***"Tumben banget si kembar enggak bangun. Padahal tidurnya tadi habis maghrib.""Mungkin mereka lagi ngantuk banget."Aludra yang berdiri diantara kedua box bayinya langsung menoleh lalu memandang Arka yang saat ini tengah duduk di sofa.Pergi dari ruang makan, Aludra dan Arka sudah berdiam diri di kamar bayi selama hampir setengah jam untuk menjaga Regan maupun Raiden.Sebenarnya bukan hanya menjaga, tapi juga tidur di sana. Tak mau merepotkan orang lain, Aludra maupun Arka sepakat mengerem keinginan mereka demi anak-anak."Gitu ya?""Iya," jawab Arka. Dia kemudian mengulurkan tangannya—menepuk bagian kosong sofa di sampingnya. "Sini duduk, enggak pegel apa berdiri terus?"Aludra tersenyum lalu duduk di samping Arka dan menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. "Seneng banget aku, Mas," ucapnya. "Kamu sama anak-anak buat hidup aku sempurna."Arka merangkul Aludra lalu mendaratkan sebuah kecupan di kening istrinya. "Sayang kamu," ucapnya."Sayang kamu juga.""Mau tidur sekarang?""
***"Lu bangun, Lu."Mengabaikan badannya yang basah kuyup, Dewa terus menepuk pipi Alula agar putri sulungnya itu terbangun.Entah mengalami kram atau apa, setelah terjatuh ke kolam, Alula tak bisa naik ke permukaan. Kedalaman kolam yang hampir menyentuh dua meter juga membuat Aludra tak berani untuk menolong karena memang kemampuan berenangnya belum sepandai Alula.Beruntung, ketika Aludra panik, Dewa dan Aurora datang dan tentu saja yang dilakukan Dewa adalah turun ke kolam untuk menolong putri sulungnya.Berhasil diselamatkan, Alula sudah terlanjur tak sadarkan diri."Alula sayang, bangun," kata Dewa. Tak lagi menepuk pipi, Dewa mulai menekan dada Alula dengan kedua telapak tangannya."Kasih napas buatan, Mas," ucap Aurora—masih dengan raut wajah yang panik. "Iya."Dewa berusaha melakukan napas buatan. Namun, Alula tak kunjung bangun. Tak mau putrinya semakin kedinginan, dia akhirnya memutuskan untuk menggendong Alula masuk diikuti Aurora juga Aludra."Ganti dulu bajunya," perint
***"Udah masuk semua, Ar?"Arka yang baru saja selesai memasukkan barang-barang ke mobil seketika langsung menoleh pada Dewa yang pagi ini datang menghampiri sambil menggendong Regan."Udah, Pa."Bersikap tegas setelah semalam merasa tersinggung, Arka benar-benar mengajak Aludra pulang ke Bandung pagi ini.Semalaman dia membereskan semua bajunya, Aludra, juga si kembar lalu memasukkan semua ke dalam koper tanpa ada satu pun yang tertinggal."Masuk semua kopernya?" tanya Dewa."Masuk, Pa. Dua di bagasi, dua di jok belakang," kata Arka. Hanya membawa baju tanpa perlengkapan bayi berukuran besar yang dimiliki si kembar, Arka memang hanya membutuhkan empat koper untuk semuanya.Box bayi, stroller, juga perlengkapan yang sulit dibawa sengaja ditinggal karena di Bandung, Amanda dan Dirga sudah membeli semuanya untuk Regan maupun Raiden.Bahkan sudah sejak kemarin Amanda dan Dirga, dibantu Aksa juga Ananta membersihkan rumah Arka di Dago. Tak hanya itu, Amanda dan Ananta juga sudah menata d
***"Ish, kenapa enggak diangkat sih?!"Sekali lagi Aurora mendesah ketika panggilannya untuk Dewa tak kunjung dijawab. Padahal, sudah dua kali dia berusaha menghubungi suaminya itu.Usai ngambek seperti anak kecil karena masalah sepele, Aurora memang memilih pergi ke kamar Alula untuk membawakan putri sulungnya itu sarapan.Setengah jam di kamar Alula, Amanda turun kembali ke dapur dan dia cukup dikejutkan karena di lantai bawah ternyata sudah tak ada siapa-siapa selain pelayan.Bertanya pada Mbak Tita, Aurora tak mendapat jawaban spesifik karena pelayan kesayangan Aludra itu hanya berkata jika Aludra dan yang lainnya ternyata pergi lima belas menit yang lalu."Mas Dewa, kamu kenapa sih?" tanya Aurora. Tak di kamar Alula, Aurora memilih untuk menelepon suaminya di kamar sendiri karena memang setelah sarapan Alula meminum obat lalu beristirahat.Sekali lagi, Aurora kembali menghubungi nomor Dewa. Cukup lama menunggu, panggilannya kali ini akhirnya dijawab dan yang pertama didengar Au
***"Ra, kita udah sampai."Menghentikan mobilnya tepat di depan garasi, Arka melepas seat belt lalu menepuk pipi Aludra yang sejak tadi tertidur sambil memeluk Raiden.Menempuh perjalanan selama tiga jam setelah beberapa kali sempat terjebak macet, akhirnya Arka dan yang lainnya kembali sampai di Dago Village—perumahan tempat Aksa dan Arka tinggal."Ra, Sayang. Bangun, udah sampai."Merasa terganggu, Aludra membuka matanya lalu mengerjap beberapa kali. Setelah itu dia baru melirik Arka yang saat ini menatapnya."Mas," sapa Aludra."Kenyang tidurnya?" tanya Arka."Udah sampe?""Ud-"Ucapan Arka terpotong ketika Aksa mengetuk kaca mobil mereka sambil berkata, "Turun kalian, udah sampai. Nanti mesra-mesraannya di rumah.""Ck."Tak mau Aksa semakin rempong, Arka akhirnya membuka pintu mobil lalu turun. Mengitari Range Rovernya, dia membukakan pintu bagian kiri agar Aludra bisa turun."Pegel enggak?" tanya Arka. "Kalau pegel biar aku yang gendong Raiden.""Dikit sih, tapi enggak apa-apa.
***"Ra, kamu di mana?"Masuk ke dalam kamar, pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Arka ketika di sana dia tak mendapati Aludra. Padahal, menurut informasi Bi Minah istrinya itu harusnya berada di kamar.Minggu pagi, Arka bersama Aksa pergi jogging bersama tanpa istri mereka karena Ananta yang sibuk dengan si kembar sementara Aludra merasa tak enak badan.Regan dan Raiden? Kedua bayi tersebut seperti biasa sudah diboyong ke rumah Amanda tadi pagi. Karena kondisi Aludra yang kurang fit sejak kedatangannya ke Bandung jumat lalu, si kembar memang lebih sering menghabiskan waktu bersama Amanda.Memanfaatkan rumah yang sekarang dekat, Amanda dengan senang hati merawat kedua cucunya—sesuai janji dia pada Aludra.Tentunya apa yang dilakukan Amanda tak lantas membuat Ananta cemburu, karena dulu pun ketika Danial dan Azura lahir, Amanda melakukan hal serupa."Di sini, Mas. Sebentar," kata Aludra.Tak menunggu terlalu lama, pintu kamar mandi terbuka dan Aludra datang dari sana dengan penamp
***"Yakin enggak mau ke rumah sakit buat periksa?"Aludra yang sedang berjalan menuju balkon di pinggir kolam seketika langsung berhenti ketika pertanyaan itu kembali diucapkan Arka untuk yang kesekian kalinya pasca membaca hasil test tadi pagi."Enggak usah, Mas," kata Aludra. Melanjutkan langkahnya, dia berjongkok di atas karpet yang sudah disiapkan di sana lalu menyimpan dua toples camilan di karpet tersebut.Mendapat telepon dari Dewa yang ternyata sudah di jalan menuju Bandung, Aludra dan Arka memang langsung bersiap-siap.Tak di ruang tamu ataupun ruang tengah, keduanya memutuskan untuk mengajak anggota keluarga mereka nanti untuk berkumpul di pinggir kolam karena diantara semua bagian rumah, balkon di pinggir kolam memang tempat paling nyaman untuk berkumpul."Tapi kamu muntah lho tadi, Ra," kata Arka—ikut meletakkan dua piring cake di karpet. "Kalau bukan hamil, kenapa coba? Pasti ada sesuatu, kan?""Masuk angin kali."Belum beruntung, kedua testpack yang digunakan Aludra sam
***"Masih sakit enggak?"Memandang wajah Aludra, raut khawatir tercetak jelas di wajah Arka. Bukan ke kamar mandi, Aludra ternyata pergi ke kamarnya setelah izin pada anggota keluarga besar dan ketika ditanya kenapa, perempuan tersebut hanya bilang sakit perut.Sebenarnya Arka sudah berniat untuk segera membawa Aludra ke rumah sakit. Namun, dengan segera perempuan itu menolak dengan alasan tak apa-apa.Aludra bilang sakit perutnya wajar karena mungkin dia akan kembali mengalami datang bulan setelah empat bulan kelahiran si kembar."Sedikit," kata Aludra. Untuk meredakan sakit, dia sengaja tidur dengan posisi telungkup sambil memegangi bagian atas perutnya.Tak sepenuhnya jujur, Aludra berkata sebaliknya pada Arka. Tak bicara jujur tentang bagian perut mana yang sakit, Aludra menunjukkan bagian perut bawah agar suaminya itu yakin jika dirinya memang baik-baik saja.Tentu saja. Bukan hanya Arka, Aludra pun berusaha yakin jika dirinya memang baik-baik saja. Ini hanya sakit biasa dan mem
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu