Aku menggeliat saat sinar mentari menerobos kaca jendela kamar. Dering telepon sejak tadi juga sangat mengganggu tidurku. Dengan malas aku meraih ponsel di atas nakas, kemudian menerima panggilan seraya memejamkan mata kembali."Halo!""Riana, kamu di mana?!" tanya Rosa dengan suara kencang, membuat aku kaget dan menjauhkan ponsel yang tadi aku tekan tombol loud speaker."Bisa nggak ngomong biasa aja? Kebiasaan, hobi kok teriak teriak," gerutuku kesal."Tidak ada waktu. Kamu cepat ke kantor, sebelum heboh seluruh orang menghujatmu!"Hah?! Sontak aku membuka mata dan berjingkat bangun. "Sebenarnya ada kejadian apa, Ros?""Udah, buruan kamu ke sini!""Arrgh!!! Bikin penasaran dan waswas aja!" gerutuku mulai panik. "Iya, iya ... aku ke sana!"Bergegas aku matikan panggilan, kemudian melempar ponsel ke atas bantal. Dengan gerak cepat aku mandi, ganti pakaian, memoles wajah layaknya sebagai Mariana Leurissa. Setelah itu aku kenakan jaket bertudung dan masker.Setelah siap, aku sambar tas
Kedua bola manik ini mendelik saat mendengar saran dari Rosa. Aku pikir, dia bisa memberikan saran terbaik, nyatanya ....Huff!Aku mendengkus kesal, penuh kekecewaan terhadap Rosa yang kali ini tak dapat diandalkan."Dion, kita nggak jadi makan! Lebih baik kita balik ke lokasi sayembara, bikin kelar masalah dengan si Raka sialan itu!" ucapku dengan emosi yang meledak-ledak.Dion menepikan mobil, entah apa maunya. Dia memiringkan badan untuk menghadap ke arahku."Nona Riana, ada benarnya saran dari Nona ini. Pak Raka posisinya sudah jelas menang. Tindakan tadi pagi, menandakan bahwa dia pegang kunci untuk membuktikan Nyonya Merry Usbad itu adalah orang yang sama dengan Nona Mariana Leurissa," ujar Dion menyampaikan analisa."Kamu terlalu menganggap enteng Raka, Ri. Sebaiknya kamu pikirkan matang dulu, barulah bertindak.""Terus, aku harus bagaimana?""Ada baiknya kamu redam masalah dengan mengiyakan permintakan Raka. Hanya saja, kamu coba ajukan syarat.""Betul kata Nona ini, saya jug
Mendengar ucapan Raka yang rela melakukan apa saja, aku pun tersenyum. Lelaki jika sudah bucin, biasanya akan kehilangan akal sehat. Dia lebih cenderung memilih membahagiakan sang wanita, meskipun harus mengorbankan banyak hal."Aku ingin mengakhiri sayembara pencarian jodoh itu, tapi ... ehm ... nggak mungkin kalau aku membatalkan begitu saja. Jadi, aku rasa ...." Sejenak aku terdiam, sengaja menggantung kalimat dan berpura-pura berpikir keras."Jangan khawatir, Nona Riana. Asalkan Nona Riana menikah denganku, semua kerugian atas sayembara itu akan aku tanggung." Raka berkata dengan begitu yakin."No, no, no ... bukan itu. Bisakah kamu carikan satu wanita untuk menggantikan peranku sebagai Nyonya Merry Usbad?""Maksudnya?" tanya Raka dengan mengernyitkan dahi."Begini, Pak Raka. Aku tidak mungkin membuat para peserta kecewa, bukan? Mereka sudah rela membuang waktu, meninggalkan pekerjaan dan anak istri demi ikut sayembara itu. Anda pasti tahu, tidak mungkin mereka kecewa begitu saja
Sungguh, hari yang tak pernah muncul dalam perkiraanku. Bahkan datang dalam mimpi pun tidak pernah.Malam ini, di ruang tamu telah berkumpul banyak orang. Aku sendiri tak menyangka jika malam ini adalah sessi lamaran. Keluarga Raka datang dengan membawa beberapa hantaran, mereka bukan hanya kedua orang tua Raka, melainkan masih ada beberapa orang lagi yang turut datang.Lebih heran lagi, kedua orang tuaku menyambut mereka dengan begitu baik. Bahkan dapat kulihat semua telah tertata rapi, seakan sudah siap menerima mereka. Ya, semua persiapan untuk menyambut tamu benar-benar sudah dipersiapkan.Aneh saja bagiku, Papa dan Mama tak banyak bertanya. Mereka langsung setuju dan menggelar acara lamaran. Apa karena mereka melihat sosok Raka yang berperangai sopan?Aku benar-benar tak mengerti. Semua tampak bahagia, baik dari keluarga Raka maupun kedua orang tuaku. Walaupun banyak pertanyaan berjubel di kepala, aku tak bisa banyak bertanya. Aku hanya memilih diam.Ini sungguh kegilaan macam ap
Malam telah larut, bahkan nyanyian binatang malam pun mulai meredup. Mata ini masih enggan untuk memejam, pikiran terus terganggu dengan perjodohan yang tiba-tiba.Aku masih di atas tempat tidur, memeluk lutut seraya melempar pandangan ke luar jendela kaca. Entah apa yang aku lihat, hanya pikiran yang melayang entah ke mana.Jika saja perjodohan tidak dengan jalan seperti itu, mungkin aku bisa terima. Namun ini, mereka seakan menjebak dan mempermalukan aku. Kedua orang tuaku berkomplot dengan Raka, mereka merencanakan semua ini untuk membatalkan sayembara itu.Ingatanku kembali pada kejadian sore tadi. Raka akhirnya menolak persyaratan dariku untuk menyelesaikan acara sayembara Nyonya Merry Usbad mencari jodoh. Semua atas anjuran Papa yang juga kompak menolak ide gilaku itu. Semua akan dibubarkan begitu saja, hanya sebagai uang tutup mulut maka setiap peserta akan diberi kompensasi. Selain itu, mereka akan menandatangani surat pernyataan bahwa mereka tidak akan menuntut ataupun memub
Otakku mulai berpikir. Aku rasa, membuat Dion jatuh cinta denganku maka akan lebih memudahkan aku dalam menggali informasi darinya."Dion, apa kamu benar sudah punya pacar?" tanyaku sembari bergelayut manja di lehernya, aku yakin Dion pasti akan mengira aku sudah mabuk."Nona ... to ... tolong jangan seperti ini," ucap Dion seraya berusaha melepas tanganku dari lehernya."Kenapa, Dion? Apa karena aku sudah tua, jadi kamu tidak tertarik denganku?" tanyaku dengan tatapan nakal dan berakting layaknya orang mabuk."Bukan begitu, Nona Riana. Saya ... saya takut khilaf."Aku pun terkekeh. Lucu sekali lelaki muda ini. Dia sangat berbeda dengan Reza. Jika Reza, dia sangat menantang dan justru mengganas saat hendak melahap kenikmatan bersamaku. Beruntung saja waktu itu aku segera tersadar, sehingga selamat kesucianku.Sejenak aku menatap wajah Dion, lelaki yang sebenarnya cukup manis jika dipandang. Yang aku suka darinya adalah sikap lugu, bahkan di hadapanku saja dia sudah gugup."Dion, apa k
Udara pagi di Puncak benar-benar menggigit tulang. Sinar mentari masih malu-malu untuk menerobos awan, sehingga menyisakan hawa dingin yang tak kunjung usai. Aku pun semakin merapatkan selimut.Namun, ketika hendak memejamkan mata kembali, ingatanku langsung ke Dion. Aku mendengkus, kemudian menggeliatkan badan. Rasanya sangat malas untuk bangkit dari tempat tidur.Segera aku raih ponsel, kemudian menekan tombol panggilan ke nomor kontak Dion. Namun, panggilan urung karena terdengar suara ketukan di pintu."Nona, apakah hari ini Nona tidak ingin pergi ke kantor atau kembali ke rumah?" tanya Dion setelah mengetuk pintu.Aku masih terdiam tak menyahut.Terdengar kembali ketukan pintu hingga beberapa kali dengan diiringi panggilan. "Nona Riana ... bangun, Nona."Kembali aku mendengkus kesal. Entah mengapa aku merasa Dion berusaha sedang membujukku agar mau pulang."Masuklah!" perintahku seraya menarik selimut hingga menutupi wajah.Terdengar suara pintu dibuka, tetapi aku memilih tetap m
Tiga hari sudah aku di villa bersama Dion. Akhirnya aku bisa meluluhkan kerasnya prinsip dia, bahkan dia bersedia menikah denganku. Rencananya, sore ini aku akan membawa Dion ke rumah dan mengenalkan pada orang tua.Semua resiko atas keputusanku sudah aku perkirakan, dan aku siap menerima semua konsekuensinya. Jika Papa dan Mama saja tidak peduli atas masalahku, lalu untuk apa aku harus peduli dengan mereka?Perjodohan bukan lagi masanya. Ini bukan jaman Siti Nurbaya, tidak ada yang namanya menikah dijodohkan dengan alasan apapun, kecuali untuk political marriage atau tujuan tertentu.Dion mengemudikan mobil Ferarri kuning milikku. Sepanjang perjalanan, senyum lelaki muda itu terus mengembang. Sesekali mengelus pipiku, kemudian menarik kepalaku agar bersandar di bahunya. Rasa canggung sudah tak ada lagi, dia lebih bisa menunjukkan ekspresi rasa sayangnya terhadapku."Sayang, apa kamu yakin dengan hubungan kita?" tanya Dion seraya mengecup puncak kepalaku, kemudian fokus kembali ke jal
Sarah muncul dengan sikap begitu santai, bahkan senyum smirk seolah mengejek kehadiranku. Dia melipat dada dan bersandar di bibir pintu.Aku bergegas menerobos masuk, mendorong asisten rumah tangga paruh baya itu, kemudian menghentakkan tangan Sarah. Selanjutnya aku dorong wanita itu ke sofa, dan memulai aksiku.Tanganku mencengkeram kuat leher jenjang milik Sarah. Namun, wanita itu masih saja berusaha bersikap santai, sungguh membuatku semakin muak pada wanita biang onar ini."Jauhi Riana! Jangan pernah kamu berusaha menggagalkan rencanaku!" bentakku seraya mengeratkan cengkeraman di leher, sehingga Sarah nyaris kelojotan akibat kehabisan oksigen.Segera aku kendorkan kembali cengkraman, takut saja jika dia mati. Bagaimana pun, aku tidak mau masuk penjara karena membunuh manusia tak penting ini."Tuan Raka, cukup! Lepaskan Nona Sarah!" teriak asisten rumah tangga itu seraya berusaha menarik tanganku dari leher Sarah.Setelah beberapa menit, wanita itu akhirnya bisa menarik tanganku d
POV RakaLangkahku terhenti saat hendak menaiki anak tangga. Sekilas kulihat sosok Rocky sedang duduk di ruang tengah sembari menaikkan satu kaki ke atas paha yang lain. Tatapan mencibir tampak jelas di bibir yang tersenyum miring.Entah apa maksudnya, tetapi bisa kurasakan persaingan di antara kami kian memanas. Persaudaraan antar darah yang mengalir di tubuh kami tak lagi menjadi pengingat. Rocky adalah lelaki yang sangat ambisius. Dia memiliki keinginan untuk menggantikan posisi ayah di perusahaan.Tentu saja aku tidak bisa tinggal diam. Perusahaan keluarga bisa berkembang dan terus bertahan saat pailit pun ada campur tangan diriku. Aku tidak akan rela jika dia menggantikan posisi ayah dengan begitu saja. Apalagi besar saham dan kontribusi dia tak jauh beda dengan apa yang sudah kuberikan pada perusahaan tersebut. Bahkan saat ini, perkembangan perusahaan mulai semakin besar juga atas jasaku.Perusahaan bahan baku merupakan ideku, dan uang hasil rampasan dari keluarga Sarah aku alok
POV RakaKehadiran Sarah telah mengacau pikiranku. Bukan karena kisah di masa lalu, persetan dengan perasaan saat itu. Satu-satunya alasan aku khawatir hanyalah kegagalan menikahi Mariana Leurissa semata.Tuntutan sekaligus tantangan dari keluargaku, harus memenangkan hati Mariana Leurissa. Perawan tua nan cantik dan menggairahkan, penampilannya tampak 10 tahun lebih muda dari usianya.Selain itu, dia juga wanita karier yang sukses. Ada triliunan harta yang dia miliki. Itu sebabnya Papa memintaku untuk menjerat Mariana Leurissa.Aku keluar dari resto dengan sedikit tergesa. Bahkan hati tidak berhenti menggerutu."Apa dia sengaja ingin mengorek masa laluku? Sebenarnya, apa saja yang sudah dikatakan oleh si Sarah pada Riana? Jangan sampai pernikahan ini batal karena ulah Sarah, aku tidak mau kehilangan tambang harta melimpah," gumamku di dalam hati, seraya aku berjalan ke arah luar. Namun, baru beberapa langkah hendak mencapai area parkir, langkahku terhenti oleh kehadiran wanita dari
Sejenak aku berpikir, apakah pertanyaanku akan membuat Riana curiga atau tidak. Hanya saja, aku juga perlu memastikan segalanya."Hmm ... kamu ingin tanya apa, Raka?" tanya Riana dengan santai, kemudian menyeruput kembali minumannya."Kamu kenal Sarah dari mana? Dan kenapa kenapa bisa kenal sedekat itu?""Oh itu, lewat sosial media, Raka. Jadi gini ceritanya, kata Sarah ... dia tiba-tiba tertarik dengan usaha produk kecantikan. Kata dia, dia juga ingin memulai bisnis baru dan pakai jasa maklon yang aku tawarkan di iklan. Ya sudah, dia menghubungi bagian marketing dan hari ini dia mengajak ketemuan gitu." Panjang lebar dia menjelaskan untuk meyakinkan aku."Memangnya kenapa?" tanya Riana dengan ekspresi menyelidik."Nggak ... nggak apa-apa. Aku hanya sekedar tanya." Aku mencoba menutupi kegugupanku."Kalau boleh tahu, kamu kenal Sarah dari mana? Sepertinya kalian sudah kenal lama juga ya?"Seketika pertanyaan Riana membuat dada ini semakin berdebar kencang, untung saja dia tidak tahu k
POV RakaSebuah kejutan dihadiahkan oleh seorang Mariana Leurissa. CEO cantik tapi perawan tua itu memang tak bisa dikasih hati. Sepertinya dia sedang menguji kesabaranku.Jujur, tidak pernah kusangka jika suatu hari dia akan datang bersama wanita dari masa laluku. Ya, Sarah memang mantan istriku. Perasaan cinta dulu memang pernah ada, tapi karena tuntutan dari Papa, maka aku harus mengesampingkan perasaan yang pernah ada.Hari itu, aku berniat mengajak makan siang Riana. Niatnya jelas untuk kembali membujuk agar pernikahan cepat diajukan. Namun, di luar dugaan ... Riana justru mengundang Sarah dan Dion. Alasan Riana, Sarah hanyalah calon klien. Namun, aku tak bisa percaya begitu saja.Kehadiran Sarah membuat aku harus mati-matian berusaha bersikap sewajar mungkin, agar tidak mengundang kecurigaan Riana."Kenapa harus ada Sarah segala sih? Bagaimana kalau Sarah menceritakan siapa aku ke Riana? Bisa-bisa rencanaku gagal untuk mendapatkan Riana, apa yang harus aku katakan?" gerutuku dal
Untuk beberapa saat aku terdiam dan berpikir. Banyak hal yang harus aku pertimbangkan dengan matang. Namun, kesempatanku untuk bisa membuat Raka berhenti dengan niatannya juga penting. Aku harus bisa membuat Papa dan Mama percaya denganku, bukan calon menantu licik itu."Ide yang bagus kalau menurutku, Nona Riana." Dion mencoba meyakinkan aku."Baiklah," ujarku akhirnya seraya tersenyum dan menyetujui usulannya Sarah.Sudah kupikirkan dengan matang, mungkin dengan adanya bukti nyata pernikahan Sarah dengan Raka, maka tak akan ada lagi kesempatan mengelak bagi Raka. Bahkan yang ada malah Raka akan panas dingin tatkala aku menunjukkan rekaman video itu."Aku akan mengirimkan video rekaman pernikahan aku dengannya ke kamu, Riana," ujar Sarah kembali. "Sebentar, Nona Riana dan Bu Sarah. Bagaimana kalau rekaman video itu, kita putar di restoran tempat Raka mengajak Nona Riana candle dinner nanti malam?" Dion memberi usulan lain."Jadi gini maksudku ... uhm ... nanti setelah Raka mengeluar
Kemarahanku rasanya tak dapat kutahan lagi. Raka mengancam Sarah dengan target ancaman melibatkan rahasia terbesarku."Raka tidak pernah main-main dengan ancamannya, Nona Riana. Bahkan aku sendiri melihat si bajingan Raka yang sudah mengangkat tangannya, dan hampir menampar Bu Sarah. Setelah aku datang dan memanggil Ibu Sarah, barulah si bajingan Raka pergi begitu saja. Dia bahkan langsung mengelak setelah melihat kedatanganku!" "Dia mungkin takut akan ada saksi atas semua sikapnya, Dion," jawabku."Bukan karena itu, tapi karena dia sudah tahu siapa aku. Dia tahu kakaknya yang telah menghancurkan kehidupan Kak Wanda dan keluargaku. Kakaknya yang mengambil semua harta keluargaku. Itulah alasannya kenapa dia langsung pergi begitu saja." Aku sedikit terkejut dengan penuturan Dion. Selama ini yang kutahu Raka belum mengetahui siapa Dion. "Sejak kapan dia tahu tentangmu?" tanyaku penasaran."Dia ternyata diam-diam mengirim orang untuk menyelidiki kita semua," jawab Dion dengan suara yang
POV RianaRosa tercekat, bahkan tampak bingung ingin berkomentar apa. "Apa kamu yakin dengan kebenaran cerita itu, Ri?""Aku sudah bertemu dengan keluarga Dion. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana nasib keluarga Dion dan juga Wanda.""Wanda? Siapa dia?""Dia kakaknya Dion. Wanda menikah dengan kakak pertama Raka, dia menderita tekanan batin akibat perlakuan menyedihkan yang dia terima selama menjadi istri kakaknya Raka. Semua aset orang tuanya diambil alih, kemudian dia diselingkuhi dan akhirnya ditelantarkan di jalanan."Kembali ekspresi wajah Rosa tercengang mendengar penuturanku. "Sumpah, Ri. Sulit untuk dipercaya. Apa keluargamu sudah tahu? Bukankah dia sahabat dari papamu?"Aku menggeleng lemah dengan wajah penuh kesedihan. Jujur, aku merasa akan kesulitan untuk membuktikan semua. Papa dan Mama sudah meletakkan kepercayaan itu pada Raka dan keluarganya. Sedangkan aku ... aku telah kehilangan kepercayaan dari mereka."Riana, jika kamu bisa membuktikan semua kejahat
POV RianaKenapa dia tidak memberikan jawaban atas apa yang aku tanyakan? Apa dia merasa ragu untuk mengatakan tentang masa lalunya itu, ya … masa lalu yang kejam dan menyakitkan untuk korbannya. Baiklah, aku akan mencoba bertanya sekali lagi. "Bagaimana dengan statusmu, Raka? Apa kamu masih lajang, beristri, atau seorang duda? Kamu belum menjawabnya, Raka ... dan aku masih menunggu jawaban kamu.""Tidak usah buru-buru, Nona manis. Kamu akan mengetahui semua hal tentangku, setelah kita menikah. Apa kamu tidak sabar ingin menjadi bagian dari dalam hidupku?"Oh my God ... mengapa dia harus mengucapkan kata 'tidak sabar' seolah menganggap aku yang sedang mengejar dirinya? Seandainya saja aku boleh berkata jujur, aku akan berterus terang kepadanya dengan mengatakan bahwa tidak akan ada pernikahan yang dia impikan. Sama sekali tak ada, bahkan aku tidak sudi menjadi bagian hidup seorang Raka--pria licik tanpa perasaan.Beruntung aku masih bisa mengendalikan keinginan hati. Kalau itu aku k