Pagi-pagi sekali aku langsung ke kantor. Tentu saja untuk melaksanakan proses pemecatan pada direktur keuangan yang bekerja di perusahaan cabang.Suat aku memasuki ruangan, aku melihat jika tante wenda, melempar asbak ke kepala Lea. Sehingga darah langsung mengucur kewajah cantiknya. "Tante apa-apaan ini?" Kataku dengan nada marah yang tidak bisa disembunyikan. Aku langsung menghampiri Lea dan menekan kepalanya yang terluka. Sehingga darahnya juga membasahi tanganku. "Kamu tidak apa-apa Lea?" tanyaku dengan khawatir. Tentu saja itu pertanyaan yang sangat bodoh. Saya sedang terluka sekarang dan tentunya dia tidak baik-baik saja. "Jangan ikut campur urusan tante," katakan Wenda dengan nada yang arogan. "Kamu sudah lancang! Bisa-bisanya kamu melakukan proses pengecatan tanpa membicarakan yang terlebih dulu dengan tante," katanya marah dengan wajah yang memerah. Aku juga menatap tante wenda dengan tajam."Aku tidak lancang. Itu memang seharusnya aku lakukan," kataku menantang tante
Sebenarnya aku ingin bertanya ke mana Serafin akan membawaku. Namun aku mencoba untuk menahan diri dan menantikan kejutan dari dirinya. aku sangat yakin kali ini pun kejutannya pasti sangat istimewa. Serafin memang tidak pernah gagal memberikan sesuatu untukku. Dia selalu bisa memikirkan hal yang sebelumnya tidak pernah ada di benakku. "Lunar, sepertinya kita akan pulang telat malam ini. Lo nggak papa kan?""Nggak apa-apa kok kalau kita pulang telat. Tapi kayaknya gue mau minta izin ke mama dulu. Biar mama nggak khawatir nantinya," kataku sambil mengambil ponsel dari dalam tasku. Ingin menghubungi Mama agar dia tahu kalau aku pulang telat. "Gue udah minta izin ke mama, lo, kok. Mama, lo, juga udah ngijin kita pulang telat." Kalau Serafin yang meminta izin kepada Mama pasti diizinkan. Karena serafin adalah salah satu orang yang paling dipercayai Mama di dunia ini. Serafin juga adalah calon mantu idaman mama. Jadi meminta izin dari mama bukanlah hal yang sulit untuknya. Apalagi Seraf
"Cinta tanpa nafsu itu omong kosong! Jangan dekat-dekat sama gue. Gue sang*an," katanya terus terang dan frontal. Baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang begitu terus terang. Sedikit kaget, tapi sudut bibirku terangkat sedikit. "Lo balik deh, otak gue traveling," katanya mengambil kotak makanan dari tanganku dan menutup pintu rumahnya. Aku sama sekali tidak diberi basa-basi untuk dipersilahkan masuk dan ditawari minum. Aku kembali ke rumahku yang berada tepat di sebelah rumahnya. Sebelum meninggal rumahnya. Dari sudut mataku aku bisa melihat dia mengintip dibalik pintu. Sungguh tidak disangka laki-laki yang sering dibanggakan dan dibandingkan mama denganku. Punya sisi yang unik seperti ini. Keterus terangannya sungguh membuatku terkejut. Apalagi aku tidak terlalu mengenalnya secara pribadi. Hanya mendengar mama yang menggambarkan begitu sempurna.
Suara benturan pelan di jendela kamarku dan pintu yang menghubungkan balkon kamar membuatku terganggu. Suara-suara itu terus saja terdengar sejak pagi buta. Siapa lagi pelakunya kalau bukan tetangga sebelah yang unik bin ajaib.Dia pasti sedang melakukan hal aneh lagi untuk menarik perhatianku. Dia benar-benar sangat aneh. Baru kenal saja sudah mengajak menikah. Tentu saja aku menolak. Tidak ingin salah pilih suami tentunya.Saat aku membuka pintu balkon kamarku. Puluhan, atau mungkin ribuan pesawat kertas warna-warni sudah bertebaran di sana. Bahkan masih ada pesawat yang melayang, mendekat padaku.Pelakunya tersenyum senang padaku. Sambil terus melempar pesawat-pesawat kertasnya kearahku. Kali ini pesawat berwarna pink tepat mendarat di bahu sebelah kiriku. Aku mengambilnya dan melemparnya balik padanya.
