Jingga, Angkasa, dan Nila telah sampai di sebuah tempat yang rencananya akan dibangun perumahan. Di situ, beberapa tanah sudah berbentuk kavling, sementara yang lainnya masih dalam proses pembangunan. Tiga dari beberapa tanah itu telah berubah menjadi sebuah bangunan tipe 45 dan 60.
Mereka bertiga turun dari mobil dan melihat-lihat tanah itu sambil bertanya-tanya pada mandor yang sedang mengawasi. Sebuah tanah kavling menarik perhatian Angkasa. Dia pun mulai mengorek informasi tentang tanah itu dan seegra pergi ke kantor penjualan yang ada di salah satu bangunan rumah di tempat itu juga.Seorang pria berkumis tipis, berbadan kurus, dan berhidung mancung menyambut mereka. Pria itu menjelaskan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan melakukan KPR, pun ketika akan melakukan pembayaran secara tunai.Jingga dan Angkasa sibuk menyimak penuturan seorang bapak yang kira-kira berusia hampir lima puluh tahun itu. Sementara itu, Nila tidak ikut masuk.Jingga mematut dirinya di cermin. Seperti biasa, dia memilih sebuah kaus kasual dengan celana pendek di bawah lutut. Perlahan, dia mengoleskan bedak tipis-tipis di wajah ayunya, lalu memakai lipstik matte berwarna senada dengan bibirnya.Setelah memoles wajahnya, Jingga menguncir rambut hitamnya dengan kuncir ekor kuda. Sempurna! Kini ia terlihat sangat cantik meski hanya dengan dandanan sederhana.Jingga baru saja berbalik ketika Angkasa tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Tanpa banyak berbasa-basi, Angkasa segera memegang pinggang istrinya itu, lalu menatap Jingga dengan lekat. Jingga mendongak dan melakukan hal yang sama dengan Angkasa. Kini, mereka saling memandang satu sama lain.Ada debaran yang tak biasa dalam jantung Jingga. Debaran itu seumpama gendang yang terus bertalu-talu tanpa henti karena akan berperang. Terlebih ketika Angkasa memberikan sebuah kecupan kecil di bibir tipisnya, lalu berlanjut dengan sebuah ciuman yang lebih intim.
Senyum licik mengembang di bibir pria itu. Ada kepuasan tersendiri ketika ia telah membagikan sebuah postingan video yang telah dipotong dan disunting sedemikian rupa di media sosial. Dia hanya menunggu waktu, kapan hubungan mantan pacar dan suami mantan pacarnya itu akan berakhir.Sementara itu, di tempat yang lain, seorang laki-laki lain sedang sibuk menikmati semangkuk bakso ketika dilihatnya sebuah video mampir di berandanya. Laki-laki itu terkejut dengan video yang memiliki caption "Saling melepas rindu dengan mantan". Dalam video itu cukup jelas bahwa seorang pria berkaus putih memegang tangan seorang wanita yang sedang menyapu di sebuah warung bakso yang sepi.Berbagai komentar memenuhi postingan video itu. Bahkan, video itu bahkan ada di beberapa grup publik sehingga menjadi viral. Beberapa pengunjung yang ada di warung itu saling berbisik dan membicarakan video itu meskipun mereka tidak mengenal si pelaku wanita. Angkasa-laki-laki itu-meremas pon
Pucat pasi menghiasi wajah ayu Jingga. Sejak pagi tadi, badannya memang terasa aneh. Dia ingin tidak berangkat ke warung. Namun, tanggung jawab yang besar mengalahkan keegoisannya. Wanita itu tetap saja berangkat meskipun kondisinya tidak memungkinkan. Sejak berada di warung, seperti ada yang ingin meronta keluar dari mulurnya, tetapi ketika dia berusaha memuntahkannya, tidak satu pun yang keluar. Lidahnya pahit, kepalanya pening, dan tubuhnya terasa begitu lelah. Akan tetapi, bukan Jingga namanya jika menyerah pada keadaan. Dia tetap saja membersihkan dan mengurus warung dengan baik. Sekuat tenaga Jingga berusaha menjaga mood-nya. Sayang, kedatangan Miko yang menyebabkan kekacauan seketika membuat tubuh Jingga makin lelah dan kepalanya makin pening.Kini, Jingga berada di kamarnya bersama Angkasa yang sedang memijit-mijit kakinya. Selama berpacaran dengan Jingga, Angkasa tidak pernah melihat istrinya selemah ini. Tiap sakit pun, Jingga tak pernah sampai
Jingga berbaring di kasur yang sedikit keras dan berwarna putih itu. Di depannya terdapat sebuah layar monitor yang kini memperlihatkan sebuah benda berwarna putih sebesar kacang polong. Benda itu terlihat seperti bulan sabit kecil dengan detak jantung perlahan. Di beberapa bagian dari layar monitor itu terdapat angka-angka yang menunjukkan tentang usia kandungan dan hari perkiraan lahir si jabang bayi.Wajah Angkasa semringah ketika mengetahui bahwa istrinya sedang hamil dan usia kandungan sudah menginjak enam minggu. Tak jauh berbeda dengan Jingga. Ada sukacita yang seketika menghampiri dirinya ketika mendapati sosok sebesar kacang polong berada di rahimnya.Karena ini pertama kalinya bagi mereka, maka sepasang suami istri itu melakukan konsultasi dengan dokter kandungan. Ada banyak pertanyaan yang mereka ungkapkan kepada dokter itu dan sang dokter menjawabnya dengan tepat, jelas, dan rinci. Pada akhir konsultasi, Angkasa ingin menanyakan tentang hubung
Sebuah benda kotak dengan layar monitor yang bergerak-gerak menerbitkan senyum di wajah sepasang suami istri. Apalagi ketika dokter yang berada di hadapan mereka memberitahukan bahwa semuanya berjalan dengan baik; detak jantung normal, perkembangan janin bagus, dan sebagainya. Akan tetapi, wajah perempuan itu berubah sedikit kecewa ketika dokter belum juga mengetahui jenis kelamin calon bayi itu. Beruntung, Dokter laki-laki berwajah tampan, putih, dan bersih itu tetap bersabar dan memberitahukan kepada sepasang suami istri itu bahwa jenis kelamin akan bisa diketahui saat usia kendungan memasuki empat bulan ke atas. Bahkan, di beberapa kasus, hingga akan melahirkan pun, terkadang jenis kelamin bayi tidak diketahui.Angkasa mengangguk-angguk tanda mengerti. Namun, tidak demikian dengan Jingga. Gurat kekecewaan masih tampak pada wajah manisnya. Siapa pun tahu bahwa dia sangat ingin mengetahui jenis kelamin calon bayinya. Sepenting itu, meski orang lain mungkin mengan
Kedua pasang mata itu saling berhadapan dan memancarkan sesuatu yang begitu intim serta bahagia. Ada rasa terima kasih yang begitu dalam pada diri Nila ketika melihat Ayah dan ibunya. Keberhasilannya sebagai seorang mahasiswi dengan nilai tertinggi membuatnya memeluk kedua orang tuanya dengat lekat. Mereka saling bertangisan, demikian pula Jingga.Jingga sangat bangga pada adik perempuan satu-satunya itu. Dia tidak menduga bahwa Nila telah bekerja sangat keras untuk mencapai nilai yang tinggi itu. Padahal selama ini Jingga terlalu meremehkan adiknya. Sejujurnya, ia malah sering berpikir nilai Nila pasti hanya rata-rata saja sebab menurut pengamatannya, Nila ini terlalu sering main gak jelas, nongkrong di luaran sambil pacaran dengan Aldo. Pokoknya selalu tampak tak begitu fokus pada kuliahnya. Namun, terbukti perkiraannya tersebut salah besar. Rupanya di balik sikap acuhnya, dia tetap sangat berusaha untuk jadi yang terbaik, bertanggung jawab dengan tugas pribadinya.Ingat
Siang itu terasa begitu terik. Truk-truk pengangkut barang, serta kendaraan-kendaraan besar lainnya memenuhi jalanan yang cukup macet. Sesekali, orang yang berada di balik kemudi itu membunyikan klaksonnya untuk mengurai kemacetan atau sekadar memperingatkan pengendara-pengendara lain agar tidak ngawur selama berada di jalan.Rasa bosan tiba-tiba menyerang orang itu. Ia menyalakan radio, lalu memilih channel yang ingin dia dengarkan. Sebuah suara yang begitu merdu kemudian terdengar dari channel itu. Orang yang sejak tadi sibuk memperhatikan jalan itu sedikit mengernyit, lalu melihat channel radio yang baru saja dia nyalakan.Laki-laki itu kemudian tertawa sedikit ketika menyadari bahwa suara yang ada di balik radio itu adalah suara yang selama ini dikenalnya, yaitu Sundari, salah satu temannya sewaktu kuliah.Angkasa—orang yang berada di belakang kemudi itu—tersenyum ketika mengingat masa-masa berkawannya dengan Sundari, seorang gadis Jawa yang penurut dan kal
Dua orang itu saling memandang. Mata mereka saling beradu. Wajah mereka menampakkan sebuah kekaguman yang mendalam satu dengan yang lainnya. Ada getaran-getaran aneh pada perasaan kedua orang berbeda jenis kelamin itu sejak pandangan pertama. Bima dengan tubuhnya yang tinggi besar, berkacamata, berpenampilan rapi, dan kulit sawo matang, begitu menarik perhatian Nindy. Sejak dulu, dirinya memang suka dengan laki-laki yang seperti Bima; tinggi besar, rapi, serta kulit yang cokelat.Demikian pula dengan Bima, sejak matanya bertemu dengan mata Nindy, sudah ada perasaan aneh yang menyusup dalam hatinya. Nindy sangat mirip dengan mantannya ketika masa sekolah. Namun, bagi Bima, Nindy lebih cantik dan imut. “Nggak disuruh masuk?” Pertanyaan Angkasa menyadarkan Nindy dari lamunan. Ia sedikit gugup ketika lupa mempersilakan kakak sepupunya masuk. “Masuk,” kata Nindy mempersilakan mereka bertiga masuk.“Nin, nih, kenalin, temennya Mas Angkasa pas sekolah.
"Jangan lari-larian, Sayang. Nanti jatuh."Jingga berusaha mengejar Senja yang asyik berlarian di tengah halaman, meski sedikit kesulitan karena perutnya yang kini tengah membuncit, tetapi Jingga tetap berusaha mengejar sang Putri. Angkasa yang melihat hal tersebut dari dalam rumah segera berjalan dan menghampiri keduanya dengan tergesa."Sayang, jangan buat Mama repot, dong," kata Angkasa sambil menangkap dan menggendong Senja dalam pelukannya."Papa, kok yang lainnya belum datang, sih? Lama banget," ucap Senja dengan lucunya.Di umur yang baru menginjak lima tahun ini, Senja memang sudah sangat pandai. Sungguh baik Jingga ataupun Angkasa tak menyangka bahwa putri pertama mereka akan cerewet seperti sang Ibu, tetapi lumayan bijak seperti sang Ayah."Nanti, sebentar lagi pasti yang lainnya akan segera datang. Makanya Senja harus jadi anak baik, ya. Jangan nakal, dan jangan lari-lari, kasihan Mama," lanjut Angkasa sambil menunjuk ke arah Jingga.Jingga balas ter
Jingga mulai merasa bosan hanya berdiam diri di rumah saja. Semua karena dia sedang berada dalam masa pemulihan pasca operasi. Sungguh meskipun Jingga bersyukur dia bisa melewati semua ini hingga dapat bertemu dengan bayi cantiknya ini. Namun, terkadang jika sedang sendiri, Jingga kembali merutuki nasibnya.Dia merasa sangat tidak berguna sebagai seorang wanita. Selama ini dia hanya bisa menyusahkan Angkasa saja. Sesekali Jingga terkenang akan masa lalunya. Bagaimana keegoisannya mengalahkan apa pun. Terutama jika sedang ada masalah bersama dengan Angkasa. Jingga tak pernah mau mendengar alasan apa pun. Dia merasa semua perbuatan yang dia lakukan adalah benar.Jingga juga teringat bagaimana dulu dia kabur ke Banyuwangi, ke rumah sang Nenek hanya untuk menghindari Angkasa. Namun, tak dinyana lelaki tersebut justru mengejar dan mencarinya sampai ke sana. Sesampainya di sana pun, Angkasa harus menerima kenyataan pahit. Jingga mengusirnya pulang, dengan kekecewaan yang
