Kutatap wajah yang pucat tapi masih terlihat cantik. Weni wanita penuh misteri yang membuatku merasa campur aduk antara benci dan sayang. Selama ini mengenalnya dalam diam karena tidak pernah dekat. Sebagai seorang ibu tunggal, dia pasti telah melalui banyak kesulitan dan rintangan dalam hidupnya. Namun, hari ini aku melihatnya dalam keadaan yang rapuh, terbaring di ranjang rumah sakit, dan aku tidak bisa menahan rasa haru dan simpati.Mengetahui kejahatan yang pernah dilakukan hanya untuk beratahan hidup dan mencari kebahgiaan. Alvian sebagai anak angkat tidak tahu yang terjadi dengan ibunya. Begitu rapat Weni menyimpan masa lalu, hingga tidak terendus siapapun.Aku menarik napas mencoba menetralkan perasaanku saat ini. Hari ini anak-anakku akan datang lagi ke rumah sakit ditemani oleh ayah dan ibu. Mereka sudah menganggap Weni bagian dari keluarga yang butuh lebih perhatian. Ibuku tidak pernah bertanya tentang masa lalu Weni dengan ayah. Hatiku merasa tercubit, setia melihat wanita
Beberapa minggu setelah kematian Weni, Alvian melakukan terapi dengan baik. Pengobatan berjalan dengan lancar meskipun secara fisik tidak kembali seperti dulu. Kelebihan yang dimilikinya untuk membaca sikap dan sifat orang lain, hilang. Hal ini tidak membuatku surut untuk tetap mencintai ayah dari anak-anakku.Kami dijodohkan oleh keadaan yang mendesak. Tapi seiring berjalannya waktu meski sering diterpa masalah akhirnya kami dapat bersatu kembali. Usia yang berbeda tidak membuat cinta kamu luntur, bahkan semakin erat untuk saling berbagi dan menyayangi.“Sayang, Riana. Mas akan mengurus usaha milik Yeni yang ada di Kalimantan. Selama ini mama yang memegangnya atas ijinku. Aku tidak ingin perusahaan itu direbut oleh Dewi. Aku tahu dia licik seperti belut.”“Mas yakin dengan kondisi Mas saat ini? Apa tidak sebaiknya meminta orang saja untuk mengurusnya. Aku takut terjadi sesuatu selama perjalanan,” kataku menngungkapkan kekhawatiran.“Ada Roy. Kamu jangan meragukan kemapuan laki-laki i
Alvian merasa bersalah atas apa yang kematian Weni, mamanya. Weni meninggal karena ulah mantan istrinya yang bernama Dewi. Dia mengeluh kepadaku setiap hari selama di Kalimantan tentang perasaannya. Lewat komunikasi jarak jauh aku tetap memantau perkembangan Alvian agar tidak merasa sedirian.“Riana, aku merasa bersalah...”“Ada apa lagi, Sayang? Ceritakan padaku.”“Aku merasa bersalah atas kematian mama. Seandainya aku tidak menikah dengan Dewi, mungkin mama tidak akan mengalami kecelakaan itu.”“Kamu tidak bersalah atas apa yang terjadi. Dewi yang telah melakukan kejahatan, dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Yang menyuruhmu menikag adalah mama, jangan kau salahkan dirimu, Mas.”“Tapi aku tidak bisa menghilangkan rasa bersalah ini, Sayang. Aku merasa seolah-olah aku telah mengecewakan mama.”Aku menatap susmiku lewat layar kaca. Semenjak kecelakaan yang menimpanya. Pikiran Alvian sering kalut dan terkadang sulit untuk dikendalikan tentang perasaannya. Emosinya sering
Alvian berdiri di depan foto Weni, mama angkatnya yang tewas kerean penyakit yang disebabkan racun yang diberikan oleh sesorang. Rasa duka dan amarah bercampur aduk dalam dirinya. Ia yakin bahwa kejadian itu bukan murni sebuah musibah, melainkan sebuah skenario jahat yang didalangi oleh Dewi, mantan istrinya.“Mas, kamu kenapa lagi. Aku sangat cemas melihatmu seperti ini.”Aku tetap memantau Alvian hampir setiap jam. Roy akhir-akhir ini mengabarkan jika Alvian sering terlihat aneh dan menyendiri.“Aku masih belum bisa move on dari Dewi. Aku ingin membalas dendam padanya, Riana. Tolong kamu restui aku untuk ini. Aku tetap tidak akan tenang sebalum dendam ini terbalas. Paling tidak kesalahannya kepada mama terbayar di penjara.”“Mas Alvian, aku benar-benar khawatir dengan kondismu. Biarkan Roy yang mengusut masalah ini. kamu fokus dengan Perusahaan. Jangan sampai sakit kepalamu kambuh dengan masalah rumit ini.”Semenjak kecelakaan, sakit di kepala Alvian sering kambuh. Ia sering dengan
Alvian terlihat duduk lemas di kursi kerjanya. Wajah mengerutkan kening, menunjukkan rasa frustrasi dan kemarahan. Alvian mengatupkan rahangnya, bibir Alvian bergetar, menunjukkan kesedihan dan emosi yang bergejolak.Alvian meneteskan air mata melotot, menunjukkan keterkejutan dan kemarahan menatap kosong ke depan dengan pupil mata melebar, menunjukkan ketakutan dan kewaspadaan. Tangan Alvian mengepalkan tinjunya, menunjukkan kemarahan dan tekad untuk melawan. Gemetar, menunjukkan rasa gugup dan cemas. Tubuh membungkuk ke depan, menunjukkan rasa lelah dan patah semangat.Alvian mondar-mandir, suara Alvian bergetar dan terputus-putus berbicara dengan nada yang tinggi dan tajam, kepada Roy memberikan perintah untuk keluar ruangan. Ia ingin menenangkan diri dan berdamai dengan rasa syok dan ketidakpercayaan. Suamiku menggigit bibir meremas rambut menarik napas dalam-dalam. Terlihat emosi yang ditahan. “Keluarlah, aku hanya ingin sendirian.”Alvian tahu bahwa dia harus bertindak cepat. D
Beberapa hari melakukan penyelidikan kini semua terungkap jelas. Meski bukti sudah dibawa oleh Roy dan Alvian tetapi polisi tetap mendalami kasus yang dilaporkan. Mereka tidak serta merta menerima barang bukti tanpa penyelidikan ulang. Berkat kegigihan Roy dan Alvian ketika menyakinkan petugas pengadilan terhadap Dewi dan Ferdi dapat dilakukan dengan cepat.Hanya dalam hitungan hari polisi berhasil mengungkap kejahatan dan reka ulang peristiwa yang dilakukan oleh Ferdi dan Dewi terhadap Weni, mertuaku. Selama berhari-hari aku menahan kecemasan terhadap suamiku yang lama berjauhan denganku akhirnya berhasil dengan sukses.Dewi dan Ferdi terbukti melakukan persekongkolan sudah mencelakai Weni dengan memberikan racun agar mati perlahan. Mereka juga berusaha merebut perusahaan milik Yeni setelah memperdaya Weni diambang kesakitan. Berdasarkan bukti yang dibawa oleh Alvian dan Roy keduanya tidak dapat membantah tuduhan tersebut. Awal kehidupan yang buruk untuk mereka mendekam di penjara.D
Alvian kembali memimpin perusahaan yeni. Ia kembali ke Jawa setelah menyelesaikan urusan di Kalimantan dengan Dewi dan Ferdi. Tanpa menemui kesulitan Alvian dan Roy tiba di Jawa dengan selamat. Ruang kantor mewah, Alvian menatap ke sekeliling ruangan yang penuh dengan kenangan bersama Yeni. Perlahan, dia kembali merasakan semangat dan tekad untuk memimpin perusahaan ini. Alvian duduk di kursi kebesarannya di kantor, menatap foto Yeni yang terpajang di meja. Wajahnya dihiasi senyum tipis, namun ada seulas kesedihan yang terpancar dari matanya. Kematian Yeni masih meninggalkan luka yang mendalam di hatinya. Dia bangkit dari kursinya dan berjalan ke jendela, memandangi kota yang ramai dari atas. Angin sepoi-sepoi membelai rambutnya, seolah-olah membawa pesan dari Yeni. "Yeni," bisik Alvian, "aku akan meneruskan apa yang telah kau mulai." Alvian bangkit dari kursinya dan berjalan menuju jendela. Dia memandangi kota yang ramai dari atas, dan membayangkan Yeni tersenyum padanya. "Aku a
Aku memendam rasa penasaran di hati dengan kondisi Alvian. Sekarang yang peling penting adalah menyelamatkan Aldo membawanya ke rumah sakit. Kuminta Andini di rumah bersama dengan Siti dan pelayan yang lain.“Aku ingin ikut ke rumah sakit, Ma,” pinta Andini merengek“Jangan dulu, Sayang. Kita tidak tahu berapa lama adek kamu diperiksa. Besok kamu sekolah, ada ulangan. Biar mama dan papa yang memeriksakan adek dulu. Doakan Adek baik-baik saja.”Andini akhirnya lirih dan mau mengerti disituasi yang genting seperti ini. Selama berjalan ke mobil aku lihat wajah Alvian tidak seperti biasanya. Ada kecemasan yang tersembunyi, apa itu tentang kondisi Aldo ataukah yang lain.Tiba di rumah sakit Alvian mengatakan kami hingga di IGD. Kami melihat Aldo terbaring lemah di tempat tidur, wajahnya pucat pasi dan tubuhnya panas membara. Kami panik dan mencaritahu tentang sakitnya Aldo. Selama ini dia selalu baik-baik saja. Bahkan saat kami tinggal bersama dengan pelayan di rumah tidak pernah sakit. Me
Kami saat ini sedang berkumpul untuk merayakan unversari pernikahanku dengan Alvian. Gedung mewah menjadi momen kebahagiaan kami yang sudah mengaruhi bahtera rumag tangga selama 15 tahun. Undangan para kolega dan sahabat kami berikan memperingati kebahgiaan kami saat ini. Aku dan Alvian berdiri menatap para tamu yang datang. Sari dengan keluarganya, Siti dengan calon tunagannya. Hari yang membuat kami bahagia setelah melewati semuanya dengan penuh ketegangan selama ini. Cahaya lampu kristal yang berkilauan menerangi ruangan ballroom yang megah. Alunan musik romantis mengalun merdu diiringi tarian para tamu undangan. Di tengah keramaian, aku dan Alvian berdiri bergandengan tangan, saling menatap dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Malam ini adalah malam spesial, malam di mana kami merayakan 15 tahun pernikahan kami. Lima belas tahun telah berlalu sejak kami mengucapkan janji suci pernikahan hanya di depan para saksi dan keluarga. Perjalanan pernikahan kami tidak selalu mulus. Ada rin
Sebagai manusia, kita hanya punya rencana. Selebihnya adalah Tuhan yang punya kuasa. Aku dan Alvian tidak hentinya bersyukur dengan kondisi kami saat ini. denga cobaan yang sering datang silih berganti dengan keterbatasan kemampuan akhirnya kami berhasil melewati semua ini dengan baik. Perjodohan dari sebuah perjanjian yang menjadikan kami pelajaran hidup yang tidak bisa digantikan. Benih-benih cinta tumbuh seiring perjalanan cinta yang luar biasa. Kami tidak sangka jika akan dipertemukan dalam situasi sepertisaat ini di mana Alvian yang uasianya jauh di atasku menjadi suamiku dengan semua ketulusan dan kasih sayangnya. Di malam hari, saat bulan bersinar kami mengungkapkan rasa cinta dengan dari dalam diri dengan penuh kekaguman. Aku memandangi Alvian dengan penuh kasih sayang. Kubalut tubuh polos kami dalam selimut tebal dengan mengungkapkan kata-kata mesra. “Mas, tak pernah kubayangkan perjodohan yang awalnya terasa asing dan penuh keraguan ini, justru mengantarkan kita pada cinta
Lima tahun berlalu, persahabatanku dengan Sari dan Hendra tidak pernah putus meski mereka tidak lagi menjadi bagian milik kami. Sari membuka usaha baru dengan toko makanan sebagai pendamping butiknya yang masih kecil dengan Hendra. Ditambah kedua orang tuanya ikut membantu usahanya seperti ayah dan ibuku. Sari dan Hendra bagaikan dua pasang sepatu yang serasi. Sejak awal pernikahan mereka, mereka selalu saling mendukung dan bahu membahu dalam segala hal. Semangat kewirausahaan yang mereka miliki mendorong mereka untuk membangun usaha bersama. Awalnya, mereka memulai usaha kecil-kecilan di rumah. Sari, dengan bakat memasaknya yang luar biasa, mulai membuat kue dan camilan rumahan. Hendra, yang pandai dalam hal pemasaran dan penjualan, mempromosikan produk Sari melalui media sosial dan menjajaki pasar online. Usaha mereka yang kecil perlahan-lahan mulai berkembang. Kue dan camilan Sari mendapat banyak pujian dari pelanggan karena kelezatan dan kualitasnya. Hendra pun berhasil memperlu
Alvian, dengan tekad dan kegigihannya, berhasil mengembangkan perusahaan milik Yeni hingga mencapai puncak kejayaan. Perusahaan yang dulunya hanya sebuah usaha kecil di Medan, kini telah menjelma menjadi raksasa di bidangnya, dengan jangkauan yang mendunia. Alvian melangkah dengan penuh keyakinan dan tekad di lorong-lorong kantor pusat perusahaan Yeni. Dasi yang rapi dan kemeja putihnya tak lekang oleh keringat yang membasahi dahinya. Tatapan matanya tajam dan berbinar, memancarkan aura optimisme yang tak tergoyahkan. Langkahnya tegas dan penuh tujuan, seolah-olah dia tahu persis ke mana dia ingin pergi dan apa yang ingin dia capai. Di balik kesuksesan Alvian, tersembunyi sebuah perjuangan panjang dan penuh rintangan. Dia memulai karirnya di perusahaan Yeni sebagai karyawan biasa, dengan gaji yang pas-pasan dan jam kerja yang panjang. Namun, dia tidak pernah puas dengan keadaan yang ada. Dia selalu memiliki mimpi besar untuk membawa perusahaan Yeni ke puncak kejayaan. “Mas, melihat
Andini dan Aldo, dua buah hatiku, tumbuh dengan pesat, mekar menjadi tunas-tunas cerdas dan berprestasi. Kecerdasan mereka bagaikan mentari pagi, menerangi setiap langkah mereka. Di bangku sekolah, mereka selalu bersinar, menorehkan prestasi demi prestasi. Andini, si sulung, dengan kecerdasannya yang analitis, selalu unggul dalam bidang matematika dan sains. Ia bagaikan kompas yang selalu menunjukkan arah yang tepat, memecahkan setiap soal dengan kejelian dan logika yang luar biasa. Malam hari di ruang keluarga, setelah makan malam. Aku dan Alvian duduk di sofa, menikmati teh hangat sambil berbincang tentang anak-anak. "Mas, kamu lihat Andini dan Aldo hari ini? Mereka benar-benar luar biasa!" "Iya, aku juga perhatikan. Prestasi mereka di sekolah selalu membanggakan." "Andini, si sulung, makin jago aja nih di bidang matematika. Dia selalu mendapatkan nilai sempurna di setiap ujian." "Iya, dia memang cerdas dan tekun belajar. Aku yakin dia akan menjadi seorang yang sukses di masa de
Akhirnya Sari dan Hendra mendapatkan kebahagiaan dengan pernikahannya. Kami sekeluarga sangat senang dengan kondisi Sari yang telah diterima oleh kedua orang tuanya pasca penolakan. Mereka tetap bekerja di butik milikku. Hendra sedikir demi sedikit diajari oleh Alvian tentang cara membuka usaha baru agar tidak dipandang rendah oleh kedua mertuanya. Dia mengajarkan bagaimana bertanggung jawab kepada keluarga besar Sari yang tinggal bersamanya. Setahun berlalu, kami, aku dan Sari memiliki keluarga yang bahagia dengan pencapaian masing-masing. Aku tidak lagi memperkerjakan Sari di butik karena dia sudah memilih usaha barunya bersama suami meski hanya kecil-kecilan. Kedua orng tuanya sudah mulai menerima Hendra yang menyayangi Sari dan keluarganya tanpa pilih kasih. Sari juga sudah dikaruniai seorang anak dari pernikahannya. Hawa hangat pagi hari menyelimuti rumah kecil Sari dan Hendra. Suara tawa riang anak mereka, Dinda, terdengar dari ruang tamu. Sari sedang menyiapkan sarapan di dapu
