"Ngapain berdiri di situ? Sana ikut ngobrol," ucap sang Nenek mengangetkan Jingga."Nggak! Aku cuma haus dan pengen ngabisin pisang goreng ini," kilah Jingga cepat.Tentu saja gadis cantik itu gengsi mengakui bahwa dia sedang berusaha menguping pembicaraan antara Angkasa, Nila, dan juga sang Nenek. Mendengar suara Nenek dan juga kakaknya, Nila segera menoleh dan tersenyum usil."Ciye, yang penasaran. Dia nguping," kata Nila dengan nada meledek."Nguping apaan, sih? Nggak ada kaya gitu ya," sahut Jingga berusaha cuek dan kembali menyomot pisang goreng yang tersisa."Ya, sudah, terserah kamu saja, Nduk. Tapi, saran Nenek, coba kamu temui Nak Angkasa. Kasihan lho dia sudah datang jauh-jauh ke mari cuma ingin bertemu denganmu," saran sang Nenek lembut."Jingga nggak nyuruh dia ke mari, kok.""Meski begitu, setidaknya kamu temui dia sebentar. Kalian berdua sepertinya butuh waktu berdua untuk bicara," lanjut sang Nenek bijak.
Nila kemudian mendorong Angkasa sambil berbisik, "Buruan Mas, mumpung dia di sini, cepat ajak ngobrol, atau usaha kita akan sia-sia."Angkasa segera mengangguk dan bangkit berdiri, Nenek juga mengangguk dan tersenyum seolah memberikan semangat dan dorongan bagi Angkasa. Tanpa banyak bicara lagi, Angkasa segera menarik tangan Jingga dan mengajaknya ke depan."Eh, apa-apaan, ini? Lepas, nggak?!" teriak Jingga kesal."Kita harus bicara, Jingga. Ada banyak hal yang sebenarnya ingin sekali aku bicarakan," kata Angkasa tegas."Kalau mau ngomong, ya, ngomong aja. Nggak usah pakai narik tangan kaya gini. Sakit!" kilah Jingga sambil menarik tangannya."Maaf, sekarang bagaimana kalau kita duduk di sini dan membicarakan semua tentang kita," lanjut Angkasa."Memangnya apa lagi yang akan kita bicarakan?" tanya Jingga sambil duduk di kursi."Banyak. Banyak banget yang ingin aku bicarakan sama kamu. Terutama, aku ingin kita bisa balika
Selama berlibur di rumah sang Nenek, Jingga bukannya merasa nyaman dan tenang, tetapi dia mendapatkan sikap permusuhan dari Nila. Sang Adik sepertinya sangat kecewa dengan sikap Jingga terhadap Angkasa kemarin. Nila menganggap kakaknya tersebut terlalu membesarkan gengsi dan tak mau mengalah barang sedikit saja kepada lelaku yang sangat mencintainya itu."Mbak itu egois, tahu, nggak. Untung aja aku ini bukan tipe pelakor kaya si Ulfa itu, coba kalau aku genit kaya dia, mending aku embat sendiri Mas Angkasa buatku," ucap Nila berapi-api sesaat setelah Angkasa berpamitan dan memilih pulang waktu itu.Jingga memilih diam dan tak membantah sang Adik karena apa yang dikatakan oleh Nila itu memang ada benarnya. Kemudian setelah itu, Nila memasang sikap tak bersahabat dan mulai memasang wajah yang memusuhi sang Kakak. Nila sepertinya merasa sangat kecewa, dia tahu betul bagaimana perasaan Angkasa terhadap kakaknya. Bagi Nila, tidak ada lelaki lain yang pantas menjadi pend
Nila dengan semangat mulai menyelidiki foto-foto yang ada di galeri ponselnya tersebut. Selain memperbesar gambar, dia juga mengamati lagi dengan teliti setiap gambar tersebut."Norak! Benar-benar norak, sama sekali nggak menunjukkan wibawanya Mas Angkasa, apa-apaan coba ini?" Nila menggerutu sendiri.Dia kemudian mulai memosting sesuatu di beranda facebooknya. Gadis manis ini bertanya tentang semua aplikasi kekinian yang dapat digunakan untuk mengedit foto. Setelahnya Nila mulai memeriksa satu persatu aplikasi-aplikasi yang dicurigai olehnya tersebut.Sambil menunggu jawaban dari Angkasa perihal foto mesra dirinya dan Ulfa, Nila kembali mencoba meyakinkan sang Kakak untuk bersedia bertemu dengan Angkasa. Namun, lagi-lagi Jingga tetap pada pendiriannya."Mbak nggak mau ketemu dia dulu sekarang, Dek. Tolong kali ini saja kamu hargai keputusan Mbak, ya," kata Jingga tegas."Ya udah kalau gitu, Mbak. Lebih baik sekarang Mbak istirahat aja du
Nila sebenarnya tak begitu punya tujuan, dia hanya ingin merefresh pikirannya dengan berjalan-jalan keluar. Siapa tahu dia jadi memiliki titik temu untuk masalah yanh sedang dihadapi oleh kakaknya tersebut. Nila tahu betul Jingga masih menyimpan begitu besar rasa dan harapan terhadap Angkasa. Jadi, sebagai seorang adik yang baik, dia harua bisa membantu Jingga keluar dari masalah ini. Nila berjalan menuju sebuah kafe yang tak jauh dari rumah mereka. Dia ingin menikmati segelas capuccino hangat dan sepotong roti. Mengkonsumsi pasangan manis seperti mereka mungkin dapat membuat otak Nila berfungsi dengan lebih maksimal. Tak lupa dia terus berusaha menghubungi Angkasa. Untunglah tak lama Nindy, memberikan sebuah balasan dari pesan yang dikirim oleh Nila tadi. Dari balasan pesan Nindy, sepertinya sepupu Angkasa itu paham masalah apa yanh sedang menimp sang sepupu dan Jingga. Tak perlu menunggu lama, Nila akhirnya saling berbalas pesan bersama dengan Nindy.
"Kenapa Mbak harus ikut campur dengan rencanamu, sih?" tanya Jingga kesal setelah Nila menceritakan semua rencananya. "Ya, karena hanya Mbak yang bisa menghubungi Miko. Lagi pula, ini adalah masalah pribadi Mbak dan juga Mas Angkasa," jawab Nila yakin. "Tapi, kan, Mbak sudah bilang kalau ...." "Kan ini ketemu Miko, Mbak, bukan ketemu Mas Angkasa," ucap Nila cepat memotong perkataan Jingga. "Memangnya apa sih, yang kalian rencanakan, sebenarnya?" tanya Jingga sedikit penasaran. "Mbak sebaiknya nggak usah banyak tanya, deh. Yang penting Mbak kerjain seperti apa yang aku bilang sama Mbak Jingga. Pokoknya kali ini, semua biang masalah harus segera disingkirkan," jawab Nila mantap. "Baiklah kalau begiti adikku, Sayang. Mbak akan mengikuti semua rencanamu, tapi awas kalau sampai rencana ini gagal. Lagi pula anggap saja besok Mbak menikmati cuti terakhir sebelum kembali bekerja," kata Jingga sambil tersenyum dan menepuk pipi Nila
Suasana meriah tampak terlihat di rumah Jingga, hiasan berwarna gold berpadu padan dengan wana putih yang syahdu menjadi background di hari pernikahan Jingga yang sakral. Dia memilih warna-warna tersebut sesuai dengan konsep pernikahannya yang soft.Para tamu undangan sudah datang dan duduk di tempatnya masing-masing. Kedua orang tua Jingga dan Nila tampak begitu bahagia menyambut hari besar Jingga ini. Mereka berdua sungguh tak menyangka bahwa hari ini putri sulung mereka akan menikah, sedangkan Nila, sedari pagi tadi terus saja usil dan menganggu sang kakak di kamarnya."Kakakku ini cantik bener, sih, besok kalau udah nikah, jangan sampe lupa sama adikmu yang satu dan hanya satu-satunya ini, ya," ucap Nila sambil mencolek lengan sang Kakak."Berhenti ganggu aku, Nila," sahut Jingga kesal."Kakak, hari ini jangan marah-marah, dong, nanti cantiknya hilang, lho," ledek Nila lagi."Sudah Mbak Nila, jangan ganggu Mbak Jingga lagi. Lebih baik
Setelah selesai akad nikah, seperti pasangan pengantin pada umumnya, Jingga dan Angkasa kemudian mengikuti serangkaian prosesi adat sekaligus resepsi. Seharusnya setelah selesai resepsi yang diadakan di rumah mempelai wanita, sepasang pengantin baru itu akan diiring untuk menuju ke rumah mempelai pria. Namun, karena jarak antara Jombang dan Malang yang terbilang cukup lumayan memakan waktu, maka pengantin pria harus rela menghabiskan malam pertamanya di kediaman mempelai wanita. Sebelum akhirnya esok hari rombongan dari pihak pengantin wanita akan memboyong dan menyerahkan mereka kembali ke kediaman mempelai pria.Jingga dan Angkasa tampak saling canggung antara satu sama lain. Keduanya merasa bahagia sekaligus malu-malu kucing. Hal yang biasa terjadi pada pasangan penganti baru pada umumnya. Setelah semua tamu undangan dan juga pihak keluarga Angkasa undur diri, Jingga dan Angkasa akhirnya bisa bernapas lega. Keduanya kemudian berganti pakaian dan juga segera membersihkan
"Jangan lari-larian, Sayang. Nanti jatuh."Jingga berusaha mengejar Senja yang asyik berlarian di tengah halaman, meski sedikit kesulitan karena perutnya yang kini tengah membuncit, tetapi Jingga tetap berusaha mengejar sang Putri. Angkasa yang melihat hal tersebut dari dalam rumah segera berjalan dan menghampiri keduanya dengan tergesa."Sayang, jangan buat Mama repot, dong," kata Angkasa sambil menangkap dan menggendong Senja dalam pelukannya."Papa, kok yang lainnya belum datang, sih? Lama banget," ucap Senja dengan lucunya.Di umur yang baru menginjak lima tahun ini, Senja memang sudah sangat pandai. Sungguh baik Jingga ataupun Angkasa tak menyangka bahwa putri pertama mereka akan cerewet seperti sang Ibu, tetapi lumayan bijak seperti sang Ayah."Nanti, sebentar lagi pasti yang lainnya akan segera datang. Makanya Senja harus jadi anak baik, ya. Jangan nakal, dan jangan lari-lari, kasihan Mama," lanjut Angkasa sambil menunjuk ke arah Jingga.Jingga balas ter
Jingga mulai merasa bosan hanya berdiam diri di rumah saja. Semua karena dia sedang berada dalam masa pemulihan pasca operasi. Sungguh meskipun Jingga bersyukur dia bisa melewati semua ini hingga dapat bertemu dengan bayi cantiknya ini. Namun, terkadang jika sedang sendiri, Jingga kembali merutuki nasibnya.Dia merasa sangat tidak berguna sebagai seorang wanita. Selama ini dia hanya bisa menyusahkan Angkasa saja. Sesekali Jingga terkenang akan masa lalunya. Bagaimana keegoisannya mengalahkan apa pun. Terutama jika sedang ada masalah bersama dengan Angkasa. Jingga tak pernah mau mendengar alasan apa pun. Dia merasa semua perbuatan yang dia lakukan adalah benar.Jingga juga teringat bagaimana dulu dia kabur ke Banyuwangi, ke rumah sang Nenek hanya untuk menghindari Angkasa. Namun, tak dinyana lelaki tersebut justru mengejar dan mencarinya sampai ke sana. Sesampainya di sana pun, Angkasa harus menerima kenyataan pahit. Jingga mengusirnya pulang, dengan kekecewaan yang
Angkasa menggendong dan menciumi bayi perempuan yang cantik serta lucu itu. Setelah mengazaninya, dia kemudian menimang-niman buah cintanya bersama Jingga tersebut. Jingga yang masih belum sadar betul dari proses pembiusan, hanya bisa menggerakkan kepalanya dan tersenyum lega."Anak kita cantik, sama kaya ibunya," kata Angkasa sambil tersenyum hangat."Iya," jawab Jingga singkat."Kalau gitu, karena anaknya perempuan, kita sudah sepakat, kan, memberi nama siapa?" tanya Angkasa kemudian."Senja," sahut Jingga lirih."Ya, Senja, karena dia memang lahir di sore hari. Senja Nurinda, bagaimana, Sayang? Kamu setuju kalau namanya Senja Nurinda?" Angkasa bertanya lagi."Nama yang bagus, Sayang," jawab Jingga sambil berusaha tersenyum."Hey, kamu nggak apa-apa, kan, Sayang?" Angkasa bertanya dengan nada suara panik."Maaf, Pak, nggak apa-apa, ini adalah hal yang wajar terjadi pasca operasi sesar. Bapak tenang dulu, ya. Kami akan segera pindahkan Ibu dan a
Akhirnya setelah melalui beberapa kali diskusi, bukan hanya antara Jingga dan juga Angkasa. Sepasang suami istri tersebut akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran dari dokter kandungan yang selama ini memeriksa kandungan Jingga. Opsi operasi dipilih demi kebaikan sang ibu dan juga bayinya.Sebelum hari dan tanggal operasi ditentukan, sang dokter juga berbicara beberapa hal pribadi khususnya kepada Angkasa. Bu Dokter itu menjelaskan banyak hal kepada suami Jingga tersebut. Hal yang paling penting ketika seorang istri menjalani operasi sesar adalah dukungan dari orang-orang terdekatnya, terutama dari suami."Melahirkan secara sesar jangan dikira mudah, Pak. Akan ada begitu banyak tekanan dan juga perawatan pasca operasi, hal tersebut yang harus Bapak Angkasa perhatikan," ucap Bu Dokter sambil menatap Angkasa lekat."Maksudnya bagaimana, Bu? Bukankah jika melahirkan secara operasi, banyak yang bilang akan lebih mudah karena tidak memerlukan banyak tenag
Menatap Jingga yang sedang tertidur dengan pulasnya, membuat hati Angkasa terenyuh. Bagaimana tidak? Kali ini penyesalan datang kepada Angkasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dia merasa apa yang terjadi kepada sang istri sekarang karena larangannya terhadap Jingga untuk keluar rumah dan membantu persiapan acara pernikahan Nindy dan juga Nila.Jingga kemungkinan merasa stress dan tertekan karena tidak bisa membantu melakukan apa pun bagi kedua orang tercinta dan terdekatnya tersebut. Jika saja waktu bisa diputar kembali, Angkasa pasti tidak akan membiarkan sang istri sampai mengalami hal buruk seperti ini.Angkasa benar-benar menyesal, dia sungguh tak menyangka kekerasan hati dan keegoisannya kepada Jingga justru berakhir menyedihkan. Untunglah keselamatan sang istri masih dalam perlindungan Tuhan, sehingga baik Jingga maupun calon bayi yang ada dalam kandungannya masih bisa bertahan sampai kini.Saat sedang merenung, Angkasa tiba-tiba mendengar sedikit
Beberapa hari ini Angkasa terlihat sangat lelah. Dia memang menggantikan sang istri untuk mondar mandir ke acara persiapan pernikahan Nindy dan Nila. Angkasa menggantikan posisi sang istri untuk membantu persiapan acara akad di rumah sang mertua. Setelahnya dia berpindah tempat menuju rumah sang sepupu, Nindy, untuk membantunya menyiapkan segala urusan katering dan lain-lain.Bukan tanpa alasan Angkasa berbuat seperti itu. Dia tentu saja tidak ingin membuat Jingga khawatir karena tidak bisa membantu persiapan kedua orang terdekatnya itu. Angkasa bukan juga tidak tahu bagaimana perasaan Jingga. Namun, semua harus tegas dia lakukan demi menjaga kondisi kehamilan istrinya tersebut. Angkasa tentu tidak mau kejadian buruk yang hampir merenggut nyawa sang istri dan bayinya terulang kembali. Akan tetapi, hasilnya tubuh Angkasa terasa sangat lelah. Tak dimungkiri oleh Angkasa jika dia memang terlalu menguras tenaganya selama beberapa hari ini. Namun, dia tak ingin membuat