Aku mengabaikan Serafin yang berteriak-teriak minta pertanggung jawaban dan lebih memilih mandi. Sampai aku selesai mandi dia masih melempari balkon kamarku dengan pesawat kertas warna-warni."Pesawat kertasnya sudah habis. Tidak seperti cintaku padamu yang tidak ada habisnya. Jadi aku akan berjuang terus, sampai pintu hatimu terbuka kalau gak terbuka tinggal dobrak. Kalau gak terbuka juga nanti bisa lewat jendela. Gak apa-apa dikira maling penting dapat cinta," katanya berteriak dari balkon kamarnya, tanpa terasa aku tersenyum sendiri. Dasar Serafin aneh!Aku turun kelantai bawah dan menuju dapur. Di sini aku sudah melihat mama sedang menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue. Mama memang bilang akan membuat cookies.Pantas mama sangat betah di dapur. Dapur didesain sangat lengkap dan apik. Tipe dapur mama adalah tipe dapur modern dengan peralatan modern juga. Dapurnya juga sangat luas, dilengkapi dengan barang-barang modern. Seperti oven listrik, microwave, k
Aroma tanah basah mulai tercium di indera penciuman ku. Aromanya sangat khas, dan membuat jiwaku sedikit lebih tenang. Hujan masih terus membasahi bumi, membuat suhu menurun drastis.Aku mematikan Ac kamar dan menuju jendela kaca kamarku. Jendelanya sudah berembun, dengan iseng aku menulis disana. Saat jari-jari menyentuh permukaan jendela yang licin dan terasa basah, tanpa sadar aku menulis nama Serafin disana.Buru-buru kuhapus nama itu. Kenapa tetangga menyebalkan itu yang terpikir di otakku. Sepertinya virus yang disebarkan oleh Serafin sangat berbahaya."Astaga bisa-bisa aku menulis nama orang menyebalkan itu," kataku sambil terus mengusap jendela kaca yang berembun. Tanganku menjadi dingin dan basah karena bersentuhan langsung dengan jendela kaca kamarku.
Aku mengabaikan tatapan mama dan om Rendi yang melihatku kembali dengan baju basah. "Lunar ke atas dulu mau mandi dan ganti baju," kataku sambil melewati mereka."Iya, Lunar buruan mandi nanti sakit," jawab mama.Saat aku sudah sampai di kamarku. Aku melirik ke arah kamar Serafin dia sedang berdiri di balkon dengan baju basahnya. Sesekali dia memasukkan cookies yang kuberikan tadi ke mulutnya."Lunar, cookies enak banget. Pasti karena kita membuatnya dengan penuh cinta," teriaknya dari arah balkon. Aku langsung keluar dari kamarku dan menuju balkon."Cinta, matamu!" kataku sewot. Dia langsung ngakak sampai gigi yang berbaris rapi miliknya terlihat."Duh galaknya jadi pengen gigit," katanya lalu menirukan ekspresi sedang menggigit."Matamu! Dasar buaya, kadal buntung, kucing garong!" balasku lagi."Gue bukan buaya, bukan kadal apalagi kucing garong. Gue hanya seorang laki-laki yang sedang berjuang mendapatkan cint
Sudah beberapa hari ini tidak ada teriakan dari kamar sebelah rumahku. Serafin hanya berdiri di balkon kamarnya sebentar. Melempar senyum lalu menghilang. Kadang aku merasa rindu dengan tingkah konyolnya.Hari ini juga dia tidak membuat onar. Aku duduk di balkon lalu memperhatikan kamarnya. Lampu kamarnya tidak menyala. Tandanya tidak ada orang di sana.Aku iseng memeriksa ember yang diikat dengan tali yang menghubungkan kamarku dan kamar Serafin. Betapa kagetnya aku, di ember itu sudah dipenuhi oleh bermacam-macam barang.Ada beberapa coklat, pesawat kertas dan bunga mawar yang masih segar. Sepertinya baru saja diberikan olehnya.Aku mengambil bunga mawar itu dan menciumnya. Aroma lembut langsung mengingatkan aku pada sang pemberi. Aroma sangat enak untuk diciu
Sebenarnya aku ingin bertanya ke mana Serafin akan membawaku. Namun aku mencoba untuk menahan diri dan menantikan kejutan dari dirinya. aku sangat yakin kali ini pun kejutannya pasti sangat istimewa. Serafin memang tidak pernah gagal memberikan sesuatu untukku. Dia selalu bisa memikirkan hal yang sebelumnya tidak pernah ada di benakku. "Lunar, sepertinya kita akan pulang telat malam ini. Lo nggak papa kan?""Nggak apa-apa kok kalau kita pulang telat. Tapi kayaknya gue mau minta izin ke mama dulu. Biar mama nggak khawatir nantinya," kataku sambil mengambil ponsel dari dalam tasku. Ingin menghubungi Mama agar dia tahu kalau aku pulang telat. "Gue udah minta izin ke mama, lo, kok. Mama, lo, juga udah ngijin kita pulang telat." Kalau Serafin yang meminta izin kepada Mama pasti diizinkan. Karena serafin adalah salah satu orang yang paling dipercayai Mama di dunia ini. Serafin juga adalah calon mantu idaman mama. Jadi meminta izin dari mama bukanlah hal yang sulit untuknya. Apalagi Seraf
Pagi-pagi sekali aku langsung ke kantor. Tentu saja untuk melaksanakan proses pemecatan pada direktur keuangan yang bekerja di perusahaan cabang.Suat aku memasuki ruangan, aku melihat jika tante wenda, melempar asbak ke kepala Lea. Sehingga darah langsung mengucur kewajah cantiknya. "Tante apa-apaan ini?" Kataku dengan nada marah yang tidak bisa disembunyikan. Aku langsung menghampiri Lea dan menekan kepalanya yang terluka. Sehingga darahnya juga membasahi tanganku. "Kamu tidak apa-apa Lea?" tanyaku dengan khawatir. Tentu saja itu pertanyaan yang sangat bodoh. Saya sedang terluka sekarang dan tentunya dia tidak baik-baik saja. "Jangan ikut campur urusan tante," katakan Wenda dengan nada yang arogan. "Kamu sudah lancang! Bisa-bisanya kamu melakukan proses pengecatan tanpa membicarakan yang terlebih dulu dengan tante," katanya marah dengan wajah yang memerah. Aku juga menatap tante wenda dengan tajam."Aku tidak lancang. Itu memang seharusnya aku lakukan," kataku menantang tante
Ternyata cepat sekali kabar sampai ke telinga tante Wenda. Dia langsung mengirimi aku pesan. Namun aku abaikan.[Kenapa kamu bertindak tanpa sepengetahuan tante? kamu sudah berani lancang ternyata!]Aku tidak ambil pusing. Aku juga sengaja tidak mengatakan masalah pemecatan pada tante Wenda. Kalau aku mengatakan. Dia pasti akan mencari cara untuk menyingkirkan bukti. Dia pastinya akan mempersulit aku. Biarkan saja dia mengamuk sesuka hatinya. Aku tidak peduli, bagiku sekarang yang paling penting adalah perusahaan cabang selamat. Yah, walaupun aku belum tau bagaimana cara menyelamatkan perusahaan cabang. "Lunar, mau pergi denganku malam ini?" kata Serafin berteriak dari balkon kamarnya. Aku keluar dari kamarku dan berjalan menuju balkon."Mau kemana?""Pasar malam. Di daerah sini ada pasar malam. Mau pergi?" katanya lagi. Serafin berdiri bersandar di pagar balkon. Rambutnya yang berantakan telihat indah kerena pantulan lampu balkonnya. "Gue mau ganti baju dulu.""Oke. Gue tunggu
Karena suara itu sangat keras. Kami langsung keluar dan melihat apa yang terjadi. Ternyata Selin melempar batu yang sangat besar pada jendela kaca rumah. Sehingga pecah berkeping-keping. Apalagi masalahnya kali ini."Lunar keluar lo!" teriaknya tidak tau malu. Untung saja komplek perumahan ini perumahan elit. Sehingga tidak banyak orang berada di rumah pada jam segini. Orang-orang juga tidak terlalu kepo, karena mereka sangat sibuk. "Lo gila ya. Kenapa juga lo bisa masuk ke sini?" kataku kesal melihat ulahnya yang sudah sangat keterlaluan. "Itu gak penting. Yang penting, kenapa lo nyuruh Naral buat menjauhi gue," katanya dengan amarah yang menggebu-gebu. Dia langsung maju ke depan dan mencoba menamparku. Untung saja Serafin dengan sigap menahan tangannya. "Jangan coba-coba untuk kasar pada Lunar," kata Serafin memperingatinya. Namun sepertinya Selin tidak peduli. Dia langsung menepis tangan Serafin dengan kasar. "Lo gak perlu ikut campur. Ini urusan gue sama wanita jalang itu,"
Kepalaku benar-benar sakit saat menerima laporan dari Lea. Penggelapan keuangan sangat parah. Jam kerja yang tidak beraturan dan beberapa masalah dari bagian pemasaran. Aku yang belum pernah menangani masalah seperti ini. Benar-benar kebingungan bagaimana cara mengatasi semua ini. Terlebih lagi ada laporan keuangan ganda yang ditemukan oleh Lea. Juga beberapa masalah dari mitra kerja yang dibiarkan berlarut-larut. Walaupun aku tidak banyak tahu. Tapi aku yakin, jika perusahan cabang ini. Sedang berada di ambang kebangkrutan. "Kenapa bisa separah ini?" kataku saat membolak-balik kertas dokumen. Benar-benar membuatku ingin muntah saja. Sudah pasti ada campur tangan oleh Tante Wenda. Dalam masalah ini. Tidak mungkin, dia tidak tahu semua ini. Apalagi laporan keuangan ganda yang sangat rapi. Seakan-akan semuanya sudah dipersiapkan. Untung saja aku menyusupkan Lea ke perusahaan cabang. Jika tidak aku tidak akan punya bukti dalam kasus ini. Perusahaan juga akan bangkrut dan tenggelam
