***"Masih sakit enggak?"Memandang wajah Aludra, raut khawatir tercetak jelas di wajah Arka. Bukan ke kamar mandi, Aludra ternyata pergi ke kamarnya setelah izin pada anggota keluarga besar dan ketika ditanya kenapa, perempuan tersebut hanya bilang sakit perut.Sebenarnya Arka sudah berniat untuk segera membawa Aludra ke rumah sakit. Namun, dengan segera perempuan itu menolak dengan alasan tak apa-apa.Aludra bilang sakit perutnya wajar karena mungkin dia akan kembali mengalami datang bulan setelah empat bulan kelahiran si kembar."Sedikit," kata Aludra. Untuk meredakan sakit, dia sengaja tidur dengan posisi telungkup sambil memegangi bagian atas perutnya.Tak sepenuhnya jujur, Aludra berkata sebaliknya pada Arka. Tak bicara jujur tentang bagian perut mana yang sakit, Aludra menunjukkan bagian perut bawah agar suaminya itu yakin jika dirinya memang baik-baik saja.Tentu saja. Bukan hanya Arka, Aludra pun berusaha yakin jika dirinya memang baik-baik saja. Ini hanya sakit biasa dan mem
***"Mas Arka sayang! Sarapannya udah jadi nih! Makan yuk!"Sambil menggendong Regan di depan dengan gendongan m shape, Aludra melangkahkan kakinya menaikki satu-persatu undakkan tangga untuk menghampiri Arka yang sepertinya masih berada di kamar.Hari ini adalah minggu kedua Arka kembali bekerja di kantor Dirga dan semuanya berjalan dengan lancar.Seperti biasa—sebagai istri yang baik, tugas Aludra setiap harinya adalah menyiapkan pakaian juga sarapan untuk Arka karena pekerjaan rumah yang dihandle penuh oleh Bi Minah.Arka ke kantor, yang dilakukan Aludra adalah mengurus si kembar dibantu Amanda yang selalu datang setelah Dirga pergi ke kantor.Dulu, Aludra pikir semua itu merepotkan, tapi ternyata setelah dijalani, menjadi seorang ibu tidak seburuk yang dia pikirkan karena mungkin dari sekian banyak ibu muda, Aludra beruntung.Tak perlu mengurus rumah, dia hanya perlu mengurus anak dan suami.Ah, Aludra kadang takjub sendiri dengan kehebatan para perempuan di dunia yang sudah menja
***"Semoga aku emang enggak apa-apa."Berdiri di depan cermin, Aludra bergumam pelan sambil menyisir rambut coklatnya yang panjang.Siang ini—setelah kejadian mencengangkan tadi pagi, Aludra memutuskan untuk pergi ke dokter tanpa sepengetahuan siapapun.Bukan tak izin, tadi pagi Aludra sudah izin pada Arka untuk keluar siang ini, tapi dia tentunya tak berkata ke mana tujuan sesungguhnya karena ketika Arka bertanya ke mana dan dengan siapa, Aludra menjawab;"Aku mau makan siang doang sama temen SMA yang kebetulan nikah sama orang Bandung juga."Tak hanya pada Arka, jawaban serupa juga dia ucapkan pada Amanda ketika menitipkan Regan dan Raiden untuk beberapa saat.Sekali lagi, Aludra tak mau membuat semua orang khawatir padanya karena belum tentu juga dia mengidap sebuah penyakit."Aludra, kamu pasti baik-baik aja," ujar Aludra pada pantulan wajahnya setelah penampilan dia saat ini sudah rapi. "Demi Mas Arka sama anak-anak, kamu harus baik-baik aja."Menyambar clutch berisi dompet dan
***"Saya sakit apa, Dokter?"Dokter perempuan di depan Aludra menghela napas sebelum menjawab pertanyaan yang diucapkan pasien di depannya ini sementara tatapannya tak berpaling sama sekali dari Aludra yang terlihat sangat tegang menunggu jawaban."Dokter, saya nunggu lho," kata Aludra mengingatkan, agar Dokter tersebut segera menyebutkan penyakit apa yang diderita Aludra sekarang. "Saya sakit apa?""Organ hati Bu Aludra mengalami kerusakan," ucap dokter tersebut pada akhirnya. Dari name tag yang dia pakai, Aludra kini tahu nama dokter itu adalah dokter Mayang."Kerusakan?" tanya Aludra. Masih berusaha bersikap tenang, dia memandang dokter Mayang penuh tanya. "Maksud dokter gimana?""Beberapa sel jaringan pada organ hati Bu Aludra rusak dan sudah tak berfungsi," ucap dokter Mayang. "Itulah sebabnya Bu Aludra sering mengalami mual muntah, nafsu makan berkurang bahkan muntah darah.""Jadi hati saya rusak?" tanya Aludra sambil menyentuh bagian bawah dada sebelah kanan. "Ini.""Iya, Bu,"
***"Tumben banget udah