“Bukan,” elak Selly. “Lalu kenapa kamu mengajak pulang.” Selly mengembuskan napas yang terasa berat. Sulit sekali mengatakan kenyataan yang ada. “Katakan ada apa?” Regan menoleh menatap Selly dengan wajah yang bingung. Istrinya itu tampak terlihat lesu, lemah dan tak bergairah seperti sewaktu berangkat. Padahal harusnya dia senang saat pulang. “Kata dokter kita tidak bisa melakukan hubungan selama tujuh hari ke depan.” Mata Regan membola. Terkejut dengan apa yang didengarnya. Tadi sewaktu di ruangan dokter, dia tak mendengar kalimat itu keluar dari mulut dokter. “Kapan dokter mengatakannya?” Lebih baik bertanya dari pada harus penasaran. Itulah yang dilakukan Regan. “Sewaktu menyuntik pencegah kehamilan tadi,” jawab Selly lemas. “Apa ada alasan untuk itu?” Sesuatu yang dilarang pastinya serta merta memiliki alasan. “Aku melakukan proses penyuntikan di luar jadwal datang bulan. Jadi obat akan bekerja
Malam ini menjadi malam kedua mereka berada di dalam kamar. Namun, tetap saja membuat keduanya merasa canggung. Jika kemarin Regan memilih menghindar, kali ini tidak. Karena mereka tidak akan melakukan apa-apa. “Aku akan tidur di sofa saja,” ucap Regan seraya mengambil bantal untuk di bawa ke sofa. Melewati Selly yang diam membeku karena baru mendengar ucapan Regan. “Kenapa tidak tidur di tempat tidur?” tanya Selly merasa bingung. Dia menoleh pada Regan yang baru saja melewati tubuhnya. “Aku takut tergoda denganmu,” jawab Regan lirih. Sebagai pria normal berdekatan dengan wanita pastinya membuat jantungnya berdesir. Keinginannya untuk mendapatkan lebih Selly terpaku. Mencerna ucapan suaminya. Sejenak dia membenarkan jika bisa saja Regan tergoda. Dia saja yang tidak tidur berdua, tergoda, bagaimana jika sampai tidur bersama. Namun, melewatkan untuk tidur berdua, rasanya Selly tidak rela. “Bagaimana jika aku akan membatasi dengan gul
“Tidak, dia tidak lama,” jawab Selly. Tangannya masih bergerak membuka dasi yang dipakai Regan. Saat mendengar nama Bryan disebut, dia sejenak mengingat pembicaraan dengan adiknya itu tadi. “Apa sebelum pernikahan kamu menemui Bryan?” Regan yang menengadah agar Selly lebih leluasa membuka dasi, menurunkan pandangannya. Menatap wajah Selly yang berada di depannya. “Dia menceritakan padamu?” tanyanya memastikan. “Kamu meminta untuk menjauhkan video-video itu dari aku?” Selly tidak menjawab pertanyaan dari semuanya, tetapi justru bertanya. Regan tersenyum. “Aku memang memintanya untuk menjauhkan darimu.” “Kenapa?” Selly yang selesai melepas dasi, menarik dari leher Regan dengan kasar. “Karena tidak baik untukmu.” “Tapi aku belajar dari video itu.” Regan menggeleng. Selly memang orang yang keras kepala. Terkadang dia sulit untuk menghadapinya. “Tuhan menciptakan kita dengan naluri yang akan datang sendiri. Jadi tanpa belajar dari video macam itu,
Berkas-berkas sudah disiapkan oleh Regan. Rencana, hari ini dia akan pergi ke kantor Zorion. Membahas kelanjutan dari kerja sama yang diajukannya kemarin. Selangkah lagi impiannya akan terwujud. Membangun apartemen sesuai dengan keinginannya. Di kantor Zorion, Clarisa sudah menyambutnya. Mengajaknya ke ruangannya untuk penandatanganan surat kontrak kerja sama. “Senang bertemu denganmu lagi, Pak Regan.” Clarisa mengulurkan tangan.“Panggil saja Regan,” ucap Regan yang tak mau terlalu formal. Kemarin, sebelum bertemu dengan Clarisa, dia memang sudah berbincang banyak dengan wanita di depannya itu. “Baiklah, Re. Aku rasa memanggil ‘Pak’ memang terlalu formal untuk kita,” ucapnya, “silakan duduk,” imbuhnya. Regan duduk di sofa dan berhadapan langsung dengan Clarisa. “Ini adalah berkas yang sudah aku siapkan, silakan dibaca dan ditandatangani.” Clarisa menerima berkas dan membacanya. Namun, di tengah membaca, manik matanya melirik Regan yang sedang
Mobil Regan berhenti di depan kantor Maxton, menunggu Selly yang tak kunjung keluar. Sambil menunggu Selly, Regan menyalakan musik untuk mengusir kesepiannya.Sesaat kemudian Selly datang dan masuk ke mobil. Dahinya berkerut dalam ketika mendengar alunan lagu di dalam mobil. Dia hafal betul jika Regan tidak terlalu suka dengan suara bising dari lagu.“Sepertinya kamu sedang sangat bahagia,” ucap Selly dengan nada menyindir. Tangannya langsung bergerak memasang sabuk pengaman.“Iya, aku sangat senang.” Walaupun diucapkan dengan datar dan tanpa senyuman merekah di wajahnya, tetapi cukup membuat Selly mengeram kesal.“Apa yang membuatmu senang?” “Kerja sama dengan Zorion sudah disetujui.” Sebenarnya Selly juga ikut senang, tetapi ingatannya kembali pada wanita yang tadi berbicara dengan Regan. “Siapa wanita tadi?” Sungguh dia tak sanggup untuk tak mengatakannya.Regan yang sudah mulai melajukan mobilnya, melirik sedikit
Regan yang masuk ke kamar dibuat heran karena ternyata kamar sangat berantakan. Gaun berserakan di atas tempat tidur. Beberapa ada yang jatuh ke lantai. Masuk ke dalam ke kamar. Regan meraih gaun yang terjatuh di lantai. “Kenapa kamu mengeluarkan semua gaun?” tanyanya penasaran. “Aku sedang memilih gaun untuk makan malam nanti,” ucap Selly. Tangan Selly masih bergerak memilih gaun, kemudian mengarahkan ke tubuhnya. “Cocok tidak dengan aku?” Dahi Regan berkerut dalam. Merasa aneh untuk apa istrinya itu memilih gaun. “Kita hanya makan malam biasa, untuk apa kamu sibuk memilih gaun.” Selly malas sekali membalas ucapan Regan, karena tidak mungkin dia mengatakan jika sebenarnya dia ingin tampil lebih cantik dibanding Clarisa. Mengabaikan Selly, dia mengganti gaun dan menempelkan ke tubuhnya. Kemudian bertanya pada Regan, “Kalau yang ini? Bagus tidak?” “Pakai apa saja akan bagus untukmu, tetapi pilihlah sesuatu yang membuatmu ny
“Sayang,” panggil Regan menggoyang-goyangkan tubuh Selly. Membuat Selly yang tidur nyenyak tidur, mengerjap. “Kamu sudah pulang?” tanya Selly yang menyadari Regan membangunkannya. Namun, sejenak dia mencium aroma parfum milik Regan. Tampilan Regan yang sudah rapi juga membuat Selly memikirkan, kenapa Regan sudah rapi dengan pakaian pergi?“Jam berapa ini?” tanya Selly membuka netranya ketika mengingat jadwal hari ini.“Jam empat pagi,” jawab Regan datar. “Astaga, apa kita terlambat untuk penerbangan? Apa kita tidak jadi berangkat ke Bali.” Selly bangkit dari tempat tidurnya dengan paniknya. “Tidak, kita masih punya waktu, bersiaplah.” Di saat Selly panik, Regan masih tenang menjawabnya. “Kenapa semalam kamu tidak membangunkan aku?”“Jika kamu terus saja protes, kita akan benar-benar terlambat!” Regan menatap tajam. Memberikan peringatan keras pada Selly, mengingat waktu yang dimiliki tidaklah banyak. Selly menutup mulutnya rapat-rapat. Kemudian, dia bangkit dari tempat tidur untu
Usai makan malam, Regan dan Selly kembali ke kamarnya. Tanpa berlama-lama, Regan mengambil laptopnya untuk mengirim file yang diminta Clarisa. Memilih meja yang terdapat di balkon untuk meletakkan laptopnya. Selly memilih untuk duduk di tempat tidur. Netranya memandangi Regan yang sedang sibuk di depan laptop. Perasaannya begitu kesal karena merasa terganggu dengan apa yang dilakukan Clarisa. File yang dikirim berhasil, Regan menutup kembali laptopnya. Namun, baru saja dia menutup laptopnya, suara pesan masuk terdengar. [Re, bisakah kamu jelaskan sedikit tentang file yang kamu kirim?][Baiklah, aku akan menghubungimu] Regan yang selesai mengirim file justru beralih pada ponselnya, menghubungi Clarisa untuk menjelaskan beberapa. Selly yang tadinya duduk bersandar di headboar tempat tidur kembali dibuat geram dengan aksi Regan. Dengan kasar, dia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Kenapa dia harus ada acara tele
Tiga bulan sudah Regan dan Selly menjalani program kehamilan. Hal yang mendebarkan adalah menunggu hasilnya. Jika biasanya Regan dan Selly selalu antusias ke dokter untuk memeriksakan hasilnya, kali ini mereka tampak biasa saja. Bukan tidak berharap memiliki anak, tetapi mereka memilih untuk tidak kecewa lebih cepat. Sudah hampir beberapa hari ini Selly merasakan kepalanya pusing. Padahal dia makan dengan teratur seperti biasanya. Karena tidak berani minum obat dia memilih mengistirahatkan tubuhnya. Seperti beberapa hari yang lalu, Selly merasakan pusing juga. Namun, kali ini pusingnya bertambah dengan rasa mual. Hingga membuatnya memuntahkan isi perutnya. Padahal, dia baru saja sarapan dengan Regan dan mengisi perutnya dengan sandwich. Setelah memuntahkan isi perutnya, Selly merebahkan tubuhnya. Rasanya dia tidak kuat dengan tubuhnya yang lemas. Sambil memikirkan apa yang terjadi padanya, Selly teringat jika dia belum memeriksakan hasil program kehamilan yang se
“Apa sekretarismu jadi mengundurkan diri?” tanya Selly. Tangannya bergerak memakaikan dasi di kerah kemeja Regan. “Jadi, pihak HRD sedang mencari penggantinya. Aku dengar hari ini dia akan datang untuk menemui aku.”“Apa sekretarismu akan cantik dan seksi?” tanya Selly menggoda.“Apa ada wanita yang lebih cantik dan lebih seksi dari istriku?” tanya Regan seraya merengkuh pinggang Selly.” Manik mata birunya menatap wanita yang menurutnya paling cantik di antara wanita-wanita lainnya, dengan penuh cinta. Seolah mengatakan tidak ada wanita lain yang akan dipandangnya seperti itu. “Apa kamu sedang merayuku?” tanya Selly penuh curiga. “Apa itu bagian dari merayu? Jika iya, aku akan asah lebih lagi ilmu itu.”Selly yang gemas menepuk lengan Regan. “Apa ini masih malam? Aku serasa melayang tinggi di udara,” ucap Selly tertawa. Garis senyumnya selalu membuat Regan terpesona. Mengatakan jika istrinya paling cantik bukanlah ke
“Saya tadi memesan meja untuk dua orang,” ucap Selly pada pramuniaga. Senyum manisnya tertarik di bibirnya ketika bertanya. “Atas nama siapa?” tanya pramuniaga ramah. “Atas nama Selena Selly.” Pramuniaga mengecek pesanan atas nama Selly. Ketika mendapati ada nama Selly, dia meminta pramuniaga lain untuk menujukan meja yang dipesan oleh Selly.“Terima kasih,” ucap Selly dengan ramah. Selly duduk di sudut restoran. Sengaja dia memilih meja di dekat kaca yang memberikan pemandangan ibu kota. Dari balik kaca, lampu dari bangunan dan kendaraan tampak berkelip di malam hari. Memberikan warna di gelapnya malam. Malam ini, Selly sengaja memberikan kejutan untuk Regan. Menikmati makan malam bersama. Bagi Selly, waktu berdua sangat penting, mengingat mereka sudah menikah hampir empat tahun. Pastinya akan ada fase di mana mereka saling jenuh dengan hubungan. Selly memandangi langit kota Jakarta. Hari ini malam begitu cerah. Bulan
Selly keluar dari kamar mandi. Dari wajah istrinya, Regan bisa menebak jika hasil dari tes kehamilan yang dijalani Selly hasilnya adalah negatif. Namun, tetap saja, Regan ingin melihat hasilnya. Satu garis yang tercetak di alat tes kehamilan, membuat Regan terpaku. Netranya menatap lekat garis itu. Kemudian melihat wajah istrinya yang tampak biasa saja. Tidak ada ekspresi sedih, kecewa ataupun marah. Menujukan jika dia sudah siap dengan hasilnya. Dua tahun berlalu dengan cepatnya. Segala metode sudah dijalani Regan dan Selly untuk mendapatkan buah hati. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil. Dulu saat awal-awal, Selly sangat antusias mengecek hasil ke dokter, tetapi lambat laun, dia malas untuk mengecek ke dokter dan memilih mengecek sendiri di rumah. Karena hasilnya selalu mengecewakan. Jika dua tahun yang lalu, Selly selalu sedih melihat hasilnya. Kini dia sudah seperti terbiasa mendapati jika dia tidak hamil. Tak terlalu menumpukan harapan jika dia
Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Selly dan Regan pergi ke Rumah sakit. Mengecek apakah embrio yang ditanam tumbuh di rahim Selly. Hati mereka benar-benar berdebar-debar. “Tenanglah,” ucap Regan menenangkan istrinya. Tangan Selly yang dingin sedari tadi menandakan jika istrinya ketakutan. “Jika aku tidak hamil, apa kamu akan kecewa?” Manik mata biru milik Selly menatap Regan. “Yang terpenting adalah kita sudah berusaha.” Senyum tipis di wajah Regan begitu meneduhkan hati. Membuat Selly lebih tenang. Walaupun sebenarnya dia sangat berharap jika akan ada janin yang tumbuh di rahimnya. Setelah melakukan pemeriksaan dokter memberitahukan hasilnya. Regan dan Selly saling menggenggam, menguatkan satu dengan yang lain.“Alat kesehatan adalah perantara, tetapi tetap Tuhanlah yang berkehendak.” Mendengar kalimat itu membuat Selly dan Regan tahu jika jawaban atas keberhasilan dari proses bayi tabung tidak berhasil.
“Apa proyeknya akan segera dijalankan?” Selly yang sedang membersihkan wajahnya menatap Regan. Tepat jam sebelas tadi mereka barus sampai rumah setelah makan malam dengan klien. “Iya, mungkin bulan depan mulai dikerjakan.”Suara ponsel Regan terdengar. Membuat Selly dan Regan saling pandang. Merasa heran siapa malam-malam yang menghubungi mereka. Regan mengambil ponselnya. Dahinya berkerut dalam melihat nomor asing yang masuk ke dalam ponselnya. Karena penasaran, dia mengangkat sambungan telepon. “Halo, dengan Bapak Regan Alvaro?” Suara terdengar dari sambungan telepon. “Iya, saya Regan Alvaro.”“Kami dari Polantas Jakarta selatan ingin mengabarkan jika mobil milik Anda mengalami kecelakaan. Mobil dikemudiankan oleh Saudara Bryan Adion menabrak mobil dan menyebabkan korban meninggal dunia.” Regan membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang didengarnya. Selly yang melihat wajah suaminya yang terkejut dan ikut panik.
Suasana kantor begitu sibuk. Pagi ini Maxton Company akan mengadakan meeting untuk mengumumkan pengangkatan Regan sebagai CEO Maxton. Semua karyawan bersiap untuk hari spesial itu. Selly yang menemani suaminya, menyiapkan penampilan suaminya. Tak mau penampilan suaminya buruk. Sebagai calon CEO-suaminya harus tampil sempurna. Selly menunggu Regan di ruang kerjanya. Meeting dihadir oleh para petinggi perusahaan dan Andrew Maxton selaku pemilik Maxton Company. Menunggu Regan di ruangannya, Selly menghubungi Bryan. Dia ingin memastikan jika adiknya itu datang ke acara makan malam nanti malam di rumahnya. Karena papanya akan hadir juga. Namun, berkali-kali dia menghubungi tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya, Selly meminta Felix untuk mengecek Bryan di apartemennya. Memastikan jika adiknya akan datang nanti malam. 🌺🌺🌺Felix yang mendapat telepon dari Selly langsung meluncur ke apartemen Bryan. Semalam dia
Pagi-pagi sekali Selly meminta dan Regan pergi ke apartemen Felix. Dia ingin mengecek keadaan adiknya yang tidak pulang dua hari ini. Merasa sangat khawatir karena tidak seperti biasanya adiknya seperti itu. Menekan bel di apartemen Felix, Selly dan Regan menunggu pintu dibuka. Sesaat kemudian Felix membuka pintu. Tampak pria tampan itu baru saja mandi. Terlihat rambutnya terlihat basah. “Mana Bryan?” tanya Selly. “Dia belum bangun?” “Dia mabuk apa mati, sampai hari ini belum bangun?” Tanpa dipersilakan masuk Selly langsung masuk ke dalam apartemen Felix. Diikuti Regan di belakangnya. Selly berhenti dan berbalik menatap Felix. Tanda menanyakan di mana Bryan berada. Felix yang mengerti maksud Selly langsung menunjuk kamar yang berada di sudut kiri. Membuat Selly langsung melangkah ke sana. Meninggalkan Regan yang berada di ruang tamu Felix. “Mau minum, Kak?” tanya Felix.“Asal bukan minuman beralkohol boleh.” Felix memutar bola matanya mala
“Sayang, pulanglah sekarang. Hari ini jadwal kita.” Regan membulatkan matanya sempurna ketika istrinya menghubunginya hanya untuk memintanya pulang. Padahal niatnya hari ini dia akan pulang terlambat untuk mengurus acara peresmian apartemen yang akan diadakan seminggu lagi.Jika hari-hari biasa dan tidak sibuk mungkin dia akan segera pulang. Namun, kini dia tidak bisa, mengingat kali ini sangat penting. “Sayang, aku akan pulang terlambat. Jadi kita tunda dulu besok.” “Tidak bisa, Sayang, seminggu ini kamu sibuk dan aku sudah mengerti, dan tinggal sehari ini saja.” Regan mengembuskan napasnya. Pasrah ketika harus menuruti keinginan istrinya. “Baiklah, aku akan pulang.” “Ada masalah dengan Selly?” tanya Clarisa.Hari ini mereka akan menghadiri pertemuan untuk persiapan peresmian apartemen. Clarisa sengaja datang ke kantor Regan untuk pergi bersama. Tidak terasa sudah dua tahun pembangunan apartemen dilaksanakan. Perj