Di samping ranjang Weni, di ruang rawat rumah sakit yang bersih namun terasa dingin dan steril. Di atas ranjang, Weni terbaring lemah dengan selang infus tertancap di tangannya. Wajahnya pucat dan terlihat lelah, namun matanya masih berbinar dengan semangat hidup. Di samping ranjang, aku dan Alvian duduk menemaninya. Aku menggenggam tangan Weni dengan erat, sedangkan Alvian duduk di kursi sampingku dengan tatapan cemas.Aku melihatnya sedih dan khawatir, namun berusaha untuk tetap tegar. Aku menggenggam tangan Weni dengan erat, seolah ingin memberikannya kekuatan. Sesekali, aku mengusap air mata yang mengalir di pipiku.Alvian terlihat cemas dan gelisah. Dia mondar-mandir di ruangan, sesekali berhenti untuk melihat Weni dengan tatapan penuh kasih sayang. Dia mengusap dahinya berkali-kali, menunjukkan rasa khawatirnya.Weni terlihat lemah dan lelah, namun matanya masih berbinar dengan semangat hidup. Dia tersenyum tipis saat melihat aku dan Alvian, seolah ingin memberikan kami ketenang
Alvian memelukku erat. Hubungan kami semakin baik meski kesehatan Alvian belum sepenuhnya sembuh seperti sedia kala. Cedera di kepala membuatnya berpikir dan bertindak lambat. Aku sadar meski dia memiliki kelebihan dengan melihat gestur seseorang sudah dapat membaca sikap dari orang tersebut. Tapi itu dulu, saat Alvian belum mengalami kecelakaan ke dua.“Kamu yakin membawa anak-anak ke sini? Nanti kalau mereka takut gimana?” tanya Alvian menatapku.Kami sekarang satu atap. Tapi anak-anak baru mengenal Alvian beberapa bukan apalagi mengenal sosok Weni sebagai orang yang pernah berbuat jahat.“Yakin, aku harap dengan anak-anak ke sini Mama dapat terhibur,” kataku penuh harap.“Baiklah, kamu pulang biar dijemput supir. Jangan sendiri, tidak aman. Hari masih gelap. Aku akan menunggu Mama di sini, kamu tak keberatan kan, Sayang?”Aku menggelang pasti. Alvian butuh dukungan untuk kesembuhan Weni. Meskipun kemungkinan untuk sembuh sangat tipis tapi kami tetap berharap ada keajaiban datang me
Di dalam ruang tunggu rumah sakit, siang hari. Andini dan Aldo duduk di kursi, berdampingan. Ruangan ramai dengan pasien dan pengunjung yang datang dan pergi. Suara bising dari luar terdengar samar-samar. Andini terlihat gelisah dan cemas. Dia memeluk boneka kesayangannya erat-erat. Sesekali, dia melirik ke arah pintu ruang ICU dengan penuh harap.Aldo terlihat bosan dan tidak mengerti apa yang terjadi. Dia sesekali memainkan maianan motor-motoran, tapi perhatiannya mudah teralihkan. Di kursi lain, aku melihat interaksi kedua anakku dengan berjalan mondar-mandir dan gelisah. Sesekali, dia menyeka air mata dengan tisu.Andini berbisik kepada Aldo. "Sebentar lagi, Nenek pasti keluar dari ruang ICU."Aldo Menatap Andini dengan mata polos. "Nenek sakit apa, Kak?"Andini tidak ingin menjelaskan detail. "Nenek sakit parah, Nak. Kita doakan saja agar nenek cepat sembuh."Aldo menundukkan kepala. "Iya, Kak.""Anak-anak, kuatlah. Nenek pasti akan baik-baik saja."Andini tersenyum."Iya, Ma. And
Weni terlihat senang dan lega bisa bertemu dengan cucu-cucunya. Dia tersenyum lebar dan sesekali mengelus rambut Andini dan Aldo. Andini terlihat bahagia bisa melihat neneknya dalam keadaan yang lebih baik. Dia menggenggam tangan neneknya dengan erat. Aldo terlihat penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang neneknya. Dia sesekali bertanya kepada Andini tentang nenek.Weni dengan suara lemah tapi penuh kasih sayang berbincang dengan cucu-cunya."Andini, Aldo... Nenek senang sekali kalian datang."Andini terlihta mendekat dan mencium pipi neneknya. Demikian pula dengan Aldo. Aldo menatap neneknya dengan mata polos. "Nenek, Andini juga senang bisa ketemu Nenek.""Nenek sakit apa?" tanya Aldo.Andini seperti orang dewasa menjelaskan dengan sederhana kepada adiknya. Terkadang jiwa anak sulung sering menjadikan Andini bukan seperti anak yang seusianya."Nenek sakit, Nak. Tapi sekarang Nenek sudah baikan."Aldo menyentuh tangan neneknya. Anak-anak polos yang baru menemukan cinta dari nen
Weni terlihat antusias saat menceritakan kisahnya. Dia sesekali menggunakan tangannya untuk menggambarkan kejadian-kejadian yang dia alami. Aku dan Alvian saling pandang, takut Weni menceritakan hal buruk mengenai hidupnya. Tangan Alvian kugenggam erat untuk menahan rasa yang campur aduk tentang Weni dan keburukannya.Weni memulai ceritanya."Dulu, Nenek tinggal di desa kecil yang jauh dari sini. Nenek hidup bersama orang tua Nenek hingga umur 17 SMA. Kedua orang tua Nenek meninggal dunia akibat kecelakaan. Nenek tak punya siapa-siapa selain keduanya. Selama hidup, ayah dan ibu tidak pernah mengenalkan Nenek dengan keluarganya."GlukKutelan saliva dengan kuat. Kami yang ikut mendengar cerita Weni merasa sedih, di usia muda dia sudah mengalami banyak penderitaan. Kupikir hanya aku yang menderita selama ini, dijauhkan dari keluarga dan suami yang direbut paksa karena harta. Ternyata kisah hidup mertuaku lebih menyedihkan, dia tidak pernah bahagia selama ini.Andini dan Aldo duduk di sa
Kutatap wajah yang pucat tapi masih terlihat cantik. Weni wanita penuh misteri yang membuatku merasa campur aduk antara benci dan sayang. Selama ini mengenalnya dalam diam karena tidak pernah dekat. Sebagai seorang ibu tunggal, dia pasti telah melalui banyak kesulitan dan rintangan dalam hidupnya. Namun, hari ini aku melihatnya dalam keadaan yang rapuh, terbaring di ranjang rumah sakit, dan aku tidak bisa menahan rasa haru dan simpati.Mengetahui kejahatan yang pernah dilakukan hanya untuk beratahan hidup dan mencari kebahgiaan. Alvian sebagai anak angkat tidak tahu yang terjadi dengan ibunya. Begitu rapat Weni menyimpan masa lalu, hingga tidak terendus siapapun.Aku menarik napas mencoba menetralkan perasaanku saat ini. Hari ini anak-anakku akan datang lagi ke rumah sakit ditemani oleh ayah dan ibu. Mereka sudah menganggap Weni bagian dari keluarga yang butuh lebih perhatian. Ibuku tidak pernah bertanya tentang masa lalu Weni dengan ayah. Hatiku merasa tercubit, setia melihat wanita
Beberapa minggu setelah kematian Weni, Alvian melakukan terapi dengan baik. Pengobatan berjalan dengan lancar meskipun secara fisik tidak kembali seperti dulu. Kelebihan yang dimilikinya untuk membaca sikap dan sifat orang lain, hilang. Hal ini tidak membuatku surut untuk tetap mencintai ayah dari anak-anakku.Kami dijodohkan oleh keadaan yang mendesak. Tapi seiring berjalannya waktu meski sering diterpa masalah akhirnya kami dapat bersatu kembali. Usia yang berbeda tidak membuat cinta kamu luntur, bahkan semakin erat untuk saling berbagi dan menyayangi.“Sayang, Riana. Mas akan mengurus usaha milik Yeni yang ada di Kalimantan. Selama ini mama yang memegangnya atas ijinku. Aku tidak ingin perusahaan itu direbut oleh Dewi. Aku tahu dia licik seperti belut.”“Mas yakin dengan kondisi Mas saat ini? Apa tidak sebaiknya meminta orang saja untuk mengurusnya. Aku takut terjadi sesuatu selama perjalanan,” kataku menngungkapkan kekhawatiran.“Ada Roy. Kamu jangan meragukan kemapuan laki-laki i
Alvian merasa bersalah atas apa yang kematian Weni, mamanya. Weni meninggal karena ulah mantan istrinya yang bernama Dewi. Dia mengeluh kepadaku setiap hari selama di Kalimantan tentang perasaannya. Lewat komunikasi jarak jauh aku tetap memantau perkembangan Alvian agar tidak merasa sedirian.“Riana, aku merasa bersalah...”“Ada apa lagi, Sayang? Ceritakan padaku.”“Aku merasa bersalah atas kematian mama. Seandainya aku tidak menikah dengan Dewi, mungkin mama tidak akan mengalami kecelakaan itu.”“Kamu tidak bersalah atas apa yang terjadi. Dewi yang telah melakukan kejahatan, dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Yang menyuruhmu menikag adalah mama, jangan kau salahkan dirimu, Mas.”“Tapi aku tidak bisa menghilangkan rasa bersalah ini, Sayang. Aku merasa seolah-olah aku telah mengecewakan mama.”Aku menatap susmiku lewat layar kaca. Semenjak kecelakaan yang menimpanya. Pikiran Alvian sering kalut dan terkadang sulit untuk dikendalikan tentang perasaannya. Emosinya sering
Kami saat ini sedang berkumpul untuk merayakan unversari pernikahanku dengan Alvian. Gedung mewah menjadi momen kebahagiaan kami yang sudah mengaruhi bahtera rumag tangga selama 15 tahun. Undangan para kolega dan sahabat kami berikan memperingati kebahgiaan kami saat ini. Aku dan Alvian berdiri menatap para tamu yang datang. Sari dengan keluarganya, Siti dengan calon tunagannya. Hari yang membuat kami bahagia setelah melewati semuanya dengan penuh ketegangan selama ini. Cahaya lampu kristal yang berkilauan menerangi ruangan ballroom yang megah. Alunan musik romantis mengalun merdu diiringi tarian para tamu undangan. Di tengah keramaian, aku dan Alvian berdiri bergandengan tangan, saling menatap dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Malam ini adalah malam spesial, malam di mana kami merayakan 15 tahun pernikahan kami. Lima belas tahun telah berlalu sejak kami mengucapkan janji suci pernikahan hanya di depan para saksi dan keluarga. Perjalanan pernikahan kami tidak selalu mulus. Ada rin
Sebagai manusia, kita hanya punya rencana. Selebihnya adalah Tuhan yang punya kuasa. Aku dan Alvian tidak hentinya bersyukur dengan kondisi kami saat ini. denga cobaan yang sering datang silih berganti dengan keterbatasan kemampuan akhirnya kami berhasil melewati semua ini dengan baik. Perjodohan dari sebuah perjanjian yang menjadikan kami pelajaran hidup yang tidak bisa digantikan. Benih-benih cinta tumbuh seiring perjalanan cinta yang luar biasa. Kami tidak sangka jika akan dipertemukan dalam situasi sepertisaat ini di mana Alvian yang uasianya jauh di atasku menjadi suamiku dengan semua ketulusan dan kasih sayangnya. Di malam hari, saat bulan bersinar kami mengungkapkan rasa cinta dengan dari dalam diri dengan penuh kekaguman. Aku memandangi Alvian dengan penuh kasih sayang. Kubalut tubuh polos kami dalam selimut tebal dengan mengungkapkan kata-kata mesra. “Mas, tak pernah kubayangkan perjodohan yang awalnya terasa asing dan penuh keraguan ini, justru mengantarkan kita pada cinta
Lima tahun berlalu, persahabatanku dengan Sari dan Hendra tidak pernah putus meski mereka tidak lagi menjadi bagian milik kami. Sari membuka usaha baru dengan toko makanan sebagai pendamping butiknya yang masih kecil dengan Hendra. Ditambah kedua orang tuanya ikut membantu usahanya seperti ayah dan ibuku. Sari dan Hendra bagaikan dua pasang sepatu yang serasi. Sejak awal pernikahan mereka, mereka selalu saling mendukung dan bahu membahu dalam segala hal. Semangat kewirausahaan yang mereka miliki mendorong mereka untuk membangun usaha bersama. Awalnya, mereka memulai usaha kecil-kecilan di rumah. Sari, dengan bakat memasaknya yang luar biasa, mulai membuat kue dan camilan rumahan. Hendra, yang pandai dalam hal pemasaran dan penjualan, mempromosikan produk Sari melalui media sosial dan menjajaki pasar online. Usaha mereka yang kecil perlahan-lahan mulai berkembang. Kue dan camilan Sari mendapat banyak pujian dari pelanggan karena kelezatan dan kualitasnya. Hendra pun berhasil memperlu
Alvian, dengan tekad dan kegigihannya, berhasil mengembangkan perusahaan milik Yeni hingga mencapai puncak kejayaan. Perusahaan yang dulunya hanya sebuah usaha kecil di Medan, kini telah menjelma menjadi raksasa di bidangnya, dengan jangkauan yang mendunia. Alvian melangkah dengan penuh keyakinan dan tekad di lorong-lorong kantor pusat perusahaan Yeni. Dasi yang rapi dan kemeja putihnya tak lekang oleh keringat yang membasahi dahinya. Tatapan matanya tajam dan berbinar, memancarkan aura optimisme yang tak tergoyahkan. Langkahnya tegas dan penuh tujuan, seolah-olah dia tahu persis ke mana dia ingin pergi dan apa yang ingin dia capai. Di balik kesuksesan Alvian, tersembunyi sebuah perjuangan panjang dan penuh rintangan. Dia memulai karirnya di perusahaan Yeni sebagai karyawan biasa, dengan gaji yang pas-pasan dan jam kerja yang panjang. Namun, dia tidak pernah puas dengan keadaan yang ada. Dia selalu memiliki mimpi besar untuk membawa perusahaan Yeni ke puncak kejayaan. “Mas, melihat
Andini dan Aldo, dua buah hatiku, tumbuh dengan pesat, mekar menjadi tunas-tunas cerdas dan berprestasi. Kecerdasan mereka bagaikan mentari pagi, menerangi setiap langkah mereka. Di bangku sekolah, mereka selalu bersinar, menorehkan prestasi demi prestasi. Andini, si sulung, dengan kecerdasannya yang analitis, selalu unggul dalam bidang matematika dan sains. Ia bagaikan kompas yang selalu menunjukkan arah yang tepat, memecahkan setiap soal dengan kejelian dan logika yang luar biasa. Malam hari di ruang keluarga, setelah makan malam. Aku dan Alvian duduk di sofa, menikmati teh hangat sambil berbincang tentang anak-anak. "Mas, kamu lihat Andini dan Aldo hari ini? Mereka benar-benar luar biasa!" "Iya, aku juga perhatikan. Prestasi mereka di sekolah selalu membanggakan." "Andini, si sulung, makin jago aja nih di bidang matematika. Dia selalu mendapatkan nilai sempurna di setiap ujian." "Iya, dia memang cerdas dan tekun belajar. Aku yakin dia akan menjadi seorang yang sukses di masa de
Akhirnya Sari dan Hendra mendapatkan kebahagiaan dengan pernikahannya. Kami sekeluarga sangat senang dengan kondisi Sari yang telah diterima oleh kedua orang tuanya pasca penolakan. Mereka tetap bekerja di butik milikku. Hendra sedikir demi sedikit diajari oleh Alvian tentang cara membuka usaha baru agar tidak dipandang rendah oleh kedua mertuanya. Dia mengajarkan bagaimana bertanggung jawab kepada keluarga besar Sari yang tinggal bersamanya. Setahun berlalu, kami, aku dan Sari memiliki keluarga yang bahagia dengan pencapaian masing-masing. Aku tidak lagi memperkerjakan Sari di butik karena dia sudah memilih usaha barunya bersama suami meski hanya kecil-kecilan. Kedua orng tuanya sudah mulai menerima Hendra yang menyayangi Sari dan keluarganya tanpa pilih kasih. Sari juga sudah dikaruniai seorang anak dari pernikahannya. Hawa hangat pagi hari menyelimuti rumah kecil Sari dan Hendra. Suara tawa riang anak mereka, Dinda, terdengar dari ruang tamu. Sari sedang menyiapkan sarapan di dapu
