Semenjak kejadian penolakan Angkasa di kafe tersebut, Ulfa semakin membenci Jingga. Dia memikirkan segala cara untuk memberi hukuman kepada gadis yang dianggapnya centil dan kurang bersyukur itu. Sudah bisa mendapatkan hati Angkasa, tapi malah memutuskannya. Sangat tidak bersyukur, berkali-kali Ulfa berpikir bahwa Jingga adalah manusia yang tidak bisa berkaca.
Sudah putus dari Miko, dapat Angkasa, eh diputusnya lagi, sedangkan dia? Mau mendekati Angkasa malah justru hinaan yang didapatnya. Bahkan Angkasa tidak memberikannya waktu untuk menjelaskan semuanya. Ulfa melihat Jingga memasuki pabrik, perasaannya sangat muak, terlebih dia juga merasa sangat dendam terhadap Angkasa. Jadi, untuk melampiaskan dendamnya, dia akan menyerang Jingga terlebih dahulu. Bukankah kata orang tua dulu, lebih baik melihat orang yang kita cintai bahagia bersama orang lain, daripada melihat orang yang kita cinta bersedih. Maka Ulfa berencana akan membuat Ji"Dia benar-benar sedang mencari muka kepada pengawas. Lihat itu, hampir semua kerjaan teman yang lain, dia kerjakan sendiri," kata Nindy kepada Ulfa."Aku udah no komen, Ndy. Aku kan sudah bilang sama kamu. Selain itu, aku juga dengar sendiri bagaimana dia menjelek-jelekan kita kepada pengawas," sahut Ulfa."Kalau memang benar begitu adanya, hal ini nggak bisa dibiarkan. Kita harus beri dia pelajaran. Semua orang di sini sudah tahu bagaimana seharusnya bersikap kepada senior," ucap Nindy menahan marah."Aku sama Jingga masuk kerja nggak begitu jauh jaraknya, kalau aku yang mau negor dia, bisa dibalikin semua kata-kataku. Beda sama kamu yang beneran udah senior."Ulfa kembali memanasi Nindy dengan raut wajah sedih. Dia juga kembali mengatakan bahwa Jingga memang tak boleh dibiarkan. Melihat sifat liciknya, Jingga pasti tidak akan merasa bersalah."Dia pasti akan terus mengelak dan berlagak sok
Setelah kejadian pelabrakan oleh Nindy tersebut, Jingga menjadi seorang yang lebih pendiam. Dia tak mau apa yang dituduhkan oleh Nindy dianggap nyata oleh teman-temannya. Namun, sekeras apapun usaha Jingga, sebagian temannya di pabrik memilih untuk menjauhinya.Mereka seolah membenarkan seluruh ucapan Nindy sebelumnya. Selain itu, dibandingkan dengan Jingga, Nindy memang jauh lebih senior dan dihormati di pabrik tersebut. Ditambah lagi Ulfa yang selalu menjelek-jelekkan Jingga di belakangnya.Jingga kini merasa benar-benae sendiri. Hampir tiap hari semenjak kejadian tersebut, tidak ada yang mau menyapanya meski hanya sekadar basa basi belaka. Jingga merasa semakin sedih tatkala waktu istirahat tiba. Kini tidak ada yang mau pergi ke kantin ataupun duduk dan memakan bekal bersamanya.Nindy sudah benar-benar berhasil membuat seluruh teman kerja Jingga menjauhinya bagai seorang pesakitan. Ulfa merasa sangat bahagia dengan apa yang terjadi terhadap
"Kenapa mukanya ditekuk gitu, Mbak?" tanya Nila sambil duduk di samping Jingga."Bete banget. Ternyata di dunia kerja juga ada perundungan, ya," jawab Jingga sambil menatap sang adik lekat."Lha, apaan?" tanya Nila tak mengerti."Beberapa hari ini Mbak sebenarnya ada masalah yang cukup serius. Mbak bersinggungan sama Nindy," jelas Jingga."Mbak Nindy, sepupunya Mas Angkasa?""Iya.""Wah, gimana bisa, Mbak?"Jingga akhirnya menceritakan semua yang terjadi di pabrik tempatnya bekerja. Selama beberapa hari ini, Jingga sebenarnya sungguh merasa berat dan terbebani. Tidak ada teman yang bisa dia ajak curhat dan berbagi perasaan. Di kala seperti ini, Jingga benar-benar sangat merindukan Angkasa. Namun, harga diri dan gengsi membuatnya enggan menghubungi lelaki tersebut."Setahu aku, Mbak Nindy bukan tipe orang yang jahat, deh, Mbak," kata Nila kemudian."Mbak juga mikirnya gitu. Mbak rasa ada orang lain yang sengaja memperkeruh suasana," lanjut Jingga."K
Jingga yang merasa kesepian akhirnya memutuskan untuk mengambil cuti dan pergi ke rumah sang Nenek. Dia memutuskan pergi ke Banyuwangi, menenangkan diri sekaligus mencari hiburan. Gadis cantik itu sadar tak bisa terus terpuruk dalam kesedihan.Mengambil cuti selama seminggu dianggap Jingga cukup untuk menata hati, serta membangun kembali semangatnya. Dia harus bisa kembali menjalani setiap aktifitasnya dengan ceria dan semangat. Jingga tahu, pelukan hangat serta nasihat-nasihat sang Nenek pasti bisa membuatnya bangkit kembali. Selain itu, tentu saja di sini tidak akan ada yang menganggunya. Jingga bahkan memilih untuk mematikan data seluler di ponselnya demi menenangkan diri.Satu hal yang membuat Jingga semakin terpuruk adalah perlakuan Ulfa, Jingga tak habis pikir mengapa rekan satu pekerjaannya itu kini harus menjadi rivalnya? Jingga menyadari beberapa waktu belakangan ini dia sangat merindukan Angkasa, tetapi gadis itu masih merasa gengsi. Walau bagaimanapun dia sendir
Ketika Jingga hendak memasukkan pisang goreng yang ketiga dalam mulutnya. Terdengar suara seseorang memanggil namanya dari luar. Jingga tahu betul siapa pemiliki suara tersebut. Dia dan sang Nenek hanya bisa saling memandang. Dalam hati Jingga merutuk, bagaimana bisa pemilik suara itu sampai di sini.Baru saja hendak berdiri dan menyambut keluar, terdengar kembali suara salam di depan pintu. Sang Nenek menggeleng dan tersenyum kepada Jingga sambil memberi kode untuk membukakan pintu."Entah apa lagi, dia ini," kata Jingga kesal.Dia segera beranjak dari duduknya dan bergegas membuka pintu. Setelah pintu terbuka, benar saja tebakannya tadi. Nila, sudah berdiri dengan penuh semangat dan tersenyum lebar. Di punggungnya terdapat sebuah tas ransel yang diduga Jingga pasti berisi berlembar-lembar pakaian milik Nila."Kamu ngapain ke sini?" tanya Jingga penasaran."Lho, kenapa? Ini kan rumah nenekku. Memangnya hanya Mbak Jingga yang boleh ke sini? Aku juga boleh, dong. I
"Ngapain berdiri di situ? Sana ikut ngobrol," ucap sang Nenek mengangetkan Jingga."Nggak! Aku cuma haus dan pengen ngabisin pisang goreng ini," kilah Jingga cepat.Tentu saja gadis cantik itu gengsi mengakui bahwa dia sedang berusaha menguping pembicaraan antara Angkasa, Nila, dan juga sang Nenek. Mendengar suara Nenek dan juga kakaknya, Nila segera menoleh dan tersenyum usil."Ciye, yang penasaran. Dia nguping," kata Nila dengan nada meledek."Nguping apaan, sih? Nggak ada kaya gitu ya," sahut Jingga berusaha cuek dan kembali menyomot pisang goreng yang tersisa."Ya, sudah, terserah kamu saja, Nduk. Tapi, saran Nenek, coba kamu temui Nak Angkasa. Kasihan lho dia sudah datang jauh-jauh ke mari cuma ingin bertemu denganmu," saran sang Nenek lembut."Jingga nggak nyuruh dia ke mari, kok.""Meski begitu, setidaknya kamu temui dia sebentar. Kalian berdua sepertinya butuh waktu berdua untuk bicara," lanjut sang Nenek bijak.