Angkasa menggendong dan menciumi bayi perempuan yang cantik serta lucu itu. Setelah mengazaninya, dia kemudian menimang-niman buah cintanya bersama Jingga tersebut. Jingga yang masih belum sadar betul dari proses pembiusan, hanya bisa menggerakkan kepalanya dan tersenyum lega."Anak kita cantik, sama kaya ibunya," kata Angkasa sambil tersenyum hangat."Iya," jawab Jingga singkat."Kalau gitu, karena anaknya perempuan, kita sudah sepakat, kan, memberi nama siapa?" tanya Angkasa kemudian."Senja," sahut Jingga lirih."Ya, Senja, karena dia memang lahir di sore hari. Senja Nurinda, bagaimana, Sayang? Kamu setuju kalau namanya Senja Nurinda?" Angkasa bertanya lagi."Nama yang bagus, Sayang," jawab Jingga sambil berusaha tersenyum."Hey, kamu nggak apa-apa, kan, Sayang?" Angkasa bertanya dengan nada suara panik."Maaf, Pak, nggak apa-apa, ini adalah hal yang wajar terjadi pasca operasi sesar. Bapak tenang dulu, ya. Kami akan segera pindahkan Ibu dan a
Akhirnya setelah melalui beberapa kali diskusi, bukan hanya antara Jingga dan juga Angkasa. Sepasang suami istri tersebut akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran dari dokter kandungan yang selama ini memeriksa kandungan Jingga. Opsi operasi dipilih demi kebaikan sang ibu dan juga bayinya.Sebelum hari dan tanggal operasi ditentukan, sang dokter juga berbicara beberapa hal pribadi khususnya kepada Angkasa. Bu Dokter itu menjelaskan banyak hal kepada suami Jingga tersebut. Hal yang paling penting ketika seorang istri menjalani operasi sesar adalah dukungan dari orang-orang terdekatnya, terutama dari suami."Melahirkan secara sesar jangan dikira mudah, Pak. Akan ada begitu banyak tekanan dan juga perawatan pasca operasi, hal tersebut yang harus Bapak Angkasa perhatikan," ucap Bu Dokter sambil menatap Angkasa lekat."Maksudnya bagaimana, Bu? Bukankah jika melahirkan secara operasi, banyak yang bilang akan lebih mudah karena tidak memerlukan banyak tenag
Menatap Jingga yang sedang tertidur dengan pulasnya, membuat hati Angkasa terenyuh. Bagaimana tidak? Kali ini penyesalan datang kepada Angkasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dia merasa apa yang terjadi kepada sang istri sekarang karena larangannya terhadap Jingga untuk keluar rumah dan membantu persiapan acara pernikahan Nindy dan juga Nila.Jingga kemungkinan merasa stress dan tertekan karena tidak bisa membantu melakukan apa pun bagi kedua orang tercinta dan terdekatnya tersebut. Jika saja waktu bisa diputar kembali, Angkasa pasti tidak akan membiarkan sang istri sampai mengalami hal buruk seperti ini.Angkasa benar-benar menyesal, dia sungguh tak menyangka kekerasan hati dan keegoisannya kepada Jingga justru berakhir menyedihkan. Untunglah keselamatan sang istri masih dalam perlindungan Tuhan, sehingga baik Jingga maupun calon bayi yang ada dalam kandungannya masih bisa bertahan sampai kini.Saat sedang merenung, Angkasa tiba-tiba mendengar sedikit
