Bella menghentakkan kaki dengan sangat kesal. Sorot mata kebencian jelas tersirat, apalagi saat ini situasinya berbalik. "Ka ... kau ....""Kenapa, Nona?" tanyaku seraya mengulas senyum dan mendekatinya.Sengaja aku singkirkan anak rambut yang menutupi pipinya, tetapi dengan cepat tangannya menepis. Secepat mungkin aku hindari kibasan tangan Bella, kemudian terkekeh untuk mengejeknya."Anda menyebutku sebagai Nyonya Merry Usbad tanpa memberikan bukti. Bagaimana orang akan percaya? Pastinya, mereka ini bukanlah orang bodoh, Nona Bella. Mereka bisa menilai, mana mungkin seorang Mariana Leurissa berubah menjadi Merry Usbad untuk membeli suami orang?"Sengaja aku memainkan kata agar mereka yang berkerumun mengubah asumsi. Yupz! Sesuai dengan keinginanku, semua mata menatap ke arah Bella. Mereka mencibir habis-habisan kepada wanita itu."Apa menurut kalian, pemilik Leurissa Skincare tidak menarik untuk pria? Coba perhatikan tubuhku, wajahku ... apa aku perlu merebut suami orang untuk mend
Raka sengaja membuatku malu dan terpojok. Dapat aku baca dari pikirannya, dia sepertinya menaruh dendam besar terhadap apa yang sudah aku lakukan. Penolakan terbesar dan paling mengecewakan, bahkan berujung terusirnya aku dari rumah."Sudah cukup, Raka! Aku tahu kamu sakit hati, dan aku ingin melupakan apa yang telah terjadi. Mulai sekarang, anggap kita tak pernah saling kenal!" ucapku dengan tegas.Rosa menarik lenganku. "Riana, bagaimana dengan pasokan bahan baku nantinya?" ucapnya setengah berbisik.Sejenak aku membeku. Mencoba berpikir, bagaimana ke depannya aku akan mendapatkan pasokan bahan baku berkualitas? Aku menatap Raka, membuat dia memgernyitkan dahi. "Kenapa? Mencoba berpikir ulang?" tanya Raka dengan senyum meledek."Nona Leurissa, sebaiknya Anda berpikir dengan baik. Tidak akan ada hal baik yang datang, jika Anda hanya menurutkan emosi semata. Bagaimana kalau kita masuk ke restaurant Bella, kita bicara sambil menikmati menu sajian di sana."Sejenak aku berpikir. Ada ba
Membiarkan Raka menang sama artinya membiarkan diriku hidup dalam belenggu. Namun, untuk saat ini aku masih belum punya ide sebagai jalan keluar.Entah sudah beberapa kali aku menarik napas dalam-dalam, terus mencoba untuk tetap bersabar menghadapi lelaki licik ini. Sepertinya dia tak akan peduli dengan apa yang tadi aku sampaikan. Sudah terlihat jelas, dia tidak akan membiarkan bisnisku baik-baik saja."Baiklah, Raka ... sepertinya aku sudah tahu akan jawabannya. Percuma aku berusaha negoisasi denganmu, yang ada justru kamu akan semakin memiliki peluang untuk menekanku." Ekspresi putus asa dan menyerah sudah pasti terbaca oleh Raka, dan aku sudah tak peduli lagi."Riana, sebenarnya ada cara termudah, tapi kenapa kamu sulit sekali menerima?"Aku berdiri, kemudian kembali memasang wajah dihiasi senyum smirk."Cara termudah bagimu untuk mendapatkan aku adalah dengan cara menekanku. Dan aku rasa ... kamu hampir berhasil. Hanya saja, untuk saat ini aku masih belum menyerah. Jadi, ijinkan
Saat ini aku telah dikalahkan oleh seorang Raka Putra Prawira. Dia tidak hanya memenangkan hati kedua orang tuaku, tetapi juga telah memenangkan segala atas keputusanku. Sosok dominan itu telah menjadikan seorang Mariana Leurissa tunduk dan patuh dalam perintahnya. Bukan masalah sekedar stok bahan baku, melainkan lebih dari itu. Lelaki itu mampu membuat apa yang aku rintis selama ini hancur berkeping-keping.Setelah kejadian di restoran Bella, aku tak ada pilihan selain menerima takdirku untuk menikah dengannya. Tidak ada yang mau tahu alasanku menerima Raka, bahkan kedua orang tuaku juga sama. Mereka hanya merasa gembira akhirnya aku akan menikah dengan Raka.Hanya Dion yang menatapku nanar saat dia berpapasan denganku. "Nona, apa yang telah terjadi? Apa Pak Raka mengancammu?" tanya Dion dengan suara seakan menahan hancurnya hati.Entah mengapa, aku melihat ada kekecewaan yang sangat besar di matanya. Namun, aku sendiri belum bisa memahami perasaan Dion. Dia sangat membingungkan. Ba
Sebuah rumah kecil dan sederhana, jauh dari kesan mewah. Hal ini sudah memperjelas bagaimana keluarga Raka mengambil alih semua harta keluarga Dion. Mereka tidak hanya membuat bangkrut, tetapi juga membuat orang tua Dion jatuh miskin.Dapat kurasakan, mereka pasti syok dan berjuang untuk memulihkan seluruh mental dan batin. Berat pastinya kehidupan yang harus mereka tempuh, kehilangan atas apa yang selama ini mereka dapat."Apa ini rumah kamu, Dion?" tanyaku heran saat mobil Ferarri berhenti di depan rumah itu."Iya. Setelah kehilangan semuanya, kedua orang tuaku memilih pindah ke sini. Mereka ingin hidup lebih tenang. Cukup anak-anaknya saja yang berusaha kembali, mereka tak ingin membuat kehidupan menjadi lebih rumit.""Apa mereka tak ingin perusahaannya kembali?" Dion tertawa kecil, kemudian menatapku lekat. "Aku kembali untuk balas dendam. Keluarga Raka tidak ada yang mengenaliku, karena satu-satunya orang yang tidak hadir pada pernikahan waktu itu adalah aku. Mereka juga belum p
Suasana sejenak hening. Tanpa aku sadari, aku mulai memperhatikan setiap sudut ruangan, bahkan hampir memasuki ruang dapur.Setelah menyadari sikapku, aku kembali berbalik dan tampak mereka saling menatap heran. Segera aku berdehem, kemudian membenahi posisi berdiri lebih tegak."Ma ... maaf ... saya hanya sedikit heran, bagaimana kalian bisa bertahan di tempat seperti ini. Mengingat, kalian dulu adalah orang berada." Akhirnya kalimat itu yang meluncur dari bibirku.Mereka bukannya menjawab, justru menatap ke arah Dion. Tampak Dion sedikit kikuk mendapat tatapan tersebut. "Maaf, Pa. Aku terpaksa menceritakan keadaan kita pada Nona Riana.""Kenapa dia ingin tahu?" tanya lelaki itu dengan geram."Pa, dia adalah target keluarga Hadi Prawira. Andra tidak ingin ada korban lagi, cukup Kak Wanda saja yang menjadi wanita bodoh, cukup kita saja yang mau percaya pada mereka."Tidak aku sangka, wajah lelaki itu menjadi suram. Kedua tangannya tiba-tiba mengepal, terdengar gemeretak gigi. "Dia bel
Dion wajahnya tampak gelisah. Mungkin saja ucapan ayahnya membuat dia tak enak hati padaku. Aku memang sempat meminta dia untuk menikah denganku, tetapi pikiran itu berubah karena fakta bahwa dia ada keterlibatan rencana Raka untuk menggagalkan sayembara itu."Nona Riana, sebaiknya kita segera pergi saja. Mumpung hari belum petang." Dion berinisiatif mengakhiri percakapan yang membuat tak nyaman.Aku pun mengangguk dan beranjak dari tempat duduk, kemudian berpamitan."Dion, tunggu sebentar. Mama kamu sedang membuatkan makanan, ada baiknya kalian makan." Ayah Dion mencoba menghentikan kepergian kami.Namun, dari sorot matanya ada sebuah harapan yang dia gantung. Entahlah, seakan tatapan itu begitu mengharap pertolongan. Sisi baik hati ini jelas akan merasa iba.Aku memahami situasinya, akhirnya memutuskan untuk menunda kepergian. "Dion, aku lapar dan sepertinya perutku ini minta diisi." Aku mencoba mencari alasan.Mendengar perkataanku, ayah Dion tampak gembira. Dia bergegas mengajak k
Seorang wanita muda muncul setelah Dion mengetuk pintu. Wanita muda dengan dandanan yang sederhana. Tak ada riasan pada wajahnya, semua serba natural. Bahkan penampilannya pun tidak menunjukkan bahwa dia adalah anak pengusaha kaya."Maaf, Anda siapa dan ada keperluan apa datang kemari?" tanya wanita itu dengan tatapan curiga."Saya ke sini mencari Nona Sarah, ada hal penting yang ingin saya sampaikan."Wanita muda itu mengernyit, sejenak menelisik wajah Dion. "Apakah kita kenal sebelumnya?"Dion tersenyum, kemudian mengulurkan tangan. "Saya Dion, dan ini bos saya. Dia Nona Mariana Leurissa."Sontak wajah itu berubah pias dan muram. "Apa kamu calon istri Raka yang baru?" tanya wanita itu dengan lemah, bahkan dia tak menyambut uluran tangan Dion.Entah dari mana wanita itu bisa tahu, yang pasti wajahku terasa memanas dengan sorot mata keheranan. Aku tidak pernah tahu sejauh mana berita antara aku dan Raka menyebar. Nyatanya, keluarga mantan istrinya pun tahu."Kenalkan, aku Sarah Mahara