***"Aku mau temenan sama Raina.""Uhuk!"Arka yang sedang menyantap mie ayam seketika terbatuk mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut Aludra."Mas, kamu kenapa?"Panik, Aludra langsung mengambil sebotol air mineral lalu memberikannya pada Arka."Ah, ya ampun," kata Arka sambil mengusap pinggiran bibirnya yang sedikit kotor karena bumbu mie ayam.Malam ini—seperti biasa, tugas Arka menjaga Aludra. Selesai menyuapi kekasihnya makan malam, Arka memesan mie ayam lalu menyantapnya sambil mendengarkan Aludra yang bercerita tentang Raina, termasuk hubungan gadis itu dengan Dewa.Awalnya Arka sempat takut dan khawatir ketika Aludra bilang Raina bekerja sebagai dokter, tapi penjelasan tentang Raina yang ternyata sudah berhasil membalaskan dendam pada Aludra membuatnya sedikit lega.Namun, mendengar pernyataan Aludra yang tiba-tiba saja ingin berteman dengan Raina tentu saja cukup terkejut. Pasalnya, Aludra dan Raina bisa dibilang orang asing atau mantan musuh yang baru saja bert
***"Capek."Arsya menghela napas sambil menyandarkan kepalanya di bahu Damar ketika mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan tangan yang saling bertautan."Capek banget ya?" tanya Damar."Banget," kata Arsya. "Hari ini pasien banyak. Untungnya ada dokter baru yang bantu periksa pasien.""Dokter baru?" tanya Damar."Iya, dia lulusan salah satu universitas Seoul," kata Arsya."Dokter kandungan juga?""Bukan, dia dokter umum," kata Arsya. "Umurnya juga masih muda. Kalau enggak salah dua lima.""Oh, kirain," ujar Damar. "Dokternya cewek apa cowok?"Mendengar pertanyaan Damar, Arsya berhenti melangkah—membuat sang kekasih pun melakukan hal serupa. "Ngapain nanya itu?" tanya Arsya penuh selidik."Pengen tau aja sih," kata Damar. "Kalau dokter, aku mau kasih peringatan ke dia supaya jaga jarak sama kamu, soalnya kamu punya aku.""Kalau cewek?" tanya Arsya."Mau minta nomor hpnya," celetuk Damar yang langsung membuat Arsya refleks memukul bahunya."Nakal kamu!""Sakit, Sya.""Su
“Anak-anak mana ya, Mas. Kok belum dibawa ke sini juga.""Mungkin lagi diperiksa dulu. Tunggu sebentar ya.""Aku susul deh.""Tunggu aja.""Ish, lama."Finally, setelah tiga minggu menjalani perawatan, Aludra dan si kembar akhirnya bisa pulang. Dijemput keluarga besar, Amanda dan Aurora bertugas untuk mengambil Regan juga Raiden dari ruang NICU, sementara Dewa sedang melunasi semua biaya perawatan.Arka? Tentu saja dia berada di kamar rawat—membantu Aludra membereskan semua barang-barangnya. Tak sedikit, ketika dikumpulkan, barang-barang Aludra—seperti hair driyer, sisir, juga yang lainnya menghabiskan satu ruang di sebuah koper hitam berukuran sedang."Pagi Mama, Regan datang."Aludra maupun Arka sontak menoleh pada Amanda yang datang lebih dulu sambil mendorong stroller berwarna abu."Raiden siap pulang."Senyuman Aludra dan Arka semakin merekah ketika Aurora menyusul masuk sambil mendorong stroller yang sama dengan yang di dorong Amanda.Bukan stroller biasa, stroller abu tersebut
***"Jadinya mau yang mana, Ra?"Aludra menatap bingung sebuah album di depannya. Hampir setengah jam berlalu melihat berbagai contoh undangan pernikagan, dia belum juga menemukan yang cocok karena memang jika bisa, Aludra ingin semuanya.Semua contoh undangan yang diberikan pihak percetakan terlihat sangat bagus dan Aludra tak bisa memilih salah satu."Enggak tau," kata Aludra pada akhirnya.Satu bulan berlalu sejak lamaran Arka untuk Aludra, pesta pernikahan yang akan digelar sebulan lagi mulai dipersiapkan.Sebenarnya Aludra dan Arka sempat berencana untuk hanya menggelar akad nikah sederhana di rumah saja tanpa pesta.Namun, tentu saja semua itu tak disetujui Dewa. Aludra dan Arka memang pernah bersanding di pelaminan bahkan duduk berdua di depan penghulu, tapi semua itu atas nama Alula, bukan Aludra.Dan sekarang, Dewa ingin menggelar pesta pernikahan benar-benar atas nama Aludra.Tak akan terlalu mewah, pesta pernikahan rencananya akan digelar di area outdoor sebuah hotel berbin