Beberapa hari ini Angkasa terlihat sangat lelah. Dia memang menggantikan sang istri untuk mondar mandir ke acara persiapan pernikahan Nindy dan Nila. Angkasa menggantikan posisi sang istri untuk membantu persiapan acara akad di rumah sang mertua. Setelahnya dia berpindah tempat menuju rumah sang sepupu, Nindy, untuk membantunya menyiapkan segala urusan katering dan lain-lain.Bukan tanpa alasan Angkasa berbuat seperti itu. Dia tentu saja tidak ingin membuat Jingga khawatir karena tidak bisa membantu persiapan kedua orang terdekatnya itu. Angkasa bukan juga tidak tahu bagaimana perasaan Jingga. Namun, semua harus tegas dia lakukan demi menjaga kondisi kehamilan istrinya tersebut. Angkasa tentu tidak mau kejadian buruk yang hampir merenggut nyawa sang istri dan bayinya terulang kembali. Akan tetapi, hasilnya tubuh Angkasa terasa sangat lelah. Tak dimungkiri oleh Angkasa jika dia memang terlalu menguras tenaganya selama beberapa hari ini. Namun, dia tak ingin membuat
Hanya setetes air mata yang terjatuh dari sudut mata Jingga, tetapi dapat meluluh lantakkan semua perasaan yang ada pada diri Angkasa. Sebabnya tentu saja, dia tak sanggup jika melihat Jingga menangis. Angkasa kemudian segera menghampiri Jingga, mengusap air mata yang menetes di pipinya, kemudian mengecup kening sang istri mesra."Kita berangkat sekarang," kata Angkasa tanpa pikir panjang.Biarlah dia yang mengalah lagi demi kebahagiaan sang istri. Memeriksa keadaan mobil, bisa sambil berjalan nanti. Untuk urusan kedai dan izin kepada keluarga, bukankah bisa didapat dalam perjalanan dan diurus melalui sambungan telepon?Angkasa lagi-lagi harus kuat, tabah, dan juga mengalah. Dia tak mampu jika melihat air mata Jingga menetes karena dirinya. Dalam hal yang terjadi barusan, Angkasa mengira dialah yang telah membuat Jingga menangis. Padahal yang sesungguhnya, Jingga menangis karena pemikirannya sendiri. Namun, Jingga juga tak menolak ajakan suaminya. Wanita y
Setelah sampai di rumah, Jingga langsung disuruh beristirahat oleh suaminya. Jingga tentu saja tidak bisa menolak. Terlebih Angkasa juga selalu mengingatkan akan kejadian yang barusan dia alami. Dan Jingga tidak mau hal tersebut sampai terulang kembali. Jingga sedang berusaha memejamkan mata ketika Angkasa berpamitan dengannya. Suaminya tersebut akan segera mencarikan ayam bakar madu yang Jingga inginkan. Jingga merasa sangat beruntung, ternyata dalam diamnya Angkasa, dia terus saja memperhatikan kondisi dan kemauan Jingga."Hati-hati, ya, Sayang. Aku juga pesan teh hangatnya dari sana, ya. Kalau bisa jangan terlalu manis tehnya," kata Jingga sambil tersenyum."Beres, Sayang. Aku pergi sekarang. Kamu jangan terlalu banyak bergerak, ya. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu lagi," sahut Angkasa.Jingga hanya mengangguk tanda dia sudah memahami apa yang disampaikan oleh suaminya. Angkasa segera mengecup kening Jingga dan beranjak pergi.
"Kita pulang sekarang, ya, Sayang," bujuk Angkasa ketika melihat Jingga yang kelelahan.Wajah Jingga terlihat pucat pasi, dan keringat dingin juga mengalir di pelipisnya. Angkasa begitu mengkhawatirkan keadaan sang istri. Maklum saja, dokter sudah memperingatkan kepada Jingga agar tidak terlalu lelah dalam usia kandungannya sekarang. Namun, apa boleh buat, Jingga memang keras kepala.Saat dia mendengar tentang rencana pertunangan sang Adik, dia bersikeras ingin membantu Nila untuk mempersiapkan semuanya. Meskipun baik Nila maupun keluarganya yang lain telah memberikan peringatan kepada Jingga, tetapi bukan Jingga namanya jika tidak keras kepala."Nanti dulu, Sayang. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan," tolak Jingga lembut."Sayang, kondisi kamu tidak memungkinkan. Coba lihat wajahmu sudah pucat bagaikan mayat," balas Angkasa sedikit kesal.Terkadang Angkasa benar-benar merasa Jingga terlalu keras kepala. Dia bahkan mengingat m