tiduran? Biasanya masih nonton drakor sambil nungguin anak-anak."Pulang sekitar pukul tujuh malam karena pekerjaan mendadak, pertanyaan tersebut langsung terucap dari bibir Arka saat melihat Aludra sudah tidur di dengan posisi miring di tempat tidur memakai selimut.Padahal, biasanya setiap dia pulang baik itu sore maupun malam, Aludra setia menjemput ke depan pintu jika si kembar sudah tidur."Pengen aja, Mas. Mager," jawab Aludra dengan suara sebiasa mungkin karena pada kenyataannya saat ini dia sedang berusaha mati-matian menahan tangis.Pukul enam sore tadi, ketika Aludra baru saja selesai menidurkan Regan maupun Raiden yang terlelap secara bersamaan, rasa sakit di perut bagian atasnya kembali muncul dan tentu saja semakin sakit dari biasanya.Tak mau Arka tahu, Aludra memilih untuk berbaring dengan selimut agar suaminya itu tak curiga."Udah makan malam?" tanya Arka sambil mengendurkan dasi juga melepas satu-persatu kancing kemeja di depan cermin."Udah,"
***"Mau pake ayam enggak?""Boleh, dadanya aja.""Oke."Tak melulu menyerang, ada kalanya semua rasa sakit yang selalu dirasakan Aludra hilang tak bersisa—membuat dia seolah sedang baik-baik saja.Setengah jam lalu, Aludra rasanya ingin mati saja karena rasa sakit di perut yang menyiksa juga darah yang keluar dari hidungnya.Namun, sekarang Aludra sudah kembali seperti biasa. Tak merasakan sakit, dia kembali baik-baik saja—bahkan bisa melaksanakan kewajibannya melayani Arka.Seperti bom waktu, Aludra tak tahu kapan saja rasa sakit itu akan datang, tapi yang jelas dia selalu berharap semuanya datang ketika tak ada Arka atau Amanda di rumah agar Aludra tak perlu berusaha menyembunyikan sakitnya itu.Entah sampai kapan akan terus bersembunyi, yang jelas Aludra belum siap jika semua orang tahu kalau dia mengidap sebuah penyakit.Aludra tak mau orang-orang mengkhawatirkannya dan tentu saja dia juga tak mau merepotkan banyak orang.Dan yang paling penting, Aludra tak ingin membuat Arka sed
***"Aku sayang kamu."Ucapan itu terucap dari bibir Arka ketika bibirnya mendarat dengan sempurna di kening Aludra sesaat setelah keduanya selesai melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim.Shalat isya berjamaah. Sebuah rutinitas yang hampir setiap malam dilakukan Arka bersama Aludra.Tak bisa melaksanakan shalat lain secara berjamaah, Arka dan Aludra memilih waktu isya untuk melakukan semuanya. Terkadang, jika waktunya luang, Arka sering mengajak Aludra membaca Al Quran bersama karena cita-citanya memang hanya satu.Menjadi imam untuk Aludra di dunia maupun di akhirat nanti. Meskipun nantinya di dunia, mereka akan dipisahkan oleh maut, Arka selalu berharap Tuhan berbaik hati dengan mempersatukan dia dengan Aludra kembali di Surga-Nya nanti."Aku juga sayang kamu," kata Aludra. Masih memakai mukena, dia bersandar pada pinggiran kasur sambil memandang Arka yang masih duduk dengan pakaian muslim juga sarung dan peci. "Mas.""Hm.""Aku selalu suka dengan penampilan kamu yang kaya gi
***"Kapan kamu luang?"Dewa yang sedang menyantap roti sandwichnya seketika langsung berhenti lalu memandang Aurora sambil menaikkan sebelah alisnya."Luang apa? Ambigu banget kamu," tanya Dewa."Luang enggak ada kerjaan dong, Mas," kata Aurora. "Luang apalagi emangnya? Minggu kemarin kan kamu sabtu-minggu kerja. Minggu depan gitu juga enggak?""Kenapa emangnya?""Pengen ke Bandung," kata Aurora. "Kangen Aludra."Tumben.""Apanya yang tumben?" tanya Aurora."Kamu tumben banget kangen sama Aludra.""Kamu ih, apaan sih?" tanya Aurora tak suka. "Aku ibunya. Wajar kali kalau aku kangen sama anakku.""Jauh dikangenin, deket diomelin.""Bahas itu lagi?" tanya Aurora. "Semuanya udah kelar lho, aku bahkan udah minta maaf juga kan, sama Rara? Kenapa ngungkit terus?""Santai aja, enggak usah ngegas," celetuk Dewa. "Sensitif banget, kamu.""Ucapan kamu menyebalkan.""Morning Ma, Pa." Perdebatan Aurora dan Dewa terhenti ketika Alula yang sudah rapi dengan pakaian kantornya datang sambil membawa
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu