***"Kita ulang lagi ya, akad nikahnya."Usai kejadian tak terduga, instruksi itu diberikan penghulu pada Aludra juga Arka setelah akad nikah beberapa menit lalu sempat terhenti karena kedatangan tamu yang tak diduga-duga.Tak ada yang menyangka tamu tersebut akan datang ke pesta pernikahan Aludra dan Arka karena semua orang tahu, tamu tersebut tak baik-baik saja.Alula Shaqueena. Tentu saja tamu yang sempat menghentikan akad nikah itu Alula.Ikut pulang dari Swiss bersama Oma dan Opanya, Alula memang tak langsung pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk tidur di hotel karena ingin memberi kejutan untuk semua orang.Dan tentu saja semuanya berhasil. Tak ada yang tak terkejut melihat kehadirannya di tengah-tengah pesta terlebih lagi Aurora yang langsung memberikan Raiden pada Amanda untuk bisa memeluk putri sulungnya yang sudah terlihat baik-baik saja setelah menjalani perawatan selama satu bulan pasca bangun dari koma.Untuk beberapa menit, suasana berubah haru ketika Dewa dan Aludra iku
***"Anak-anak Mama pasti capek ya, Sayang. Tidurnya lelap banget."Resepsi digelar siang hari setelah akad, semua acara selesai pukul empat sore dan kini—pukul delapan malam, Aludra juga keluarganya sudah kembali berada di rumah.Bahkan Aludra sudah selesai menidurkan kedua bayinya di kamar."Tidur yang lelap ya, De. Mama malam ini tidur sama Papa, enggak di sini," kata Aludra.Malam pertama, Aludra cukup peka untuk kembali tidur di kamarnya dan untuk si kembar, malam ini akan tidur dijaga Aurora juga Dewa dengan beberapa stok asip di freezer yang masih tersedia.Untuk malam ini saja, baik Dewa maupun Aurora ingin Arka dan Aludra menghabiskan waktu berdua tanpa harus repot dengan si kembar."Ra, udah tidur?"Aludra menoleh ketika Aurora datang sendiri ke kamarnya. Tak lagi memakai dress, Aurora sudah santai dengan blouse satin khusus untuk tidur."Udah, Ma," kata Aludra. "Papa mana?""Di pinggir kolam belakang, lagi ngobrol sama Alula," kata Aurora."Ma.""Ya?""Kak Lula udah cerita?
***"Mas, ih! Kalau aku hamil gimana?"Usai bercinta, biasanya pasangan lain akan bermesraan atau melakukan hal romantis lainnya, tapi tidak dengan Aludra dan Arka yang justru cekcok setelah keluar dari kamar mandi—lebih tepatnya Aludra yang marah-marah karena Arka justru terlihat santai."Kalau hamil ya enggak apa-apa, ada suaminya ini, kan?" tanya Arka santai—membuat Aludra yang sudah duduk di pinggir kasur sambil memakai bathrobes langsung melemparkan bantal ke arah suaminya yang masih bertelanjang dada."Mas, aku serius!""Terus kamu pikir, aku becanda?" tanya Arka. "Aku juga serius kali."Aludra mendengkus sambil menatap tajam Arka yang kini sudah berbalik untuk mengambil pakaian tidur di lemari."Regan sama Raiden baru tiga bulan," ucap Aludra. "Kalau aku hamil, mereka akan punya adik di usia satu tahun. Enggak lucu.""Lucu-lucu aja tuh, banyak anak banyak rezeki.""Mas ih, nyebelin!" ujar Aludra.Aludra pikir setelah dia sempat berseru agar Arka menghentikan kegiatan panas mere
***"Dapur apa kamar? Dapur dulu deh, lapar."Berdiri di depan pintu kamar Aludra, Arka sempat dilema memutuskan untuk pergi ke mana lebih dulu setelah meninggalkan istrinya yang asyik video call bersama Arsya.Tak memerlukan waktu lama, pilihan Arka jatuh ke dapur karena perutnya tiba-tiba saja keroncongan.Berjalan menuruni tangga, dia bergegas untuk mengambil makanan yang bisa dia ambil di sana—terutama yang praktis, roti misalnya.Hampir dua bulan tinggal di rumah Dewa untuk menjaga si kembar, Arka memang sudah tak merasa asing lagi dengan suasana rumah mertuanya itu, bahkan sekarang dia mulai terbiasa seperti tuan rumah.Tak malu-malu, Arka leluasa mengambil makanan apapun di dapur—sangat berbeda dengan ketika dia baru menikah dengan Alula dulu."Ngambil roti aja deh biar prak-"Arka berhenti di ambang pintu ketika melihat seorang perempuan berdiri di depan meja makan. Entah sedang apa, yang jelas perempuan itu terlihat berdiri sambil memandangi sebuah baskom berukuran sedang.Se
***"Tidur aja, Lu. Udah