Nila kemudian mendorong Angkasa sambil berbisik, "Buruan Mas, mumpung dia di sini, cepat ajak ngobrol, atau usaha kita akan sia-sia."Angkasa segera mengangguk dan bangkit berdiri, Nenek juga mengangguk dan tersenyum seolah memberikan semangat dan dorongan bagi Angkasa. Tanpa banyak bicara lagi, Angkasa segera menarik tangan Jingga dan mengajaknya ke depan."Eh, apa-apaan, ini? Lepas, nggak?!" teriak Jingga kesal."Kita harus bicara, Jingga. Ada banyak hal yang sebenarnya ingin sekali aku bicarakan," kata Angkasa tegas."Kalau mau ngomong, ya, ngomong aja. Nggak usah pakai narik tangan kaya gini. Sakit!" kilah Jingga sambil menarik tangannya."Maaf, sekarang bagaimana kalau kita duduk di sini dan membicarakan semua tentang kita," lanjut Angkasa."Memangnya apa lagi yang akan kita bicarakan?" tanya Jingga sambil duduk di kursi."Banyak. Banyak banget yang ingin aku bicarakan sama kamu. Terutama, aku ingin kita bisa balika
Selama berlibur di rumah sang Nenek, Jingga bukannya merasa nyaman dan tenang, tetapi dia mendapatkan sikap permusuhan dari Nila. Sang Adik sepertinya sangat kecewa dengan sikap Jingga terhadap Angkasa kemarin. Nila menganggap kakaknya tersebut terlalu membesarkan gengsi dan tak mau mengalah barang sedikit saja kepada lelaku yang sangat mencintainya itu."Mbak itu egois, tahu, nggak. Untung aja aku ini bukan tipe pelakor kaya si Ulfa itu, coba kalau aku genit kaya dia, mending aku embat sendiri Mas Angkasa buatku," ucap Nila berapi-api sesaat setelah Angkasa berpamitan dan memilih pulang waktu itu.Jingga memilih diam dan tak membantah sang Adik karena apa yang dikatakan oleh Nila itu memang ada benarnya. Kemudian setelah itu, Nila memasang sikap tak bersahabat dan mulai memasang wajah yang memusuhi sang Kakak. Nila sepertinya merasa sangat kecewa, dia tahu betul bagaimana perasaan Angkasa terhadap kakaknya. Bagi Nila, tidak ada lelaki lain yang pantas menjadi pend
"Jangan lari-larian, Sayang. Nanti jatuh."Jingga berusaha mengejar Senja yang asyik berlarian di tengah halaman, meski sedikit kesulitan karena perutnya yang kini tengah membuncit, tetapi Jingga tetap berusaha mengejar sang Putri. Angkasa yang melihat hal tersebut dari dalam rumah segera berjalan dan menghampiri keduanya dengan tergesa."Sayang, jangan buat Mama repot, dong," kata Angkasa sambil menangkap dan menggendong Senja dalam pelukannya."Papa, kok yang lainnya belum datang, sih? Lama banget," ucap Senja dengan lucunya.Di umur yang baru menginjak lima tahun ini, Senja memang sudah sangat pandai. Sungguh baik Jingga ataupun Angkasa tak menyangka bahwa putri pertama mereka akan cerewet seperti sang Ibu, tetapi lumayan bijak seperti sang Ayah."Nanti, sebentar lagi pasti yang lainnya akan segera datang. Makanya Senja harus jadi anak baik, ya. Jangan nakal, dan jangan lari-lari, kasihan Mama," lanjut Angkasa sambil menunjuk ke arah Jingga.Jingga balas ter
Jingga mulai merasa bosan hanya berdiam diri di rumah saja. Semua karena dia sedang berada dalam masa pemulihan pasca operasi. Sungguh meskipun Jingga bersyukur dia bisa melewati semua ini hingga dapat bertemu dengan bayi cantiknya ini. Namun, terkadang jika sedang sendiri, Jingga kembali merutuki nasibnya.Dia merasa sangat tidak berguna sebagai seorang wanita. Selama ini dia hanya bisa menyusahkan Angkasa saja. Sesekali Jingga terkenang akan masa lalunya. Bagaimana keegoisannya mengalahkan apa pun. Terutama jika sedang ada masalah bersama dengan Angkasa. Jingga tak pernah mau mendengar alasan apa pun. Dia merasa semua perbuatan yang dia lakukan adalah benar.Jingga juga teringat bagaimana dulu dia kabur ke Banyuwangi, ke rumah sang Nenek hanya untuk menghindari Angkasa. Namun, tak dinyana lelaki tersebut justru mengejar dan mencarinya sampai ke sana. Sesampainya di sana pun, Angkasa harus menerima kenyataan pahit. Jingga mengusirnya pulang, dengan kekecewaan yang
Angkasa menggendong dan menciumi bayi perempuan yang cantik serta lucu itu. Setelah mengazaninya, dia kemudian menimang-niman buah cintanya bersama Jingga tersebut. Jingga yang masih belum sadar betul dari proses pembiusan, hanya bisa menggerakkan kepalanya dan tersenyum lega."Anak kita cantik, sama kaya ibunya," kata Angkasa sambil tersenyum hangat."Iya," jawab Jingga singkat."Kalau gitu, karena anaknya perempuan, kita sudah sepakat, kan, memberi nama siapa?" tanya Angkasa kemudian."Senja," sahut Jingga lirih."Ya, Senja, karena dia memang lahir di sore hari. Senja Nurinda, bagaimana, Sayang? Kamu setuju kalau namanya Senja Nurinda?" Angkasa bertanya lagi."Nama yang bagus, Sayang," jawab Jingga sambil berusaha tersenyum."Hey, kamu nggak apa-apa, kan, Sayang?" Angkasa bertanya dengan nada suara panik."Maaf, Pak, nggak apa-apa, ini adalah hal yang wajar terjadi pasca operasi sesar. Bapak tenang dulu, ya. Kami akan segera pindahkan Ibu dan a
Akhirnya setelah melalui beberapa kali diskusi, bukan hanya antara Jingga dan juga Angkasa. Sepasang suami istri tersebut akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran dari dokter kandungan yang selama ini memeriksa kandungan Jingga. Opsi operasi dipilih demi kebaikan sang ibu dan juga bayinya.Sebelum hari dan tanggal operasi ditentukan, sang dokter juga berbicara beberapa hal pribadi khususnya kepada Angkasa. Bu Dokter itu menjelaskan banyak hal kepada suami Jingga tersebut. Hal yang paling penting ketika seorang istri menjalani operasi sesar adalah dukungan dari orang-orang terdekatnya, terutama dari suami."Melahirkan secara sesar jangan dikira mudah, Pak. Akan ada begitu banyak tekanan dan juga perawatan pasca operasi, hal tersebut yang harus Bapak Angkasa perhatikan," ucap Bu Dokter sambil menatap Angkasa lekat."Maksudnya bagaimana, Bu? Bukankah jika melahirkan secara operasi, banyak yang bilang akan lebih mudah karena tidak memerlukan banyak tenag
Menatap Jingga yang sedang tertidur dengan pulasnya, membuat hati Angkasa terenyuh. Bagaimana tidak? Kali ini penyesalan datang kepada Angkasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dia merasa apa yang terjadi kepada sang istri sekarang karena larangannya terhadap Jingga untuk keluar rumah dan membantu persiapan acara pernikahan Nindy dan juga Nila.Jingga kemungkinan merasa stress dan tertekan karena tidak bisa membantu melakukan apa pun bagi kedua orang tercinta dan terdekatnya tersebut. Jika saja waktu bisa diputar kembali, Angkasa pasti tidak akan membiarkan sang istri sampai mengalami hal buruk seperti ini.Angkasa benar-benar menyesal, dia sungguh tak menyangka kekerasan hati dan keegoisannya kepada Jingga justru berakhir menyedihkan. Untunglah keselamatan sang istri masih dalam perlindungan Tuhan, sehingga baik Jingga maupun calon bayi yang ada dalam kandungannya masih bisa bertahan sampai kini.Saat sedang merenung, Angkasa tiba-tiba mendengar sedikit
Beberapa hari ini Angkasa terlihat sangat lelah. Dia memang menggantikan sang istri untuk mondar mandir ke acara persiapan pernikahan Nindy dan Nila. Angkasa menggantikan posisi sang istri untuk membantu persiapan acara akad di rumah sang mertua. Setelahnya dia berpindah tempat menuju rumah sang sepupu, Nindy, untuk membantunya menyiapkan segala urusan katering dan lain-lain.Bukan tanpa alasan Angkasa berbuat seperti itu. Dia tentu saja tidak ingin membuat Jingga khawatir karena tidak bisa membantu persiapan kedua orang terdekatnya itu. Angkasa bukan juga tidak tahu bagaimana perasaan Jingga. Namun, semua harus tegas dia lakukan demi menjaga kondisi kehamilan istrinya tersebut. Angkasa tentu tidak mau kejadian buruk yang hampir merenggut nyawa sang istri dan bayinya terulang kembali. Akan tetapi, hasilnya tubuh Angkasa terasa sangat lelah. Tak dimungkiri oleh Angkasa jika dia memang terlalu menguras tenaganya selama beberapa hari ini. Namun, dia tak ingin membuat
Hanya setetes air mata yang terjatuh dari sudut mata Jingga, tetapi dapat meluluh lantakkan semua perasaan yang ada pada diri Angkasa. Sebabnya tentu saja, dia tak sanggup jika melihat Jingga menangis. Angkasa kemudian segera menghampiri Jingga, mengusap air mata yang menetes di pipinya, kemudian mengecup kening sang istri mesra."Kita berangkat sekarang," kata Angkasa tanpa pikir panjang.Biarlah dia yang mengalah lagi demi kebahagiaan sang istri. Memeriksa keadaan mobil, bisa sambil berjalan nanti. Untuk urusan kedai dan izin kepada keluarga, bukankah bisa didapat dalam perjalanan dan diurus melalui sambungan telepon?Angkasa lagi-lagi harus kuat, tabah, dan juga mengalah. Dia tak mampu jika melihat air mata Jingga menetes karena dirinya. Dalam hal yang terjadi barusan, Angkasa mengira dialah yang telah membuat Jingga menangis. Padahal yang sesungguhnya, Jingga menangis karena pemikirannya sendiri. Namun, Jingga juga tak menolak ajakan suaminya. Wanita y
Setelah sampai di rumah, Jingga langsung disuruh beristirahat oleh suaminya. Jingga tentu saja tidak bisa menolak. Terlebih Angkasa juga selalu mengingatkan akan kejadian yang barusan dia alami. Dan Jingga tidak mau hal tersebut sampai terulang kembali. Jingga sedang berusaha memejamkan mata ketika Angkasa berpamitan dengannya. Suaminya tersebut akan segera mencarikan ayam bakar madu yang Jingga inginkan. Jingga merasa sangat beruntung, ternyata dalam diamnya Angkasa, dia terus saja memperhatikan kondisi dan kemauan Jingga."Hati-hati, ya, Sayang. Aku juga pesan teh hangatnya dari sana, ya. Kalau bisa jangan terlalu manis tehnya," kata Jingga sambil tersenyum."Beres, Sayang. Aku pergi sekarang. Kamu jangan terlalu banyak bergerak, ya. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu lagi," sahut Angkasa.Jingga hanya mengangguk tanda dia sudah memahami apa yang disampaikan oleh suaminya. Angkasa segera mengecup kening Jingga dan beranjak pergi.
"Kita pulang sekarang, ya, Sayang," bujuk Angkasa ketika melihat Jingga yang kelelahan.Wajah Jingga terlihat pucat pasi, dan keringat dingin juga mengalir di pelipisnya. Angkasa begitu mengkhawatirkan keadaan sang istri. Maklum saja, dokter sudah memperingatkan kepada Jingga agar tidak terlalu lelah dalam usia kandungannya sekarang. Namun, apa boleh buat, Jingga memang keras kepala.Saat dia mendengar tentang rencana pertunangan sang Adik, dia bersikeras ingin membantu Nila untuk mempersiapkan semuanya. Meskipun baik Nila maupun keluarganya yang lain telah memberikan peringatan kepada Jingga, tetapi bukan Jingga namanya jika tidak keras kepala."Nanti dulu, Sayang. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan," tolak Jingga lembut."Sayang, kondisi kamu tidak memungkinkan. Coba lihat wajahmu sudah pucat bagaikan mayat," balas Angkasa sedikit kesal.Terkadang Angkasa benar-benar merasa Jingga terlalu keras kepala. Dia bahkan mengingat m