiasaan.

"Namanya juga ibu hamil, kalau gitu aku gugurin aja, deh! Kalau nggak dapet warisan dari abah juga nggak papa aku! " omelku yang ku pastikan mas Arga mendengarnya.

"Sudah, sudah, ibu nggak papa kok. Ibu cuma mastiin aja. Jangan berpikir untuk gugur-gugurin, dosa. Oya, kamu ada perlu apa pagi-pagi kesini? "

"Mau ketemu Rumi, Bu, " jawabku seraya berjalan kearah kursi yang berbeda di teras.

"Ibu panggilkan dulu, " ibu pun berlalu ke dalam rumah.

Begitulah ibu mertuaku, ia selalu bersikap baik, ramah, dan bahkan kerap mengalah. Tapi kenyataan yang ada, aku tahu maksud dari sikapnya tersebut. Semata-mata hanya ingin menutupi pengkhianatan yang dilakukan anaknya sendiri.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
gak sabaran nih Fira ngebalas mertua dan suaminya Arga dan jg pelakor
goodnovel comment avatar
Tatheer Zahra
ceritanya bagus , aku suka banget cerita ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Surat Perjanjian

    Part 5 Surat Perjanjian Rumi datang menghampiriku, ia duduk di kursi sampingku, juga dengan ibu yang ikut membersamai kami. "Kenapa, Mbak? "Aku mengeluarkan selembar kertas dari saku gamisku, meletakkannya di atas meja. "Tanpa basa-basi ya Rum, aku mau kamu tanda tangan ini, sekalian nanti suamimu, ibu dan mas Arga juga."Rumi mengambil kertas tersebut. Matanya membelalak ketika ia mulai membacanya. Karena rasa penasaran, ibu pun ikut membacanya. Selembar surat perjanjian yang dibubuhi materai di dalamnya. Ini ku gunakan sebagai pengikat agar, jika terjadi sesuatu diluar dugaanku kedepannya, mereka tetap membayar angsuran bank, dimana sertifikat tanah tempatku tinggal yang dijaminkan. "Loh, maksudnya apa ini, Mbak?" Rumi tampak bingung. "Iya, Nduk, kenapa tiba-tiba pakai surat perjanjian segala?""Buat kesepakatan aja, biar Tama atau Rumi nggak telat bayar angsurannya. Kan, masalahnya pakai sertifikatku, jadi buat jaga-jaga. "Raut wajah Rumi mulai berubah. Ia seperti kesal mend

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Perintah Abah

    Part 6 Perintah AbahPokoknya aku harus berhasil, karena, sementara, ini adalah satu-satunya cara agar mereka tersiksa secara perlahan dengan angsuran bank yang harus mereka penuhi. Aku mengantur nafasku, bersiap untuk keluar dari kamar mandi. Tapi sebelum itu, ku kirimkan pesan pada abah. [Bagaimana, Bah?] Ya, setelah aku mendapatkan kiriman foto dan video panggilan kala itu, tak lama setelah itu, aku menceritakan semuanya pada keluargaku. "Astagfirullahaladzim, " ucap abah lirih mana kala setelah melihat foto-foto pernikahan mas Arga. "Kurang aj*r Arga! Dasar laki-laki tak bermoral! " umpat mas Sholeh, kakakku satu-satunya. "Ini nggak bisa dibiarkan, Mas nggak rela adik perempuan satu-satunya, Mas, di permainan seperti ini. Apa mereka lupa kalau empa bulan yang lalu, merekalah yang mendatangi kami untuk melamarmu, hah! ""Tenangkan dirimu, Sholeh, " ujar umi yang mencoba menenangkan anak sulungnya. Meskipun tampak diam sejak tadi, tapi aku bisa merasakan bahwa umi juga merasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Dimana Istri Barumu ?

    Part 7 Dimana istri barumu? [Malam ini aku nginep di rumah abah dulu, mas nggak usah jemput] Ku kirim pesan WA untuk mas Arga, sesuai perintah abah. [Iya, Dek] ***Waktu menunjukkan 19.30, sembari makan malam, aku, abah, umi dan keluarga kecil mas Sholeh menunggu kedatangan pakde Rudi. Ya, malam ini kami akan melakukan rencana yang sudah disusun abah. Derrt ... Pesan WA ku terima dari Lela. Ia ku minta untuk mengawasi mas Arga sejak pesan WA ku kirimkan padanya sore tadi. Lela memberitahukan bahwa mas Arga pergi sejak usai mahgrib tadi. Entah kemana, yang jelas tidak memakai helm, jaket atau perlengkapan jika akan pergi jauh. Hanya berpakaian biasa. Sudah dapat ku simpulkan, bahwa mas Arga pasti pergi ke rumah ibunya. Tentu ini bagus. Penggrebekan malam ini akan disaksikan juga oleh keluarga mas Arga. "Assalamualaikum. "Terdengar salam dari luar, itu pasti pakde. Mas sholeh pun tanpa diminta ia bergegas meninggalkan makanannya dan membukakan pintu. Kami pun menyusul langkah

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Kemunculan Sang Pelakor

    Part 8 Kemunculan Sang Pelakor"Kami sudah mengetahuinya, nggak perlu lagi kamu sembunyikan," kata abah.Mas Arga sekilas melempar pandangannya pada ibunya. Dan, setelah itu muncullah wanita muda, berambut panjang lurus hampir sepinggang, dengan stelan kimono dress berwarna marun. Preti."Saya istri barunya, kenapa?" tanya Preti seraya memasang wajah angkuh.Huh, tetiba dadaku sesak kembali. Amarah ingin rasanya ku ledakkan saat ini juga, apalagi melihat tingkah Preti yang tak ada sopan santunnya.Dengan cepat aku menghampiri Preti yang berdiri di samping mas Arga. "Kenapa kamu bilang? Rasakan ini karena sudah merusak rumah tanggaku!" Aku menarik dengan kerasa rambut panjangnya."Aaaaw! Lepaskan! Dasar perawan tua!" Preti berusaha melepaskan tanganku.Suasana mendadak jadi gaduh. Ibu mertuaku dan mas Arga pun berusaha menghentikan ulahku. Sementara yang lainnya hanya diam menonton."Ya ampun Fira, lepaskan, Nduk, kasihan Preti.""Fir, sudah, Fir, maafkan Mas."Mendengar kata maaf dari

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-03
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pisah Ranjang

    Part 9 Pisah Ranjang!"Ingat Fir, pernikahan mereka memang sah dimata agama, tapi tidak secara hukum, karena kamu sebagai istri pertama tidak mengetahuinya. Dan lagi, meskipun ada surat pengantar dari kelurahan, tapi itu tanpa sepengetahuan saya selaku kepala desa. Kapanpun kamu mau, kita bisa langsung proses secara hukum, karena pernikahan mereka itu bisa dibilang ilegal, bisa di pidanakan. Ingat itu," tutur pakde menasihatiku ketika kami sampai di rumah abah.Awalnya aku memang tak mengetahui jika pernikahan mas Arga bisa dipidanakan. Karena pernikahan mereka begitu meriah, ditambah pak Agus yang membantu mereka membuat surat pengantar dari kelurahan, jadi menurutku pernikahannya sah secara hukum.Namun, berkat postingan FB dari seseorang yang lewat di berandaku beberapa hari yang lalu, aku jadi mengetahuinya. Meskipun awalnya aku sedikit ragu dengan informasi tersebut, hingga akhirnya aku go*gling dan ternyata benar.Selain itu, aku juga bertanya pada pakde Rudi tentang hukum terse

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pembalasan

    Part 10 Pembalasan"Mas berangkat kerja dulu, ingat, jangan cari gara-gara, " ucap mas Arga pada Preti yang berdiri di teras depan. "Iya, iya, " balas Preti dengan nada malas. Sebelum meninggalkan Preti, mas Arga mencium keningnya. Aku yang melihatnya dari dalam entah kenapa jadi kesal sendiri. Ah, nggak mungkin kalau aku masih cemburu pada Preti. Waktu memang terbilang masih sangat pagi. Jam 06.00 mas Arga sudah harus berangkat bekerja karena shif pagi. Dan biasanya akan sampai di rumah sekitar jam 15.00.Aku menghampiri Preti yang masih berdiri di teras melihat kepergian mas Arga. "Kemasi barang-barang dan segera angkat kaki dari sini! " ujarku berdiri tepat di sampingnya. "Apa hak mu mengusirku? Aku juga istri mas Arga di sini, " balasnya seraya melipatkan kedua tangannya di dadanya. "Ini rumahku. Pergi atau ku teriaki maling?! ""Teriak aja, orang juga nggak akan berpikir ada maling secantik dan sexy aku, " balas Preti menyombongkan fisiknya. Padahal, kalaupun aku memakai pa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-05
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pembalasan, lagi

    Part 11 Pembalasan, lagi"A-ampun, Fir, ampun, " mohonnya. "Rasakan ini! " ujarku dengan menaikkan nada seraya perlahan demi perlahan ku arahkan mata gunting tersebut kearah wajahnya. Membuat mata Preti semakin membulat besar. "Aaaaaakkk!!" Preti berteriak sekencang-kencangnya seraya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Lepaskan dia!"Bruugh!"Aargh!" Aku terpelanting ke sisi dinding kamar karena mas Arga yang tiba-tiba muncul.Prank!Aku membuang gunting tersebut ke sisi lain. Lalu berdiri dan menatap tajam kearah mas Arga yang memeluk Preti."Nggak akan ku biarkan ini, nggak akan!" Ku tunjuk mereka dengan wajah penuh emosi. Lalu melangkah meninggalkan mereka."Memangnya kamu bisa? Kamu hanya mengandalkan jabatan di keluargamu, ya, kan?"Langkahku terhenti ketika sudah berada di dekat pintu karena mendengar perkataan mas Arga.Ku balikkan bandanku menghadap mereka. Ku sunggingkan sudut bibir kananku. "Kalau mereka bisa membantuku menjebloskan kalian ke penjara, kenapa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Mengajakku Pulang

    Part 12 Mengajakku Pulang"Tunggu, Mas, " ku lepaskan tangan mas Sholeh ketika kami sampai di teras. "Apa lagi? " tanyanya kebingungan. "Sebentar, " tanpa menjawab pertanyaannya, aku bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Hatiku masih terasa panas karena mereka mencoba mencelakaiku, merusak barang daganganku. Meninggalkan mereka begitu saja, oh, tidak bisa. Aku berjalan langsung masuk ke kamarku tanpa memperdulikan mas Arga yang masih berdiri di ruang tengah bersama Preti tak jauh darinya."Mau apalagi kamu, Fir?" tanya mas Arga ketika aku keluar dari kamar.Ku hentikan langkahku tak jauh dari mereka. "Bereskan semua!" titahku menunjuk lantai yang basah. "Kamu, bersihkan kamar mandi tanpa ada sisa minyak sedikit pun!" tambahku seraya menunjuk wajah Preti."Nggak!" bantah Preti.Ku majukan satu langkah kakiku. Menatap tajam mata Preti. "Aku rasa kamu nggak ingin hidup di penjara, kan?" kataku lirih penuh penekanan.Ia pasti tahu arah maksud perkataanku. Tampak Preti menahan kesal d

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06

Bab terbaru

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Last Chapter

    #MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pertemuan Setelah Satu Tahun

    #MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Bertemu Kembali

    #MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Satu Tahun Berlalu

    #MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Saran dari Abah

    #MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Kemunculan Rosi

    #MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pembelaan Bu Darmi

    #MPSPart 74 Pembelaan Bu DarmiAku tahu, suamiku memang terlihat tak peduli dengan Rosi namun dibalik sikapnya itu aku yakin kalau suamiku juga memiliki rasa empati yang tinggi terhadap gadis remaja tersebut. Terbukti dengan ajakannya besok ke rumah bu Darmi pasti mas Abdullah akan membantu Rosi menemukan jalan keluarnya. ***Lagi-lagi aku dan mas Abdullah kembali ke rumah bu Darmi. Dan entah mengapa kali ini rasanya agak sesak aku menginjakan kaki di rumah ini. Mungkin karena tiba-tiba aku teringat akan masa-masa aku yang seakan dibod*hi oleh keluarga mantan suamiku waktu itu. Kedatangan kami kembali disambut dengan penuh hangat oleh bu Darmi. Mungkin memang ada benarnya perkataan Rosi kala itu tentang ibunya tersebut, yakni dari sikapnya yang sangat baik dimana aku belum pernah mendapatkannya selama aku menjadi menantunya dulu. Setelah dipersilakan, mas Abdullah pun tanpa banyak berbasa-basi lantas mengatakan tujuan kedatangan kami pada bu Darmi juga anak-anaknya yang kebetulan

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Keputusan Mas Abdullah

    #MPSPart 73 Keputusan Mas Abdullah Karena dilain sisi Rosi sendiri tak ingin melibatkan surat perjanjian antara dirinya dan ibunya jika kejahatan ibunya diketahui semua orang. Selain itu, ia juga memintaku untuk tidak mengatakannya lebih dulu tentang perubahan sikapnya ini terhadap ibunya. Ia takut jika ibunya akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. "Rosi Rosi," kataku pelan sambil menggelengkan kepala saat melangkah keluar dari kamar Rosi. ***Sesampainya di rumah, ku jelaskan semuanya pada mas Abdullah tentang pembicaraanku pada Rosi tadi. Selain itu aku juga meminta nasihat pada suamiku itu untuk bagaimana aku harus bertindak selanjutnya. Mengingat permintaan Rosi yang amat membuatku bimbang. "Susah ini, sayang. Anak orang soalnya dan kita bener-bener gak ada hak buat bawa Rosi pergi," kata mas Abdullah. Mendengar respon suamiku itu mendadak membuatku lemas dan rasa pesimis kembali menyelimuti. Memang benar apa yang dikatakan mas Abdullah, tak mungkin kami membawa pergi an

  • Sebuah Kisah Usai Perceraian    Pengakuan Rosi 2

    #MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de

DMCA.com Protection Status