malam.""Enggak, Ma. Lula mau nemenin Mama."Tak mengganggu Aludra dan Arka sama sekali, malam ini Aurora mengambil penuh kendali untuk menjaga Regan maupun Raiden. Awalnya, dia akan menjaga kedua cucunya bersama sang suami. Namun, Alula dengan senang hati menawarkan diri untuk menemani sang mama tidur di kamar si kembar.Dan kini ketika Raiden terbangun karena ingin menyusu, Alula ikut bangun menemani Aurora yang duduk di sofa sambil menggendang cucunya dan memberikan susu di botol."Kamu baru sembuh, harus banyak istirahat," ucap Aurora."Lula udah lama sembuh, enggak perlu lagi istirahat.""Lagian tega banget kamu, sadar hampir dua bulan enggak ngabarin Mama sama Papa," ucap Aurora dengan suara sepelan mungkin agar tak mengganggu Raiden yang mulai terlelap kembali sambil menyusu."Lula cuman mau kasih kejutan buat semuanya," kata Alula. "Eh ternyata Lula juga dikasih kejutan sama kalian, dengan kabar pernikahan Rara sama Arka.""Enggak pake Mas lagi manggi
***"Sip, udah sampe."Damar melepaskan kedua tangannya dari kemudi ketika sedan hitam yang dia kendarai akhirnya sampai di depan gerbang rumah Arsya.Rutinitas setiap hari. Pulang kantor, Damar selalu ke rumah sakit untuk menjemput dan mengantarkan Arsya pulang. Kadang malam, kadang sore, waktu pulang dokter cantik itu tak menentu—tergantung kesibukan di rumah sakit.Dan malam ini kebetulan Arsya bisa pulang lebih awal. Tak menunggu gelap, pukul lima sore dia sudah sampai di rumah."Mampir dulu enggak?" tanya Arsya.Tak langsung menjawab, Damar memandang tunangannya itu. "Kalau enggak mampir, kamu marah enggak?" tanyanya."Kenapa enggak mau mampir?""Capek, pengen rebahan," kata Damar. "Siang ini hectic banget di kantor."Bukan remaja lagi, Arsya tak merengek sama sekali. Dia mengangguk—menyetujui keputusan calon suaminya untuk tak mampir dulu ke rumahnya."Oh, oke enggak apa-apa," kata Arsya. "Langsung pulang aja. Mandi, terus istirahat.""Enggak marah?""Enggaklah," kata Arsya tanp
***"Seriusan mau pindahan minggu ini?"Memasang wajah terkejut, Dewa melontarkan pertanyaan tersebut pada Aludra dan Arka ketika keduanya mengungkapkan rencana mereka untuk segera pindah ke Bandung dalam waktu dekat.Bagaimanapun juga, Arka memiliki rumah di sana. Sayang rasanya jika rumah tersebut terlalu lama dibiarkan, karena membelinya pun tak cukup dengan uang sedikit.Uang untuk membeli rumah di kawasan Dago tersebut adalah tabungan Arka selama beberapa tahun."Iya, Pa. Nanti rencananya hari sabtu," kata Arka."Sabtu?" Dewa menaikkan sebelah alis lalu setelahnya dia melirik Aurora yang duduk di samping kanan bersama Alula.Saat ini mereka memang sedang makan malam bersama—memanfaatkan waktu santai Aludra karena Regan dan Raiden tidur di waktu yang bersamaan."Sekarang hari apa, Ra?" tanya Dewa pada sang istri."Kamis," kata Aurora."Dua malam lagi dong kalian di sini?" tanya Dewa."Iya, Pa," ucap Aludra. "Nanti hari sabtu Mama Manda sama Papa Dirga ke sini buat jemput.""Enggak
***"Tumben banget si kembar enggak bangun. Padahal tidurnya tadi habis maghrib.""Mungkin mereka lagi ngantuk banget."Aludra yang berdiri diantara kedua box bayinya langsung menoleh lalu memandang Arka yang saat ini tengah duduk di sofa.Pergi dari ruang makan, Aludra dan Arka sudah berdiam diri di kamar bayi selama hampir setengah jam untuk menjaga Regan maupun Raiden.Sebenarnya bukan hanya menjaga, tapi juga tidur di sana. Tak mau merepotkan orang lain, Aludra maupun Arka sepakat mengerem keinginan mereka demi anak-anak."Gitu ya?""Iya," jawab Arka. Dia kemudian mengulurkan tangannya—menepuk bagian kosong sofa di sampingnya. "Sini duduk, enggak pegel apa berdiri terus?"Aludra tersenyum lalu duduk di samping Arka dan menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. "Seneng banget aku, Mas," ucapnya. "Kamu sama anak-anak buat hidup aku sempurna."Arka merangkul Aludra lalu mendaratkan sebuah kecupan di kening istrinya. "Sayang kamu," ucapnya."Sayang kamu juga.""Mau tidur sekarang?""
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu