Kata putus itu akhirnya terucap juga. Bagi Jingga dan Angkasa, berat memang. Tapi, setidaknya itu memberi mereka sedikit jeda waktu untuk saling menata hati dan prasangka masing-masing.
Bahwasaanya sebuah hubungan itu bila tak didasari oleh saling kepercayaan, maka tak ubahnya bagaikan menanam pohon di tanah tandus serta tak memiliki air untuk menyiraminya selalu. Padahal setiap hubungan pasti akan menemui fase di mana ujian kesetiaan serta ujian kepercayaan masing-masing.Bagi mereka yang berhasil melaluinya, tentulah hasilnya akan indah pada waktunya. Dan bagi yang terjerembab dan tersungkur sebab tak adanya rasa saling percaya, maka harusnya saling menginterospeksi diri.Barangkali kurangnya rasa saling percaya disebabkan oleh sikap mereka yang abu-abu dan tak jelas dalam mengungkapkan perasaan. Ataukah godaan dari pihak lain yang memang tak dapat dipungkiri adalah halangan terjal yang patut diwaspadai.Saat Jingga telah sampai di rumahnya, sikap diamHikz , putus beneran nih?đđđ reader pendapatnya dong? Author mayan bingung mau dibikin putus apa nggak yaaaa Jingga-Angkasa nih? â¤â¤
Sementara itu, Jingga yang mencoba move on dan tak mau memikirkan masalah hubungannya dengan Angkasa pun menjalani kesehariannya, kembali dengan aktifitas dan rutinitasnya seperti biasa. Sore itu, saat tengah duduk-duduk santai di teras, menjawab beberapa pertanyaan sang ibu perihal hasilnya ke Malang dan tentang keluarga Angkasa, Jingga tiba-tiba saja menerima pesan dari Miko.Gadis itu membuka pesan dengan malas ketika tahu bahwa si pengirim pesan adalah sang mantan yang sangat dia benci. Sejak dulu, Miko memang tak pernah berubah. Selalu bersifat kekanak-kanakan dan akan melakukan apa pun untuk mencapai keinginannya meskipun itu menyakiti orang lain.[Maaf, aku sibuk], balas Jingga.[Aku tahu. Boleh ke rumah?][Nggak bisa baca? AKU SIBUK!!!!]Dada Jingga bergemuruh. Rasanya sangat menyebalkan berurusan dengan laki-laki seperti Miko. Tanpa berpikir panjang, Jingga memblokir kontak Miko di aplikasi hijaunya. Sungguh, dia sangat muak dengan laki-laki y
Malam sudah makin larut. Semua karyawan sift sore sudah keluar dari ruang produksi. Beberapa di antara mereka langsung pergi ke tempat parkiran dan bersiap untuk pulang. Tak terkecuali Jingga. Matanya nyalang mencari-cari motor matik yang selama beberapa tahun terakhir ini menemaninya.Gadis itu tersenyum ketika melihat motor berwarna biru putih yang terletak agak jauh dari pintu masuk tempat parkir. Setelah mengambil dan menyalakan motornya, Jingga keluar dari pabrik sepatu ekspor itu. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika melihat seorang pria dengan motor gede sedang merokok di depan pabrik.âMiko?ââEh, Jingga. Udah pulang?ââUdah. Kamu ngapain malem-malem ke sini?ââCuma mau memastikan bahwa kamu aman. Mau aku anter sampai rumah?ââNggak perlu. Aku bisa pulang sendiri.ââNggak apa, aku di belakangmu saja.ââSerah!â seru Jingga malas.Dia lalu kembali menyalakan motornya dan berlalu dari pandangan Miko. Sementara itu, Miko tak putus asa. Dia t
Angkasa menyeruput es tehnya sedikit demi sedikit. Jantungnya berdetak lebih kencang, tetapi dia masih berusaha menguasai diri. Dia tidak mau terlihat gugup di depan Nindy, sepupunya. Sesekali, dia meremas-remas jari-jarinya yang mendingin, lalu kembali minum. Kudapan yang sudah sejak beberapa menit yang lalu dipesan, belum juga disentuhnya.“Mas gugup?” tanya Nindy, seolah-olah tahu apa yang dirasakan Angkasa.“Enggak,” jawab Angkasa berbohong.“Jangan bohong! Mukanya aja udah kelihatan kalau gugup.” Nindy tertawa, memperlihatkan gigi-giginya yang rapi.“Nin.”“Ya?”“Semoga Jingga mau balikan sama Mas, ya.”“Amin.”Angkasa kembali menyeruput es tehnya ketika dua orang perempuan memasuki kafe. Wajah Angkasa seketika semringah. Matanya memancarkan kebahagiaan ketika melihat sosok gadis manis yang memakai pakaian kasual seperti biasa, yaitu celana
“Baiklah. Kali ini, lakukanlah apa yang kamu pandang baik, Jingga. Aku akan menunggu.”.“Terima kasih. Maafkan aku karena melakukan ini. Tapi, aku nggak ingin jadi korban lagi. Aku tidak mau memakai perasaanku seratus persen. Aku lelah disakiti. Bagaimanapun, perbuatanmu yang kemarin-kemarin itu menyakitiku. Mulai kamu mencurigaiku ada hubungan dengan Miko, sampai aku melihatmu makan berdua dengan mantanmu. Tidakkah menurutmu itu terlalu menyakitkan?”Angkasa hanya terdiam mendengar keluhan Jingga. Dia sangat merasa bersalah karena membuat Jingga begitu sakit. Andai saja saat itu dia lebih realistis dan tidak memperbesar rasa cemburunya, mungkin Jingga tidak akan seperti saat ini.“Jingga, maafkan aku.”“It’s oke. Aku sudah memaafkanmu, Angkasa. Tapi, bukan berarti aku telah melupakannya. Tidak! Aku masih mengingatnya hingga detik ini. Aku sungguh mi
Semenjak kejadian penolakan Angkasa di kafe tersebut, Ulfa semakin membenci Jingga. Dia memikirkan segala cara untuk memberi hukuman kepada gadis yang dianggapnya centil dan kurang bersyukur itu. Sudah bisa mendapatkan hati Angkasa, tapi malah memutuskannya. Sangat tidak bersyukur, berkali-kali Ulfa berpikir bahwa Jingga adalah manusia yang tidak bisa berkaca.Sudah putus dari Miko, dapat Angkasa, eh diputusnya lagi, sedangkan dia? Mau mendekati Angkasa malah justru hinaan yang didapatnya. Bahkan Angkasa tidak memberikannya waktu untuk menjelaskan semuanya.Ulfa melihat Jingga memasuki pabrik, perasaannya sangat muak, terlebih dia juga merasa sangat dendam terhadap Angkasa. Jadi, untuk melampiaskan dendamnya, dia akan menyerang Jingga terlebih dahulu. Bukankah kata orang tua dulu, lebih baik melihat orang yang kita cintai bahagia bersama orang lain, daripada melihat orang yang kita cinta bersedih.Maka Ulfa berencana akan membuat Ji
"Dia benar-benar sedang mencari muka kepada pengawas. Lihat itu, hampir semua kerjaan teman yang lain, dia kerjakan sendiri," kata Nindy kepada Ulfa."Aku udah no komen, Ndy. Aku kan sudah bilang sama kamu. Selain itu, aku juga dengar sendiri bagaimana dia menjelek-jelekan kita kepada pengawas," sahut Ulfa."Kalau memang benar begitu adanya, hal ini nggak bisa dibiarkan. Kita harus beri dia pelajaran. Semua orang di sini sudah tahu bagaimana seharusnya bersikap kepada senior," ucap Nindy menahan marah."Aku sama Jingga masuk kerja nggak begitu jauh jaraknya, kalau aku yang mau negor dia, bisa dibalikin semua kata-kataku. Beda sama kamu yang beneran udah senior."Ulfa kembali memanasi Nindy dengan raut wajah sedih. Dia juga kembali mengatakan bahwa Jingga memang tak boleh dibiarkan. Melihat sifat liciknya, Jingga pasti tidak akan merasa bersalah."Dia pasti akan terus mengelak dan berlagak sok
Setelah kejadian pelabrakan oleh Nindy tersebut, Jingga menjadi seorang yang lebih pendiam. Dia tak mau apa yang dituduhkan oleh Nindy dianggap nyata oleh teman-temannya. Namun, sekeras apapun usaha Jingga, sebagian temannya di pabrik memilih untuk menjauhinya.Mereka seolah membenarkan seluruh ucapan Nindy sebelumnya. Selain itu, dibandingkan dengan Jingga, Nindy memang jauh lebih senior dan dihormati di pabrik tersebut. Ditambah lagi Ulfa yang selalu menjelek-jelekkan Jingga di belakangnya.Jingga kini merasa benar-benae sendiri. Hampir tiap hari semenjak kejadian tersebut, tidak ada yang mau menyapanya meski hanya sekadar basa basi belaka. Jingga merasa semakin sedih tatkala waktu istirahat tiba. Kini tidak ada yang mau pergi ke kantin ataupun duduk dan memakan bekal bersamanya.Nindy sudah benar-benar berhasil membuat seluruh teman kerja Jingga menjauhinya bagai seorang pesakitan. Ulfa merasa sangat bahagia dengan apa yang terjadi terhadap
"Kenapa mukanya ditekuk gitu, Mbak?" tanya Nila sambil duduk di samping Jingga."Bete banget. Ternyata di dunia kerja juga ada perundungan, ya," jawab Jingga sambil menatap sang adik lekat."Lha, apaan?" tanya Nila tak mengerti."Beberapa hari ini Mbak sebenarnya ada masalah yang cukup serius. Mbak bersinggungan sama Nindy," jelas Jingga."Mbak Nindy, sepupunya Mas Angkasa?""Iya.""Wah, gimana bisa, Mbak?"Jingga akhirnya menceritakan semua yang terjadi di pabrik tempatnya bekerja. Selama beberapa hari ini, Jingga sebenarnya sungguh merasa berat dan terbebani. Tidak ada teman yang bisa dia ajak curhat dan berbagi perasaan. Di kala seperti ini, Jingga benar-benar sangat merindukan Angkasa. Namun, harga diri dan gengsi membuatnya enggan menghubungi lelaki tersebut."Setahu aku, Mbak Nindy bukan tipe orang yang jahat, deh, Mbak," kata Nila kemudian."Mbak juga mikirnya gitu. Mbak rasa ada orang lain yang sengaja memperkeruh suasana," lanjut Jingga."K
"Jangan lari-larian, Sayang. Nanti jatuh."Jingga berusaha mengejar Senja yang asyik berlarian di tengah halaman, meski sedikit kesulitan karena perutnya yang kini tengah membuncit, tetapi Jingga tetap berusaha mengejar sang Putri. Angkasa yang melihat hal tersebut dari dalam rumah segera berjalan dan menghampiri keduanya dengan tergesa."Sayang, jangan buat Mama repot, dong," kata Angkasa sambil menangkap dan menggendong Senja dalam pelukannya."Papa, kok yang lainnya belum datang, sih? Lama banget," ucap Senja dengan lucunya.Di umur yang baru menginjak lima tahun ini, Senja memang sudah sangat pandai. Sungguh baik Jingga ataupun Angkasa tak menyangka bahwa putri pertama mereka akan cerewet seperti sang Ibu, tetapi lumayan bijak seperti sang Ayah."Nanti, sebentar lagi pasti yang lainnya akan segera datang. Makanya Senja harus jadi anak baik, ya. Jangan nakal, dan jangan lari-lari, kasihan Mama," lanjut Angkasa sambil menunjuk ke arah Jingga.Jingga balas ter
Jingga mulai merasa bosan hanya berdiam diri di rumah saja. Semua karena dia sedang berada dalam masa pemulihan pasca operasi. Sungguh meskipun Jingga bersyukur dia bisa melewati semua ini hingga dapat bertemu dengan bayi cantiknya ini. Namun, terkadang jika sedang sendiri, Jingga kembali merutuki nasibnya.Dia merasa sangat tidak berguna sebagai seorang wanita. Selama ini dia hanya bisa menyusahkan Angkasa saja. Sesekali Jingga terkenang akan masa lalunya. Bagaimana keegoisannya mengalahkan apa pun. Terutama jika sedang ada masalah bersama dengan Angkasa. Jingga tak pernah mau mendengar alasan apa pun. Dia merasa semua perbuatan yang dia lakukan adalah benar.Jingga juga teringat bagaimana dulu dia kabur ke Banyuwangi, ke rumah sang Nenek hanya untuk menghindari Angkasa. Namun, tak dinyana lelaki tersebut justru mengejar dan mencarinya sampai ke sana. Sesampainya di sana pun, Angkasa harus menerima kenyataan pahit. Jingga mengusirnya pulang, dengan kekecewaan yang
Angkasa menggendong dan menciumi bayi perempuan yang cantik serta lucu itu. Setelah mengazaninya, dia kemudian menimang-niman buah cintanya bersama Jingga tersebut. Jingga yang masih belum sadar betul dari proses pembiusan, hanya bisa menggerakkan kepalanya dan tersenyum lega."Anak kita cantik, sama kaya ibunya," kata Angkasa sambil tersenyum hangat."Iya," jawab Jingga singkat."Kalau gitu, karena anaknya perempuan, kita sudah sepakat, kan, memberi nama siapa?" tanya Angkasa kemudian."Senja," sahut Jingga lirih."Ya, Senja, karena dia memang lahir di sore hari. Senja Nurinda, bagaimana, Sayang? Kamu setuju kalau namanya Senja Nurinda?" Angkasa bertanya lagi."Nama yang bagus, Sayang," jawab Jingga sambil berusaha tersenyum."Hey, kamu nggak apa-apa, kan, Sayang?" Angkasa bertanya dengan nada suara panik."Maaf, Pak, nggak apa-apa, ini adalah hal yang wajar terjadi pasca operasi sesar. Bapak tenang dulu, ya. Kami akan segera pindahkan Ibu dan a
Akhirnya setelah melalui beberapa kali diskusi, bukan hanya antara Jingga dan juga Angkasa. Sepasang suami istri tersebut akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran dari dokter kandungan yang selama ini memeriksa kandungan Jingga. Opsi operasi dipilih demi kebaikan sang ibu dan juga bayinya.Sebelum hari dan tanggal operasi ditentukan, sang dokter juga berbicara beberapa hal pribadi khususnya kepada Angkasa. Bu Dokter itu menjelaskan banyak hal kepada suami Jingga tersebut. Hal yang paling penting ketika seorang istri menjalani operasi sesar adalah dukungan dari orang-orang terdekatnya, terutama dari suami."Melahirkan secara sesar jangan dikira mudah, Pak. Akan ada begitu banyak tekanan dan juga perawatan pasca operasi, hal tersebut yang harus Bapak Angkasa perhatikan," ucap Bu Dokter sambil menatap Angkasa lekat."Maksudnya bagaimana, Bu? Bukankah jika melahirkan secara operasi, banyak yang bilang akan lebih mudah karena tidak memerlukan banyak tenag
Menatap Jingga yang sedang tertidur dengan pulasnya, membuat hati Angkasa terenyuh. Bagaimana tidak? Kali ini penyesalan datang kepada Angkasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dia merasa apa yang terjadi kepada sang istri sekarang karena larangannya terhadap Jingga untuk keluar rumah dan membantu persiapan acara pernikahan Nindy dan juga Nila.Jingga kemungkinan merasa stress dan tertekan karena tidak bisa membantu melakukan apa pun bagi kedua orang tercinta dan terdekatnya tersebut. Jika saja waktu bisa diputar kembali, Angkasa pasti tidak akan membiarkan sang istri sampai mengalami hal buruk seperti ini.Angkasa benar-benar menyesal, dia sungguh tak menyangka kekerasan hati dan keegoisannya kepada Jingga justru berakhir menyedihkan. Untunglah keselamatan sang istri masih dalam perlindungan Tuhan, sehingga baik Jingga maupun calon bayi yang ada dalam kandungannya masih bisa bertahan sampai kini.Saat sedang merenung, Angkasa tiba-tiba mendengar sedikit
