***"Jadi gimana, Pa. Marvel percaya, kan?"Dewa dan Aurora datang ke rumah sakit untuk menjenguk, pertanyaan tersebut langsung diucapkan Aludra pada sang Papa yang kini duduk di sofa dengan wajah yang terlihat cukup lelah."Hm." Dewa bergumam sambil memandang Aludra lalu Aurora yang duduk di sampingnya.Hanya bertiga, Amanda sudah berpamitan untuk kembali ke apartemen karena memang mereka menerapkan sistem bergantian untuk menjaga Aludra.Amanda dari pagi hingga siang, Aurora siang hingga malam, lalu Arka dari sore hingga besok pagi—menginap di rumah sakit. Tak punya catatan buruk juga memiliki attitude baik, Dewa cukup percaya pada Arka menjaga Aludra semalaman.Dan terbukti, selama di rumah sakit—selain mencium Aludra, Arka tak pernah melakukan sesuatu yang macam-macam."Kok malah hm sih, Pa? Rara tanya lho ini?" tanya Aludra merajuk.Dewa tersenyum tipis. Mengabaikan rasa lelah, dia beranjak dari sofa lalu berpindah tempat—duduk di pinggir ranjang Aludra."Papa harus jawab apa?" t
***"Papa ambil dulu pizzanya di lobi ya, Mang kurir katanya malas ke atas."Sampai di rooftoop beberapa menit lalu, Dewa langsung berpamitan kembali pada Aludra untuk turun ke lantai bawah setelah menerima pesan dari pengantar pizza yang memintanya menjemput makanan di lobi rumah sakit."Iya, Pa. Jangan lama ya, Rara lapar," kata Aludra sambil mengelus perutnya mulai keroncongan."Siap, tunggu ya," kata Dewa. "Oke."Dewa pergi, Aludra memainkan kedua kakinya sambil duduk di sebuah bangku yang tersedia di sana hingga tak lama seorang perempuan menghampirinya.Raina. Setelah tak sengaja bertemu di depan lift, Aludra kini tahu sebuah fakta tentang Raina yaitu; dia mengenal Dewa.Bukan hubungan istimewa, Raina dan Dewa hanya pernah bertemu sekali di Korea selatan tepatnya dua tahun lalu ketika Dewa menemui klien bisnisnya di negeri ginseng tersebut.Menurut cerita Raina yang masih ingat dengan kejadian dua tahun lalu, dulu saat dia pulang kuliah tengah malam, Raina dicegat dua preman ya
***"Aku mau temenan sama Raina.""Uhuk!"Arka yang sedang menyantap mie ayam seketika terbatuk mendengar pernyataan spontan yang keluar dari mulut Aludra."Mas, kamu kenapa?"Panik, Aludra langsung mengambil sebotol air mineral lalu memberikannya pada Arka."Ah, ya ampun," kata Arka sambil mengusap pinggiran bibirnya yang sedikit kotor karena bumbu mie ayam.Malam ini—seperti biasa, tugas Arka menjaga Aludra. Selesai menyuapi kekasihnya makan malam, Arka memesan mie ayam lalu menyantapnya sambil mendengarkan Aludra yang bercerita tentang Raina, termasuk hubungan gadis itu dengan Dewa.Awalnya Arka sempat takut dan khawatir ketika Aludra bilang Raina bekerja sebagai dokter, tapi penjelasan tentang Raina yang ternyata sudah berhasil membalaskan dendam pada Aludra membuatnya sedikit lega.Namun, mendengar pernyataan Aludra yang tiba-tiba saja ingin berteman dengan Raina tentu saja cukup terkejut. Pasalnya, Aludra dan Raina bisa dibilang orang asing atau mantan musuh yang baru saja bert
***"Capek."Arsya menghela napas sambil menyandarkan kepalanya di bahu Damar ketika mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan tangan yang saling bertautan."Capek banget ya?" tanya Damar."Banget," kata Arsya. "Hari ini pasien banyak. Untungnya ada dokter baru yang bantu periksa pasien.""Dokter baru?" tanya Damar."Iya, dia lulusan salah satu universitas Seoul," kata Arsya."Dokter kandungan juga?""Bukan, dia dokter umum," kata Arsya. "Umurnya juga masih muda. Kalau enggak salah dua lima.""Oh, kirain," ujar Damar. "Dokternya cewek apa cowok?"Mendengar pertanyaan Damar, Arsya berhenti melangkah—membuat sang kekasih pun melakukan hal serupa. "Ngapain nanya itu?" tanya Arsya penuh selidik."Pengen tau aja sih," kata Damar. "Kalau dokter, aku mau kasih peringatan ke dia supaya jaga jarak sama kamu, soalnya kamu punya aku.""Kalau cewek?" tanya Arsya."Mau minta nomor hpnya," celetuk Damar yang langsung membuat Arsya refleks memukul bahunya."Nakal kamu!""Sakit, Sya.""Su