Hanya setetes air mata yang terjatuh dari sudut mata Jingga, tetapi dapat meluluh lantakkan semua perasaan yang ada pada diri Angkasa. Sebabnya tentu saja, dia tak sanggup jika melihat Jingga menangis. Angkasa kemudian segera menghampiri Jingga, mengusap air mata yang menetes di pipinya, kemudian mengecup kening sang istri mesra."Kita berangkat sekarang," kata Angkasa tanpa pikir panjang.Biarlah dia yang mengalah lagi demi kebahagiaan sang istri. Memeriksa keadaan mobil, bisa sambil berjalan nanti. Untuk urusan kedai dan izin kepada keluarga, bukankah bisa didapat dalam perjalanan dan diurus melalui sambungan telepon?Angkasa lagi-lagi harus kuat, tabah, dan juga mengalah. Dia tak mampu jika melihat air mata Jingga menetes karena dirinya. Dalam hal yang terjadi barusan, Angkasa mengira dialah yang telah membuat Jingga menangis. Padahal yang sesungguhnya, Jingga menangis karena pemikirannya sendiri. Namun, Jingga juga tak menolak ajakan suaminya. Wanita y
Setelah sampai di rumah, Jingga langsung disuruh beristirahat oleh suaminya. Jingga tentu saja tidak bisa menolak. Terlebih Angkasa juga selalu mengingatkan akan kejadian yang barusan dia alami. Dan Jingga tidak mau hal tersebut sampai terulang kembali. Jingga sedang berusaha memejamkan mata ketika Angkasa berpamitan dengannya. Suaminya tersebut akan segera mencarikan ayam bakar madu yang Jingga inginkan. Jingga merasa sangat beruntung, ternyata dalam diamnya Angkasa, dia terus saja memperhatikan kondisi dan kemauan Jingga."Hati-hati, ya, Sayang. Aku juga pesan teh hangatnya dari sana, ya. Kalau bisa jangan terlalu manis tehnya," kata Jingga sambil tersenyum."Beres, Sayang. Aku pergi sekarang. Kamu jangan terlalu banyak bergerak, ya. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu lagi," sahut Angkasa.Jingga hanya mengangguk tanda dia sudah memahami apa yang disampaikan oleh suaminya. Angkasa segera mengecup kening Jingga dan beranjak pergi.
"Kita pulang sekarang, ya, Sayang," bujuk Angkasa ketika melihat Jingga yang kelelahan.Wajah Jingga terlihat pucat pasi, dan keringat dingin juga mengalir di pelipisnya. Angkasa begitu mengkhawatirkan keadaan sang istri. Maklum saja, dokter sudah memperingatkan kepada Jingga agar tidak terlalu lelah dalam usia kandungannya sekarang. Namun, apa boleh buat, Jingga memang keras kepala.Saat dia mendengar tentang rencana pertunangan sang Adik, dia bersikeras ingin membantu Nila untuk mempersiapkan semuanya. Meskipun baik Nila maupun keluarganya yang lain telah memberikan peringatan kepada Jingga, tetapi bukan Jingga namanya jika tidak keras kepala."Nanti dulu, Sayang. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan," tolak Jingga lembut."Sayang, kondisi kamu tidak memungkinkan. Coba lihat wajahmu sudah pucat bagaikan mayat," balas Angkasa sedikit kesal.Terkadang Angkasa benar-benar merasa Jingga terlalu keras kepala. Dia bahkan mengingat m