Beberapa hari ini Angkasa terlihat sangat lelah. Dia memang menggantikan sang istri untuk mondar mandir ke acara persiapan pernikahan Nindy dan Nila. Angkasa menggantikan posisi sang istri untuk membantu persiapan acara akad di rumah sang mertua. Setelahnya dia berpindah tempat menuju rumah sang sepupu, Nindy, untuk membantunya menyiapkan segala urusan katering dan lain-lain.Bukan tanpa alasan Angkasa berbuat seperti itu. Dia tentu saja tidak ingin membuat Jingga khawatir karena tidak bisa membantu persiapan kedua orang terdekatnya itu. Angkasa bukan juga tidak tahu bagaimana perasaan Jingga. Namun, semua harus tegas dia lakukan demi menjaga kondisi kehamilan istrinya tersebut. Angkasa tentu tidak mau kejadian buruk yang hampir merenggut nyawa sang istri dan bayinya terulang kembali. Akan tetapi, hasilnya tubuh Angkasa terasa sangat lelah. Tak dimungkiri oleh Angkasa jika dia memang terlalu menguras tenaganya selama beberapa hari ini. Namun, dia tak ingin membuat
Hanya setetes air mata yang terjatuh dari sudut mata Jingga, tetapi dapat meluluh lantakkan semua perasaan yang ada pada diri Angkasa. Sebabnya tentu saja, dia tak sanggup jika melihat Jingga menangis. Angkasa kemudian segera menghampiri Jingga, mengusap air mata yang menetes di pipinya, kemudian mengecup kening sang istri mesra."Kita berangkat sekarang," kata Angkasa tanpa pikir panjang.Biarlah dia yang mengalah lagi demi kebahagiaan sang istri. Memeriksa keadaan mobil, bisa sambil berjalan nanti. Untuk urusan kedai dan izin kepada keluarga, bukankah bisa didapat dalam perjalanan dan diurus melalui sambungan telepon?Angkasa lagi-lagi harus kuat, tabah, dan juga mengalah. Dia tak mampu jika melihat air mata Jingga menetes karena dirinya. Dalam hal yang terjadi barusan, Angkasa mengira dialah yang telah membuat Jingga menangis. Padahal yang sesungguhnya, Jingga menangis karena pemikirannya sendiri. Namun, Jingga juga tak menolak ajakan suaminya. Wanita y
Setelah sampai di rumah, Jingga langsung disuruh beristirahat oleh suaminya. Jingga tentu saja tidak bisa menolak. Terlebih Angkasa juga selalu mengingatkan akan kejadian yang barusan dia alami. Dan Jingga tidak mau hal tersebut sampai terulang kembali. Jingga sedang berusaha memejamkan mata ketika Angkasa berpamitan dengannya. Suaminya tersebut akan segera mencarikan ayam bakar madu yang Jingga inginkan. Jingga merasa sangat beruntung, ternyata dalam diamnya Angkasa, dia terus saja memperhatikan kondisi dan kemauan Jingga."Hati-hati, ya, Sayang. Aku juga pesan teh hangatnya dari sana, ya. Kalau bisa jangan terlalu manis tehnya," kata Jingga sambil tersenyum."Beres, Sayang. Aku pergi sekarang. Kamu jangan terlalu banyak bergerak, ya. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu lagi," sahut Angkasa.Jingga hanya mengangguk tanda dia sudah memahami apa yang disampaikan oleh suaminya. Angkasa segera mengecup kening Jingga dan beranjak pergi.
"Kita pulang sekarang, ya, Sayang," bujuk Angkasa ketika melihat Jingga yang kelelahan.Wajah Jingga terlihat pucat pasi, dan keringat dingin juga mengalir di pelipisnya. Angkasa begitu mengkhawatirkan keadaan sang istri. Maklum saja, dokter sudah memperingatkan kepada Jingga agar tidak terlalu lelah dalam usia kandungannya sekarang. Namun, apa boleh buat, Jingga memang keras kepala.Saat dia mendengar tentang rencana pertunangan sang Adik, dia bersikeras ingin membantu Nila untuk mempersiapkan semuanya. Meskipun baik Nila maupun keluarganya yang lain telah memberikan peringatan kepada Jingga, tetapi bukan Jingga namanya jika tidak keras kepala."Nanti dulu, Sayang. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan," tolak Jingga lembut."Sayang, kondisi kamu tidak memungkinkan. Coba lihat wajahmu sudah pucat bagaikan mayat," balas Angkasa sedikit kesal.Terkadang Angkasa benar-benar merasa Jingga terlalu keras kepala. Dia bahkan mengingat m