Pernikahan Sari dan Hendra dilangsungkan dengan khidmat dan penuh kebahagiaan. Suasana dipenuhi dengan tawa, haru, dan doa dari keluarga dan teman-teman yang hadir. Sari yang terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin putih, tak henti-hentinya memancarkan aura kebahagiaan. Hendra pun tampak gagah dan berseri-seri di sisinya.Suara musik pernikahan mengalun merdu mengiringi langkah kaki Sari yang anggun menuju altar. Gaun putihnya yang berkilauan bagaikan gaun putri, memantulkan cahaya lampu yang menerangi ruangan. Hendra, sang mempelai pria, sudah menunggunya dengan penuh kerinduan di altar.Upacara pernikahan dipimpin oleh seorang penghulu yang terkenal bijaksana. Doa-doa dipanjatkan untuk kelancaran pernikahan mereka dan agar mereka selalu dilimpahi kebahagiaan."Sari, maukah kau menjadi istriku?" tanya Hendra dengan suara mantap."Ya, Hendra," jawab Sari dengan suara bergetar karena haru. "Aku bersedia menjadi istrimu."Suara tepuk tangan dan sorak-sorai menggema di ru
Melihat betapa rumitnya hubungan mereka, aku tak kuasa untuk melepaskan masalah ini. Sari sudah banyak membantuku selama aku dalam kesulitan. Demi sahabat aku dan Alvian akan berbicara dengan kedua orangtuanya Sari. Usia Sari sudah waktunya untuk berumah tangga. Selama ini ia selalu menghindar dari perkotaan karena tidak cocok dan tidak cinta dengan calon suaminya. Cinta tidak dapat dipaksakan, demikian juga dengan hati. Pengalaman mengajarkan aku untuk tidak memaksaku diri atas cinta. Kalau cinta seimbang dan sama-ada rasa tidak masalah. Tetapi jika cinta bertepuk sebelah tangan, jangan berharap akan bahagia untuk selamanya. "Sayang, kita harus bantu Sari. Aku ingin dia bersama dengan Hendra. Dia lelaki baik yang selama ini aku kenal. Alvian yang sering bersama anak-anak menoleh ke arahku. Aku belum cerita tentang Sari dan masalahnya. Andini dan Aldo yang bermain akhirnya masuk ke dalam kamar. Mereka tahu kedua orang tuanya sedang membicarakan masalah serius. Inilah kelebihan anak
Cahaya rembulan menembus jendela kamar Sari, menemaninya yang terduduk di atas ranjang. Air mata membasahi pipinya, membasahi surat yang baru saja dia baca. Surat itu berisi penolakan keras dari orang tuanya terhadap hubungannya dengan Hendra."Aku bingung harus bagaimana, Riana. Orang tuaku tidak merestui hubungan aku dengan Hendra. Hatiku terasa bagaikan teriris pisau. Aku tak habis pikir mengapa orang tuaku begitu menentang hubunganku dengan Hendra. Bagiku, Hendra adalah cinta sejati, pria yang selalu membuatku bahagia dan selalu ada untukku.”Aku mengusap punggung Sari yang baru bercerita setelah aku mendesaknya. Awalnya dia menolak tak ingin hubungannya yang belum mendapat restu diketahui oleh publik. Bagaimanapun Sari adalah orang terdekat yang membantuku selama ini. Dalam keadaan susah sekalipun dia tidak pernah pergi dari sisiku.Di tengah kesedihan yang tak berujung, Sari teringat padaku yang tadi memergoki mereka sedang berdua di dalam ruangan. Meski aku tidak ingin ikut cam