***"Ra, masih nyusuin?"Aludra yang sejak tadi duduk di sofa sambil menggendong Regan, seketika langsung menoleh ketika Aurora menyembulkan kepalanya di pintu."Kenapa, Ma?" tanya Aludra."Mbak Felicya udah datang," ungkap Aurora."Siapa?"Aurora menghela napas. "Kok siapa?" tanyanya. "Designer baju kamulah, Ra. Gaun kamu udah jadi katanya, cobain dulu. Oh ya, Arka mana?""Di balkon lagi gendong Raiden, tadi nangisnya barengan," ucap Aludra."Ya udah kalau gitu momong dulu aja ya, nanti kalau mereka tidur, kamu sama Arka turun ke bawah.""Iya, Ma."Setelahnya Aurora kembali pergi untuk menghampiri lagi designer yang dipercayakan khusus untuk menangani semua baju yang akan dipakai di acara pernikahan Aludra juga Arka dua minggu lagi.Tak hanya menangani gaun juga tuxedo Arka, Felicya—salah satu designer ternama itu juga mengurus semua dress Aurora juga Amanda yang nantinya akan diseragamkan juga tentunya tuxedo untuk Dirga dan Dewa yang selaras."Akhirnya baby Regan bobo juga," kata A
***"Akhirnya bisa istirahat juga."Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas putih yang dia pakai, Raina berjalan menyusuri koridor rumah sakit untuk pergi ke depan. Seperti biasa, jam istirahat akhirnya tiba. Masih berstatus baru, belum banyak tugas yang harus dilakukan Raina dan ketika jam makan tiba, dia bisa beristirahat tanpa hambatan."Siang ini enaknya makan ap ... Damar?"Dari jarak beberapa meter, kedua mata Raina menyipit ketika dia tak sengaja melihat Damar duduk di sebuah bangku taman rumah sakit.Terdiam untuk sejenak, pada akhirnya Raina memutuskan untuk menghampiri pria itu."Hai," sapa Raina yang langsung membuat Damar menoleh."Rai," sapa Damar."Lagi ngapain?" tanya Raina. "Dokter Arsyanya mana?"Meskipun sudah sepakat untuk saling memanggil nama. Di rumah sakit, Raina tetap bersikap profesional dengan memanggil Arsya memakai embel-embel sebagai bentuk hormat dia sebagai dokter junior alias baru."Lagi operasi," kata Damar. "Katanya ada yang mau cessar dan dia d
***"Jangan lama ya, Mas. Aku tunggu.""Iya, Ra. Ini aku langsung beli kok, tunggu ya.""Aku tunggu di taman komplek.""Aman enggak?""Aman, rame kok tempatnya.""Oke, tunggu di sana ya.""Iyaps."Aludra memutuskan sambungan telepon bersama Arka lalu mengukir senyum sambil mengecup layar ponsel beberapa kali.Malam ini Aludra tiba-tiba saja menginginkan martabak. Tak meminta pegawai rumah untuk membeli, dia memilih untuk menelepon Arka untuk membawakannya martabak sebagai bentuk modus karena ingin bertemu.Seminggu sebelum hari pernikahan, Arka tak lagi tinggal di rumah Aludra. Atas kesepakatan kedua keluarga, calon pasangan pengantin itu mulai menjalani pingitan dan tidak boleh bertemu sampai hari pernikahan berlangsung besok pagi.Namun, tentu saja Aludra yang nakal ngeyel ingin bertemu karena rindu. Meskipun, selama seminggu mereka rutin melakukan video call tetap saja rasanya berbeda.Aludra ingin melihat Arka secara langsung. Ya, dia akan bersembunyi lalu keluar dari rumah dan me
***"Ra, Regan pengen mimi."Aludra yang sudah hampir setengah jam duduk di kursi seketika langsung menoleh setelah mendengar ucapan Aurora yang datang ke kamarnya sambil menggendong Regan.Tak diam, bayi tiga bulan tersebut menangis di pangkuan sang Oma karena kehausan setelah kareka sejak bangun hingga sekarang—sudah tampan dengan tuxedo hitam, bayi itu belum sempat menyusu."Kan ada asip Rara di freezer, Ma," kata Aludra."Takut enggak cukup, nanti kan kamu sibuk," ucap Aurora. "Udah kasih mimi dulu aja sambil dirias. Enggak akan ganggu deh kayanya.""Ya udah siniin," kata Aludra sambil mengulurkan kedua tangannya untuk mengambil Regan dari tangan Aurora."Mbak, enggak apa-apa kan itu anak saya nyusuin sambil gendong bayi?" tanya Aurora pada Aneu—sang MUA yang disewa khusus untuk merias Aludra."Enggak apa-apa, Bu. Selagi tenang, enggak ganggu kok.""Cup, cup, cup, anak Mama sayang jangan nangis ya, Nak. Ini mimi dulu," kata Aludra sambil membuka kancing piyama agar Regan bisa meny