***"Capek."Arsya menghela napas sambil menyandarkan kepalanya di bahu Damar ketika mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan tangan yang saling bertautan."Capek banget ya?" tanya Damar."Banget," kata Arsya. "Hari ini pasien banyak. Untungnya ada dokter baru yang bantu periksa pasien.""Dokter baru?" tanya Damar."Iya, dia lulusan salah satu universitas Seoul," kata Arsya."Dokter kandungan juga?""Bukan, dia dokter umum," kata Arsya. "Umurnya juga masih muda. Kalau enggak salah dua lima.""Oh, kirain," ujar Damar. "Dokternya cewek apa cowok?"Mendengar pertanyaan Damar, Arsya berhenti melangkah—membuat sang kekasih pun melakukan hal serupa. "Ngapain nanya itu?" tanya Arsya penuh selidik."Pengen tau aja sih," kata Damar. "Kalau dokter, aku mau kasih peringatan ke dia supaya jaga jarak sama kamu, soalnya kamu punya aku.""Kalau cewek?" tanya Arsya."Mau minta nomor hpnya," celetuk Damar yang langsung membuat Arsya refleks memukul bahunya."Nakal kamu!""Sakit, Sya.""Su
“Anak-anak mana ya, Mas. Kok belum dibawa ke sini juga.""Mungkin lagi diperiksa dulu. Tunggu sebentar ya.""Aku susul deh.""Tunggu aja.""Ish, lama."Finally, setelah tiga minggu menjalani perawatan, Aludra dan si kembar akhirnya bisa pulang. Dijemput keluarga besar, Amanda dan Aurora bertugas untuk mengambil Regan juga Raiden dari ruang NICU, sementara Dewa sedang melunasi semua biaya perawatan.Arka? Tentu saja dia berada di kamar rawat—membantu Aludra membereskan semua barang-barangnya. Tak sedikit, ketika dikumpulkan, barang-barang Aludra—seperti hair driyer, sisir, juga yang lainnya menghabiskan satu ruang di sebuah koper hitam berukuran sedang."Pagi Mama, Regan datang."Aludra maupun Arka sontak menoleh pada Amanda yang datang lebih dulu sambil mendorong stroller berwarna abu."Raiden siap pulang."Senyuman Aludra dan Arka semakin merekah ketika Aurora menyusul masuk sambil mendorong stroller yang sama dengan yang di dorong Amanda.Bukan stroller biasa, stroller abu tersebut
***"Jadinya mau yang mana, Ra?"Aludra menatap bingung sebuah album di depannya. Hampir setengah jam berlalu melihat berbagai contoh undangan pernikagan, dia belum juga menemukan yang cocok karena memang jika bisa, Aludra ingin semuanya.Semua contoh undangan yang diberikan pihak percetakan terlihat sangat bagus dan Aludra tak bisa memilih salah satu."Enggak tau," kata Aludra pada akhirnya.Satu bulan berlalu sejak lamaran Arka untuk Aludra, pesta pernikahan yang akan digelar sebulan lagi mulai dipersiapkan.Sebenarnya Aludra dan Arka sempat berencana untuk hanya menggelar akad nikah sederhana di rumah saja tanpa pesta.Namun, tentu saja semua itu tak disetujui Dewa. Aludra dan Arka memang pernah bersanding di pelaminan bahkan duduk berdua di depan penghulu, tapi semua itu atas nama Alula, bukan Aludra.Dan sekarang, Dewa ingin menggelar pesta pernikahan benar-benar atas nama Aludra.Tak akan terlalu mewah, pesta pernikahan rencananya akan digelar di area outdoor sebuah hotel berbin
***"Ra, masih nyusuin?"Aludra yang sejak tadi duduk di sofa sambil menggendong Regan, seketika langsung menoleh ketika Aurora menyembulkan kepalanya di pintu."Kenapa, Ma?" tanya Aludra."Mbak Felicya udah datang," ungkap Aurora."Siapa?"Aurora menghela napas. "Kok siapa?" tanyanya. "Designer baju kamulah, Ra. Gaun kamu udah jadi katanya, cobain dulu. Oh ya, Arka mana?""Di balkon lagi gendong Raiden, tadi nangisnya barengan," ucap Aludra."Ya udah kalau gitu momong dulu aja ya, nanti kalau mereka tidur, kamu sama Arka turun ke bawah.""Iya, Ma."Setelahnya Aurora kembali pergi untuk menghampiri lagi designer yang dipercayakan khusus untuk menangani semua baju yang akan dipakai di acara pernikahan Aludra juga Arka dua minggu lagi.Tak hanya menangani gaun juga tuxedo Arka, Felicya—salah satu designer ternama itu juga mengurus semua dress Aurora juga Amanda yang nantinya akan diseragamkan juga tentunya tuxedo untuk Dirga dan Dewa yang selaras."Akhirnya baby Regan bobo juga," kata A
***"Akhirnya bisa istirahat juga."Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas putih yang dia pakai, Raina berjalan menyusuri koridor rumah sakit untuk pergi ke depan. Seperti biasa, jam istirahat akhirnya tiba. Masih berstatus baru, belum banyak tugas yang harus dilakukan Raina dan ketika jam makan tiba, dia bisa beristirahat tanpa hambatan."Siang ini enaknya makan ap ... Damar?"Dari jarak beberapa meter, kedua mata Raina menyipit ketika dia tak sengaja melihat Damar duduk di sebuah bangku taman rumah sakit.Terdiam untuk sejenak, pada akhirnya Raina memutuskan untuk menghampiri pria itu."Hai," sapa Raina yang langsung membuat Damar menoleh."Rai," sapa Damar."Lagi ngapain?" tanya Raina. "Dokter Arsyanya mana?"Meskipun sudah sepakat untuk saling memanggil nama. Di rumah sakit, Raina tetap bersikap profesional dengan memanggil Arsya memakai embel-embel sebagai bentuk hormat dia sebagai dokter junior alias baru."Lagi operasi," kata Damar. "Katanya ada yang mau cessar dan dia d
***"Jangan lama ya, Mas. Aku tunggu.""Iya, Ra. Ini aku langsung beli kok, tunggu ya.""Aku tunggu di taman komplek.""Aman enggak?""Aman, rame kok tempatnya.""Oke, tunggu di sana ya.""Iyaps."Aludra memutuskan sambungan telepon bersama Arka lalu mengukir senyum sambil mengecup layar ponsel beberapa kali.Malam ini Aludra tiba-tiba saja menginginkan martabak. Tak meminta pegawai rumah untuk membeli, dia memilih untuk menelepon Arka untuk membawakannya martabak sebagai bentuk modus karena ingin bertemu.Seminggu sebelum hari pernikahan, Arka tak lagi tinggal di rumah Aludra. Atas kesepakatan kedua keluarga, calon pasangan pengantin itu mulai menjalani pingitan dan tidak boleh bertemu sampai hari pernikahan berlangsung besok pagi.Namun, tentu saja Aludra yang nakal ngeyel ingin bertemu karena rindu. Meskipun, selama seminggu mereka rutin melakukan video call tetap saja rasanya berbeda.Aludra ingin melihat Arka secara langsung. Ya, dia akan bersembunyi lalu keluar dari rumah dan me
***"Ra, Regan pengen mimi."Aludra yang sudah hampir setengah jam duduk di kursi seketika langsung menoleh setelah mendengar ucapan Aurora yang datang ke kamarnya sambil menggendong Regan.Tak diam, bayi tiga bulan tersebut menangis di pangkuan sang Oma karena kehausan setelah kareka sejak bangun hingga sekarang—sudah tampan dengan tuxedo hitam, bayi itu belum sempat menyusu."Kan ada asip Rara di freezer, Ma," kata Aludra."Takut enggak cukup, nanti kan kamu sibuk," ucap Aurora. "Udah kasih mimi dulu aja sambil dirias. Enggak akan ganggu deh kayanya.""Ya udah siniin," kata Aludra sambil mengulurkan kedua tangannya untuk mengambil Regan dari tangan Aurora."Mbak, enggak apa-apa kan itu anak saya nyusuin sambil gendong bayi?" tanya Aurora pada Aneu—sang MUA yang disewa khusus untuk merias Aludra."Enggak apa-apa, Bu. Selagi tenang, enggak ganggu kok.""Cup, cup, cup, anak Mama sayang jangan nangis ya, Nak. Ini mimi dulu," kata Aludra sambil membuka kancing piyama agar Regan bisa meny
***"Kita ulang lagi ya, akad nikahnya."Usai kejadian tak terduga, instruksi itu diberikan penghulu pada Aludra juga Arka setelah akad nikah beberapa menit lalu sempat terhenti karena kedatangan tamu yang tak diduga-duga.Tak ada yang menyangka tamu tersebut akan datang ke pesta pernikahan Aludra dan Arka karena semua orang tahu, tamu tersebut tak baik-baik saja.Alula Shaqueena. Tentu saja tamu yang sempat menghentikan akad nikah itu Alula.Ikut pulang dari Swiss bersama Oma dan Opanya, Alula memang tak langsung pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk tidur di hotel karena ingin memberi kejutan untuk semua orang.Dan tentu saja semuanya berhasil. Tak ada yang tak terkejut melihat kehadirannya di tengah-tengah pesta terlebih lagi Aurora yang langsung memberikan Raiden pada Amanda untuk bisa memeluk putri sulungnya yang sudah terlihat baik-baik saja setelah menjalani perawatan selama satu bulan pasca bangun dari koma.Untuk beberapa menit, suasana berubah haru ketika Dewa dan Aludra iku
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu