Regan dan Selly kembali ke acara pesta. Kali ini Regan hanya pasrah saat kedua orang tuanya dan orang tua Regan membahas pertunangan yang akan diadakan dalam satu minggu. Walaupun masih berat, akan tetapi dia ingat bagaimana Selly berjanji.
“Jadi kalian nanti tinggal datang untuk fitting gaun pengantin dan mencari cincin saja, selebihnya biar Mama yang urus,” ucap Melisa pada Selly dan Regan.Selly tersenyum dan mengangguk. Regan masih dengan ekspresi datarnya. Hingga Selly menyenggolnya, baru dia mengangguk.Pesta usai, semua keluarga pulang, termasuk keluarga Regan.“Kamu jangan capek-capek ya, Sayang,” ucap Lana pada calon mantunya.“Iya, Bi.”“Sekarang panggil Mama, mengerti!” Lana memberikan peringatan penuh.“Baik, Ma.” Selly selalu senang dengan Lana-calon mertuanya. Dia memang sangat baik. Sedari kecil, dia sudah menganggap Selly anaknya sendiri. Namun, kini status itu jelas karena dia akan menjadi anak mantunya.Keluarga Adion masuk ke rumah setelah semua sudah pergi. Selly berpamitan pada orang tuanya masuk ke kamarnya. Di kamar, dia meluapkan rasa senangnya. Merasa bahagia akhirnya impiannya untuk menikah dengan Regan terwujud.Meraih foto Regan yang berada di atas nakas dia memeluknya. Akhirnya aku akan menikah denganmu, Sayang.Ingatannya kembali pada kenangannya dulu.Seorang anak perempuan yang sedang ikut papanya ke rumah rekan bisnisnya, dengan percaya diri ikut masuk ke rumah megah milik rekan bisnis papanya.“Halo, siapa namamu gadis kecil?” tanya Andrew Maxton-pemilik Maxton Company. Pria keturunan Inggris ini bertanya pada gadis kecil di hadapannya yang begitu sangat menggemaskan.“ Namaku Selena Selly Adion,” ucap Selly kecil yang begitu lancar.Selly berusia sepuluh tahun. Dia adalah gadis centil dan ceria. Pembawaannya yang ramah membuat orang di sekitar begitu menyukainya. Namun, sebagai anak pertama dari keluarga Adion, Selly tumbuh sebagai gadis kecil yang manja.“Wah, Pak Daniel, putri Anda begitu cantik,” puji Andrew.“Biasa saja, Pak Andrew, putra Anda pun tidak kalah tampan.”“Terima kasih, Pak.” Daniel yang melihat anak perempuan di hadapannya menduga jika dia seumuran dengan anaknya. “Pergilah ke taman! Di sana ada seorang teman.” Andrew memberitahu pada Selly.Mendengar kata ‘teman’, mata Selly berbinar. Dia memang sangat suka berteman, jadi dia selalu bersemangat saat mendengar ada teman.Dengan langkah semangat Selly menuju ke taman. Dari kejauhan, dia melihat seorang anak laki-laki duduk di taman yang sibuk dengan tumpukan buku di sampingnya.Dengan langkah centil, dia menghampiri anak laki-laki itu. “Hai, aku Selly.” Selly mengulurkan tangan pada anak laki-laki yang sedang sibuk membaca itu.Tidak ada tanggapan dari anak laki-laki di hadapan Selly. Dia masih sibuk membaca bukunya.“Apa kamu tidak dengar aku mengajakmu bicara!” Tangan kecil Selly mengambil buku yang sedang dibaca oleh anak laki-laki itu. Dia merasa kesal saat diabaikan.Merasa bukunya diambil, mata anak laki-laki itu pun beralih menatap anak perempuan di hadapannya. Mata kecil berwarna biru itu pun tampak indah saat menatap tajam. “Apa kamu tidak lihat aku sedang membaca?” tanyanya kesal.“Apa kamu tidak pernah membaca dongeng yang menceritakan tentang cara menghargai seseorang!” Selly yang biasa dibacakan dongeng oleh mamanya selalu dijelaskan tentang hal-hal baik tentang isi cerita.Mendengar jika anak perempuan di hadapannya ini mengambil inti sebuah cerita, dia menyimpulkan bila anak perempuan di hadapannya ini pendengar yang baik atau mungkin pembaca yang baik.“Aku-Regan Alvaro Maxton-anak dari Andrew dan Lana Maxton, calon CEO di Maxton Company.”Selly yang mendengar temannya memperkenalkan diri, tertawa. “Kamu masih kecil, kenapa sudah bercita-cita ingin menjadi CEO?”“Cita-cita harus ditanamkan dari kecil, dan aku ingin menjadi CEO seperti papa.”“Apa kita harus punya cita-cita?” tanya Selly polos.“Iya,” jawab Regan, “memang cita-cita kamu apa?”“Aku mau menikah dengan seorang pangeran.” Senyum menghiasi wajah Selly saat mengatakan cita-citanya.“Cita-cita apa itu, mana bisa di wujudkan,” cibir Regan. Regan berpikir cita-cita seperti itu tidak akan bisa diwujudkan, seperti cita-citanya yang ingin menjadi CEO. Logika Regan tidak menemukan ilmu apa yang dipakai untuk mewujudkan cita-cita seperti itu.“Selly, ayo pulang,” teriak Daniel pada putrinya.“Kalau begitu bantu aku mewujudkannya,” jawab Selly.“Caranya?” tanya Regan bingung.“Maukah kamu jadi pangeranku?”Alis tipis milik Regan bertautan saat mendengar ucapan aneh Selly. Dia mencerna ucapan anak perempuan di hadapannya.“Selly,” Daniel kembali memanggil.“Cepat jawab!” Selly mendesak saat mendengar terikan papanya.“Iya, aku akan menjadi pangeranmu.” Akhirnya Regan menjawab permintaan Selly, karena papa Selly sudah menghampiri Selly.“Terima kasih,” ucap Selly tersenyum.Daniel yang lama menunggu menghampiri Selly dan menarik lembut tangan Selly. Mata Selly, tetap menatap Regan. Anak laki-laki itu mampu menghipnotisnya dengan tatapan bola mata berwarna biru.Regan yang melihat Selly berlalu, hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak sadar jika janjinya itu telah dipegang teguh oleh Selly kecil.Selly tersenyum mengingat akan hal itu. Pertemuan pertamanya sangat berkesan untuknya.Akhirnya kamu jadi pangeranku juga.Menjauhkan foto di dadanya, dia mendaratkan kecupan di sana, seolah mendaratkan kecupan pada pria di dalam foto itu.🌺🌺🌺Di tempat yang lain, Regan mendaratkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dengusan kesal terdengar saat mengingat jika rencananya tak sesuai dengan keinginannya.Rencananya adalah dia ingin berkonsentrasi dulu dengan targetnya menjadi CEO, setelah itu baru dia akan menikah. Namun, semua sirna, saat pernikahan tiba-tibanya akan terjadi.Sebenarnya dia tak yakin dengan janji Selly yang akan mengerti semua impiannya menjadi CEO. Selly yang selalu manja dan berjalan sesuai dengan keinginannya pasti akan membuat Regan kesulitan mencapai impiannya.Terkadang Regan sedikit menyesal menerima cinta Selly kala itu. Sejenak Regan mengingat bagaimana hari itu. Kejadian empat tahun lalu.Regan yang mendapati pesan singkat dari Selly, pergi ke tempat yang diminta temannya itu. Ternyata tempat itu adalah restoran dengan taman di belakangnya. Lampu-lampu kecil menghiasi taman. Tampak dari kejauhan dia melihat seorang wanita, berdiri di sana. Regan tahu siapa itu. Dia adalah Selly-temannya.Mengayunkan langkahnya, Regan menghampiri. Dengan gaun bermotif, Selly tampak terlihat sangat cantik. Riasan tipis membuat wajahnya berbeda dari biasanya.“Mungkin terlihat aneh saat seorang wanita mengatakan cinta, tetapi terlalu lama menunggumu menyatakan cinta. Jadi aku sengaja mengungkapkan lebih dulu,” ucap Selly, “maukah kamu menjadi kekasihku, Re.”Regan tercengang. Tak menyangka jika gadis cantik di hadapannya itu berani mengatakan hal itu. Sebenarnya dia sadar jika Selly sudah menyukainya sejak lama, tetapi dia sengaja tak mau mengatakan cintanya karena tak mau berpacaran, karena menurutnya mengganggu rencananya. Rencananya adalah dia ingin secepatnya lulus kuliah dan bekerja di Maxton Company.Akan tetapi, melihat Selly yang menyatakan cinta, dia merasa tidak enak, lebih tepatnya kasihan. Apa lagi pasti gadis itu sudah menyiapkan semuanya.“Aku mau.”Tepat saat Regan menjawab, bunyi party popper, terdengar, membuat kertas-kertas terbang ke udara dan jatuh di kepala Regan. Terdengar juga tepuk tangan beberapa orang dan membuat Regan menoleh.Alangkah terkejutnya Regan saat melihat keluarganya dan keluarga Selly. Ternyata mereka menyaksikan acara ungkapan cinta Selly padanya.“Selamat , Sayang. Akhirnya kalian resmi menjalin hubungan.” Lana memeluk Selly memberikan selamat. Seolah memang dia sudah menanti hari ini.Semua orang memberikan selamat pada Selly. Merasa senang cintanya diterima.Jika mungkin Regan wanita, pastinya akan sangat senang mendapat kejutan semacam ini. Akan tetapi, dia tidak merasakan itu.Keluarganya yang tahu hubungannya dengan Selly pasti akan membuat semua semakin rumit. Dia hanya bisa pasrah, karena semua sudah terjadi.Regan mengembuskan napasnya kasar mengingat akan hal itu. Rasanya dia ingin memutar kembali masa lalunya dan mengatakan pada Selly untuk menunggunya sampai dia meraih impiannya.Namun, semua sudah terjadi. Justru kini pernikahannya di depan mata. Harapannya hanya satu yaitu Selly memahaminya dan mendukungnya.Beberapa berkas sedari tadi dibaca oleh Regan. Mengecek laporan bulanan yang menjadi kewajibannya. Menjadi asisten papanya, Regan tidak hanya duduk manis menikmati jabatannya. Perkerjaan justru banyak dilakukan olehnya. Regan sendiri tidak pernah keberatan saat mendapati banyak perkerjaan. Baginya, itu cara untuk menujukan pada papanya jika dia mampu menjabat CEO di perusahaannya. Di tengah-tengah pekerjaannya, ponsel Regan berbunyi. Mata birunya yang sedari tadi mengecek laporan, menatap ke layar ponselnya. Nama Selly terpampang di layar ponselnya, membuat Regan menghentikan gerakan tangan yang sedari tadi membolak-balik berkas. “Ada apa?” tanyanya.“Hari ini kita akan fitting, jadi aku mau mengajakmu untuk ke butik.” Regan mengembuskan napasnya kasar. Dia sudah menduga kesibukan menyiapkan acara pertunangannya pasti akan menyita waktunya. Dalam keadaan yang sangat sibuk seperti ini, dia tak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tanggung jawabnya harus dikerjakan dengan baik.
Jari jemari Regan menari indah di atas keyboard sebelum akhirnya berhenti saat mengingat janji untuk menemani mencari cincin pertunangan.Regan yang tak mau Selly kecewa buru-buru mematikan laptopnya dan pergi meninggalkan kantor. Melajukan mobilnya menuju ke salah satu mal di Jakarta.Di sana sudah ada Selly yang menunggunya. Tepat saat Regan datang, Selly melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Sindiran jika Regan datang terlambat. “Maaf,” ucap Regan. Selly mengembuskan napas. Mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak karena Regan seolah tak mementingkan dirinya. “Tidak apa-apa, ayo,” ucapnya seraya melingkarkan tangannya di lengan Regan. Senyumnya kembali tergambar indah di wajahnya. Tak mau menjadikan masalah kecil itu menjadi besar dan merusak acara hari ini. Menarik tangan Regan, Selly mengajak Regan untuk masuk ke toko perhiasan. Melihat-lihat cincin untuk pertunangan mereka dan pernikahan mereka. “Coba lihat yang ini,” ucap Selly pada staf toko perhiasan seraya
Dari pantulan cermin Selly melihat wajahnya. Baru saja penata rias menyelesaikan merias wajahnya. Sapuan make up yang diberikan oleh penata rias membuat Selly terpukau. Wajahnya tampak berbeda dengan make up, terlihat begitu cerah dan bersinar. “Cantik sekali anak Mama,” ucap Melisa melihat anaknya. Sebagai orang tua, pasti bahagia anaknya akan segera menikah. Pertunangan ini adalah awal dari kebahagiaan putrinya. “Terima kasih, Ma.” Senyum Selly mengembang sempurna di wajahnya saat merasakan bahagia. Pertunangan adalah gerbang awal untuk sampai pada tujuannya. Tujuan menikah dengan teman masa kecilnya dan pria yang begitu dicintainya.Saat sedang bersiap, suara ketukan pintu terdengar. Dari balik pintu terlihat Bryan menyembulkan kepalanya. “Apa sudah siap?” tanyanya seraya melebarkan pintu dan masuk ke kamar hotel yang di tempati Selly. Menghampiri kakak dan mamanya. “Sudah.” “Lihat, wajahmu,” ucap Bryan. Senyum Selly sudah mulai surut, dia sudah menebak jika adiknya akan mel
[Besok pagi, aku ada janji dengan klien untuk bermain golf, jadi kamu langsung saja ke butik. Aku akan menyusul nanti] Pesan yang dikirim Regan pada Selly membuat Selly mengeram kesal. Namun, dia tak bisa marah. Melobi klien dengan bermain golf bersama, sudah menjadi hal biasa di kalangan pengusaha. Dengan dalil bermain dan mengobrol, mereka menyelipkan tawaran bisnis yang dapat menguntungkan perusahaan. [Iya, jangan datang terlambat] [Iya, aku akan datang tepat waktu]Selly memilih untuk pergi ke butik sendiri. Karena nanti dia pulang dengan Regan, sengaja dia meminta Bryan untuk mengantarkannya. Tak mau naik taxi karena lebih nyaman duduk di mobil sendiri. “Kak Regan sepertinya tidak benar-benar cinta dengan Kakak.” Bryan menoleh sejenak pada Selly, sebelum kembali lagi fokus pada jalanan yang dilaluinya. “Jangan asal bicara!” Selly melirik tajam adiknya. “Coba bayangkan saja, sudah dua kali ini dia menghindar untuk datang acara fitting.” “Dia sibuk, dan nanti dia akan dat
Hari yang dinanti telah tiba. Semua keluarga bersiap, termasuk dengan pasangan pengantin yang akan menjadi raja dan ratu sehari itu. Mereka semua sengaja memesan kamar hotel untuk tempat bersiap. Selly begitu sangat cantik dengan gaun pengantin yang dipesannya kemarin. Di tambah dengan riasan di wajahnya, penampilannya semakin sempurna untuk mengikuti rangkaian acara pernikahan.Hatinya begitu berdebar karena hal ini adalah pengalaman pertamanya. Tangannya terus berkeringat dingin menandakan sebesar apa rasa cemasnya. Walaupun dari kemarin dia sudah berusaha untuk kuat, tetapi tetap saja saat hari pernikahan tiba, dia sangat begitu cemas. “Kamu takut acara pernikahan atau takut malam pertama nanti?” tanya Bryan menggoda. Selly melirik malas adiknya. Merasa kesal karena dia mengganggu di saat yang tidak pas. “Bry, jangan ganggu Kakakmu.” Melisa menegur Bryan. Bryan menutup mulutnya rapat. Tak mau mengganggu kakaknya yang sedang cemas dan membuat mamanya memarahinya. “Sudah jan
Acara selesai, tamu undangan berangsur membubarkan diri. Perlahan ruangan yang tadi dijejali banyak orang, mulai berkurang. Saat semua tamu benar-benar sudah pulang semua, Selly dan Regan bersiap untuk kembali ke kamar mereka. Mengistirahatkan tubuh yang kelelahan menyalami semua tamu.Setelah berpamitan dengan keluarga yang memilih untuk pulang, mereka berdua menuju ke kamar hotel.Satu kamar sudah Selly disiapkan untuk malam pertama mereka. Sengaja dia memesan kamar presiden suit khusus untuk menghabiskan malam pertama mereka. Tak mau sampai momen berharga itu hilang begitu saja. Tiba di kamar, nuansa romantis terlihat. Bunga-bunga bertabur di lantai, seolah menyambut kedatangan mereka berdua. Regan menoleh pada Selly, menduga jika Selly yang menyiapkan semua. Dia sadar betul jika gadis yang sekarang menjadi istrinya itu selalu melakukan lebih awal, termasuk menyatakan cinta. Dan pastinya menyiapkan semua ini.Tangan S
Hawa dingin yang masuk ke dalam kulit membuat Selly yang sedang asyik terlelap mengerjap. Tangannya bergerak menarik selimut agar dapat menutupi tubuhnya. Namun, entah ke mana selimutnya itu, tangannya tak dapat meraihnya.Karena tak kuat dengan hawa dingin, Selly membuka matanya. Mencari selimut yang ada semalam membungkus tubuhnya. Ternyata selimut itu berada di bawah kakinya dan sebagian sudah menjuntai ke lantai. Selly menyadari, jika dia memang selalu tidur seperti itu. Menendang selimut yang membungkus tubuhnya dan membuatnya kadang sampai selimut jatuh ke lantai.Namun, kali ini tampak berbeda. Tubuhnya yang hanya berbalut kain tipis membuatnya begitu kedinginan. Hingga tak kuasa untuk menariknya selimut untuk menutupi tubuhnya. Tak mau berlama-lama, Selly menarik selimut dan kembali meringkuk di dalam selimut. Memejamkan kembali matanya, melanjutkan tidurnya. Baru saja, dia melanjutkan tidur, dia mengingat sesuatu yang janggal. Apalagi jika bukan bajunya. Matanya kembali te
Di toilet, Selly melihat wajahnya dari pantulan cermin. Tangannya meraih perutnya yang sebenarnya belum ada apa-apa. Bagaimana bisa ada, jika benih saja belum ditanam. “Impian seorang wanita adalah menjadi ibu,” gumamnya melihat ke arahnya perutnya. Penundaan yang dilakukan Regan terasa begitu menyakitkan baginya, tetapi dia sadar jika keinginannya kalah dengan ambisi Regan. Mengembuskan napasnya, Selly mencoba menenangkan hatinya. Saat dirasa hatinya sudah tenang, dia keluar menyusul kembali Regan yang menikmati sarapan. Tanpa bicara sepatah kata pun, Selly melanjutkan makannya. Mengabaikan Regan yang berada di depannya. Regan yang melihat reaksi Selly, menyadari jika istrinya itu sedang kesal dan marah dengannya. Usai makan, Selly dan Regan kembali ke kamar. Berjalan beriringan tak satu kata pun keluar dari mulut keduanya. Regan tak berani memulai pembicaraan karena menyadari jika semua adalah ulahnya. Sampai di kamar pun masih dengan suasana yang diam. Padahal tadi Selly suda
Tiga bulan sudah Regan dan Selly menjalani program kehamilan. Hal yang mendebarkan adalah menunggu hasilnya. Jika biasanya Regan dan Selly selalu antusias ke dokter untuk memeriksakan hasilnya, kali ini mereka tampak biasa saja. Bukan tidak berharap memiliki anak, tetapi mereka memilih untuk tidak kecewa lebih cepat. Sudah hampir beberapa hari ini Selly merasakan kepalanya pusing. Padahal dia makan dengan teratur seperti biasanya. Karena tidak berani minum obat dia memilih mengistirahatkan tubuhnya. Seperti beberapa hari yang lalu, Selly merasakan pusing juga. Namun, kali ini pusingnya bertambah dengan rasa mual. Hingga membuatnya memuntahkan isi perutnya. Padahal, dia baru saja sarapan dengan Regan dan mengisi perutnya dengan sandwich. Setelah memuntahkan isi perutnya, Selly merebahkan tubuhnya. Rasanya dia tidak kuat dengan tubuhnya yang lemas. Sambil memikirkan apa yang terjadi padanya, Selly teringat jika dia belum memeriksakan hasil program kehamilan yang se
“Apa sekretarismu jadi mengundurkan diri?” tanya Selly. Tangannya bergerak memakaikan dasi di kerah kemeja Regan. “Jadi, pihak HRD sedang mencari penggantinya. Aku dengar hari ini dia akan datang untuk menemui aku.”“Apa sekretarismu akan cantik dan seksi?” tanya Selly menggoda.“Apa ada wanita yang lebih cantik dan lebih seksi dari istriku?” tanya Regan seraya merengkuh pinggang Selly.” Manik mata birunya menatap wanita yang menurutnya paling cantik di antara wanita-wanita lainnya, dengan penuh cinta. Seolah mengatakan tidak ada wanita lain yang akan dipandangnya seperti itu. “Apa kamu sedang merayuku?” tanya Selly penuh curiga. “Apa itu bagian dari merayu? Jika iya, aku akan asah lebih lagi ilmu itu.”Selly yang gemas menepuk lengan Regan. “Apa ini masih malam? Aku serasa melayang tinggi di udara,” ucap Selly tertawa. Garis senyumnya selalu membuat Regan terpesona. Mengatakan jika istrinya paling cantik bukanlah ke
“Saya tadi memesan meja untuk dua orang,” ucap Selly pada pramuniaga. Senyum manisnya tertarik di bibirnya ketika bertanya. “Atas nama siapa?” tanya pramuniaga ramah. “Atas nama Selena Selly.” Pramuniaga mengecek pesanan atas nama Selly. Ketika mendapati ada nama Selly, dia meminta pramuniaga lain untuk menujukan meja yang dipesan oleh Selly.“Terima kasih,” ucap Selly dengan ramah. Selly duduk di sudut restoran. Sengaja dia memilih meja di dekat kaca yang memberikan pemandangan ibu kota. Dari balik kaca, lampu dari bangunan dan kendaraan tampak berkelip di malam hari. Memberikan warna di gelapnya malam. Malam ini, Selly sengaja memberikan kejutan untuk Regan. Menikmati makan malam bersama. Bagi Selly, waktu berdua sangat penting, mengingat mereka sudah menikah hampir empat tahun. Pastinya akan ada fase di mana mereka saling jenuh dengan hubungan. Selly memandangi langit kota Jakarta. Hari ini malam begitu cerah. Bulan
Selly keluar dari kamar mandi. Dari wajah istrinya, Regan bisa menebak jika hasil dari tes kehamilan yang dijalani Selly hasilnya adalah negatif. Namun, tetap saja, Regan ingin melihat hasilnya. Satu garis yang tercetak di alat tes kehamilan, membuat Regan terpaku. Netranya menatap lekat garis itu. Kemudian melihat wajah istrinya yang tampak biasa saja. Tidak ada ekspresi sedih, kecewa ataupun marah. Menujukan jika dia sudah siap dengan hasilnya. Dua tahun berlalu dengan cepatnya. Segala metode sudah dijalani Regan dan Selly untuk mendapatkan buah hati. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil. Dulu saat awal-awal, Selly sangat antusias mengecek hasil ke dokter, tetapi lambat laun, dia malas untuk mengecek ke dokter dan memilih mengecek sendiri di rumah. Karena hasilnya selalu mengecewakan. Jika dua tahun yang lalu, Selly selalu sedih melihat hasilnya. Kini dia sudah seperti terbiasa mendapati jika dia tidak hamil. Tak terlalu menumpukan harapan jika dia
Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Selly dan Regan pergi ke Rumah sakit. Mengecek apakah embrio yang ditanam tumbuh di rahim Selly. Hati mereka benar-benar berdebar-debar. “Tenanglah,” ucap Regan menenangkan istrinya. Tangan Selly yang dingin sedari tadi menandakan jika istrinya ketakutan. “Jika aku tidak hamil, apa kamu akan kecewa?” Manik mata biru milik Selly menatap Regan. “Yang terpenting adalah kita sudah berusaha.” Senyum tipis di wajah Regan begitu meneduhkan hati. Membuat Selly lebih tenang. Walaupun sebenarnya dia sangat berharap jika akan ada janin yang tumbuh di rahimnya. Setelah melakukan pemeriksaan dokter memberitahukan hasilnya. Regan dan Selly saling menggenggam, menguatkan satu dengan yang lain.“Alat kesehatan adalah perantara, tetapi tetap Tuhanlah yang berkehendak.” Mendengar kalimat itu membuat Selly dan Regan tahu jika jawaban atas keberhasilan dari proses bayi tabung tidak berhasil.
“Apa proyeknya akan segera dijalankan?” Selly yang sedang membersihkan wajahnya menatap Regan. Tepat jam sebelas tadi mereka barus sampai rumah setelah makan malam dengan klien. “Iya, mungkin bulan depan mulai dikerjakan.”Suara ponsel Regan terdengar. Membuat Selly dan Regan saling pandang. Merasa heran siapa malam-malam yang menghubungi mereka. Regan mengambil ponselnya. Dahinya berkerut dalam melihat nomor asing yang masuk ke dalam ponselnya. Karena penasaran, dia mengangkat sambungan telepon. “Halo, dengan Bapak Regan Alvaro?” Suara terdengar dari sambungan telepon. “Iya, saya Regan Alvaro.”“Kami dari Polantas Jakarta selatan ingin mengabarkan jika mobil milik Anda mengalami kecelakaan. Mobil dikemudiankan oleh Saudara Bryan Adion menabrak mobil dan menyebabkan korban meninggal dunia.” Regan membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang didengarnya. Selly yang melihat wajah suaminya yang terkejut dan ikut panik.
Suasana kantor begitu sibuk. Pagi ini Maxton Company akan mengadakan meeting untuk mengumumkan pengangkatan Regan sebagai CEO Maxton. Semua karyawan bersiap untuk hari spesial itu. Selly yang menemani suaminya, menyiapkan penampilan suaminya. Tak mau penampilan suaminya buruk. Sebagai calon CEO-suaminya harus tampil sempurna. Selly menunggu Regan di ruang kerjanya. Meeting dihadir oleh para petinggi perusahaan dan Andrew Maxton selaku pemilik Maxton Company. Menunggu Regan di ruangannya, Selly menghubungi Bryan. Dia ingin memastikan jika adiknya itu datang ke acara makan malam nanti malam di rumahnya. Karena papanya akan hadir juga. Namun, berkali-kali dia menghubungi tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya, Selly meminta Felix untuk mengecek Bryan di apartemennya. Memastikan jika adiknya akan datang nanti malam. 🌺🌺🌺Felix yang mendapat telepon dari Selly langsung meluncur ke apartemen Bryan. Semalam dia
Pagi-pagi sekali Selly meminta dan Regan pergi ke apartemen Felix. Dia ingin mengecek keadaan adiknya yang tidak pulang dua hari ini. Merasa sangat khawatir karena tidak seperti biasanya adiknya seperti itu. Menekan bel di apartemen Felix, Selly dan Regan menunggu pintu dibuka. Sesaat kemudian Felix membuka pintu. Tampak pria tampan itu baru saja mandi. Terlihat rambutnya terlihat basah. “Mana Bryan?” tanya Selly. “Dia belum bangun?” “Dia mabuk apa mati, sampai hari ini belum bangun?” Tanpa dipersilakan masuk Selly langsung masuk ke dalam apartemen Felix. Diikuti Regan di belakangnya. Selly berhenti dan berbalik menatap Felix. Tanda menanyakan di mana Bryan berada. Felix yang mengerti maksud Selly langsung menunjuk kamar yang berada di sudut kiri. Membuat Selly langsung melangkah ke sana. Meninggalkan Regan yang berada di ruang tamu Felix. “Mau minum, Kak?” tanya Felix.“Asal bukan minuman beralkohol boleh.” Felix memutar bola matanya mala
“Sayang, pulanglah sekarang. Hari ini jadwal kita.” Regan membulatkan matanya sempurna ketika istrinya menghubunginya hanya untuk memintanya pulang. Padahal niatnya hari ini dia akan pulang terlambat untuk mengurus acara peresmian apartemen yang akan diadakan seminggu lagi.Jika hari-hari biasa dan tidak sibuk mungkin dia akan segera pulang. Namun, kini dia tidak bisa, mengingat kali ini sangat penting. “Sayang, aku akan pulang terlambat. Jadi kita tunda dulu besok.” “Tidak bisa, Sayang, seminggu ini kamu sibuk dan aku sudah mengerti, dan tinggal sehari ini saja.” Regan mengembuskan napasnya. Pasrah ketika harus menuruti keinginan istrinya. “Baiklah, aku akan pulang.” “Ada masalah dengan Selly?” tanya Clarisa.Hari ini mereka akan menghadiri pertemuan untuk persiapan peresmian apartemen. Clarisa sengaja datang ke kantor Regan untuk pergi bersama. Tidak terasa sudah dua tahun pembangunan apartemen dilaksanakan. Perj