Aku gugup sekali, karena baru kali ini. Aku masuk ke kamar Serafin. Biasanya dia tidak pernah mengizinkan aku masuk ke dalam kamarnya. Baru kali ini aku bisa melihat kamar Serafin. Ternyata kamarnya sangat rapi. Hampir semua perabotan di kamarnya dari kayu dan berwarna coklat. Ranjangnya terlihat sangat besar. Terlihat nyaman dan mewah. Gulingku sepertinya punya perlakuan khusus. Dia ditempatkan begitu mencolok. Dia berada di atas bantal. "Jangan coba-coba. Itu udah jadi punya gue," katanya memperingati aku. Sepertinya dia tau apa yang aku pikirkan. Aku ingin mengambil kembali gulingku. "Itu punya gue. Lo yang nyuri dari gue." "Gak gue curi. Mama lo bilang gue bisa ambil yang gue butuhin. Makanya gue ambil guling dan bantal lo, soalnya itu yang paling gue butuhin," katanya tanpa merasa bersalah sama sekali."Mana mungkin mama gue nyangka kalo lo bakal ngambil guling dan bantal gue.""Karena itu gue ambil. Sekarang bantal dan gulingnya udah jadi punya gue."Walaupun aku mengatakan
Tanteku menatapku tajam, tapi sedetik kemudian dia tersenyum ramah padaku. Aku yakin sekali tadi jika tanteku menatapku dengan tajam.Tante Wenda berjalan ke arah kami dan menyapaku dengan ramah. Dia juga memberikan satu buah dalam keranjang padaku. "Ini ada sedikit buah tante bawa buat Serafin," kata tante Wenda dengan ramah. Walaupun dia punya alasan untuk menjenguk Serafin. Tapi aku sangat curiga padanya. Dia pasti punya motif tersembunyi.Aku yakin sekali tanteku pasti sedang merencanakan sesuatu. Namun apapun rencananya kali ini. Aku tidak akan pernah membiarkannya berhasil. "Terima kasih tante," kataku dengan ramah juga.Aku ingin mengikuti permainan. Tanteku mungkin, sehingga dia tidak sadar. Jika akulah yang akan menikamnya dari belakang. Tante Wenda duduk di sofa. Posisinya berhadapan denganku. Sementara Serafin berada di samping ku. "Syukurlah, kalau kecelakaannya tidak parah," katanya melirik Serafin. "Syukurlah, bu Wenda, saya tidak mengalami cidera apapun.""Panggi
Serafin harus dirawat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter khawatir kalau serafin ada luka dalam dan gegar otak.Aku juga setuju dengan dokter. Melihat mobilnya yang sangat hancur. Seperti keajaiban saat Serafin tidak terluka sama sekali. Dia hanya memar-memar saja. Aku sampai memaksanya membuka baju. Untuk memeriksa tubuhnya. Apakah benar tidak ada luka. Airbag Serafin mengembang sangat tepat. Sehingga dia tidak luka sama sekali. Satu lagi, mobilnya adalah mobil mahal. Dengan sistem keselamatan yang tidak ada duanya. Walaupun bodi luar mobilnya hancur. Bagian dalamnya ternyata sangat terjaga. Sehingga dia bisa selamat dari kecelakaan itu. "Lunar, kayaknya kita harus beli mobil yang itu dua lagi. Satu buat lo, satu buat gue. Bagus banget," katanya sambil menunjukan gambar mobil itu melalui ponselnya.Membayangkan harga mobilnya. Membuatku merinding. Walaupun papa ada orang yang kaya. Aku tidak perna
Di bangkar itu tertulis nama serafin. Tapi aku tidak ingin percaya. Serafin ku pasti baik-baik saja. Bukan dia yang berbaring kaku dan tidak bernafas disana. Itu pasti bukan dia. Pasti ada kesalahan di rumah sakit ini! Aku mendekati bangkar dan terduduk lesu di lantai rumah sakit. Aku tidak peduli jika di lantai ada beberapa bercak darah. Aku menatap sedih pada orang yang ditutup kain putih keseluruhan badannya. "Ini pasti bukan lo, kan, Serafin. Lo pasti lagi becanda sama gue. Udah dong bercandanya. Kali ini gak lucu, gue gak suka," kataku putus asa. Rasanya sakit sekali. Aku bahkan tidak bisa mengatakan rasa sakit yang kurasakan. Aku ingin membuka kain yang menutupinya. Namun aku tidak punya keberanian.Belum membuka kainnya saja. Aku sudah gemetaran setengah mati. "Serafin, tolong bangun. Harusnya gue bilang ini dari dulu. Serafin gue cinta lo. Lo laki-laki pertama yang buat gue jatuh cinta.