Pernikahan Sari dan Hendra dilangsungkan dengan khidmat dan penuh kebahagiaan. Suasana dipenuhi dengan tawa, haru, dan doa dari keluarga dan teman-teman yang hadir. Sari yang terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin putih, tak henti-hentinya memancarkan aura kebahagiaan. Hendra pun tampak gagah dan berseri-seri di sisinya.Suara musik pernikahan mengalun merdu mengiringi langkah kaki Sari yang anggun menuju altar. Gaun putihnya yang berkilauan bagaikan gaun putri, memantulkan cahaya lampu yang menerangi ruangan. Hendra, sang mempelai pria, sudah menunggunya dengan penuh kerinduan di altar.Upacara pernikahan dipimpin oleh seorang penghulu yang terkenal bijaksana. Doa-doa dipanjatkan untuk kelancaran pernikahan mereka dan agar mereka selalu dilimpahi kebahagiaan."Sari, maukah kau menjadi istriku?" tanya Hendra dengan suara mantap."Ya, Hendra," jawab Sari dengan suara bergetar karena haru. "Aku bersedia menjadi istrimu."Suara tepuk tangan dan sorak-sorai menggema di ru
Melihat betapa rumitnya hubungan mereka, aku tak kuasa untuk melepaskan masalah ini. Sari sudah banyak membantuku selama aku dalam kesulitan. Demi sahabat aku dan Alvian akan berbicara dengan kedua orangtuanya Sari. Usia Sari sudah waktunya untuk berumah tangga. Selama ini ia selalu menghindar dari perkotaan karena tidak cocok dan tidak cinta dengan calon suaminya. Cinta tidak dapat dipaksakan, demikian juga dengan hati. Pengalaman mengajarkan aku untuk tidak memaksaku diri atas cinta. Kalau cinta seimbang dan sama-ada rasa tidak masalah. Tetapi jika cinta bertepuk sebelah tangan, jangan berharap akan bahagia untuk selamanya. "Sayang, kita harus bantu Sari. Aku ingin dia bersama dengan Hendra. Dia lelaki baik yang selama ini aku kenal. Alvian yang sering bersama anak-anak menoleh ke arahku. Aku belum cerita tentang Sari dan masalahnya. Andini dan Aldo yang bermain akhirnya masuk ke dalam kamar. Mereka tahu kedua orang tuanya sedang membicarakan masalah serius. Inilah kelebihan anak
Cahaya rembulan menembus jendela kamar Sari, menemaninya yang terduduk di atas ranjang. Air mata membasahi pipinya, membasahi surat yang baru saja dia baca. Surat itu berisi penolakan keras dari orang tuanya terhadap hubungannya dengan Hendra."Aku bingung harus bagaimana, Riana. Orang tuaku tidak merestui hubungan aku dengan Hendra. Hatiku terasa bagaikan teriris pisau. Aku tak habis pikir mengapa orang tuaku begitu menentang hubunganku dengan Hendra. Bagiku, Hendra adalah cinta sejati, pria yang selalu membuatku bahagia dan selalu ada untukku.”Aku mengusap punggung Sari yang baru bercerita setelah aku mendesaknya. Awalnya dia menolak tak ingin hubungannya yang belum mendapat restu diketahui oleh publik. Bagaimanapun Sari adalah orang terdekat yang membantuku selama ini. Dalam keadaan susah sekalipun dia tidak pernah pergi dari sisiku.Di tengah kesedihan yang tak berujung, Sari teringat padaku yang tadi memergoki mereka sedang berdua di dalam ruangan. Meski aku tidak ingin ikut cam