“Anak-anak mana ya, Mas. Kok belum dibawa ke sini juga.""Mungkin lagi diperiksa dulu. Tunggu sebentar ya.""Aku susul deh.""Tunggu aja.""Ish, lama."Finally, setelah tiga minggu menjalani perawatan, Aludra dan si kembar akhirnya bisa pulang. Dijemput keluarga besar, Amanda dan Aurora bertugas untuk mengambil Regan juga Raiden dari ruang NICU, sementara Dewa sedang melunasi semua biaya perawatan.Arka? Tentu saja dia berada di kamar rawat—membantu Aludra membereskan semua barang-barangnya. Tak sedikit, ketika dikumpulkan, barang-barang Aludra—seperti hair driyer, sisir, juga yang lainnya menghabiskan satu ruang di sebuah koper hitam berukuran sedang."Pagi Mama, Regan datang."Aludra maupun Arka sontak menoleh pada Amanda yang datang lebih dulu sambil mendorong stroller berwarna abu."Raiden siap pulang."Senyuman Aludra dan Arka semakin merekah ketika Aurora menyusul masuk sambil mendorong stroller yang sama dengan yang di dorong Amanda.Bukan stroller biasa, stroller abu tersebut
***"Jadinya mau yang mana, Ra?"Aludra menatap bingung sebuah album di depannya. Hampir setengah jam berlalu melihat berbagai contoh undangan pernikagan, dia belum juga menemukan yang cocok karena memang jika bisa, Aludra ingin semuanya.Semua contoh undangan yang diberikan pihak percetakan terlihat sangat bagus dan Aludra tak bisa memilih salah satu."Enggak tau," kata Aludra pada akhirnya.Satu bulan berlalu sejak lamaran Arka untuk Aludra, pesta pernikahan yang akan digelar sebulan lagi mulai dipersiapkan.Sebenarnya Aludra dan Arka sempat berencana untuk hanya menggelar akad nikah sederhana di rumah saja tanpa pesta.Namun, tentu saja semua itu tak disetujui Dewa. Aludra dan Arka memang pernah bersanding di pelaminan bahkan duduk berdua di depan penghulu, tapi semua itu atas nama Alula, bukan Aludra.Dan sekarang, Dewa ingin menggelar pesta pernikahan benar-benar atas nama Aludra.Tak akan terlalu mewah, pesta pernikahan rencananya akan digelar di area outdoor sebuah hotel berbin
***"Ra, masih nyusuin?"Aludra yang sejak tadi duduk di sofa sambil menggendong Regan, seketika langsung menoleh ketika Aurora menyembulkan kepalanya di pintu."Kenapa, Ma?" tanya Aludra."Mbak Felicya udah datang," ungkap Aurora."Siapa?"Aurora menghela napas. "Kok siapa?" tanyanya. "Designer baju kamulah, Ra. Gaun kamu udah jadi katanya, cobain dulu. Oh ya, Arka mana?""Di balkon lagi gendong Raiden, tadi nangisnya barengan," ucap Aludra."Ya udah kalau gitu momong dulu aja ya, nanti kalau mereka tidur, kamu sama Arka turun ke bawah.""Iya, Ma."Setelahnya Aurora kembali pergi untuk menghampiri lagi designer yang dipercayakan khusus untuk menangani semua baju yang akan dipakai di acara pernikahan Aludra juga Arka dua minggu lagi.Tak hanya menangani gaun juga tuxedo Arka, Felicya—salah satu designer ternama itu juga mengurus semua dress Aurora juga Amanda yang nantinya akan diseragamkan juga tentunya tuxedo untuk Dirga dan Dewa yang selaras."Akhirnya baby Regan bobo juga," kata A
***"Akhirnya bisa istirahat juga."Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas putih yang dia pakai, Raina berjalan menyusuri koridor rumah sakit untuk pergi ke depan. Seperti biasa, jam istirahat akhirnya tiba. Masih berstatus baru, belum banyak tugas yang harus dilakukan Raina dan ketika jam makan tiba, dia bisa beristirahat tanpa hambatan."Siang ini enaknya makan ap ... Damar?"Dari jarak beberapa meter, kedua mata Raina menyipit ketika dia tak sengaja melihat Damar duduk di sebuah bangku taman rumah sakit.Terdiam untuk sejenak, pada akhirnya Raina memutuskan untuk menghampiri pria itu."Hai," sapa Raina yang langsung membuat Damar menoleh."Rai," sapa Damar."Lagi ngapain?" tanya Raina. "Dokter Arsyanya mana?"Meskipun sudah sepakat untuk saling memanggil nama. Di rumah sakit, Raina tetap bersikap profesional dengan memanggil Arsya memakai embel-embel sebagai bentuk hormat dia sebagai dokter junior alias baru."Lagi operasi," kata Damar. "Katanya ada yang mau cessar dan dia d