“Aku tidak tahu,” jawab Selly. Seingatnya tadi orang tuanya hanya mengatakan jika akan ada pesta merayakan pameran. Tidak ada pembicaraan mengenai rencana pernikahan dengan Regan.
Lana dan Melisa menghampiri Selly dan Regan yang masih terpaku, terkejut.“Selamat ya, Sayang. Mama tidak sabar menyambutmu sebagai menantu,” ucap Lana menautkan pipi. Merasa senang akhirnya dia akan mendapatkan anak perempuan.“Terima kasih, Ma.” Setelah keterkejutannya, kini rona bahagia tergambar di wajah Selly. Hal yang ditunggunya, akhirnya datang. Impian menjadi istri dari Regan sebentar lagi akan terwujud.Melisa sebagai mama merasa senang karena putrinya akan menikah. Bertahun-tahun menjalin hubungan, ada ras was-was saat anaknya tak kunjung menikah. Namun, kini perasaan itu sirna, setelah mendapati pengumuman dari suaminya.Melisa dan Lana juga memberikan ucapan selamat pada Regan. Namun, Regan masih terus saja terpaku. Hatinya bimbang, karena ternyata dia akan menikah.“Jadi kapan akan di adakan pesta pernikahan?” tanya seorang kerabat.“Kami merencanakan pertunangan minggu depan,” ucap Daniel.“Lalu berlanjut pernikahan bulan depan,” tambah Andrew.Regan semakin dibuat tercengang. Sama sekali tak ada yang menanyakan pendapatnya. Seolah itu adalah keputusan sepihak dari orang tuanya dan orang tua Selly. Karena merasa keputusan ini sangat membuatnya bingung, Regan menarik tangan Selly untuk mendengar penjelasan. Dia masih curiga dengan Selly. Merasa jika sebenarnya Selly mengetahui hal itu.Selly pasrah saat ditarik. Padahal dia baru saja menerima ucapan selamat. “Sayang, kenapa menarikku seperti itu?”Regan membawanya ke samping rumah. Mengajaknya berbicara empat mata. “Apa kamu tahu jika acara ini bertambah acara rencana pernikahan kita?” tanyanya memastikan kembali.“Aku benar-benar tidak tahu, mereka tidak mengatakan apa-apa padaku tadi.”Regan mengembuskan napasnya kasar. Merasa semua tidak sesuai dengan rencananya. Tujuannya untuk menjadi CEO belum tercapai, dan kini dia harus menikah. Sejujurnya Regan belum siap untuk hal itu.“Apa kamu tidak senang kita menikah?” tanya Selly.“Bukan begitu.” Regan memijat kepalanya merasakan kebingungannya. Tak mengerti apa yang harus dia katakan pada Selly.“Lalu apa?”“Kamu tahu bukan, kita baru saja lulus kuliah. Aku juga baru saja bekerja. Kamu juga tahu jika aku ingin sekali menjadi CEO. Aku ingin memimpin Maxton Company. Jika aku menikah, aku takut tak bisa memerhatikanmu. Kamu tahu sendiri, sekarang saja aku sulit untuk ada waktu untukmu, jadi pasti akan menjadi masalah untuk kita suatu saat nanti.”Regan termasuk jarang sekali berbicara panjang lebar. Namun, kali ini dia lakukan karena agar Selly mengerti jika pernikahan ini belum bisa terjadi.“Aku tahu itu cita-citamu, aku akan selalu mendukung apa yang ingin kamu ingin gapai. Jadi jangan jadikan alasan itu untuk menolak pernikahan ini.” Tangannya menangkup wajah Regan, meyakinkan pria di hadapannya.“Tidak semudah itu.” Regan masih saja berat. Dia takut ke depan tidak akan bisa menjadi seperti apa yang Selly inginkan. Terlebih lagi, targetnya belum tercapai.Selly menangkap wajah kesal Regan. Wajah dengan banyak ketakutan yang membayangkan hal buruk di masa depan.“Apa kamu tidak mencintai aku?” Bola mata biru milik Selly menatap lekat Regan. Menanyakan kesungguhan hati Regan atas dirinya.Pertanyaan itu selalu menggelitik pikiran Regan. Sampai detik ini dia tipe orang yang jarang mengatakan cinta. Baginya perhatiannya sudah mewakili perasaannya. Tak pernah kata cinta itu keluar dari mulutnya, walaupun Selly sering sekali mengatakan akan hal itu. “Apa kamu tidak bisa merasakan?” Dia justru balik bertanya.“Kalau begitu, kenapa menolak?”Regan mengembuskan napasnya. Tidak semudah itu menggabungkan semua dalam satu waktu. Pastinya akan banyak kendala mengingat Selly yang kadang masih suka marah.“Aku akan mendukungmu.” Selly kembali meyakinkan apa yang akan dia lakukan di kemudian hari.Berat untuk Regan menolak pernikahan, mengingat sudah lama sekali dia menjalin hubungan dengan Selly. Pernikahan sudah tak bisa dielakkan lagi dan mau tak mau, dia harus menjalaninya. Tak bisa lagi menolak atau menghindar.“Baiklah,” jawabnya pasrah.“Terima kasih.” Selly mendaratkan ciuman di pipi Regan. Merasa senang karena akhirnya Regan setuju. Tak masalah jika nanti Regan akan sibuk dengan pekerjaannya, yang terpenting sekarang Regan mau menikah terlebih dahulu.Mendapati ciuman pipi Regan merona malu. Jika biasa itu terjadi pada wanita, bagi pasangan ini memang berbeda. Selama ini memang Regan yang lebih banyak diam, tak banyak melakukan apa-apa untuk mengekspresikan cintanya, sedangkan Selly selalu mengekspresikannya tanpa malu-malu.“Em ....” Suara Bryan berdeham membuat Selly dan Regan menoleh. “Kalian di tunggu di pesta justru di sini bermesraan,” keluhnya.“Siapa yang bermesraan?” tanya Selly yang justru menolak. Pipinya merona karena ketahuan adiknya mendaratkan kecupan di pipi Regan.“Aku melihatmu, jadi jangan sok polos,” cibir Bryan.“Sudah-sudah, ayo kita temui papa dan mama,” ajak Regan seraya menarik tangan Selly. Sebenarnya dia juga malu sekali ketahuan oleh calon adik iparnya, tetapi tak mau memperlihatkan.“Dasar aneh, jelas-jelas aku melihatnya,” cibir Bryan sesaat kakaknya pergi.“Lihat apa?” tanya Felix yang tiba-tiba datang.“Tidak, bukan apa-apa.” Bryan berbalik ke pesta.“Jangan menghindar, kamu lihat apa?” Felix mengejar Bryan untuk tahu apa yang terjadi.“Aku melihat hantu,” jawab Bryan malas.“Di mana?” Dahi Felix berkerut. Matanya melihat ke sekeliling. Memastikan di sekitarnya tidak ada hantu.“Di belakangmu.” Bryan berucap dan kemudian lari. Membuat Felix yang berdiri sendiri berlari terbirit-birit mengejar Bryan.Dua pria itu saling kejar, membuat tamu dan keluarga kebingungan. Namun, tawa Bryan membuat mereka semua menyadari jika dua pria yang sering membuat huru-hara itu sedang bercanda.Regan dan Selly kembali ke acara pesta. Kali ini Regan hanya pasrah saat kedua orang tuanya dan orang tua Regan membahas pertunangan yang akan diadakan dalam satu minggu. Walaupun masih berat, akan tetapi dia ingat bagaimana Selly berjanji.“Jadi kalian nanti tinggal datang untuk fitting gaun pengantin dan mencari cincin saja, selebihnya biar Mama yang urus,” ucap Melisa pada Selly dan Regan. Selly tersenyum dan mengangguk. Regan masih dengan ekspresi datarnya. Hingga Selly menyenggolnya, baru dia mengangguk.Pesta usai, semua keluarga pulang, termasuk keluarga Regan. “Kamu jangan capek-capek ya, Sayang,” ucap Lana pada calon mantunya. “Iya, Bi.”“Sekarang panggil Mama, mengerti!” Lana memberikan peringatan penuh. “Baik, Ma.” Selly selalu senang dengan Lana-calon mertuanya. Dia memang sangat baik. Sedari kecil, dia sudah menganggap Selly anaknya sendiri. Namun, kini status itu jelas karena dia akan menjadi anak mantunya. Keluarga Adion masuk ke rumah setelah semua sudah pergi. S
Beberapa berkas sedari tadi dibaca oleh Regan. Mengecek laporan bulanan yang menjadi kewajibannya. Menjadi asisten papanya, Regan tidak hanya duduk manis menikmati jabatannya. Perkerjaan justru banyak dilakukan olehnya. Regan sendiri tidak pernah keberatan saat mendapati banyak perkerjaan. Baginya, itu cara untuk menujukan pada papanya jika dia mampu menjabat CEO di perusahaannya. Di tengah-tengah pekerjaannya, ponsel Regan berbunyi. Mata birunya yang sedari tadi mengecek laporan, menatap ke layar ponselnya. Nama Selly terpampang di layar ponselnya, membuat Regan menghentikan gerakan tangan yang sedari tadi membolak-balik berkas. “Ada apa?” tanyanya.“Hari ini kita akan fitting, jadi aku mau mengajakmu untuk ke butik.” Regan mengembuskan napasnya kasar. Dia sudah menduga kesibukan menyiapkan acara pertunangannya pasti akan menyita waktunya. Dalam keadaan yang sangat sibuk seperti ini, dia tak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tanggung jawabnya harus dikerjakan dengan baik.
Jari jemari Regan menari indah di atas keyboard sebelum akhirnya berhenti saat mengingat janji untuk menemani mencari cincin pertunangan.Regan yang tak mau Selly kecewa buru-buru mematikan laptopnya dan pergi meninggalkan kantor. Melajukan mobilnya menuju ke salah satu mal di Jakarta.Di sana sudah ada Selly yang menunggunya. Tepat saat Regan datang, Selly melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Sindiran jika Regan datang terlambat. “Maaf,” ucap Regan. Selly mengembuskan napas. Mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak karena Regan seolah tak mementingkan dirinya. “Tidak apa-apa, ayo,” ucapnya seraya melingkarkan tangannya di lengan Regan. Senyumnya kembali tergambar indah di wajahnya. Tak mau menjadikan masalah kecil itu menjadi besar dan merusak acara hari ini. Menarik tangan Regan, Selly mengajak Regan untuk masuk ke toko perhiasan. Melihat-lihat cincin untuk pertunangan mereka dan pernikahan mereka. “Coba lihat yang ini,” ucap Selly pada staf toko perhiasan seraya
Dari pantulan cermin Selly melihat wajahnya. Baru saja penata rias menyelesaikan merias wajahnya. Sapuan make up yang diberikan oleh penata rias membuat Selly terpukau. Wajahnya tampak berbeda dengan make up, terlihat begitu cerah dan bersinar. “Cantik sekali anak Mama,” ucap Melisa melihat anaknya. Sebagai orang tua, pasti bahagia anaknya akan segera menikah. Pertunangan ini adalah awal dari kebahagiaan putrinya. “Terima kasih, Ma.” Senyum Selly mengembang sempurna di wajahnya saat merasakan bahagia. Pertunangan adalah gerbang awal untuk sampai pada tujuannya. Tujuan menikah dengan teman masa kecilnya dan pria yang begitu dicintainya.Saat sedang bersiap, suara ketukan pintu terdengar. Dari balik pintu terlihat Bryan menyembulkan kepalanya. “Apa sudah siap?” tanyanya seraya melebarkan pintu dan masuk ke kamar hotel yang di tempati Selly. Menghampiri kakak dan mamanya. “Sudah.” “Lihat, wajahmu,” ucap Bryan. Senyum Selly sudah mulai surut, dia sudah menebak jika adiknya akan mel
[Besok pagi, aku ada janji dengan klien untuk bermain golf, jadi kamu langsung saja ke butik. Aku akan menyusul nanti] Pesan yang dikirim Regan pada Selly membuat Selly mengeram kesal. Namun, dia tak bisa marah. Melobi klien dengan bermain golf bersama, sudah menjadi hal biasa di kalangan pengusaha. Dengan dalil bermain dan mengobrol, mereka menyelipkan tawaran bisnis yang dapat menguntungkan perusahaan. [Iya, jangan datang terlambat] [Iya, aku akan datang tepat waktu]Selly memilih untuk pergi ke butik sendiri. Karena nanti dia pulang dengan Regan, sengaja dia meminta Bryan untuk mengantarkannya. Tak mau naik taxi karena lebih nyaman duduk di mobil sendiri. “Kak Regan sepertinya tidak benar-benar cinta dengan Kakak.” Bryan menoleh sejenak pada Selly, sebelum kembali lagi fokus pada jalanan yang dilaluinya. “Jangan asal bicara!” Selly melirik tajam adiknya. “Coba bayangkan saja, sudah dua kali ini dia menghindar untuk datang acara fitting.” “Dia sibuk, dan nanti dia akan dat
Hari yang dinanti telah tiba. Semua keluarga bersiap, termasuk dengan pasangan pengantin yang akan menjadi raja dan ratu sehari itu. Mereka semua sengaja memesan kamar hotel untuk tempat bersiap. Selly begitu sangat cantik dengan gaun pengantin yang dipesannya kemarin. Di tambah dengan riasan di wajahnya, penampilannya semakin sempurna untuk mengikuti rangkaian acara pernikahan.Hatinya begitu berdebar karena hal ini adalah pengalaman pertamanya. Tangannya terus berkeringat dingin menandakan sebesar apa rasa cemasnya. Walaupun dari kemarin dia sudah berusaha untuk kuat, tetapi tetap saja saat hari pernikahan tiba, dia sangat begitu cemas. “Kamu takut acara pernikahan atau takut malam pertama nanti?” tanya Bryan menggoda. Selly melirik malas adiknya. Merasa kesal karena dia mengganggu di saat yang tidak pas. “Bry, jangan ganggu Kakakmu.” Melisa menegur Bryan. Bryan menutup mulutnya rapat. Tak mau mengganggu kakaknya yang sedang cemas dan membuat mamanya memarahinya. “Sudah jan
Acara selesai, tamu undangan berangsur membubarkan diri. Perlahan ruangan yang tadi dijejali banyak orang, mulai berkurang. Saat semua tamu benar-benar sudah pulang semua, Selly dan Regan bersiap untuk kembali ke kamar mereka. Mengistirahatkan tubuh yang kelelahan menyalami semua tamu.Setelah berpamitan dengan keluarga yang memilih untuk pulang, mereka berdua menuju ke kamar hotel.Satu kamar sudah Selly disiapkan untuk malam pertama mereka. Sengaja dia memesan kamar presiden suit khusus untuk menghabiskan malam pertama mereka. Tak mau sampai momen berharga itu hilang begitu saja. Tiba di kamar, nuansa romantis terlihat. Bunga-bunga bertabur di lantai, seolah menyambut kedatangan mereka berdua. Regan menoleh pada Selly, menduga jika Selly yang menyiapkan semua. Dia sadar betul jika gadis yang sekarang menjadi istrinya itu selalu melakukan lebih awal, termasuk menyatakan cinta. Dan pastinya menyiapkan semua ini.Tangan S
Hawa dingin yang masuk ke dalam kulit membuat Selly yang sedang asyik terlelap mengerjap. Tangannya bergerak menarik selimut agar dapat menutupi tubuhnya. Namun, entah ke mana selimutnya itu, tangannya tak dapat meraihnya.Karena tak kuat dengan hawa dingin, Selly membuka matanya. Mencari selimut yang ada semalam membungkus tubuhnya. Ternyata selimut itu berada di bawah kakinya dan sebagian sudah menjuntai ke lantai. Selly menyadari, jika dia memang selalu tidur seperti itu. Menendang selimut yang membungkus tubuhnya dan membuatnya kadang sampai selimut jatuh ke lantai.Namun, kali ini tampak berbeda. Tubuhnya yang hanya berbalut kain tipis membuatnya begitu kedinginan. Hingga tak kuasa untuk menariknya selimut untuk menutupi tubuhnya. Tak mau berlama-lama, Selly menarik selimut dan kembali meringkuk di dalam selimut. Memejamkan kembali matanya, melanjutkan tidurnya. Baru saja, dia melanjutkan tidur, dia mengingat sesuatu yang janggal. Apalagi jika bukan bajunya. Matanya kembali te
Tiga bulan sudah Regan dan Selly menjalani program kehamilan. Hal yang mendebarkan adalah menunggu hasilnya. Jika biasanya Regan dan Selly selalu antusias ke dokter untuk memeriksakan hasilnya, kali ini mereka tampak biasa saja. Bukan tidak berharap memiliki anak, tetapi mereka memilih untuk tidak kecewa lebih cepat. Sudah hampir beberapa hari ini Selly merasakan kepalanya pusing. Padahal dia makan dengan teratur seperti biasanya. Karena tidak berani minum obat dia memilih mengistirahatkan tubuhnya. Seperti beberapa hari yang lalu, Selly merasakan pusing juga. Namun, kali ini pusingnya bertambah dengan rasa mual. Hingga membuatnya memuntahkan isi perutnya. Padahal, dia baru saja sarapan dengan Regan dan mengisi perutnya dengan sandwich. Setelah memuntahkan isi perutnya, Selly merebahkan tubuhnya. Rasanya dia tidak kuat dengan tubuhnya yang lemas. Sambil memikirkan apa yang terjadi padanya, Selly teringat jika dia belum memeriksakan hasil program kehamilan yang se
“Apa sekretarismu jadi mengundurkan diri?” tanya Selly. Tangannya bergerak memakaikan dasi di kerah kemeja Regan. “Jadi, pihak HRD sedang mencari penggantinya. Aku dengar hari ini dia akan datang untuk menemui aku.”“Apa sekretarismu akan cantik dan seksi?” tanya Selly menggoda.“Apa ada wanita yang lebih cantik dan lebih seksi dari istriku?” tanya Regan seraya merengkuh pinggang Selly.” Manik mata birunya menatap wanita yang menurutnya paling cantik di antara wanita-wanita lainnya, dengan penuh cinta. Seolah mengatakan tidak ada wanita lain yang akan dipandangnya seperti itu. “Apa kamu sedang merayuku?” tanya Selly penuh curiga. “Apa itu bagian dari merayu? Jika iya, aku akan asah lebih lagi ilmu itu.”Selly yang gemas menepuk lengan Regan. “Apa ini masih malam? Aku serasa melayang tinggi di udara,” ucap Selly tertawa. Garis senyumnya selalu membuat Regan terpesona. Mengatakan jika istrinya paling cantik bukanlah ke
“Saya tadi memesan meja untuk dua orang,” ucap Selly pada pramuniaga. Senyum manisnya tertarik di bibirnya ketika bertanya. “Atas nama siapa?” tanya pramuniaga ramah. “Atas nama Selena Selly.” Pramuniaga mengecek pesanan atas nama Selly. Ketika mendapati ada nama Selly, dia meminta pramuniaga lain untuk menujukan meja yang dipesan oleh Selly.“Terima kasih,” ucap Selly dengan ramah. Selly duduk di sudut restoran. Sengaja dia memilih meja di dekat kaca yang memberikan pemandangan ibu kota. Dari balik kaca, lampu dari bangunan dan kendaraan tampak berkelip di malam hari. Memberikan warna di gelapnya malam. Malam ini, Selly sengaja memberikan kejutan untuk Regan. Menikmati makan malam bersama. Bagi Selly, waktu berdua sangat penting, mengingat mereka sudah menikah hampir empat tahun. Pastinya akan ada fase di mana mereka saling jenuh dengan hubungan. Selly memandangi langit kota Jakarta. Hari ini malam begitu cerah. Bulan
Selly keluar dari kamar mandi. Dari wajah istrinya, Regan bisa menebak jika hasil dari tes kehamilan yang dijalani Selly hasilnya adalah negatif. Namun, tetap saja, Regan ingin melihat hasilnya. Satu garis yang tercetak di alat tes kehamilan, membuat Regan terpaku. Netranya menatap lekat garis itu. Kemudian melihat wajah istrinya yang tampak biasa saja. Tidak ada ekspresi sedih, kecewa ataupun marah. Menujukan jika dia sudah siap dengan hasilnya. Dua tahun berlalu dengan cepatnya. Segala metode sudah dijalani Regan dan Selly untuk mendapatkan buah hati. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil. Dulu saat awal-awal, Selly sangat antusias mengecek hasil ke dokter, tetapi lambat laun, dia malas untuk mengecek ke dokter dan memilih mengecek sendiri di rumah. Karena hasilnya selalu mengecewakan. Jika dua tahun yang lalu, Selly selalu sedih melihat hasilnya. Kini dia sudah seperti terbiasa mendapati jika dia tidak hamil. Tak terlalu menumpukan harapan jika dia
Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Selly dan Regan pergi ke Rumah sakit. Mengecek apakah embrio yang ditanam tumbuh di rahim Selly. Hati mereka benar-benar berdebar-debar. “Tenanglah,” ucap Regan menenangkan istrinya. Tangan Selly yang dingin sedari tadi menandakan jika istrinya ketakutan. “Jika aku tidak hamil, apa kamu akan kecewa?” Manik mata biru milik Selly menatap Regan. “Yang terpenting adalah kita sudah berusaha.” Senyum tipis di wajah Regan begitu meneduhkan hati. Membuat Selly lebih tenang. Walaupun sebenarnya dia sangat berharap jika akan ada janin yang tumbuh di rahimnya. Setelah melakukan pemeriksaan dokter memberitahukan hasilnya. Regan dan Selly saling menggenggam, menguatkan satu dengan yang lain.“Alat kesehatan adalah perantara, tetapi tetap Tuhanlah yang berkehendak.” Mendengar kalimat itu membuat Selly dan Regan tahu jika jawaban atas keberhasilan dari proses bayi tabung tidak berhasil.
“Apa proyeknya akan segera dijalankan?” Selly yang sedang membersihkan wajahnya menatap Regan. Tepat jam sebelas tadi mereka barus sampai rumah setelah makan malam dengan klien. “Iya, mungkin bulan depan mulai dikerjakan.”Suara ponsel Regan terdengar. Membuat Selly dan Regan saling pandang. Merasa heran siapa malam-malam yang menghubungi mereka. Regan mengambil ponselnya. Dahinya berkerut dalam melihat nomor asing yang masuk ke dalam ponselnya. Karena penasaran, dia mengangkat sambungan telepon. “Halo, dengan Bapak Regan Alvaro?” Suara terdengar dari sambungan telepon. “Iya, saya Regan Alvaro.”“Kami dari Polantas Jakarta selatan ingin mengabarkan jika mobil milik Anda mengalami kecelakaan. Mobil dikemudiankan oleh Saudara Bryan Adion menabrak mobil dan menyebabkan korban meninggal dunia.” Regan membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang didengarnya. Selly yang melihat wajah suaminya yang terkejut dan ikut panik.
Suasana kantor begitu sibuk. Pagi ini Maxton Company akan mengadakan meeting untuk mengumumkan pengangkatan Regan sebagai CEO Maxton. Semua karyawan bersiap untuk hari spesial itu. Selly yang menemani suaminya, menyiapkan penampilan suaminya. Tak mau penampilan suaminya buruk. Sebagai calon CEO-suaminya harus tampil sempurna. Selly menunggu Regan di ruang kerjanya. Meeting dihadir oleh para petinggi perusahaan dan Andrew Maxton selaku pemilik Maxton Company. Menunggu Regan di ruangannya, Selly menghubungi Bryan. Dia ingin memastikan jika adiknya itu datang ke acara makan malam nanti malam di rumahnya. Karena papanya akan hadir juga. Namun, berkali-kali dia menghubungi tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya, Selly meminta Felix untuk mengecek Bryan di apartemennya. Memastikan jika adiknya akan datang nanti malam. 🌺🌺🌺Felix yang mendapat telepon dari Selly langsung meluncur ke apartemen Bryan. Semalam dia
Pagi-pagi sekali Selly meminta dan Regan pergi ke apartemen Felix. Dia ingin mengecek keadaan adiknya yang tidak pulang dua hari ini. Merasa sangat khawatir karena tidak seperti biasanya adiknya seperti itu. Menekan bel di apartemen Felix, Selly dan Regan menunggu pintu dibuka. Sesaat kemudian Felix membuka pintu. Tampak pria tampan itu baru saja mandi. Terlihat rambutnya terlihat basah. “Mana Bryan?” tanya Selly. “Dia belum bangun?” “Dia mabuk apa mati, sampai hari ini belum bangun?” Tanpa dipersilakan masuk Selly langsung masuk ke dalam apartemen Felix. Diikuti Regan di belakangnya. Selly berhenti dan berbalik menatap Felix. Tanda menanyakan di mana Bryan berada. Felix yang mengerti maksud Selly langsung menunjuk kamar yang berada di sudut kiri. Membuat Selly langsung melangkah ke sana. Meninggalkan Regan yang berada di ruang tamu Felix. “Mau minum, Kak?” tanya Felix.“Asal bukan minuman beralkohol boleh.” Felix memutar bola matanya mala
“Sayang, pulanglah sekarang. Hari ini jadwal kita.” Regan membulatkan matanya sempurna ketika istrinya menghubunginya hanya untuk memintanya pulang. Padahal niatnya hari ini dia akan pulang terlambat untuk mengurus acara peresmian apartemen yang akan diadakan seminggu lagi.Jika hari-hari biasa dan tidak sibuk mungkin dia akan segera pulang. Namun, kini dia tidak bisa, mengingat kali ini sangat penting. “Sayang, aku akan pulang terlambat. Jadi kita tunda dulu besok.” “Tidak bisa, Sayang, seminggu ini kamu sibuk dan aku sudah mengerti, dan tinggal sehari ini saja.” Regan mengembuskan napasnya. Pasrah ketika harus menuruti keinginan istrinya. “Baiklah, aku akan pulang.” “Ada masalah dengan Selly?” tanya Clarisa.Hari ini mereka akan menghadiri pertemuan untuk persiapan peresmian apartemen. Clarisa sengaja datang ke kantor Regan untuk pergi bersama. Tidak terasa sudah dua tahun pembangunan apartemen dilaksanakan. Perj